Anda di halaman 1dari 36

Telaah Jurnal

ANEMIA OF INFLAMMATION DURING HUMAN


PREGNANCY DOES NOT AFFECT NEWBORN IRON
ENDOWMENT

Oleh:
Farhan Hadi 04054821820004
Ma’rifahtul Khasanah 04054821820074
Hestika Deliana 04054821820050
Deasy Nataliani 04054821820141
Muhammad Al-Akbar 04084821821124
Dimas Ultra Zikri 04084821821002

Pembimbing:
dr. Rizal Sanif, Sp.OG(K)

BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Jurnal:
ANEMIA OF INFLAMMATION DURING HUMAN
PREGNANCY DOES NOT AFFECT NEWBORN IRON
ENDOWMENT

Oleh:

Deasy Nataliani 04054821820141


Ma’rifahtul Khasanah 04054821820074
Farhan Hadi 04054821820004
Hestika Deliana 04054821820050
Muhammad Al-Akbar 04084821821124
Dimas Ultra Zikri 04084821821002

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Obstetrik dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 02 September 2019 s.d 11 November
2019.

Palembang, September 2019

dr. Rizal Sanif, Sp.OG(K)

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan telaah kritis jurnal ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rizal Sanif, SpOG(K).
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan telaah
kritis jurnal ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya telaah
kritis jurnal ini
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
telaah kritis jurnal ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga telaah kritis jurnal ini dapat
memberi manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, September 2019

Penulis

iii
PENELITIAN ASLI
ANEMIA INFLAMASI SAAT KEHAMILAN TIDAK MEMPENGARUHI
TRANSFER BESI PADA NEONATUS

Ajibola I Abioye, Sangshin Park,Kelsey Ripp,Emily A McDonald,Jonathan D Kurtis, Hannah Wu, Sunthorn
Pond-Tor,Surendra Sharma, Jan Ernerudh, Palmera Baltazar
The Warren Alpert Medical School of Brown University, Providence, RI; Department of Pediatrics, Center for International Health
Research, and Department of Pathology and Laboratory Medicine, Rhode Island Hospital, Providence, RI; Department of Pediatrics, Women
and Infants Hospital of Rhode Island, Providence, RI; Departments of Clinical Immunology and Transfusion Medicine and Clinical and
Experimental Medicine, Linkoping University, Linkoping, Sweden; Research Institute for Tropical Medicine, Manila, Philippines; and
Remedios Trinidad Romualdez Hospital, Tacloban City, Leyte, Philippines

Abstrak
Latar Belakang:
Sejauh yang kami ketahui , tidak ada penelitian yang membahas apakah anemia
peradangan pada ibu (IB) memengaruhi status zat besi pada bayi baru lahir, dan sedikit sekali yang
membahas faktor risiko mengenai etiologi spesifik anemia ibu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
1) Kontribusi AI dan anemia defisiensi besi (IDA) dalam pemenuhan besi pada bayi baru lahir
2) Hepcidin sebagai biomarker untuk membedakan AI dari IDA pada wanita hamil, dan
3) Faktor risiko untuk etiologi spesifik anemia pada ibu.
Metode:
Kami mengukur biomarker hematologis dalam darah ibu pada usia kehamilan 12 dan 32
minggu dan dalam darah tali pusat dari percobaan acak praziquantel pada 358 wanita hamil
dengan Schistosoma japonicum di Filipina. IDA didefinisikan sebagai anemia dengan feritin
serum <30 ng / mL dan non-IDA (NIDA), sebagian besar disebabkan oleh AI, sebagai anemia
dengan ferritin ≥30 ng / mL.Kami mengidentifikasi cut off biomarker untuk membedakan IDA dari
NIDA dengan menggunakan area di bawah kurva (AUC), menganalisis dan memeriksa dampak
berbagai penyebab anemia pada status zat besi bayi baru lahir (hasil primer) dengan menggunakan
pemodelan regresi multivariat.
Hasil:
Dari 358 ibu, 38% (n = 136) memiliki IDA dan 9% (n = 32) memiliki NIDA pada usia
kehamilan 32 minggu. Pada usia kehamilan 32 minggu, serum hepcidin lebih baik daripada
reseptor transferin terlarut (sTfR) dalam mengidentifikasi wanita dengan NIDA, di sesuaikan
dengan rest of cohort (AUCs: 0,75 dan 0,70) dan untuk wanita dengan NIDA dan wanita dengan
anemia (0,73 dan 0,72). Cutoff yang secara optimal membedakan wanita dengan NIDA wanita
dengan IDA dalam penelitian ini adalah 6,1 μg / L. Ibu dengan IDA, tetapi tidak NIDA,
berhubungan signifikan dengan rendahnya kadar ferritin pada bayi baru lahir (114,4 ng / mL
dibandingkan dengan 148,4 μg / L; P = 0,042).
Kesimpulan :
Hepcidin memiliki kinerja yang lebih baik daripada sTfR dalam mengidentifikasi wanita
hamil dengan NIDA, tetapi sulit diterapkan karena biayanya mungkin terbatas. Ibu dengan IDA,
tetapi bukan NIDA, dikaitkan dengan penurunan cadangan zat besi bayi baru lahir. saran perlunya
mengidentifikasi penyebab tersebut dan menyediakan terapi zat besi.

1
Pendahuluan
Anemia selama kehamilan adalah masalah kesehatan masyarakat yang
utama, yang secara tidak proporsional memengaruhi wanita di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC)1. Etiologinya multifactorial
biasanya kekurangan zat besi karena kekurangan asupan dan proses
ekstrakorporeal yaitu kehilangan zat besi karena infeksi parasit. Pada Wanita usia
reproduksi berisiko anemia karena kehilangan zat besi selama menstruasi dan
nifas dan kebutuhan zat besi janin yang tinggi pada multiparitas dan ibu yang
memiliki interval persalinan yang singkat.
Anemia bukan defisiensi besi, seringkali karena anemia peradangan (AI)
dan defisiensi mikronutrien seperti vitamin B-12 dan folat. AI diduga
berkontribusi terhadap ≤20% anemia dalam beberapa kasus2-4, meskipun sedikit
yang diketahui tentang perannya selama kehamilan4. Membedakan AI dari
anemia defisiensi besi (IDA) sulit, karena biomarkernya menggunakan ferritin dan
juga reseptor transferrin terlarut (sTfR), dapat dipengaruhi oleh peradangan5-7, dan
ada orang memiliki AI dan IDA.
Pemahaman kami, kontribusi dari AI terhadap anemia berhubungan
dengan LMIC, oleh karena itu, terhambat oleh kesulitan dalam membedakan
etiologi anemia.Studi terbaru pada anak-anak8 dan wanita hamil9 di Afrika
menunjukkan bahwa hepcidin dapat bekerja lebih baik daripada ferritin, sTfR,
atau zink protoporphyrin (ZPP) untuk membedakan IDA dan NIDA dalam
keadaan sama-sama peradangan. Hepcidin adalah hormon peptida
hepatocytederived yang memainkan peran penting dalam homeostasis zat besi10.
Produksinya secara simultan diatur oleh sirkulasi dan penyimpanan zat besi,
aktivitas eritropoietik, dan peradangan, terutama melalui IL-611. Hepcidin
meningkat pada banyak orang pada keadaan inflamasi dan berkontribusi terhadap
patofisiologi AI11. hepcidin berperan mengikat ferroportin, protein kunci
transmembran agar besi masuk sel, dan eterjadi degradasi. Hal ini akan mencegah
absorpsi besi di usus dan pelepasan besi dari makrofag pada sistem
retikuloendotelial.

2
meskipun referensi nilai normal telah ditetapkan antara orang dewasa yang tidak
hamil yang sehat, tetapi ini tidak berlanjut dalam menentukan wanita hamil, hal
ini merupakan hambatan kami dalam menentukan etiologi selama kehamilan.
dalam penelitian kami sebelumnya pada subjek yang tidak hamil di Leyte,
Philipina, kami menemukan penyebab utama anemia adalah schistomiasis (AI)3.
Sepengetahuan kami, kontibusi dari AI pada anemia ibu tanpa malaria dan dengan
prevalensi HIV yang rendah belum terdata. Kami berhipotesis bahwa pengobatan
wanita hamil untuk schistosomiasis selama kehamilan akan mengurangi risiko
untuk AI dan mungkin meningkatkan sumbangan zat besi pada bayi baru lahir
dari ibu melalui transfer plasenta. Sebagai bagian dari uji coba terkontrol acak
praziquantel pengobatan untuk schistosomiasis pada usia kehamilan 12-16
minggu, kami berusaha mengatasi kesenjangan substansial dalam pemahaman
kami tentang peran AI selama kehamilan manusia. Secara khusus, tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) untuk menentukan kontribusi NIDA, yang
lebih luas disebabkan oleh pengaturan AI, terhadap IDA dalam pemenuhan zat
besi bayi baru lahir. 2) untuk mengevaluasi kegunaan serum hepcidin sebagai
biomarker untuk membedakan AI dari IDA di antara wanita hamil pada usia
kehamilan 32 minggu dengan menggunakan analisis AUC; dan 3) untuk
mengevaluasi faktor-faktor risiko untuk etiologi spesifik ibu anemia termasuk
dampak pengobatan praziquantel pada 12-16 minggu kehamilan.

