Oleh:
Pembimbing:
Judul:
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUD Kayuagung
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”G1P0A0 Hamil 38 Minggu Belum
Inpartu dengan Pre-eklampsia Berat dan Suspek DKP dengan Anemia Ringan JTH
Preskep + Suspek Makrosomia” dengan baik. Laporan kasus ini merupakan salah
satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUD
Kayuagung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rusli Muchtar Sp.OG, dr. Ivan
Susanto, Sp.OG, dr. Tomas Ediba, Sp.OG, dr. Roza Maulindra, Sp.OG selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DKP dan PEB merupakan salah contoh komplikasi kehamilan yang sering
terjadi, yang mana komplikasi tersebut bisa membahayakan ibu dan janin. Oleh
karena itu memerlukan pemahaman dan manajemen yang memadai serta perlunya
identifikasi diniuntuk bisa memutuskan terminasi kehamilan dan membantu
menurunkan angka kortalitas dan morbiditas ibu dan janin.
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. RbI
Umur : 23 Tahun
Tanggal lahir : 01 Maret 1996
Alamat : Jl. Anyar Kayuagung
Suku : Sumatera Selatan
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 22 Oktober 2019 pukul 21.30 WIB
No. RM : 05.48.26
Riwayat Pengobatan
Tidak ada
Riwayat kontrasepsi
Tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 22 Oktober 2019)
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 70 kg
TB : 152 cm
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 94 x/menit, isi/kualitas cukup, irama reguler
Respirasi : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,6 oC
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-), pupil isokor diameter ±3mm, refleks cahaya
(-/-)
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret(-),
perdarahan(-)
Telinga : Liang telinga lapang, sekret(-)
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan bibir
kering (-), fisura (-), cheilitis(-)
Lidah : Atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1, tonsil
tidak hiperemis, detritus (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran
struma (-)
THORAX
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal (-),
subkostal (-), suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 94 x/menit, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Cembung, striae gravidarum (+), linea nigra (+), luka bekas
operasi (-)
Lihat pemeriksaan obstetrik
EKSTREMITAS
Akral hangat (+), edema pretibial (-)
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
FUT 3 jari bawah processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung
kanan, presentasi kepala, penurunan 5/5, HIS 1x/10’/15”, DJJ 142x/menit, TBJ
4030 gram.
Osborn test (+)
INDEKS GESTOSIS
0 1 2 3
Edema Tidak ada Pretibia Umum
Proteinuria + ++ +++ ++++
Kuantitatif
TD Sistolik <140 140-160 160-180 >180
TD Diastolik <90 90-100 100-110 >110
BISHOP SCORE
0 1 2 3
Konsistensi kaku Kenyal Lunak -
Posisi Posterior Medial Anterior -
Effacement 0-30 40-50 60-70 >80
Dilatasi 0 1-2 3-4 5-6
Station -3 -2 -1-0 1-2
USG TRANSABDOMINAL
V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 Hamil 38 Minggu belum Inpartu dengan Pre-eklampsia Berat dan
Suspek DKP dengan anemia ringan JTH Preskep + Suspek Makrosomia
VI. PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia
Prognosis Janin : dubia
FOLLOW-UP
22 Oktober 23.30 WIB
S : Mau melahirkan dengan darah tinggi dan kemungkinan bayi besar. Mules
(+) jarang, keluar air (-), darah lendir (-)
O :
Status presens
KU : Sedang
Sens : Compos mentis
TD : 150/90 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,7oC
Indeks Gestosis : 3
Pemeriksaan Luar
FUT 3 jari bawah processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung
kanan, presentasi kepala, penurunan 5/5, HIS 1x/10’/15”, DJJ 145x/menit, TBJ
4030 gram.
Osborn test (+)
Pemeriksaan dalam (VT)
Portio lunak, posterior, pembukaan kuncup, effacement 25%, terbawah kepala,
HI, ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai
Muller test (+)
A : G1P0A0 Hamil 38 Minggu Belum Inpartu dengan Pre-eklampsia
Berat dan Suspek DKP dengan anemia berat JTH Preskep + Suspek
Makrosomia
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, DJJ, tanda inpartu
- IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
- Pertahankan Kateter
- Nifedipine 10 mg/ 8 jam PO
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Selesai stabilisasi, misoprostol 25mcg/6jam
- Rencana partus pervaginam (trial of labor)
Pemeriksaan Luar
FUT 3 jari bawah processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung
kanan, presentasi kepala, penurunan 5/5, HIS 2x/10’/10”, DJJ 138x/menit, TBJ
4030 gram.
