Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

PERSALINAN PRETERM–G2P1A0 HAMIL 36 MINGGU INPARTU KALA I


FASE LATEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI 6 JAM +
PREEKLAMPSIA BERAT JANIN TUNGGAL HIDUP
PRESENTASI KEPALA

Disusun oleh :
Kepaniteraan Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi
Periode 2 September – 10 November 2019
Deasy Nataliani, S.Ked. 04054821820141
Farhan Hadi, S.Ked. 04054821820
Ma’rifahtul Khasanah S.Ked. 04054821820
Hestika Deliana, S.Ked. 04054821820
Muhammad Al Akbar, S.Ked.
Dimas Ultra, S.Ked.

Pembimbing :
dr. H. M. Hatta Ansyori, Sp.OG(K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
PERSALINAN PRETERM–G2P1A0 HAMIL 36 MINGGU INPARTU KALA I
FASE LATEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI 6 JAM +
PREEKLAMPSIA BERAT JANIN TUNGGAL HIDUP
PRESENTASI KEPALA
Oleh:
Deasy Nataliani, S.Ked. 04054821820141
Farhan Hadi, S.Ked. 04054821820
Ma’rifahtul Khasanah S.Ked. 04054821820
Hestika Deliana, S.Ked. 04054821820
Muhammad Al Akbar, S.Ked.
Dimas Ultra, S.Ked.

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohamad Hoesin Palembang periode 2
September – 10 November 2019.

Palembang, September 2019

dr. H. M. Hatta Ansyori, Sp.OG(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “PERSALINAN
PRETERM–G2P1A0 HAMIL 36 MINGGU INPARTU KALA I FASE LATEN
DENGAN KETUBAN PECAH DINI 6 JAM + PREEKLAMPSIA BERAT JANIN
TUNGGAL HIDUP PRESENTASI KEPALA” untuk memenuhi tugas sebagai bagian dari
sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Departemen Obstetri
Ginekologi Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. H. M.
Hatta Ansyori, Sp.OG(K), selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini. Tak lupa ucapan terima kasih
kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan telaah ilmiah ini yang
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II STATUS PASIEN ................................................................................. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 14
BAB IV ANALISIS KASUS .............................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan pada usia kehamilan


kurang dari 37 minggu setelah dianggap viabel. Insidens persalinan preterm berbeda-
beda antar negara. Di Amerika Serikat, insidens meningkat dari 9,5% pada tahun
1981 menjadi 12,7% pada tahun 2005. Sementara itu, di Eropa dan negara
berkembang, insidens berkisar 5-9%. Angka persalinan preterm di Indonesia
mencapai 15,5% pada tahun 2010. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
sebagai pusat rujukan tersier insidens persalinan preterm sebesar 38,5% pada tahun
2013.1
Dibandingkan bayi yang lahir cukup bulan bulan, bayi preterm terutama yang
lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih
tinggi, karena mereka mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di
luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, ginjal,
jantung dan sistem pencernaannya. Sekitar seperlima bayi yang lahir dibawah usia 32
minggu tidak dapat bertahan hidup dalam tahun pertama dibandingkan dengan 1%
kematian bayi yang lahir dengan usia 33-36 minggu dan hanya sekitar 0,3%
kematian bayi bila lahirnya pada usia cukup bulan. Kematian janin sering disebabkan
oleh sindroma gawat nafas (Respiratory Distress Syndrome-RDS), perdarahan
intraventricular, displasia bronkopulmoner, sepsis dan enterokolitis nekrotikans.
Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi yang
bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti serebral palsi, gangguan
intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris (kebutaan, gangguan penglihatan,
tuli) sampai gangguan yang lebih ringan seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar
dan berbahasa, gangguan konsentrasi/atensi dan hiperaktif. Hal ini dapat
mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang.
Selain itu perawatan bayi preterm juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih
dan mahal (misalnya Neonatal Intensive Care Unit/NICU, surfactant).2 Sebagian
besar komplikasi dapat dicegah dan ditangani antara lain bila tenaga kesehatan
mampu mengidentifikasi dini komplikasi serta pelayanan emergency di rumah sakit
dilaksanakan secara cepat dan tepat guna.3