Metode
Peserta Penelitian
Karakteristik dan strategi pemilihan populasi penelitian ini telah
dijelaskan sebelumnya. Secara singkat, semua wanita dengan positif
skistosomiasis selama trimester pertama kehamilan dan secara acak ditetapkan
sebagai penerima terapi praziquantel atau plasebo pada usia kehamilan 12-16
minggu. Penelitian ini dilakukan di 50 desa dengan 6 pusat pelayanan kesehatan
kota di wilayah endemis skistosomiasis Leyte, Filipina.
Wanita hamil yang terlibat melakukan asuhan prenatal di 6 pusat
pelayanan kesehatan ini untuk dilakukan skrining oleh bidan. Skrining awal yang

3
dilakukan antara lain pemeriksaa urin dan pemeriksaan 3 sampel feses di hari
yang berbeda untuk kuantifikasi Schistosoma japonicum dan telur cacing yang
ditularkan melalui tanah dengan menggunakan metode Kato-Katz. Metode Kato-
Katz dilakukan oleh teknolog medis terlatih di laboratorium pendidikan di Palo.
Dua slide Kato-Katz diperiksa untuk masing-masing sampel selama 30 menit
untuk cacing tambang dan ≤ 24 jam kemudian untuk infeksi cacing lain, termasuk
skistosomiasis. Intensitas infeksi ditentukan dari rerata ketiga sampel dan
dikatagorikan menggunakan kriteria WHO sebagai berikut; S. japonicum: infeksi
dengan intensitas rendah-, sedang-, dan berat- bila ditemukan 1-99, 100-399, dan
≥ 400 telur/gram masing-masing sampel; Ascaris lumbricoides: infeksi dengan
intensitas rendah-, sedang-, dan berat- bila ditemukan 1-4999, 5000-49.999, dan ≥
50.000 telur/gram masing-masing; Trichuris trichuria: infeksi dengan intensitas
rendah-, sedang-, dan berat- bila ditemukan 1-999, 1000-9.999, dan ≥ 10.000
telur/gram masing-masing; dan cacing tambang: infeksi dengan intensitas rendah-,
sedang-, dan berat- bila ditemukan 1-1999, 2000-3.999, dan ≥ 4.000 telur/gram
masing-masing. Dengan catatan, 10 larva cacing tambang didapatkan dengan
mengkultur sampel feses dari 203 dewasa dan anak-anak selama penelitian
trdahulu di wilayah tersebut, spesies ditentukan dengan PCR; semuanya
merupakan Necator americanus dan tidak terdeteksi spesies Ancylostoma.
Tahap kedua dari skrining dan pengambilan sampel dilakukan di Rumah
Sakit Remedios Trinidad Romualdez (RTR) di Tacloban, Leyte, Filipina. Peneliti
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta USG transabdominal terhadap
peserta penelitian untuk menilai viabilitas fetus dan mengestimasi usia kehamilan.
Hemogram lengkap dilakukan di analis hematologi Horiba ABX (Horiba Ltd)
sebelum pendosisan agen penelitian dan 24 jam setelahnya. Berat badan, tinggi
badan, dan pengukuran antropometri lainnya, seperti tebal lipat kulit paha juga
dilakukan. Wanita berhak menjadi peserta penelitian ini apabila mereka telah
menyetujui informed consent, terinfeksi S.japonicum, berusia ≥ 18 tahun, status
kesehatan lainnya sehat berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium, dan sedang hamil dengan usia gestasi 12-16 minggu
dengan janin hidup, tunggal, dan intrauterine. Semua wanita yang mengkonsumsi

4
vitamin harian rutin yang mengandung 29 mg besi elemental dieksklusi dari
penelitian.
Penelitian ini disetujui secara terpisah oleh Dewan Peninjau Institusional
Rumah Sakit Rhode Island dan Dewan Etik Institusi Penelitian Kedokteran Tropis
di Manila, Filipina. Uji coba ini terdaftar di clinicaltrials.gov (NCT00486863).

Desain Penelitian
Wanita yang memenuhi kriteria kelayakan dirandomisasi (1:1) untuk
menerima praziquantel (30 mg/kg x 2) atau plasebo (dekstrosa), dalam dosis
terbagi selama 3 jam dalam model double-blind. Setelah 24 jam, dilakukan
pemeriksaan kimia darah dan pemeriksaan darah lengkap dengan indeks eritrosit.
Para peserta memiliki 2 jadwal kunjungan follow-up pada usia
kehamilan minggu ke 22±2 dan 32±2, di Rumah Sakit RTR. Pada kunjungan
minggu ke 32, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status
gizi ulang dan dikumpulkan kembali sampel darah untuk pemeriksaan darah
lengkap untuk kemudian dianalisis status besinya (hepsidin, ferritin, sTfR, dan
ZPP) dan penanda-penanda inflamasi (CRP, IL-6). Sampel serum disimpan dalam
suhu 80oC. Dengan pengecualian hepcidin, ZPP, dan sTfR dikuantifikasi
menggunakan Bioplex; Bio-Rad. sTfR (nanomol per liter) dikuantifikasi dengan
alat Quantikine dari sistem R&D. Serum bioaktif hepcidin dihitung per instruksi
manufaktur (DRG Hepcidin 25 bioactive ELISA (EIA-5258); DRG Diagnostics),
dan batas deteksi nya adalah 0,153 ug/L. Penghitungan ZPP dimulai setelahnya
(yaitu setelah hampir semua peserta telah dilakukan pemeriksaan lain), dan hanya
50 wanita hamil yang telah menyelesaikan pemeriksaan ZPP. Peserta dengan
konsentrasi biomarker terlampau rendah ditetapkan sebagai konsentrasi terendah
yang masih dapat terdeteksi.
Sampel darah tali pusat diperoleh saat persalinan dan dibiarka untuk
menggumpal selama 1 jam di suhu ruangan sebelum pengumpulan plasma melalui
sentrifugasi pada ~5000 x g selama 15 menit pada suhu 20oC. Plasma dinilai
untuk penanda-penanda inflamasinya dan status besinya. Neonatus diperiksa dan
ditimbang dalam 48 jam setelah dilahirkan dengan skala portable Tanita model

5
BD 585. Kemudian setiap wanita dijadwalkan lagi untuk kunjungan tambahan
tergantung kebutuhan diagnosis dokter obstetrinya dan diminta juga unutk
melakuan kunjungan ulang yang tak terjadwal ke rumah sakit RTR apabila
terdapat masalah lain yang muncul. Ibu dan bayingan kembali ke rumah sakit RT
pada usia bayi 2-6 hari untuk di follow-up. Saat itu, dokter anak akan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan sampel darah diambil untuk skrining
neonatus, pemeriksaan darah lengkap, dan analisis penanda inflamasi dan status
besi.

Definisi
Pada usia kehamilan 12 da 32 minggi, anemia maternal didefinisikan sebagai
hemoglobin yang kurang dari 11 g/dL. Ringan, sedang, dan berat nya anemia
didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin 10 - < 11 g/dL, 7-9,9 g/dL, dan < 7
g/dL secara berturut-turut. Kami menggunakan definisi anemia dengan ferritn <
30 ug/L untuk mendefinisikan anemia defisiensi besi (IDA), dan anemia dengan
konsentrasi ferritin ≥ 30 ug/L didefinisikan dengan non-IDA. Definisi ini didasari
atas pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dari wanita hamil asal Malawi sebagai
standar baku pendefinisian defisiensi besi dan memiliki sensitiviats dab
spesivisitas 90% dan 85%. Konsentrasi ferritin yang lebih tinggi juga digunakan
dan lebih spesifik untuk peningkatan ferritin pada konteks inflamasi yang tidak
terrefleksi pada status besi.
Untuk status besi neonatus, kami menggunakan ferritin dan indeks sTfR-
ferritin [= sTfR/log10 (ferritin)] yang diukur dari status beesi neonatus. Karena
tidak ada nilai normal yang ditetapkan untuk status besi neonatus, kami
memeriksa ferritin sebagai hasil penelitian yang diperiksa dari 457 bayi prematur
berisiko rendah dan bayi cukup umur yaitu 23-41 minggu kehamilan dan
defisiensi besi pada neonatus didefinisikan sebagai
Kadar ferritin dari darah tali pusat dibawah persentil 50.
Mengingat bahwa penelitian ini dilakukan di LMIC, kami juga mengukur
rasio sTfR: ferritin darah tali pusat neonatus berdasarkan penelitian yang
dilakukan di wilayah dengan bersumber gizi yag buruk dengan adanya kondisi

6
defisiensi zat besi dan infeksi. Pengukuran tambahan ini dipilih juga karena hal ini
telah divalidasi pada anak-anak usia 6 bulan, dengan menggunakan sampel darah
dari aspirasi sumsum tulang sebagai standar baku pengukuran status besi, pada
kondisi linkungan dengan kejadian infeksi dan inflamasi yang tinggi. Sumbangan
besi bayi baru lahir mengacu pada status besi bayi pada saat dilahirkan.