Osborn test (+)
Pemeriksaan dalam (VT)
Portio lunak, posterior, pembukaan kuncup, effacement 25%, terbawah kepala,
HI, ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai
Muller test (+)
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, DJJ, tanda inpartu
- IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
- Pertahankan Kateter
- Nifedipine 10 mg/ 8 jam PO
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Misoprostol 25mcg/6 jam PV
- Rencana Partus Pervaginam (trial of labor)
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, DJJ, tanda inpartu
- IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
- Pertahankan Kateter
- Nifedipine 10 mg/ 8 jam PO
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Misoprostol 25mcg/6 jam PV
- Rencana Partus Pervaginam (trial of labor)
Pemeriksaan Luar
FUT 3 jari bawah processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung
kanan, presentasi kepala, penurunan 5/5, HIS 3x/10’/20”, DJJ 138x/menit, TBJ
4030 gram.
Osborn test (+)
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, DJJ
- IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
- Pertahankan Kateter
- Nifedipine 10 mg/ 8 jam PO
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Pantau kemajuan persalinan
- Rencana partus pervaginam (trial of labor)
Pemeriksaan Luar
FUT 3 jari bawah processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung
kanan, presentasi kepala, penurunan 5/5, HIS 2x/10’/25”, DJJ 136x/menit, TBJ
4030 gram.
Osborn test (+)
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, DJJ
- IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
- Pertahankan Kateter
- Nifedipine 10 mg/ 8 jam PO
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Pantau kemajuan persalinan
- Rencana partus pervaginam
Pemeriksaan Luar
FUT 3 jari bawah processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung
kanan, presentasi kepala, penurunan 5/5, HIS 3x/10’/25”, DJJ 133x/menit, TBJ
4030 gram.
Osborn test (+)
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, DJJ
- IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
- Pertahankan Kateter
- Nifedipine 10 mg/ 8 jam PO
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Pantau kemajuan persalinan
- Pasien di puasakan, rencana partus perabdominal
Pemeriksaan Luar
FUT 3 jari bawah processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung
kanan, presentasi kepala, penurunan 5/5, HIS 3x/10’/25”, DJJ 140x/menit, TBJ
4030 gram.
Osborn test (+)
Pemeriksaan dalam (VT)
Portio lunak, posterior, pembukaan 1 cm, effacement 75%, terbawah kepala, HI,
ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai
Muller test (+)
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, DJJ
- IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
- Pertahankan Kateter
- Nifedipine 10 mg/ 8 jam PO
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Rencana partus perabdominal ai 6 jam tidak masuk fase aktif
LAPORAN PERSALINAN
Pukul 13.10 Operasi dimulai
Pukul 13.15 Lahir neonatus hidup,perempuan, BBL : 3760 g, PBL : 53cm, A/S
8/9 --> rawat gabung
Pukul 13.18 Plasenta lahir lengkap
Pukul 14.10 Operasi selesai
Pemeriksaan Luar
FUT teraba 2jbpst, perdarahan aktif (-), kontraksi baik, luka operasi tertutup
opsite
A : P1A0 post SSTP a.i 6 jam tidak masuk fase aktif dan DKP ec
makrosomia
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, dan perdarahan
- IVFD Ringer Laktat + oksitosin 20 IU gtt 20x/menit
- Kateter menetap
- Mobilisasi bertahap
- Cek DR, DK post op
- Ij. Ceftriaxon 1gr/12 jam IV
- Ij. Ketorolac 3 x 30mg IV
- Ij. Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Metildopa 3 x 250mg
24 Oktober 2019 07.00 WIB
S : Habis operasi melahirkan dengan darah tinggi (hari rawat 1)
O :
Status presens
KU : Sedang
Sens : Compos mentis
TD : 130/80 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 18 x/menit
Temp : 36,8oC
Pemeriksaan Luar
FUT teraba 2jbpst, perdarahan aktif (-), kontraksi baik, luka operasi tertutup
opsite
A : P1A0 post SSTP a.i 6 jam tidak masuk fase aktif dan DKP ec
makrosomia
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, dan perdarahan
- IVFD Ringer Laktat + oksitosin 20 IU gtt 20x/menit
- Kateter menetap
- Mobilisasi bertahap
- Cek DR, DK post op
- Ij. Ceftriaxon 1gr/12 jam IV
- Ij. Ketorolac 3 x 30mg IV
- Ij. Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Metildopa 3 x 250mg
25 Oktober 2019 07.00 WIB
S : Habis operasi melahirkan dengan darah tinggi (hari rawat 2)
O :
Status presens
KU : Sedang
Sens : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,7oC
Pemeriksaan Luar
FUT teraba 2jbpst, perdarahan aktif (-), kontraksi baik, luka operasi tertutup