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. RY
Usia : 27 tahun
Alamat : Lr. Pedatuan Laut RT 01 RW 01 Kelurahan 12 Ulu
Kecamatan Seberang Ulu II Palembang
Agama : Islam
Suku : Sumatera
Status : Menikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 16 September 2019
No. RM : 1140644

2.2. ANAMNESIS (16 September 2019 pukul 23.00)


Keluhan Utama
Mau melahirkan dengan hamil kurang bulan dengan darah tinggi dan keluar
air-air.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak  6 jam SMRS, pasien mengeluh keluar air-air dari kemaluan jernih,
tidak berbau, banyaknya 3x ganti celana dalam. Riwayat perut mulas menjalar ke
pinggang yang dirasa makin kuat (+) namun masih jarang. Riwayat keluar darah
bercampur lendir (-). Riwayat demam selama kehamilan (-). Riwayat keputihan
selama kehamilan (+), tidak gatal, warna putih, tidak berbau. Riwayat sakit gigi (-).
Riwayat sakit kulit (gatal-gatal) disangkal. Riwayat trauma (terjatuh) disangkal.
Riwayat perut diurut-urut disangkal. Riwayat meminum obat-obatan atau jamu-
jamuan disangkal. Riwayat post-coital disangkal. Riwayat darah tinggi hamil
sebelumnya (+). Riwayat darah tinggi hamil ini (+). Riwayat darah tinggi sebelum
hamil (-). Riwayat pusing (-), pandangan kabur (-) mual muntah (-) nyeri ulu hati (-).

2
Pasien mengaku hamil kurang bulan dan gerakan janin masih dapat dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Kencing manis (–)
- Darah tinggi (–)
- Asma (–)
- Penyakit jantung (–)
- Alergi (–)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


- Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal.
- Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.

Riwayat Pengobatan:
- Tidak ada
- ANC teratur

Status Sosial Ekonomi & Gizi:


- Cukup.
- Merokok dan pemakaian obat-obat narkotik disangkal.

Status Reproduksi:
Menarche usia 14 tahun; siklus teratur, lama haid 5-7 hari setiap 28 hari;
HPHT 5 Januari 2019.

Status Pekawinan:
Telah menikah 1x selama 7 tahun

Riwayat Persalinan:
1. 2013, laki-laki, 2800 gram, cukup bulan, spontan, RS Bari, sehat
2. Hamil saat ini

3
2.3. PEMERIKSAAN FISIK (16 September 2019 pukul 23.05)
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8oC
BB : 60 kg
TB : 153 cm
BMI : 25,63 kg/m2

Status Lokalis
Kepala dan Leher
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (–/–), sklera ikterik (–/–)
Leher : JVP (5-2) cmH2O

Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri normal
Perkusi : Sonor di seluruh lapang dada
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, wheezing (–/–), ronkhi (–/–)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, HR 84x/menit, regular,
murmur (–), gallop (–)

4
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik

Ekstremitas
Akral dingin (–), edema pretibial (–/–)

Pemeriksaan Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (+), linea nigra
(+), luka bekas SC (-)
Palpasi : Ballotement eksterna (+)
Leopold I : TFU 4 jari bawah processus xiphoideus (28 cm), teraba
satu bagian besar, lunak
Leopold II : Kanan: teraba bagian-bagian kecil
Kiri: teraba tahanan keras berkelanjutan seperti papan
Leopold III : Teraba satu bagian besar, bulat, keras
Leopold IV : Bagian terbawah janin 4/5
Kesan : Abdomen cembung, tinggi fundus uteri 4 jari bawah
proceccus xypoideus (28 cm), memanjang, punggung
kiri, presentasi kepala, His 2x/10’/15”, DJJ = 132
x/menit, TBJ = 2325 gram.