Analisis Statistik
Konsentrasi ferritin, IL-6, CRP, sTfR, dan hepcidin, serta indeks sTfR-
ferritin pada kelompok wanita Filipina yang hamil sangat condong dan karena
itulah mereka ditransformasi ke analisis regresi. Untuk membandingkan
karakteristik status anemia maternal (tanpa anemia, IDA, dan NIDA) pada usia
kehamilan 32 minggu, ANOVA dengan Bonferroni’s pst hoc test dan chi square
test digunakan untuk variabel kategorik dan numerik. Model regresi logistik
binomial digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk IDA dan NIDA
pada usia kehamilan 32 minggi, masing-masing dibandingkan dengan anemia. RR
(dan 95% CI) digunakan karena lebih interpretable dibadningkan OR. Variabel
dengan nilai p < 0,2 pada analisis univariat dimasukkan ke dalam model
multivariat. Variabel yang termasuk ini antara lain: usia (< 30 tahun dibandingkan
dengan > 30 tahun); jenis kelamin neonatus (laki atau perempuan); tinggi (cm);
berat badan pada usia kehamilan 12 minggu (kg); BMI (kg/m2) pada usia
kehamilan 12, 22, dan 32 minggu; tingkat pendidikan (sekolah dasar, sekolah
tinggi, atau lebih); paritas; biomarker seperti IL-6, CRP, sTfR, dan hepcidin;
indeks sTfR-ferritin; status randomisasi praziquantel ; dan deteksi dari
S.japonicum, A.lumbricoides, T.trichuria, dan cacing tambang pada usia
kehamilan 12 dan 32 minggu.
Konsentrasi sTfR maternal pada usia kehamilan 12 dan 32 minggu
dibandingkan antara tiap tipe anemia maternal pada minggu ke 12 kehamilan
dengan menggunakan uji Wilcoxon. Perubahan sTfR dari usia kehamilan 12 ke
32 minggu diperkirakan, diplot, dan dibandingkan dengan menggunakan model
linear umum. Nilai p secara terpisah ditentukan untuk perbandingan tipe anemia

7
maternal pada usia kehamilan 12 minggu dengan konsentrasi sTfR, dan dengan
perubahan sTfR dari usia kehamilan 12 minggu ke 32 minggu.
Untuk memeriksa kemampuan hepcidin dan biomarker lain untuk
membedakan antara IDA dengan NIDA secara tepat, kurva karakteristik
penerima diplot dan AUC di kalkulasikan. Pada analisis AUC, area 1,0
mengimplikasikan bahwa titik potong spesifik memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang sempurna. Sebuah AUC 0,5 tidaklah lebih baik dibandingkan
kesempatan membedakan apakah suatu penyakit ada atau tidak ada. Titik potng
Youden secara optimal membedakan peserta dengan 1. NIDA dengan semua
sampel, 2. IDA dengan yang lainnya, 3. Anemia dengan peserta yang tanpa
anemia, dan 4. NIDA dengan IDA diatara semua wanita anemia yang
diperkirakan. Diantara tipe anemia maternal usia 32 minggu, proporsi dari wanita
hamil dengan kadar hepcidin dibawah batas Youden untuk membedakan antara
IDA dengan NIDA diestimasikan dan dibandingkan dengan model regresi logistik
binomial, dan nilai p juga ditentukan.
Kami menilai hubungan antara faktor risiko spesifik dan menganalisis
status besi neonatus. Secara spesifik, kami mengevaluasi hubungan antara
prediktor kunci (tipe anemia maternal, maternal hepcidin, dan hepcidin tali pusat)
dan mengukur status besi neonatus (ferritin dan sTfR neonatus). Ini semua diplot
di grafik batang, dan nilai p ditentukan dari model regresi logistik binomial.
Model multivariat disesuaikan dengan variabel yang diidentifikasi di
model univariat untuk dihubungkan dengan luaran (p<0,5) atau diketahui
berhubungan dengan keduanya yaitu paparan dan luaran dari penelitian terdahulu.
Semua wanita yang termasuk dalam analisis ini telah melengkapi informasi
kovariat. Analisis dilakukan menggunakan SAS (versi 9,4; SAS institute).
Signifikansinya didefinisikan sebagai p < 0,05.

Hasil
Dari 370 wanita hamil yang ikut dalam penelitian, 358 diantaranya
memiliki data biomarker kehamilan 32 minggu dan berkontribusi dalam penelitian
ini (Gambar 1).

8
Gambar 1. Diagram alur penelitian

Masukan Tabel 1
Pada usia kehamilan 32 minggu, 38% (n=136) mengalami IDA dan 9%
(n=32) mengalami NIDA. Konsentrasi hemoglobin tidak berbeda secara
signifikan antara kelompok IDA dan NIDA (p=0,54). Dibandingkan dengan
wanita hamil yang tidak anemia atau yang memiliki IDA, ibu dengan NIDA
memiliki konsentrasi CRP dan hepcidin yang lebih tinggi secara signifikan. Ibu
dengan IDA memiliki konsentrasi sTfR yang jauh lebih besar daripada wanita
yang tidak anemia atau yang memiliki NIDA dan indeks ferit-feritin yang lebih
tinggi secara signifikan pada usia kehamilan 32 minggu. Tidak satupun dari
wanita dalam kelompok NIDA memiliki anemia megalobalsatik [mean
cospuscular volume (MCV)> 100 fL] dibandingkan dengan 1,5% pada sisa
kelompok. Konsentrasi hemoglobin darah tali pusat dan biomarker inflamasi tidak
berbeda secara signifikan menurut jenis anemia ibu. Secara khusus, tidak ada
perbedaan yang signifikan pada ferritin darah tali pusat, sTfR, or indeks sTfR-
ferritin menurut jenis anemia ibu.

9
Masukan Tabel 2
Faktor-faktor yang terkait dengan risiko IDA dan NIDA dibandingkan
dengan ibu tanpa anemia pada usia kehamilan 32 minggu dan didapatkan
hubungan yang signifikan dengan usia ibu, tinggi, infeksi cacing tambang pada
usia gestasi 12 mingu, dan sTfR dan hepcidin pada usia gestasi 32 minggu (Tabel
2). Meski risiko IDA meningkat karena sTfR meningkat (RR untuk IDA), resiko
dari NIDA menurun karena sTfR meningkat. Konsentrasi hepcidin yang lebih
tinggi meningkatkan RR untuk NIDA pada usia gestasi 32 minggu. Risiko NIDA
meningkat dengan bertambahnya usia. Wanita dengan infeksi cacing tambang
pada usia gestasi 12 minggu memiliki risiko NIDA dua kali lipat lebih besar pada
usia gestasi 32 minggu. Pengobatan dengan preziquantel pada usia kehamilan 12-
16 minggu tidak mempengaruhi risiko anemia pada usia kehamilan 32 minggu.

10
Dibandingkan dengan wanita yang tidak anemia pada kehamilan 12
minggu, konsentrasi sTfR pada wanita dengan IDA berbeda secara signifikan
pada kehamilan 12 minggu dan 32 minggu. Dibandingkan dengan wanita yang
tidak anemia pada kehamilan 12 minggu, konsentrasi sTfR pada wanita dengan
NIDA secara signifikan lebih rendah pada 12 minggu tetapi tidak pada kehamilan
32 minggu. Ada peningkatan yang signifikan dalam status zat besi hanya pada
wanita dengan IDA, dibandingkan dengan wanita tanpa anemia, setelah
disesuaikan dengan usia, tinggi, infeksi cacing tambang, CRP, dan pengobatan
praziquantel. Di antara wanita dengan IDA, sTfR menurun 1,71 nmol / L,
menunjukkan peningkatan cadangan zat besi, sedangkan sTfR meningkat 2,06

11
nmol/L di antara wanita yang tidak anemia dengan 1,28 nmol/L diantara wanita
dengan NIDA.