opsite
A : P1A0 post SSTP a.i 6 jam tidak masuk fase aktif dan DKP ec
makrosomia
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, dan perdarahan
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Neurodex 1x1 tab
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Metildopa 3 x 250mg
26 Oktober 2019 07.00 WIB
S : Habis operasi melahirkan dengan darah tinggi (hari rawat 3). Keluhan (-)
O :
Status presens
KU : Sedang
Sens : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,7oC
Pemeriksaan Luar
FUT teraba 2jbpst, perdarahan aktif (-), kontraksi baik, luka operasi tertutup
opsite
A : P1A0 post SSTP a.i 6 jam tidak masuk fase aktif dan DKP ec
makrosomia
P : Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital ibu, kontraksi, dan perdarahan
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Neurodex 1x1 tab
- MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM
- Metildopa 3 x 250mg
- Rencana pulang
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 . PREEKLAMPSIA
1. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Menurut Cunningham (2005) kriteria
minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi disertai
proteinuria minimal. Hipertensi terjadi ketika tekanan darah sistolik dan
diastolik ≥ 140/90 mmHg dengan pengukuran tekanan darah sekurang
kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kemudian, dinyatakan terjadi
proteinuria apabila terdapat 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau
sama dengan ≥ 1+ dipstick. Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari
5 g/24 jam disebut sebagai preeklampsia berat.1 Beberapa tanda dan gejala
dari preeklampsia berat antara lain nyeri epigastrium, sakit kepala dan
gangguan penglihatan akibat edema serebral.
2. Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Terdapat
banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeklampsia namun
hingga kini belum ada yang memuaskan sehingga Zweifel menyebut
preeklampsia sebagai “the disease of theories”. Adapun teori-teori yang ada
saat ini adalah :
Teori vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah
dari cabang – cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus
miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan proliferasi
tropoblas akan menginvasi desidua dan miometrium dalam 2 tahap.
Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu
dengan mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada tunica media
dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri
dengan materi fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trisemester I dan
pada masa ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial
junction. Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap
kedua dari sel trofoblas dimana sel-sel trofoblas tersebut akan
menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga kedalam miometrium.
Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu penggantian
endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta perubahan material
fibrinoid dinding arteri. Akhir dari invasi trofoblas ini akan
menimbulkan distensi lapisan otot arteri spiralis akibat degenerasi, dan
juga vasodilatasi arteri spiralis, pembuluh darah menjadi berdinding
tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong sehingga akan terjadi
dilatasi secara pasif sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
aliran darah yang meningkat pada kehamilan. yang kemudian akan
memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis.
Pada preeklampsia terjadi kegagalan remodelling
menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi yang akibatnya
aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Kegagalan tersebut dapat terjadi karena 2 hal yaitu:
1. Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas.
2. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama
invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak
berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam
miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif
yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Akibatnya terjadi
gangguan alirah darah di daerah intervili yang menyebabkan
penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat menimbulkan
iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan bayi intra uterine (IUGR), asfiksia neonatorum hingga
kematian bayi.
Teori Iskemik Plasenta dan Radikal Bebas
Seperti yang sudah dijelaskan di teori vaskularisasi plasenta
bahwa kelainan yang terjadi pada preeklampsia terjadi pada plasenta di
mana terdapat invasi trofoblas yang tidak adekuat pada arteri spiralis
yang akhirnya menyebabkan kegagalan remodelling arteri spiralis.