Pemeriksaan Dalam
Inspekulo
Inspeksi:
Vulva : Hematoma (–), edema (–), varises (–), hiperemis (–)
Uretra : Hematoma (–), edema (–)
Inspekulo : Portio livide, OUE terbuka, flour (+), fluksus (+) cairan
tidak aktif, jernih, tidak berbau, lakmus (+) merah
menjadi biru, erosi (–), laserasi (–), polip (–)

5
Vaginal toucher
Konsistensi : lunak
Posisi portio : medial
Pendataran : 75%
Pembukaan : 2 cm
Ketuban :-
Bagian terendah : kepala
Penunjuk : sutura sagitalis lintang
Penurunan :HI

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.4.1. USG KONFIRMASI (16 September 2019 pukul 23.30 WIB)
- Tampak JTH preskep
- Biometri janin:
BPD : 8,22 cm AC : 29,14 cm EFW : 2250 gr
HC : 31,45 cm FL : 6,66 cm
HC/AC = 31,45/29,14 = 1,07
- Plasenta pada korpus anterior
- Cairan ketuban cukup  SDP: 3,55 cm
Kesan: Hamil 36 minggu dengan JTH preskep

2.5. DIAGNOSIS KERJA


G2P1A0 hamil 36 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini
6 jam + preeklampsia berat Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

2.6. TATALAKSANA
2.6.1. Terapi Non-Farmakologis
o Stabilisasi
o Observasi tanda vital, His, dan DJJ
o Rencana partus pervaginam
o Kateter urin menetap

6
2.6.2. Terapi Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/ menit
o MgSO4 40% sesuai protokol
o Nifedipine 10 mg/8 jam PO
o Ampicilin 1 g/ 6 jam IV

Follow up Laboratorium (16 September 2019 pukul 23.54 – Pre-operasi)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hematologi
Hb 12,1 g/dl 11,4-15,0 mg/dl
RBC 4,02 x 106/mm3 4,0-5,7 juta/m3
WBC 12,06 x 103/mm3 4,73-10,89 x 103/m3
Ht 35 % 35-45 %
PLT 292 x103/µL 189-436 x 103/m3
Diff. Count
 Basofil 0 0-1%
 Eosinofil 1 1-6%
 Netrofil 73 50-70%
 Limfosit 17 20-40%
 Monosit 9 2-8%
Imunoserologi
HBsAg Non reaktif Non reaktif: <1.00
Reaktif: ≥1.00
VDRL Non reaktif Non reaktif
Urinalisis
Urine Lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1,005 1,003 - 1,030
pH (urine rutin) 6,0 5-9
Protein Positif + Negatif
Ascorbic Acid Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif

7
Urobilinogen 1 EU/dL 0,1-1,8 EU/dL
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Negatif Negatif
Sedimen Urine:
- Epitel Negatif Negatif
- Leukosit 1-2/LPB 0-5/LPB
- Eritrosit 0-1/LPB 0-1/LPB
- Silinder Negatif Negatif
- Kristal Negatif Negatif
- Bakteri Negatif Negatif
- Mukus Negatif Negatif
- Jamur Negatif Negatif