Masukan Tabel 3
Selanjutnya dilakukan analisis UAC untuk mengidentifikasi biomarker
yang dapat menentukan etiologi yang paling berpengaruh terhadap anemia ibu
pada usia kehamilan 32 minggu dibandingkan dengan semua wanita lainnya
(Gambar 3A) dan wanita dengan IDA dibandingkan dengan yang lainnya
(Gambar 3B). Dilakukan analisis lebih lanjut terbatas pada wanita yang
mengalami anemia untuk diidentifikasi sebagai anemia (Gambar 3C) atau yang
dapat membedakan wanita (Gambar 3D) yang menderita anemia atau tidak.
Hepcidin terlihat lebih baik dibandingkan sTfR dalam mengidentifikasi wanita
dengan NIDA dibandingkan dengan sisa penelitian (Gambar 3A; AUC untuk
hepcidin: 0,75, sTfR: 0,70) dan dalam mengidentifikasi wanita dengan NIDA
diantara wanita dengan anemia (Gambar 3C; AUC untuk hepcidin: 0,73, sTfR:
0,72). ZPP lebih baik dalam mengidentifikasi wanita dengan IDA dibandingkan
dengan penelitian lain (Gambar 3B; AUC 0.68). Hepcidin mengidentifikasi
peserta secara optimal dengan NIDA dibandingkan dengan semua wanita lain
adalah 4,3 μg/L (Gambar 3A; sensitivitas: 63%; spesifitas: 71%). Hepcidin secara
optimal mengklasifikasikan perbandingan NIDA dengan IDA diantara wanita
hanya 6,1 μg/L (Gambar 3C; sensitivitas: 53%; spesifisitas: 84%). Kami juga
memeriksa cutoff untuk hepcidin yang memaksimalkan sensitivitas (90%) dan

12
dengan demikian meminimalkan negatif palsu. Batas hepcidin untuk NIDA
dibandingkan dengan yang lain adalah 1,275 μg / L dan untuk NIDA
dibandingkan dengan IDA (di antara hanya wanita anemia) adalah 1,27 μg / L.

Masukan Gambar 4
Kemudian diselidiki sejauh mana hubungan antara jenis anemia ibu dan
konsentrasi hepcidin darah ibu dan tali pusat terkait dengan ferritin pada bayi baru
lahir dan indeks sTfR-ferritin (Gambar 4). Bayi baru lahir dari ibu yang
kekurangan zat besi menunjukkan signifikan konsentrasi ferritin yang lebih
rendah (Gambar 4A) dibandingkan dengan wanita NIDA (perbedaan: 33,9 μg/L;
P=0,042) atau yang lainnya (perbedaan 22,6 μg/L; P= 0,038). Hepcidin ibu tidak
berhubungan terkait status besi pada bayi baru lahir (Gambar 4B, D). Ferritin
darah tali pusat secara signifikan lebih rendah pada tertile yang lebih rendah dari
distribusi hepcidin pada tali pusat, dengan hubungan respon dosis (Gambar 4C).
Indeks sTfR-ferritin secara signifikan lebih tinggi dari tertie hepcidin tertinggi
dibandingkan dengan sedang dan tertile terendah (Gambar 4F).

13
Diskusi
Meskipun banyak penelitian telah berusaha untuk menentukan prevalensi
dan dampak anemia selama kehamilan, beberapa penelitian telah meneliti etiologi
anemia, dan tidak ada yang sepengetahuan kami yang membahas bagaimana
berbagai penyebab anemia ibu mempengaruhi endowmen besi bayi baru lahir.
Kami menemukan bahwa 9% dari partisipan dalam populasi wanita hamil Filipina
memiliki NIDA. Sebagaimana dibahas lebih lanjut di bawah ini, berdasarkan
indeks hematologi lainnya, ini sebagian besar mewakili AI pada populasi ini
dengan beban penyakit menular yang tinggi, terutama cacing. Yang penting, kami
juga mengevaluasi kinerja biomarker spesifik dalam membedakan etiologi anemia
pada wanita yang mengalami anemia. Kami menemukan bahwa baik hepsidin dan
sTfR memiliki kemampuan yang baik untuk membedakan antara wanita dengan
NIDA dan IDA. Kehadiran NIDA ibu tidak mempengaruhi endowmen besi bayi
baru lahir, sedangkan ada kecenderungan penurunan status zat besi di antara bayi
baru lahir dari wanita dengan IDA pada akhir kehamilan.

14
Menentukan etiologi anemia dalam konteks kehamilan manusia adalah
penting karena berbagai alasan. Intervensi untuk mengurangi risiko NIDA sangat
berbeda dari yang dirancang hanya untuk mengurangi risiko IDA27. Penelitian
kami, serta penelitian yang dilakukan pada wanita hamil di Malawi4, menyoroti
peran penting anemia infalamasi dalam pengaturan dengan prevalensi tinggi
infeksi dan peradangan bersamaan. Prevalensi NIDA hampir 9% dalam populasi
kami, di mana perempuan tidak terinfeksi HIV dan malaria tidak endemik28,
menunjukkan bahwa infeksi lain di rangkaian ini berkontribusi banyak. Dalam
penelitian kami sebelumnya pada anak-anak dan dewasa muda yang tidak hamil,
kami menemukan bahwa penyebab utama anemia dalam konteks S. japonicum
adalah NIDA, sebagian besar disebabkan oleh AI, yang menyumbang 50% risiko
yang dapat dikaitkan dengan NIDA2,3. Dalam populasi penelitian kami, ada
kemungkinan bahwa proses inflamasi, daripada defisiensi mikronutrien folat atau
vitamin B-12, adalah penyebab utama NIDA, mengingat bahwa tidak ada wanita
dengan NIDA yang memiliki MCV> 100 fL. Kami mengamati konsentrasi CRP
dan hepsidin yang secara signifikan lebih tinggi di antara wanita dengan NIDA,
memberikan dukungan lebih lanjut untuk AI sebagai penyebab utama NIDA
dalam kohort ini. Identifikasi yang lebih baik dari wanita hamil dengan NIDA
harus segera penyelidikan lebih lanjut dan intervensi yang tepat untuk infeksi
yang menyebabkan AI, seperti HIV, schistosomiasis, malaria, dan TBC2,3,27, serta
defisiensi mikronutrien dari folat dan vitamin B-12 di daerah di mana kekurangan
ini lazim.

Berbagai faktor cenderung mempengaruhi sejauh mana anemia ibu


mempengaruhi status zat besi bayi baru lahir. Meskipun suplementasi zat besi
prenatal secara efektif mencegah dan mengobati IDA di kalangan perempuan29,
penelitian intervensi elegan pada primata telah menunjukkan bahwa status zat besi
prakonsepsi adalah prediktor terkuat dari penyimpanan zat besi yang baru lahir
dan bayi, dengan pemberian zat besi pascakonsepsi tidak dapat mengubah risiko
tersebut30. Selain itu, dalam konteks LMIC, ketentuan zat besi prenatal cenderung
memiliki efek yang berkurang dalam konteks hidup bersama AI, karena hepsidin
mengikat ferroportin usus, menyebabkan degradasi dan membatasi penyerapan zat

15
besi12. Wanita dalam penelitian kami menerima suplemen zat besi, tetapi
peningkatan status zat besi hanya diamati di antara wanita dengan IDA dan tidak
ditemukan pada sampel lain. Meskipun peningkatan status zat besi biasanya
paling besar di antara individu dengan status zat besi awal yang lebih rendah31,
ada kemungkinan bahwa anemia peradangan, bertindak melalui hepcidin,
memodifikasi dinamika penyerapan zat besi ibu dalam kelompok ini. Wanita
dengan anemia peradangan mengalami peningkatan reseptor transferin terlarut
(sTfR), menunjukkan penurunan pengiriman zat besi ke sel eritropoietik, dari
awal sampai 32 minggu kehamilan, meskipun pemberian vitamin prenatal dengan
zat besi. Wanita dengan anemia defisiensi besi, di sisi lain, mengalami penurunan
sTfR, menunjukkan bahwa mereka mungkin mendapat manfaat lebih dari
suplementasi zat besi sehubungan dengan indeks hematologi dan status zat besi.
Dengan demikian, wanita dengan anemia defisiensi besi mendapat manfaat dari
suplementasi zat besi sehubungan dengan indeks hematologi dan status zat besi
mereka, tetapi penelitian ini dan lainnya32-34 menunjukkan bahwa ini mungkin
tidak secara signifikan mempengaruhi status besi yang baru lahir.
Menentukan etiologi anemia pada kehamilan juga penting dalam
penelitian yang telah menimbulkan kekhawatiran bahwa, dengan tidak adanya
perlindungan yang memadai, keadaan zat besi penuh, atau penyediaan zat besi,
dapat meningkatkan risiko malaria selama kehamilan dan anak usia dini 35-39 dan
viral load HIV selama kehamilan40. Biomarker dapat membantu identifikasi
wanita yang membutuhkan suplementasi zat besi dibandingkan dengan mereka
yang suplementasi mungkin tidak efektif dan berpotensi berbahaya. Hepcidin dan
sTfR memiliki karakteristik kinerja yang baik berdasarkan area di bawah kurva
(AUC) untuk mengklasifikasikan tipe anemia ibu dalam kelompok ini, terutama di
antara subset wanita yang teridentifikasi anemia. Sebuah studi baru-baru ini, yang
menggunakan pendekatan serupa, menemukan bahwa hepcidin mampu
membedakan wanita hamil di Gambia dengan defisiensi besi (didefinisikan
sebagai ferritin <15 μg / L) dari wanita tanpa defisiensi besi, dengan AUCs 0,83-
0,86 pada berbagai titik. selama kehamilan. Studi itu tidak berusaha untuk
membedakan anemia defisiensi besi dari anemia defisiensi non-besi. Dengan