Kegagalan tersebut akan membuat hipoperfusi plasenta dengan akibat
iskemia plasenta. Hal ini merangsang pembentukan radikal bebas,
yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak juga
akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Teori disfungsi endotel
Disfungsi endotel adalah keadaan dimana terjadi kerusakan
membran sel endotel yang mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Pada keadaan
ini didapatkan adanya ketidakseimbangan antara faktor vasodilatasi
dan vasokontriksi. Endotel menghasilkan zat-zat penting yang bersifat
relaksasi pembuluh darah, seperti nitric oxide (NO) dan prostasiklin
(PGE2). Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan
di sel sel epitel yang berasal dari asam arakidonat dimana dalam
pembuatannya di katalisir oleh enzim siklooksigenasi. Prostasiklin
akan meningkatan cAMP intraselular pada sel otot polos dan trombosit
yang memiliki efek vasodilator dan anti agregasi trombosit.
Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam
arakidonat dengan bantuan siklooginase. Trombosan memiliki efek
vasokontriktor dan agregasi trombosit. Prostasiklin dan trombosan A2
memiliki efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur
trombosit dan dinding pembuluh darah. Pada kehamilan normal
terdapat kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu, plasenta dan janin.
Pada preeklampsia terjadinya kerusakan endotel akan menyebabkan
terjadinya penurunan produksi prostasiklin karena endotel merupakan
tempat terbentuknya prostasiklin dan sebagai kompensasinya
tromboksan A2 akan ditingkatkan. Selain itu, kerusakan endotel juga
menyebabkan terjadinya peningkatan endotelin sebagai vasokontriktor
dan penurunan nitric oxide (NO) sebagai vasodilator dan memegang
fungsi penting dalam regulasi fungsi ginjal dan tekanan arterial
pembuluh darah. Ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan
tahanan perifer yang pada akhirnya akan memicu preeklampsia.
3. Patofisiologi
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan
oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan
dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen
(seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan
anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam
rahim. Perubahan organ-organ yaitu:
Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke
dalam ruang ektravaskular terutama paru.
Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa
atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.
Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada
satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus
arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat,
tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan
oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun
didalam retina.
Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak
berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel
akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang
ekstravaskular. Pada keadaan selanjutnya dapat ditemukan pendarahan. Selain
itu ditemukan juga edema-edema dan anemia pada korteks serebri.
Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan
eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru biasanya
terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan pulmonal
maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena
peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid
plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah
yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali
serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan
terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini
dapat mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan
membentuk hematom subkapsular.
Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular
yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi
asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada
sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai
sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa
kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari
nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal
akibat vasospasme yang hebat. Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai
proteinuria akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena
penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal.
Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Kelainan ginjal yang dapat
dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus.
Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular
(DIC) dan destruksi pada eritrosit. Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15
– 20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan
level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya
berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental
abruption). Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP
syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim
hati dan jumlah platelet rendah. ditemukan level fibrinogen yang rendah pada
pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta
sebelum waktunya (placental abruption).
Plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang lama pertumbuhan janin akan tergangggu, pada
hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena
kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering didapatkan pada preeklampsia, sehingga mudah terjadi
partus prematurus.
p
e
nglihata, nyeri kepala, nyeri epigastrik, dan edema yang berkembang dengan
cepat. Hipertensi bukan berarti bahwa seseorang tersebut mengalami
preeklampsia, kriteria lain juga diperlukan untuk menegakkan preeclampsia.
Pada kebanyakan kasus, mungkin terdapat proteinuria onset baru, tetapi jika
proteinuria tidak ditemukan atau melewati ambang batas normalnya, maka
beberapa hal berikut yang dapat menunjang diagnosis, yaitu : trombositopenia
onset baru, fungsi hati yang terganggu, insufisiensi ginjal, edema pulmonal,
atau gangguan visual atau serebral.
5. Tatalaksana
Prinsib penatalaksaaan preeklampsi/ eklampsi meliputi : 1. Mencegah
/ mengatasi kejang. 2. Menurunkan tekanan darah 3. Hati hati penggunaan
cairan 4. Melahirkan bayi pada saat yang optimal buat ibu maupun bayi.
6. Komplikasi
Komplikasi pada Ibu
a. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan
intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan cardiac
preload akibat hipovolemia.
b. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina
yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan
berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma,
diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun
didalam retina.
c. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami
kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini
terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan
onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai
pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh
hati.
d. Hati
Dasar perubahan pada hepar ialah vasoospasme,iskemia, dan perdarahan. Bila
terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma.
e. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis,
yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan
penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma
biasanya meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar
wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju
filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma
sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan
kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai
normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan
perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat.