2.7. PROGNOSIS
Prognosis ibu : Dubia ad bonam
Prognosis janin : Dubia ad bonam

2.8. FOLLOW UP
17 September 2019 pukul 02.00 WIB
S: mau melahirkan dengan anak kurang bulan dan darah tinggi serta keluar air-air.
O: Pemeriksaan fisik umum:
Sensorium : Compos mentis Nadi: 82 x/menit T: 36,6oC
Tekanan darah: 150/100 mmHg Pernafasan: 20 x/menit
Pemeriksaan fisik spesifik:
Pemeriksaan luar: abdomen cembung, tinggi fundus uteri 4 jari bawah
processus xypoideus (28 cm), memanjang, punggung kiri, presentasi kepala,
penurunan 3/5, his 2x/10’/20”, DJJ = 135 x/menit, TBJ = 2325 gram.
VT: portio lunak, posisi medial, pendataran 75%, pembukaan 2 cm, bagian
terbawah kepala, penurunan Hodge I-II, ketuban (-), jernih, bau (-), penunjuk
sutura sagitalis lintang
A : G2P1A0 hamil 36 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini 9
jam + PEB janin tunggal hidup presentasi kepala
P: Observasi tanda vital, His, dan DJJ
IVFD RL gtt XX/ menit
Induksi persalinan dengan drip oxytosin 10 IU dalam 500 cc RL gtt xx/ menit

8
Rencana partus pervaginam
Pindah VK

17 September 2019 pukul 06.00 WIB


S: mau melahirkan dengan anak kurang bulan dan darah tinggi serta keluar air-air.
O: Pemeriksaan fisik umum:
Sensorium : Compos mentis Nadi: 92 x/menit T: 36,5oC
Tekanan darah: 140/90 mmHg Pernafasan: 20 x/menit
Pemeriksaan fisik spesifik:
Pemeriksaan luar: abdomen cembung, tinggi fundus uteri 4 jari bawah
processus xypoideus (28 cm), memanjang, punggung kiri, presentasi kepala,
penurunan 3/5, his 2x/10’/25”, DJJ = 143 x/menit, TBJ = 2325 gram.
VT: portio lunak, posisi medial, pendataran 100%, pembukaan 2 cm, bagian
terbawah kepala, penurunan Hodge II, ketuban (-), jernih, bau (-), penunjuk
sutura sagitalis lintang
A : G2P1A0 hamil 36 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini 12
jam + PEB janin tunggal hidup presentasi kepala
P: Observasi tanda vital, His, dan DJJ
IVFD RL gtt XX/ menit
Induksi persalinan dengan drip oxytosin 5 IU dalam 500 cc RL gtt xx/ menit
Rencana partus pervaginam

17 September 2019 pukul 09.00 WIB


S: mau melahirkan dengan anak kurang bulan dan darah tinggi serta keluar air-air.
O: Pemeriksaan fisik umum:
Sensorium : Compos mentis Nadi: 86 x/menit T: 36,6oC
Tekanan darah: 140/90 mmHg Pernafasan: 20 x/menit
Pemeriksaan fisik spesifik:
Pemeriksaan luar: abdomen cembung, tinggi fundus uteri 4 jari bawah
processus xypoideus (28 cm), memanjang, punggung kiri, presentasi kepala,
penurunan 3/5, his 3x/10’/40”, DJJ = 140 x/menit, TBJ = 2325 gram.

9
VT: portio lunak, posisi medial, pendataran 100%, pembukaan 5 cm, bagian
terbawah kepala, penurunan Hodge III, ketuban (-), jernih, bau (-), penunjuk
UUK kiri depan
A : G2P1A0 hamil 36 minggu inpartu kala I fase aktif dengan ketuban pecah dini 15
jam + PEB janin tunggal hidup presentasi kepala
P: Observasi tanda vital, His, dan DJJ
Rencana partus pervaginam

17 September 2019 pukul 09.35 WIB


S: Mau melahirkan
O: Parturien tampak ingin meneran kuat dan pemeriksaan dalam didapatkan:
- Portio tidak teraba
- Pembukaan lengkap
- Terbawah kepala
- Hodge III +
- Ketuban (-)
- Penunjuk UUK kiri depan
A: G2P1A0 hamil 36 minggu inpartu kala II dengan ketuban pecah dini 15,5 jam +
PEB janin tunggal hidup presentasi kepala
P: Pimpin persalinan