16
menggunakan data dari kohort kami, cutoff hepcidin berbasis Youden, yang
memaksimalkan sensitivitas dan spesifisitas dalam mengidentifikasi wanita
dengan anemia defisiensi besi dibandingkan dengan anemia defisiensi non-besi,
adalah 6,1 μg / L. Kinerja hepcidin dalam penelitian kami sedikit lebih baik
daripada sTfR dalam mengidentifikasi wanita yang tidak anemia defisiensi besi,
tetapi biaya dan ketersediaan tes hepcidin yang rendah di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah kemungkinan akan membatasi
penggunaannya dalam waktu dekat. Kami tidak memasukkan indeks sTfR-ferritin
dalam kurva karakteristik operasi penerima karena ferritin digunakan dalam
menentukan jenis anemia.
Seperti yang dilaporkan sebelumnya, pengobatan untuk schistosomiasis
dengan praziquantel pada usia kehamilan 12-16 minggu tidak mempengaruhi
semua risiko anemia, konsentrasi hepcidin, atau penanda inflamasi lainnya seperti
CRP, TNF-α, dan IL-6 ∼18 minggu setelah pengobatan dalam kohort ini (32
minggu kehamilan)13. Kami menemukan bahwa pengobatan tidak mempengaruhi
jenis anemia pada usia kehamilan 32 minggu. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh kelompok kami pada subjek yang tidak hamil, kami menunjukkan jeda waktu
yang signifikan setelah pengobatan sebelum perbaikan dalam hemoglobin dicatat,
dengan tidak ada perbedaan signifikan yang dicatat 3 bulan setelah terapi, tetapi
peningkatan yang signifikan 6 bulan setelah pengobatan19. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh respon imun proinflamasi yang berkepanjangan setelah
pengobatan yang dihasilkan dari pelepasan antigen imunogenik dari telur dan
cacing yang mati41. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa pengobatan untuk
schistosomiasis selama kehamilan tidak dapat memodifikasi risiko anemia
peradangan selama kehamilan tertentu tetapi dapat mengurangi risiko pada
kehamilan berikutnya. Selain itu, infeksi lain, seperti cacing yang ditularkan
melalui tanah, mungkin berkontribusi. Infeksi cacing tambang pada usia
kehamilan 12 minggu dikaitkan dengan peningkatan risiko anemia defisiensi non-
zat besi dalam kelompok ini, meskipun temuan ini kontras dengan studi
penyerapan zat besi yang dilakukan pada anak sekolah di Pantai Gading, yang

17
menemukan bahwa infeksi cacing tambang tidak mempengaruhi penyerapan zat
besi dan tidak. terkait dengan peningkatan konsentrasi hepcidin42.
Tentang bagaimana jenis anemia tertentu mempengaruhi transfer zat besi
ke janin yang sedang berkembang, kami menemukan bahwa wanita dengan
anemia defisiensi non-besi memiliki konsentrasi CRP dan hepcidin yang lebih
tinggi dan hal ini menunjukkan anemia peradangan sebagai penyebab utama
anemia defisiensi non-besi. Namun, tidak ditemukannya bahwa anemia defisiensi
besi pada ibu mempengaruhi status zat besi pada bayi baru lahir, menunjukkan
bahwa kumpulan zat besi yang cukup tetap tersedia untuk ditransfer ke bayi baru
lahir. Ditemukan pula bahwa konsentrasi feritin darah tali pusat pada wanita
dengan anemia defisiensi besi secara signifikan lebih rendah daripada pada wanita
dengan anemia defisiensi non-besi atau yang lainnya, menunjukkan bahwa status
zat besi mereka membatasi transfer ke janin. Penurunan konsentrasi hepcidin yang
bersirkulasi pada ibu seiring bertambahnya usia kehamilan dan zat besi ibu
meningkatkan bioavailabilitas (ketersediaan biologis) zat besi untuk ditransferkan
ke janin.
Penurunan konsentrasi hepcidin di sirkulasi maternal di usia kehamilan
lanjut dan status besi maternal dapat menurunkan bioavailabilitas untuk transfer
ke janin9,43. Ini terjadi karena ferroportin usus dan makrofag relatif kurang
terdegradasi oleh hepcidin, memaksimalkan penyerapan dan meminimalkan
sekuestrasi dalam sistem reticuloendothelial12. Seperti yang disarankan oleh
penelitian ini dan yang lainnya44,45, mekanisme ini mungkin tidak cukup untuk
mencegah penurunan transportasi zat besi ke janin di antara wanita yang tinggal di
LMICs yang sering memulai kehamilan dengan simpanan zat besi rendah.
Akhirnya, kami menemukan bahwa konsentrasi hepcidin darah tali pusat
terkait dengan status zat besi bayi baru lahir, dengan konsentrasi hepcidin darah
tali pusat yang rendah dikaitkan dengan ferritin bayi baru lahir yang rendah dan
sTfR yang tinggi. Plasenta manusia terdiri dari satu lapisan syncytiotrophoblast
tunggal dalam penjajaran langsung dengan beberapa pembuluh darah di sepanjang
permukaan basal46. Mengingat bahwa ferroportin terlokalisasi pada sisi basal
syncytiotrophoblast47, dan hepcidin mengarah pada degradasi, hepcidin janin

18
kemungkinan memainkan peran penting dalam mengatur pertukaran zat besi
transplasenta. Untuk mendukung ini, kami menemukan bahwa konsentrasi
hepcidin dalam darah tali pusat yang rendah dikaitkan dengan konsentrasi yang
rendah dari zat besi pada bayi baru lahir. Temuan ini konsisten dengan model
tikus yang kekurangan zat besi maternal, sehingga telah menunjukkan penurunan
ekspresi mRNA hepcidin dalam hati janin yang diberi diet kadar zat besi yang
rendah48. Ketika simpanan zat besi janin rendah, janin kemungkinan menurunkan
produksi hepcidin sehingga ferroportin plasenta tetap aktif untuk pengangkutan
zat besi yang maksimal.
Ada kekurangan dalam penelitian ini yang harus diatasi. Kami tidak
menilai status mikronutrien lain, termasuk vitamin A, vitamin B-12, dan folat,
yang juga dapat berkontribusi besar terhadap NIDA pada populasi tertentu.
Mengingat fakta bahwa defisiensi mikronutrien ini terkait dengan anemia
megaloblastik dan tidak ada wanita dengan NIDA yang memiliki MCV 100 fL,
kecil kemungkinan defisiensi mikronutrien ini merupakan penyebab utama
anemia. Selain itu, kami tidak menilai hemoglobinopati, yang mungkin juga
berkontribusi pada NIDA. Selain itu, tes hepcidin mahal dan belum distandarisasi,
sehingga utilitas cutoff yang kami amati mungkin terbatas pada pengaturan di
mana pengujian yang sama digunakan. Kami mendefinisikan cut-off ferritin untuk
NIDA berdasarkan studi yang meneliti aspirasi sumsum tulang dari wanita hamil,
sebagai kemungkinan refleksi pengiriman zat besi ke organ lain, terutama
plasenta. Namun dalam konteks ini, ada kemungkinan bahwa banyak wanita
mengalami NIDA dan IDA secara bersamaan, sehingga “memaksa” dikategorisasi
menjadi satu jenis yang sama, misalnya, melewatkan beberapa wanita dengan
IDA yang ferritinnya meningkat bahkan melebihi cutoff tinggi dari 30 μg / L.
Meskipun kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa beberapa
wanita dengan NIDA memiliki tingkat kekurangan zat besi yang bersamaan, fakta
bahwa baik CRP dan hepcidin meningkat pada kelompok ini akan sangat
mendukung NIDA karena AI sebagai etiologi utama. Akhirnya, penelitian kami
dilakukan pada wanita hamil dengan infeksi S. japonicum pada usia kehamilan 12
minggu dengan syarat perempuan yang tidak terinfeksi HIV dan malaria yang

19
tidak endemik sehingga berpotensi dalam membatasi generalisasi dari temuan
kami. Namun, pengalaman kohort ini berfungsi sebagai model untuk dampak AI,
terlepas dari penyebabnya, pada status zat besi yang baru lahir.
Sebagai kesimpulan, kami menemukan bahwa NIDA, sebagian besar
karena AI, yang lazim pada kelompok wanita hamil dari Filipina. Kami tidak
menemukan bahwa kehadiran NIDA membatasi transfer zat besi ke janin.
Hepcidin dan sTfR mampu membedakan wanita dengan NIDA dari wanita
dengan IDA dan mungkin dapat memandu diagnosis lebih lanjut dan
mengidentifikasi wanita yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari
pengobatan tambahan untuk kekurangan zat besi. Hepcidin, yang lebih mahal dan
lebih sedikit tersedia dalam pengaturan LMIC, ternyata tidak bekerja lebih baik
secara signifikan daripada STfR. Akhirnya, temuan ini mendukung peran penting
yang dimainkan oleh status zat besi janin dalam memaksimalkan transfer zat besi
dalam rahim dengan menurunkan regulasi hepcidin dalam konteks defisiensi zat
besi.