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam
dan air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di
glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi
penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di
tubulus. Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi
karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan
berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein
– protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.
f. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC)
dan destruksi pada eritrosit. Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/µl ditemukan pada 15
– 20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika
ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya
berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental
abruption). Pada 10 % pasien dengan preeklampsia dapat terjadi HELLP
syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim
hati dan jumlah platelet rendah.
g. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar
aldosteron didalam darah. Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida
natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang
menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskular
perifer6. Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler
ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas
darah dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
2. Komplikasi Pada Janin
Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth restriction
(IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi
lahir rendah, dan solusio plasenta. Studi jangka panjang telah menunjukkan
bahwa bayi yang IUGR lebih rentang untuk menderita hipertensi, penyakit
arteri koroner, dan diabetes dalam kehidupan dewasanya.
B. KERANGKA PELVIS
Kerangka pelvis terdiri dari :4
a. Dua os coxae yang masing-masing dibentuk oleh tiga tulang:
1. Os ilii :
- Spina iliaka anterior superior : tempat perlekatan ligamentum inguinale.
- Spina iliaka posterior superior : setinggi vertebra sacral kedua, dari luar
tampak sebagai lekuk pada kulit.
- Crista iliaka yang memanjang dari spina illiaka anterior superior ke spina
illiaka posterior superior.
2. Os ischii :
- Corpus membentuk acetabulum.
- Ramus superior terletak di bawah dan belakang corpus.
- Ramus inferior menjadi satu dengan ramus inferio osis pubis.
- Spina iscidiaka memisahkan insisura isciadika mayor dengan insisura
iscidiaka minor.
- Tuberisciadikum adalah bagian terbawah iscium dan merupakan tulang
duduk pada manusia
3. Os pubis :
- Corpus mempunyai permukaan medial yang kasar. Bagian ini menjadi
satu dengan bagian yang sama pada os pubis sisi yang lain sehingga
membentuk sympisis pubis. Muskulus levator ini melekat pada permukaan
dalam os pubis.
- Tuberculum pubicum adalah ujung lateral crista pubica.
- Ramus superior bertemu dengan corpus osis pubis pada tubertculum
pubicum dan dengan corpus osisi illiii pada libea illiopectinea. Ramus
superior membentuk sebgaian acetabulum.
- Ramus inferior menjadi satu dengan ramus superior ossis ischii
b. Os sacrum :
- Berbentuk segitiga, basis di atas, apek di bawah.
- Terdiri dari 5 os vertebra yang tumbuh menjadi satu.
- Diantara os coxae, melekat pada tulang tersebut melalui articulatio
sacroiliaka.
- Permukaan dengan cekung, belakangnya cembung.
- Promontorium, adalah tepi anterior superior vertebra sacralis pertama. Bagian
ini sedikit menonjol kedalam cavum pelvis, sehingga mengurangi diameter
antero posterior aditus pelvis.
c. Os coccygis :
- Terbentuk dari 4 buah vertebra rudimenter.
- Permukaan atas vertebra coccygealis pertama bersendi dengan permukaan
bawah vertebra sacralis ke 5, sehingga membentuk artikulasicoccygeaslis.
- Dari atas kebawah pada cocygis melekat otot m. coccygeus, m. levator ani dan
m. spinter ani aksternus.
- Tulang-tulang tersebut ( os coxae, os sacrum, os cocygis ) bersendi pada 4
buah artikulasio.
- Artikulasio sacroiliaka : sendi terpenting menghubungkan os sacrum dengan
os illium. Sympisis pubis menghubungkan kedua os pubis. Artikulasio sacro
coccygealis menghubungkan os sacrum dengan os coccyges.
D. BENTUK-BENTUK PANGGUL
Caldwell dan Mooloy berdasarkan penyelidikan rontgenologik dan anatomic
mengklasifikasikan panggul-panggul berdasarkan morfologinya dalam 4 jenis:4
1. Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan
diameter anteroposterior kira-kira sama dengan diameter transversal.
Diameter transversal terbesar terletak ditengah. Dinding samping panggul
lurus. Ditemukan pada 45% perempuan. Merupakan jenis panggul tipikal
wanita (female type).
2. Panggul anthropoid, bentuk pintu atas panggul seperti elips membujur
anteroposterior. Diameter anteroposterior lebih panjang daripada diameter
transversal. Dinding samping panggul lurus. Ditemukan pada 35%
perempuan. Merupakan jenis panggul tipikal golongan kera (ape type).