17 Sepember 2019 pukul 09.45 WIB


Lahir neonatus hidup, jenis kelamin perempuan, BB: 2200 gram, PB: 45 cm, skor
APGAR 8/9. Dilakukan inisiasi menyusui dini.
Manajemen aktif kala III:
- Injeksi oksitosin 10 IU IM
- Peregangan tali pusat terkendali

17 September 2019 pukul 09.50 WIB


Plasenta lahir lengkap, berat: 350 gram, panjang tali pusat: 44 cm, ukuran 15x16 cm

10
17 September 2019 pukul 10.00 WIB
S: Habis melahirkan
O: Pemeriksaan fisik umum:
Sensorium : Compos mentis Nadi: 88 x/menit T: 36,7oC
Tekanan darah: 130/90 mmHg Pernafasan: 20 x/menit
Pemeriksaan fisik spesifik:
Pemeriksaan luar: tinggi fundus 2 jari di bawah umbilicus, kontraksi baik,
perdarahan aktif (–)
A : P2A0 post partum spontan preterm + PEB + Riwayat KPD 16 jam
P :- Observasi tanda vital, kontraksi, dan perdarahan
- Cefadroxil 2 x 500 mg PO
- Inj. Asam mefenamat 3 x 500 mg IV
- Neurodex 1x1 tab PO
- ASI on demand
- Edukasi pemberian ASI eksklusif dan perawatan metode kangguru
- Rencana pindah bangsal

Pemeriksaan Laboratorium 17 September 2019 pukul 11.00


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 11,4 g/dl 11,4-15,0 mg/dl
RBC 3,88 x 106/mm3 4,0-5,7 juta/m3
WBC 17,66 x 103/mm3 4,73-10,89 x 103/m3
Ht 33 % 35-45 %
PLT 267 x103/µL 189-436 x 103/m3

18 September 2019 pukul 06.00 WIB


S: Keluhan (-)
O: Pemeriksaan fisik umum:
Sensorium : Compos mentis Nadi: 82 x/menit T: 36,5oC
Tekanan darah: 120/80 mmHg Pernafasan: 20 x/menit

11
Pemeriksaan fisik spesifik:
Pemeriksaan luar: tinggi fundus 2 jari di bawah umbilicus, kontraksi baik,
perdarahan aktif (–), tampak lochia rubra.
A : P2A0 post partus spontan preterm dengan PEB + KPD 16 jam
P :- Observasi tanda vital, kontraksi, dan perdarahan
- IVFD RL gtt xx/ menit
- ASI on demand
- Mobilisasi bertahap

FOLLOW UP By. Ny. RY


17 September 2019 (Post Partum Spontan di VK RSMH)
S: Bayi perempuan lahir di VK secara spontan ditolong residen dari Ibu G2P1A0
hamil 36 minggu dengan JTH preskep. Bayi lahir langsung menangis (A/S
8/9). BBL 2200 gr, PBL 45 cm. Riwayat ibu dengan PEB (+). Riwayat KPD
(+) 16 jam, ketuban hijau (-), ketuban keruh (-), kental (-), bau (-).
O: Aktifitas : aktif Sens : Compos mentis SpO2 : 98%
Refleks hisap : kuat HR : 142x/m T° : 36,8°C
Refleks tangis : kuat RR : 56x/m
Anemis : -
Sianosis : -
Dyspneu : -
Ikterik : -
Kepala dan Leher : simetris, normosefali (LK : 32cm), deformitas (-),
hematom (-), napas cuping hidung (-), konjungtiva palpebra anemis (-),
sklera ikterik (-), sianosis (-), pembesaran KGB (-)
Thorax : Simetris kanan kiri, retraksi (-)
Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : datar, hematom (-), venektasi (-), bising usus (+) normal, lemas,
hepar lien tidak teraba, timpani (+) normal
Genitalia : dalam batas normal