20
PICO VIA
1. Population
Populasi pada penelitian ini adalah wanita hamil di 6 pusat pelayanan
kesehatan kota di 50 desa wilayah endemis skistosomiasis Leyte, Filipina.
Sedangkan sampel penelitian ini adalah 358 wanita hamil dengan positif infeksi
cacing (Schistosomiasis, Ascariasis, Trichuriasis) pada usia kehamilan 12-16
minggu.

2. Intervention
Dilakukan beberapa intervensi terhadap sampel penelitian ini, yaitu:
a. Skrining infeksi cacing Schistosoma lumbricoides, Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichuria dari sampel urin dan feses dengan metode Kato-Katz
dan diinterpretasi dengan kriteria dari WHO.
b. Sampel yang positif terinfeksi cacing diberikan terapi praziquantel atau
dextrose (plasebo) secara random dengan double-blind fashion. Setelah 24
jam, sampel darah diambil untuk diperiksa kimia darah dan darah lengkap.
c. Pada usia kehamilan 20-24 minggu dan 30-34 minggu dilakukan kembali
pemeriksaan darah untuk mengukur darah lengkap, status besi (hepcidin,
sTfR, ZPP, ferritin), dan penanda inflamasi (CRP dan IL-6).
d. Pada saat persalinan, dilakukan kembali pemeriksaan darah dari tali pusat
untuk mengetahui status besi dan penanda inflamasi.
e. Pada kontrol hari ke 2-6 setelah melahirkan, dilakukan pengambilan
sampel darah neonatus untuk diperiksa kembali status besi dan penanda
inflamasi.

3. Comparison
Penelitian ini tidak menggunakan pembanding karena setiap sampel
diberikan perlakuan yang sama.

21
4. Outcome
Dari 358 sampel wanita hamil dengan positif infeksi cacing, sebanyak
136 mengalami anemia defisiensi besi, 32 mengalami anemia bukan defisiensi
besi, dan sebanyak 191 tidak mengalami anemia. Wanita dengan infeksi cacing
tambang pada usia gestasi 12 minggu memiliki risiko NIDA dua kali lipat lebih
besar pada usia gestasi 32 minggu. Faktor-faktor yang terkait dengan risiko IDA
dan NIDA dibandingkan dengan ibu tanpa anemia pada usia kehamilan 32 minggu
dan didapatkan hubungan yang signifikan dengan usia ibu, tinggi, infeksi cacing
tambang pada usia gestasi 12 mingu, dan sTfR dan hepcidin pada usia gestasi 32
minggu. Meski risiko IDA meningkat karena sTfR meningkat (RR untuk IDA),
resiko dari NIDA menurun karena sTfR meningkat. Konsentrasi hepcidin yang
lebih tinggi meningkatkan RR untuk NIDA pada usia gestasi 32 minggu. Risiko
NIDA meningkat dengan bertambahnya usia. Wanita dengan infeksi cacing
tambang pada usia gestasi 12 minggu memiliki risiko NIDA dua kali lipat lebih
besar pada usia gestasi 32 minggu. Pengobatan dengan preziquantel pada usia
kehamilan 12-16 minggu tidak mempengaruhi risiko anemia pada usia kehamilan
32 minggu.
Konsentrasi hemoglobin darah tali pusat dan biomarker inflamasi tidak
berbeda secara signifikan menurut jenis anemia ibu. Secara khusus, tidak ada
perbedaan yang signifikan pada ferritin darah tali pusat, sTfR, atau indeks sTfR-
ferritin menurut jenis anemia ibu. Dibandingkan dengan wanita yang tidak anemia
pada kehamilan 12 minggu, konsentrasi sTfR pada wanita dengan IDA berbeda
secara signifikan pada kehamilan 12 minggu dan 32 minggu. Dibandingkan
dengan wanita yang tidak anemia pada kehamilan 12 minggu, konsentrasi sTfR
pada wanita dengan NIDA secara signifikan lebih rendah pada 12 minggu tetapi
tidak pada kehamilan 32 minggu. Ada peningkatan yang signifikan dalam status
zat besi hanya pada wanita dengan IDA, dibandingkan dengan wanita tanpa
anemia, setelah disesuaikan dengan usia, tinggi, infeksi cacing tambang, CRP, dan
pengobatan praziquantel. Di antara wanita dengan IDA, sTfR menurun 1,71 nmol
/ L, menunjukkan peningkatan cadangan zat besi, sedangkan sTfR meningkat 2,06

22
nmol/L di antara wanita yang tidak anemia dengan 1,28 nmol/L diantara wanita
dengan NIDA.
Bayi baru lahir dari ibu yang kekurangan zat besi menunjukkan signifikan
konsentrasi ferritin yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita NIDA
(perbedaan: 33,9 μg/L; P=0,042) atau yang lainnya (perbedaan 22,6 μg/L; P=
0,038). Hepcidin ibu tidak berhubungan terkait status besi pada bayi baru lahir.
Pada usia kehamilan 32 minggu, serum hepcidin lebih baik digunakan
daripada sTfR dalam mengidentifikasi anemia bukan defisiensi besi diantara
seluruh sampel dan diantara sampel yang mengalami anemia. Ibu dengan
anemia defisiensi besi berhubungan secara signifikan dengan kadar ferritin
neonatus rendah dengan nilai p 0,042.

5. Validity
a. Apakah fokus penelitian sesuai dengan tujuan penelitian?
Secara umum, fokus penelitian ini sudah sesuai dengan tujuan penelitian
yaitu untuk mengetahui apakah AI pada ibu mempengaruhi status besi neonatus.
Fokus penelitian juga sudah sesuai dengan tujuan penelitian khusus lainnya yaitu:
1) Untuk mengevaluasi kontribusi AI dan IDA dalam pemenuhan besi pada bayi
baru lahir, dilakukan analisis model regresi logistik binomial antara prediktor
kunci (tipe anemia maternal, maternal hepcidin, dan hepcidin tali pusat)
dengan status besi neonatus (ferritin dan sTfR neonatus).
2) Untuk mengevaluasi kemampuan hepcidin sebagai biomarker untuk
membedakan AI dan IDA pada wanita hamil secara tepat, dilakukan analisis
AUC yang membandingkan efektivitas antara hepcidin dan sTfR dalam
mengidentifikasi IDA.
3) Untuk mengetahui faktor risiko dan etiologi spesifik dari anemia pada ibu,
dilakukan analisis model regresi logistik binomial yang selanjutnya dilakukan
analisis multivariat untuk mengetahui faktor risiko yang paling berperan
terhadap anemia pada ibu.

23
b. Apakah subjek penelitian diambil dengan cara yang tepat?
Ya, subjek penelitian diambil secara tepat. Penelitian ini menggunakan
metode cohort prospektif. Pasien diambil berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan berdasarkan kriteria inklusi, didapatkan 370 subjek. Kriteria inklusi
yang dimaksud diantaranya menyetujui informed consent, terinfeksi S.japonicum
berdasarkan pemeriksaan urin dan feses, berusia ≥ 18 tahun, status kesehatan
lainnya sehat berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium, dan sedang hamil dengan usia gestasi 12-16 minggu
dengan janin hidup tunggal dan intrauterine . Semua wanita yang mengkonsumsi
vitamin harian rutin yang mengandung 29 mg besi elemental dieksklusi dari
penelitian.

c. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?


Data yang dikumpulkan sesuai dengan penelitian yakni:
1) Untuk mengevaluasi kontribusi AI dan IDA dalam pemenuhan besi pada bayi
baru lahir, data yang dikumpulkan adalah prediktor kunci (tipe anemia
maternal, maternal hepcidin, dan hepcidin tali pusat) serta status besi neonatus
(ferritin dan sTfR neonatus).
2) Untuk mengevaluasi kemampuan hepcidin sebagai biomarker untuk
membedakan AI dan IDA pada wanita hamil secara tepat, dikumpulkan data
kadar hepcidin dan sTfR dari sampel wanita hamil tanpa anemia, IDA, dan
NIDA.
3) Untuk mengetahui faktor risiko dan etiologi spesifik dari anemia pada ibu,
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk
memperoleh data seperti usia, pendidikan, IMT, riwayat persalinan, riwayat
konsumsi prazuqiantel, riwayat infeksi cacing, status besi serum, dan penanda-
penanda inflamasi.