3. Panggul android, bentuk pintu atas panggul seperti segitiga. Diameter
transversal terbesar terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping
panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah. Bagian
belakangnya pendek dan gepeng, bagian depannya menyempit ke depan.
Ditemukan pada 15% perempuan. Merupakan jenis panggul tipikal pria (male
type).
4. Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek
daripada diameter transversa pada pintu atas pangul dan dengan arkus pubis
yang luas. Ditemukan pada 5% wanita.
Bentuk panggul berhubungan dengan faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi
dan ukuran-ukuran jenis pangul berbeda-beda diantara berbagai bangsa. Dengan
demikian standar untuk panggul normal pada seorang wanita Eropa berbeda dengan
standar wanita Asia. Pada panggul dengan ukuran normal, kelahiran pervaginam
janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran.
KEPALA JANIN
1. Bagian Kepala janin
Dari sudut pandang obstetric kepala janin adalah yang terpenting karena
merupakan bagian janin yang paling besar, keras, sering merupakan bagian
terendah janin, sehingga jika kepala sudah lahir tidak terjadi kesulitan untuk
bagian lainnya.
a. Atap tengkorak : cranium terdiri dari :
- Os occupitale (belakang)
- Os parietal (kedua sisi), 2 buah
- Os temporal, 2 buah
- Os frontale (depan), 2 buah
b. Cranium terdapat pada suatu membrane
c. Waktu lahir tulang ini tipis, lunak dan hanya dihubungkan dengan membrane
tersebut → ruang diantaranya → saling overlapping/merubah bentuk untuk
menyesuaikan diri dengan panggul (moulage) bila ada tekanan.
Faktor Janin
a. Pertumbuhan yang berlebihan
Berat neonatus normal pada kehamilan aterm berkisar 2500-4000 gram. Yang
dinamakan bayi besar jika berat lahirnya melebihi 3500 gram pada primigravida
dan 4000 gram pada multigravida. Pada janin besar, faktor keturunan memegang
peranan penting. Pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas
dan pada grandemultipara juga dapat mengakibatkan janin besar. Menentukan
besarnya janin secara klinis memang sulit dilakukan. Kadang-kadang baru
diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan dalam persalinan pada
panggul normal dan his yang kuat. Walaupun panggul ibu luas dan dapat dilewati
janin lebih dari 4000 gram sebaiknya dilakukan persalinan perabdominal dengan
pertimbangan jalan lahir lunak ibu. Disebut makrosomia bila lingkar kepala janin
37-40 cm, dan untuk persalinan pervaginam dilakukan pada janin dengan lingkar
kepala <37 cm.1,3
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam
proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam
persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang
biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau
karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan
lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses
persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses
kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu
mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain.
Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.1,3
b. Hidrosefalus
Hidrosefalus dalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak,
sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran-pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun di ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan
tidak dapat berakomodasi di bagia bawah uterus, maka sering ditemukan dalam
letak sungsang. Pada presentasi kepala, hidrosefalus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan dala teraba sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan tegang,
sedangkan tulang kepala sangat tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan
rontgenologik menunjukkan kepala janin angat besar dengan tulang-tulang yang
sangat tipis.3
c. Mal presentasi kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan lahir
berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya
malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan
presentasi muka maka dapat menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini
dimungkinkan karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada
malpresentasi lebih besar dibanding ukuran panggul khususnya panjang diameter
anteroposterior panggul.
PROGNOSIS
Apabila persalinan dengan disproporsi kepala panggul dibiarkan berlangsung
sendiri tanpa penagambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin
yaitu:
1. Bahaya pada ibu:
a. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil
dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi inrapartum.
b. Dengan his yang kuat sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat
timbul regangan segmen bawah uterus (rupture uteri mengancam) dan bila
tidak segera diambil tindakan akan terjadi rupture uteri.
c. Dengan persalinan tidak maju karena diproporsi kapala panggul, jalan lahir
mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu
menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan
kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan
terjadi fistula vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis atau fistula
rektovaginalis.
2. Bahaya pada janin:
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi bila ditambah
dengan infeksi intrapartum.
b. Dengan adanya disprpoporsi kepala panggul kepala janin dapat melewati
rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage. Moulage dapat dialami
oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan
tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui akan terjadi sobekan pada
tentorium serebelli dan perdarahan intracranial.
c. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simfisis
dapat menyebabkan perlukan pada jaringan diatas tulang kepala janin dan
dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis.