12
Ekstremitas : simetris, deformitas (-), hematom (-), venektasi (-), edema (-),
akral hangat, CRT < 3 detik
A: N: Neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan + BBLR
I: P2A0 hamil 36 minggu dengan PEB dan KPD 16 jam
L: Spontan Pervaginam
A: Tidak asfiksia, tidak tersangka infeksi, tidak respiratory distress
P: Inj. Vitamin K 1 mg IM
ASI on demand
Cegah hipotermi dan hipoglikemia
Perawatan bayi lahir dan perawatan tali pusat
Rawat gabung dengan perawatan metode kangguru

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi
yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan kedokteran
fetomaternal FOGI di Semanrang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.1,2

2.2 Epidemiologi
Frekuensi dari terjadinya persalinan preterm diperkirakan sekitar 5% di
negara maju, dan 25% di negara berkembang. Akan tetapi, tingkat persalinan
preterm meningkat di berbagai lokasi, terutama karena peningkatan indikasi atas
persalinan preterm terhadap kehamilan multipel buatan. Persalinan preterm dapat
juga terbagi berdasarkan usia kehamilan: persalinan preterm pada usia kehamilan
20-27 minggu (extremly preterm), persalinan preterm pada usia kehamilan 28-32
minggu (very preterm),persalinan preterm pada usia kehamilan pada 33-36
minggu (preterm).3,4

2.3 Klasifikasi
Secara umum, persalinan preterm dibagi menjadi 4, yaitu:2
a. Sangat-sangat preterm: usia kehamilan kurang dari 28 minggu (5%)
b. Sangat preterm: usia kehamilan antara 28-31 minggu (15%)
c. Preterm sedang: usia kehamilan 32-33 minggu (20%)
d. Mendekati aterm: usia kehamilan 34-36 minggu (60-70%)1

14
2.4 Etiologipatogenesis dan Faktor Predisposisi
Persalinan preterm merupakan kelainan proses yang multifaktorial,
diantaranya dapat disebabkan oleh faktor maternal, janin, paternal, lingkungan,
dan genetik. Banyak kasus persalinan preterm sebagai akibat proses patogenik
yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadina kontraksi
Rahim dan perubahan serviks, yaitu:4,5
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun
janin, akibat stress pada ibu atau janin.
2. Inflamasi desidua korioamnion atau sistemik akibat infeksi ascenden dari
traktur genitourinaria atau infeksi sistemik.
Infeksi merupakan salah satu penyebab persalinan prematur.
Mikroorganisme ataupun produk yang dihasilkan dapat memicu inflamasi
pada cairan amnion dan korioamnion. Penelitian menunjukkan bahwa
25%-40% kasus persalinan prematur karena infeksi. Microbial invasion of the
amniotic cavity (MIAC) terdapat pada 12,8% wanita yang mengalami
persalinan prematur dengan selaput ketuban yang masih intak dan 32% pada
persalinan prematur dengan ketuban pecah dini. Mikroorganisme yang paling
sering ditemui di cairan amnion adalah mikoplasma dari daerah genitalia.4
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan uterus atau serviks2