24
d. Apakah penelitian memiliki jumlah subjek yang cukup untuk
meminimalisasi kebetulan?
Ya, penelitian ini memiliki ukuran sampel yang besar untuk dapat
memperluas berbagai kemungkinan temuan serta hasil analisis multivariat.
Sampel yang diambil juga diambil dari 50 desa yang endemis dengan
skistosomiasis sehingga dapat meminimalisasi kebetulan dan dapat
mengeneralisasi penyebab anemia inflamasi yang akan diteliti pada studi ini.

e. Apakah analisis data dilakukan dengan cukup baik?


Analisis pada penelitian ini telah dilakukan dengan baik, Semua analisa
statistik dilakukan dengan menggunakan software statistic. Untuk
membandingkan karakteristik status anemia maternal (tanpa anemia, IDA, dan
NIDA) pada usia kehamilan 32 minggu, ANOVA dengan Bonferroni’s pst hoc
test dan chi square test digunakan untuk variabel kategorik dan numerik. Model
regresi logistik binomial digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk
IDA dan NIDA pada usia kehamilan 32 minggi, masing-masing dibandingkan
dengan anemia. RR (dan 95% CI) digunakan karena lebih interpretable
dibandingkan OR. Variabel dengan nilai p < 0,2 pada analisis univariat
dimasukkan ke dalam model multivariat. Konsentrasi sTfR maternal pada usia
kehamilan 12 dan 32 minggu dibandingkan antara tiap tipe anemia maternal pada
minggu ke 12 kehamilan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Perubahan sTfR
dari usia kehamilan 12 ke 32 minggu diperkirakan, diplot, dan dibandingkan
dengan menggunakan model linear umum. Nilai p secara terpisah ditentukan
untuk perbandingan tipe anemia maternal pada usia kehamilan 12 minggu dengan
konsentrasi sTfR, dan dengan perubahan sTfR dari usia kehamilan 12 minggu ke
32 minggu.
Untuk memeriksa kemampuan hepcidin dan biomarker lain untuk
membedakan antara IDA dengan NIDA secara tepat, kurva karakteristik
penerima diplot dan AUC di kalkulasikan. Pada analisis AUC, area 1,0
mengimplikasikan bahwa titik potong spesifik memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang sempurna. Titik potong Youden secara optimal membedakan

25
peserta dengan 1. NIDA dengan semua sampel, 2. IDA dengan yang lainnya, 3.
Anemia dengan peserta yang tanpa anemia, dan 4. NIDA dengan IDA diatara
semua wanita anemia yang diperkirakan. Diantara tipe anemia maternal usia 32
minggu, proporsi dari wanita hamil dengan kadar hepcidin dibawah batas Youden
untuk membedakan antara IDA dengan NIDA diestimasikan dan dibandingkan
dengan model regresi logistik binomial, dan nilai p juga ditentukan.
Untuk menilai hubungan antara faktor risiko spesifik dan menganalisis
status besi neonatus. Ini semua diplot di grafik batang, dan nilai p ditentukan dari
model regresi logistik binomial. Model multivariat disesuaikan dengan variabel
yang diidentifikasi di model univariat untuk dihubungkan dengan luaran (p<0,5)
atau diketahui berhubungan dengan keduanya yaitu paparan dan luaran dari
penelitian terdahulu. Semua wanita yang termasuk dalam analisis ini telah
melengkapi informasi kovariat. Analisis dilakukan menggunakan SAS (versi 9,4;
SAS institute). Signifikansinya didefinisikan sebagai p < 0,05.

6. Importance
Apakah penelitian ini penting?
Ya, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh
anemia pada ibu terhadap kecukupan status gizi neonatus sehingga dapat
disadari bahwa mengatasi anemia pada ibu hamil merupakan suatu hal yang
sangat penting untuk menghindari kurangnya kecukupan zat besi pada
bayinya setelah dilahirkan.

7. Applicability
Apakah penelitian ini dapat diaplikasikan?
Ya, hasil penelitian ini bisa diaplikasikan dalam praktek kedokteran
sehari-hari. Adanya hubungan antara anemia ibu dengan kurangnya status besi
neonatus dapat menjadi bahan edukasi penting yang harus disampaikan
kepada para ibu hamil untuk mencegah dan mengatasi anemia pada
kehamilan. Penggunaan marker status besi antara hepcidin dan serum
transferin dalam mendeteksi IDA dan NIDA dapat dipertimbangkan sesuai

26
dengan ketersediaan pemeriksaan di rumah sakit masing-masing, namun
penelitian ini menyatakan bahwa hepcidin lebih baik dalam membedakan IDA
dan NIDA. Hasil lainnya yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan
salah satu rujukan mendiagnosis anemia pada ibu hamil dan defisiensi zat besi
pada neonatus serta dapat berkontribusi untuk penelitian selanjutnya.

KESIMPULAN
Penelitian ini valid dan penting sehingga dapat diterapkan dalam
mendiagnosis dan menatalaksana pasien hamil dengan anemia defisiensi besi serta
dapat dijadikan salah satu rujukan untuk penelitian selanjutnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Pasricha SR, Drakesmith H. Iron deficiency anemia: problems in diagnosis


and prevention at the population level. Hematol Oncol Clin North Am
2016;30:309–25.
2. Leenstra T, Acosta LP, Langdon GC, Manalo DL, Su L, Olveda RM,
McGarvey ST, Kurtis JD, Friedman JF. Schistosomiasis japonica, anemia, and
iron status in children, adolescents, and young adults in Leyte, Philippines.
Am J Clin Nutr 2006;83:371–9.
3. Leenstra T, Coutinho HM, Acosta LP, Langdon GC, Su L, Olveda RM,
McGarvey ST, Kurtis JD, Friedman JF. Schistosoma japonicum reinfection
after praziquantel treatment causes anemia associated with inflammation.
Infect Immun 2006;74:6398–407.
4. van den Broek NR, Letsky EA. Etiology of anemia in pregnancy in south
Malawi. Am J Clin Nutr 2000;72(Suppl):247S–56S.
5. Kung’u JK, Wright VJ, Haji HJ, Ramsan M, Goodman D, Tielsch JM, Bickle
QD, Raynes JG, Stoltzfus RJ. Adjusting for the acute phase response is
essential to interpret iron status indicators among young Zanzibari children
prone to chronic malaria and helminth infections. J Nutr 2009;139:2124–31.
6. Righetti AA, Adiossan LG, Ouattara M, Glinz D, Hurrell RF, N’Goran EK,
Wegmuller R, Utzinger J. Dynamics of anemia in relation to parasitic
infections, micronutrient status, and increasing age in South- Central Cote
d’Ivoire. J Infect Dis 2013;207:1604–15.
7. World Health Organization. Assessing the iron status of populations: report of
a Joint World Health Organization/Centers for Disease Control and Prevention
Technical Consultation on the Assessment of Iron Status at the Population
Level [Internet]. [cited 2017 Feb 15]. Available from:
http://www.who.int/nutrition/publications/micronutrients/anaemia_iron_defici
ency/9789241596107.pdf.
8. Pasricha SR, Atkinson SH, Armitage AE, Khandwala S, Veenemans J, Cox
SE, Eddowes LA,Hayes T, Doherty CP, Demir AY, et al. Expression of the

28
iron hormone hepcidin distinguishes different types of anemia in African
children. Sci Transl Med 2014;6:235re3.
9. Bah A, Pasricha S-R, Jallow MW, Sise EA,Wegmuller R, Armitage AE,
Drakesmith H, Moore SE, Prentice AM. Serum hepcidin concentrations
decline during pregnancy and may identify iron deficiency: analysis of a
longitudinal pregnancy cohort in The Gambia. J Nutr 2017;147:1131–7.
10. Andrews NC. Forging a field: the golden age of iron biology. Blood
2008;112:219–30.
11. Drakesmith H, Prentice AM. Hepcidin and the iron-infection axis. Science
2012;338:768–72.
12. Ganz T. Hepcidin, a key regulator of iron metabolism and mediator of anemia
of inflammation. Blood 2003;102:783–8.
13. Olveda RM,Acosta LP,Tallo V, Baltazar PI, Lesiguez JL, Estanislao GG,
Ayaso EB, Monterde DB, Ida A, Watson N, et al. Efficacy and safety of
praziquantel for the treatment of human schistosomiasis during pregnancy: a
phase 2, randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet Infect Dis
2016;16:199–208.
14. Stephenson LS, Holland CV, Cooper ES. The public health significance of
Trichuris trichiura. Parasitology 2000;121(Suppl):S73–95.
15. World Health Organization. Prevention and control of intestinal parasitic
infections: report of a WHO Expert Committee [Internet]. [cited Feb 15].
Available from: http://apps.who.int/iris/bitstream/
10665/41298/1/WHO_TRS_749.pdf.
16. Widjana DP, Sutisna P. Prevalence of soil-transmitted helminth infections in
the rural population of Bali, Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public
Health 2000;31:454–9.
17. World Health Organization. Maternal anthropometry and pregnancy
outcomes: a WHO collaborative study. Bull World Health Organ
1995;73(Suppl):1–98.