TINDAKAN
1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala
janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per
vaginam dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini
merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena
faktor tersebut tidak dapat diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa
pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena
kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada
kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan
percobaan.5
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir spontan per
vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan
percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya,
keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan
lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his
baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
Mengenai penanganan khusus pada partus percobaan perlu diperhatikan hal-
hal berikut:
a. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin.
Pada persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan
asidosis pada ibu.
b. Kualitas dan turunnya kepala janin harus terus diawasi. Kesempitan panggul
tidak jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan pembukan serviks.
c. Sebelum ketuban pecah, pada umumnya kepala janin tidak dapat masuk
kedalam rongga panggul dengan sempurna. Pemecahan ketuban secara aktif
hanya dapat dilakukan bila his berjalan secara teratur dan udah ada
pembukaan serviks sepruhnya atau lebih.
d. Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh
berlangsung. Apabila his cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil
atau tidaknya partus percobaan tersebut ada hal-hal yang mencakup keadaan-
keadaan berikut:
- Adakah gangguan pembukaan serviks, misalnya pemanjangan fase laten;
pemanjangan fase aktif
- Bagaimana kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)?
- Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan
adanya bahaya bagi anak atau ibu (gawat janin, rupture uteri) Apabila ada
salah satu gangguan diatas maka menandakan bahwa persalinan per
vaginam tidak mungkin dan harus diseleaikan dengan seksio sesarea.
Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan
lancar, maka persalinan per vaginam bisa dilaksanakan.
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat
dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio
sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena
peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vagina belum
dipenuhi.5
ANALISIS KASUS
Ny. Rbl, 23 tahun G1P0A0 hamil cukup bulan datang ke IGD RSMH dengan
darah tinggi dan kemungkinan bayi besar. Sejak ±12jam SMRS, os mulai mengeluh
perut mulas yang menjalar ke pinggang, hilang timbul, makin lama makin sering dan
kuat. Riwayat keluar darah lendir (+), Riwayat keluar air - air dari kemaluan (-). Os
ke bidan dan didapatkan tekanan darah 160/100, os dinyatakan darah tinggi lalu
disarankan untuk ke Rumah Sakit. Riwayat darah tinggi sebelum hamil (-), riwayat
darah tinggi pada kehamilan ini (+), riwayat sakit kepala (-), riwayat pandangan
kabur (-), riwayat mual muntah (-), riwayat nyeri ulu hati (-), riwayat kejang (-). Os
kemudian di bawa ke RSUD Kayuagung. Os mengaku hamil cukup bulan dan
gerakan janin masih dirasakan.
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan hamil dengan darah tinggi. Keluhan
darah tinggi pada kehamilan memiliki beberapa kemungkinan berupa hipertensi
kronik, hipertensi gestasional, preeklamsia dan eklamsia. Keluhan utama pasien dapat
diperinci dengan anamnesis dan dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik. Os tidak
memiliki riwayat darah tinggi sebelum kehamilan. Pada kehamilan ini, Os
mengetahui darah tinggi saat kontrol di bidan dan disarankan ke RSUD kayu agung.
Preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Eklampsia adalah
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ disertai kejang.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan 2 kali pengukuran tekanan darah
180/100 mmHg. Pada pemeriksaan luar didapatkan TBJ 4030 gram. Osborn test (+).
TBJ 4030 pada janin ini menandakan bayi susp makrosmia. Tes osborn dilakukan
untuk melihat apakah kepala janin bisa melewati pintu atas panggul. Tes Osborn
positif menandakan bahwa pada pasien ini kepala janin kemugkinan tidak bisa
melewati atas panggul, sehingga bisa didiagnosa suspek DKP. Pada pelvimteri
didapatkan Konjugata vera >10,5cm, promontorium tidak teraba, linea inominata
tidak teraba, arcus pubis >90°, yang menyatakan bahwa ukuran panggul pasien
normal. Muller test merupakan tes yang dilakukan untuk menentukan apakah ada
distosia kepala bahu pada pasien yang akan menghambat jalannya persalianan. Hasil
positif menunjukkan kepala janin kemungkinan tidak bisa melewati panggul ibu.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria (++) dan Hb 10,2 yang
menunjukkan terjadi anemia sedang pada pasien.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang adanya
riwayat darah tinggi (Sistol >140 mmhg) pada kehamilan sekarang, proteinuria +,
menunjukkan kondisi preeklampsia berat yang diderita oleh pasien.
Preeklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or reversed
end diastolic velocity (ARDV).
Pada pemeriksaan obstetri pada pemeriksaan luar didapatkan FUT 3 jari bawah
processus xiphoideus (39 cm), situs memanjang. Punggung kanan, presentasi kepala,
penurunan 5/5, HIS 2x/10’/15”, DJJ 142x/menit, TBJ 4030 gram.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan Portio lunak, posterior, pembukaan 1 cm,
effacement 25%, terbawah kepala, HI, ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai
Pada pasien ini terdapat suatu DKP. DKP dapat disebaban oleh ukuran janin,
kelaianan posisi dan presentasi dan ukuran panggul yang sempit yang akan
menghambat proses persalinan. Pada kasus ini, kemungkinan panggul sempit dan
kelainan posisi atau presentasi sudah bisa di singkirkan dengan pemeriksaan
pelvimetri yang menunjukkan panggul normal dan presentasi kepala. Kemungkinan
penyebab DKP pada kasus ini adalah ukuran janin yang besar, yang didapatkan dari
taksiran berat janin yang di hitung menggunaka tinggi fundus uteri ibu.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka diagnosis pasien ini adalahG1P0A0 Hamil 38 Minggu Inpartu Kala I Fase Laten
dengan Pre-eklampsia Berat dan Suspek DKP dengan anemia ringan JTH Preskep +
Suspek Makrosomia
Penatalaksanaan awal pada pasien adalah stabilisasi pasien dan mencegah agar
preeklampsia berat tidak berubah menjadi eklampsia. Stabilisiasi dilakukan 1-3 jam.
Pasien diberikan IVFD RL gtt xx/menit, pemasangan kateter foley dan pemberian
MgSO4 40%. MgSO4 40% 8 gr IM diberikan boka-boki (loading dose) dan
dialnjutkan MgSO4 40% 4 gr/6 jam IM (maintenance). Pada tahap ini dilakukan
pemantauan secara berkala tanda-tanda vital ibu dan tanda toksisitas magnesium.
Pada pasien ini di berikan antihipertensi berupa Nifedipine bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah. Pada pasien ini diberikan Rencana pematangan serviks
dengan misoprostol 25mcg / 6 jam (mulai setelah stabilisasi) untuk induksi
persalinan. Namun penatalaksanaan ini tidak sesuai rekomemdasi xx yang
menyatakan bahwa induksi atau akselerasi persalinan tidak boleh dilakukan pada ibu
dengan kemungkinan bayi besar (makrosomia) karena ukuran bayi besar yan
diberikan induksi persalinan, hal tersebut menyebabkan uterus ibu hiperdistensi yang
akan meningkatkan risiko ruptur uteri
Pada pasien ini awalnya direncanakan terminasi kehamilan dikarenakan usia
kehamilan sudah 38 minggu dan inpartu. Pada kasus ini kehamilan di rencanakan
partus pervaginam. Kemajuan persalinan pada kasus PEB dipantau per 2 jam, dan
waktu maksimal yang dibutuhkan dari fase laten ke fase aktif. Pada pasien ini tidak
terdapat kemajuan persalinan yaitu perubahan dari fase laten ke fase aktif dalam 6
jam, kemudia persalinan pada pasien ini di rencanakan perabdomonal atas indikasi 6
jam tak aktif. Perencanaan terminasi kehamilan pada pasien ini tidak sesuai menurut
suatu penelitian diAmerika yang melaporkan Sectio caesarea meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2002 terdapat 27,6% sectio caesarea dari seluruh proses
kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan sectio caesarea primer. ACOG
menyatakan bahwa sectio caesarea primer terbanyak pada primigravida dengan fetus
tunggal, presentasi vertex, dan tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk
secti caesarea adalah presentasi bokong, preeklampsia, distosia, fetal distress, dan
elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk sectio caesarea pada
primigravida sebesar 66,7%. , pasien dengan nulipara dengan suspek makrsomia dan
terdapat DKP yang ditandai dengan osborn tes dan muller tes positif, diterminsi
perabdominan untuk mengurangi risiko distosia yang mengancam nyawa ibu dan
bayi. Seperti Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena
terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan
tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan
bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah
dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.
DAFTAR PUSTAKA