29
18. Villar J,CogswellM,Kestler E, Castillo P, Menendez R, Repke JT. Effect of fat
and fat-free mass deposition during pregnancy on birth weight. Am J Obstet
Gynecol 1992;167:1344–52.
19. Coutinho HM, Acosta LP, McGarvey ST, Jarilla B, Jiz M, Pablo A, Su L,
Manalo DL, Olveda RM, Kurtis JD, et al. Nutritional status improves after
treatment of schistosoma japonicum-infected children and adolescents. J Nutr
2006;136:183–8.
20. World Health Organization. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of
anaemia and assessment of severity. Vitamin and Mineral Nutrition
Information System [Internet]. [cited Feb 15]. Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/85839/3/WHO_NMH_NHD
_MNM_11.1_eng.pdf?ua=1.
21. van den Broek NR, Letsky EA, White SA, Shenkin A. Iron status in pregnant
women: which measurements are valid? Br J Haematol 1998;103:817–24.
22. Siddappa AM, Rao R, Long JD, Widness JA, Georgieff MK. The assessment
of newborn iron stores at birth: a review of the literature and standards for
ferritin concentrations.Neonatology 2007;92:73–82.
23. Olivares M, Walter T, Cook JD, Hertrampf E, Pizarro F. Usefulness of serum
transferrin receptor and serum ferritin in diagnosis of iron deficiency in
infancy. Am J Clin Nutr 2000;72:1191–5.
24. Phiri KS, Calis JC, Siyasiya A, Bates I, Brabin B, van Hensbroek MB. New
cut-off values for ferritin and soluble transferrin receptor for the assessment of
iron deficiency in children in a high infection pressure area. J Clin Pathol
2009;62:1103–6.
25. Youden WJ. Index for rating diagnostic tests. Cancer 1950;3:32–5.
26. Raghavan R, Ashour FS, Bailey R. A review of cutoffs for nutritional
biomarkers. Adv Nutr 2016;7:112–20.
27. Balarajan Y, Ramakrishnan U, Ozaltin E, Shankar AH, Subramanian SV.
Anaemia in low-income and middle-income countries. Lancet
2011;378:2123–35.

30
28. WHO. Malaria Philippines profile [Internet]. [cited 2017 Aug 8]. Available
from: http://www.who.int/malaria/publications/countryprofiles/
profile_phl_en.pdf.
29. Haider BA, Olofin I, Wang M, Spiegelman D, Ezzati M, Fawzi WW;
Nutrition Impact Model Study Group. Anaemia, prenatal iron use, and risk of
adverse pregnancy outcomes: systematic review and metaanalysis. BMJ
2013;346:f3443.
30. Lubach GR, Coe CL. Preconception maternal iron status is a risk factor for
iron deficiency in infant rhesus monkeys (Macaca mulatta). J Nutr
2006;136:2345–9.
31. Abioye AI, Aboud S, Premji Z, Etheredge AJ, Gunaratna NS, Sudfeld CR,
Mongi R, Meloney L, Darling AM, Noor RA, et al. Iron supplementation
affects hematologic biomarker concentrations and pregnancy outcomes among
iron-deficient Tanzanian women. J Nutr 2016;146:1162–71.
32. Zhao G, Xu G, Zhou M, Jiang Y, Richards B, Clark KM, Kaciroti N,
Georgieff MK, Zhang Z, Tardif T. Prenatal iron supplementation reduces
maternal anemia, iron deficiency, and iron deficiency anemia in a randomized
clinical trial in rural China, but iron deficiency remains widespread in mothers
and neonates. J Nutr 2015;145: 1916–23.
33. Morton SB, Saraf R, Bandara DK, Bartholomew K, Gilchrist CA, Carr PEA,
Baylis L, Wall CR, Blacklock HA, Tebbutt M. Maternal and perinatal
predictors of newborn iron status. N Z Med J 2014;127:62-77.
34. Preziosi P, Prual A, Galan P, Daouda H, Boureima H, Hercberg S. Effect of
iron supplementation on the iron status of pregnant women: consequences for
newborns. Am J Clin Nutr 1997;66:1178–82.
35. Etheredge AJ, Premji Z, Gunaratna NS, Abioye AI, Aboud S, Duggan C,
Mongi R, Meloney L, Spiegelman D, Roberts D, et al. Iron supplementation in
iron-replete and nonanemic pregnant women in Tanzania: a randomized
clinical trial. JAMA Pediatr 2015;169:947–55. Etiology of anemia in
pregnancy 435

31
36. Oppenheimer SJ, Gibson FD, Macfarlane SB, Moody JB, Harrison C, Spencer
A, Bunari O. Iron supplementation increases prevalence and effects ofmalaria:
report on clinical studies in Papua New Guinea.Trans R Soc Trop Med Hyg
1986;80:603–12.
37. Sazawal S, Black RE, Ramsan M, Chwaya HM, Stoltzfus RJ, Dutta A,
Dhingra U, Kabole I, Deb S, Othman MK, et al. Effects of routine
prophylactic supplementation with iron and folic acid on admission to hospital
and mortality in preschool children in a high malaria transmission setting:
community-based, randomised, placebocontrolled trial. Lancet 2006;367:133-
43.
38. Kabyemela ER, Fried M, Kurtis JD, Mutabingwa TK, Duffy PE. Decreased
susceptibility to Plasmodium falciparum infection in pregnant women with
iron deficiency. J Infect Dis 2008;198:163–6.
39. Gwamaka M, Kurtis JD, Sorensen BE, Holte S, Morrison R, Mutabingwa TK,
Fried M, Duffy PE. Iron deficiency protects against severe Plasmodium
falciparum malaria and death in young children. Clin Infect Dis
2012;54:1137–44.
40. Friis H, Gomo E, Nyazema N, Ndhlovu P, Krarup H, Madsen PH, Michaelsen
KF. Iron, haptoglobin phenotype, and HIV-1 viral load: a cross-sectional
study among pregnant Zimbabwean women. J Acquir Immune Defic Syndr
2003;33:74–81.
41. Schmiedel Y, Mombo-Ngoma G, Labuda LA, Janse JJ, de Gier B, Adegnika
AA, Issifou S, Kremsner PG, Smits HH, Yazdanbakhsh M.
CD4+CD25hiFOXP3+ regulatory T cells and cytokine responses in human
schistosomiasis before and after treatment with praziquantel. PLoS Negl Trop
Dis 2015;9:e0003995.
42. Glinz D, Hurrell RF, Righetti AA, Zeder C, Adiossan LG, Tjalsma H,
Utzinger J, Zimmermann MB, N’Goran EK, Wegmuller R. In Ivorian school-
age children, infection with hookworm does not reduce dietary iron absorption
or systemic iron utilization, whereas afebrile Plasmodium falciparum infection
reduces iron absorption by half. Am J Clin Nutr 2015;101:462–70.

32
43. van Santen S Kroot JJ, Zijderveld G, Wiegerinck ET, Spaanderman ME,
Swinkels DW. The iron regulatory hormone hepcidin is decreased in
pregnancy: a prospective longitudinal study. Clin Chem Lab Med
2013;51:1395–401.
44. El-Farrash RA, Ismail EA, Nada AS. Cord blood iron profile and breast milk
micronutrients in maternal iron deficiency anemia. Pediatr Blood Cancer
2012;58:233–8.
45. Singla PN, Tyagi M, Shankar R, Dash D, Kumar A. Fetal iron status in
maternal anemia. Acta Paediatr 1996;85:1327–30.
46. Fuchs R, Ellinger I. Endocytic and transcytotic processes in villous
syncytiotrophoblast: role in nutrient transport to the human fetus. Traffic
2004;5:725–38.
47. Bastin J, Drakesmith H, Rees M, Sargent I, Townsend A. Localisation of
proteins of iron metabolism in the human placenta and liver. Br J Haematol
2006;134:532–43.
48. Gambling L, Czopek A, Andersen HS, Holtrop G, Srai SK, Krejpcio Z,
McArdle HJ. Fetal iron status regulates maternal iron metabolism during
pregnancy in the rat. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol
2009;296:R1063–70.

33

Anda mungkin juga menyukai