15
Berikut beberapa kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya
persalinan preterm:1

Patogenesis persalinan prematur

16
2.5 Mekanisme Persalinan Preterm
Mekanisme persalinan preterm tidak berbeda dengan persalinan aterm,
yaitu kontraktilitas uterus, pematangan serviks, dan ruptur membran. Perbedaan
fundamental ialah bahwa proses aktivasi pada persalinan aterm merupakan
bagian dari aktivasi fisiologis, sedangkan pada persalinan preterm bersifat
patologis. Jalur lazim persalinan dapat dilihat berdasarkan anatomi, biokimia,
imunologi, endokrinologi, dan gejala klinis. Aktivasi komponen uterus dapat
bersifat sinkron dan asinkron. Aktivasi sinkron akan berujung pada persalinan
preterm spontan; sedangkan aktivasi asinkron menimbulkan fenotip yang
berbeda. Sebagai contoh aktivasi membran akan menyebabkan KPD preterm,
aktivasi serviks menyebabkan insufisiensi serviks, dan aktivasi miometrium
menyebabkan kontraksi uterus preterm.1,2
Kontraksi Miometrium
Persalinan terjadi akibat perubahan dramatis pola kontraktilitas uterus
yaitu dari kontraktur menjadi kontraksi. Hal ini dapat terjadi secara fisiologis
pada persalinan aterm atau diinduksi oleh kejadian patologis seperti infeksi atau
pembedahan intraabdominal. Kontraksi timbul akibat peningkatan komunikasi
antar sel yaitu melalui pembentukan gap junction, koneksin-43 pada miometrium.
Selain itu, hormon estrogen, progesteron, dan prostaglandin berperan serta dalam
pengaturan pembentukan gap junction dan ekspresi koneksin-43.1,2
Remodelling Serviks
Perubahan serviks meliputi pelunakan, pematangan, dilatasi, dan
perbaikan setelah melahirkan. Remodelling serviks selama kehamilan dan
persalinan sangat bergantung pada pengaturan komponen matriks ekstraseluler.
Pelunakan serviks sudah dimulai sejak awal kehamilan. Kekuatan regang dari
serviks yang lunak diatur oleh peningkatan sintesis kolagen dan pertumbuhan
serviks. Pematangan serviks ditandai dengan penurunan konsentrasi kolagen dan
dispersi fibril kolagen (glikosaminoglikan seperti dekorin dan hialuronan).
Dilatasi serviks merupakan fenomena inflamasi di mana terjadi influks makrofag
dan neutrofil serta degradasi matriks. Kemokin seperti IL-8 dan S100A9 menarik
sel inflamasi, sehingga berujung pada pelepasan sitokin pro-inflamasi seperti IL-
1β dan TNF-α. Sitokin ini akan mengaktivasi nuclear factor (NF)-kB, sehingga

17
memblok reseptor progesteron. Efek dari pemberian antiprogestin pada
pematangan serviks tidak selalu diikuti dengan aktivasi miometrium. Hal ini
mengindikasikan bahwa serviks merupakan target kerja dari progesterone.1,2
Aktivasi Membran/Desidua
Aktivasi membran atau desidua memiliki pengertian kejadian anatomi
dan biokimia yang menyebabkan pelepasan bagian bawah membran
amniokorionik janin dari desidua segmen uterus bawah, sehingga menyebabkan
ruptur membran dan lahir plasenta. Selama hamil, membran korioamnionik
bersatu dengan desidua. Degradasi fibronektin, apoptosis epitel, dan inflamasi
lokal menyebabkan kejadian KPD yang berujung pada persalinan.1
Aktivasi matriks metaloproteinase dan protease lain berperan dalam
proses ruptur membran dan persalinan dengan membran utuh. Pada persalinan
preterm dengan KPD terjadi peningkatan MMP-1 (kolagenase interstitial), MMP-
8 (kolagenase neutrofil), MMP-9 (gelatinase-B), dan elastase neutrofil di cairan
amnion.1
Prostaglandin sebagai Aktivator Kunci Jalur Persalinan
Prostaglandin dianggap sebagai kunci persalinan karena dapat
menginduksi kontraktilitas miometrium, perubahan metabolisme matriks
ekstraseluler terkait pematangan serviks, dan aktivasi desidua atau membran.
Peran prostaglandin selama kehamilan terdiri dari:9
1. Pemberian prostaglandin dapat menginduksi terminasi kehamilan pada awal
ataupun akhir masa kehamilan
2. Indometasin atau aspirin dapat menghambat awitan persalinan spontan
3. Konsentrasi prostaglandin di plasma dan cairan amnion meningkat selama
persalinan
4. Injeksi asam arakidonat intraamnion akan menginduksi abortus
5. Konsentrasi prostaglandin cairan amnion meningkat sebelum mulai
persalinan spontan pada kehamilan aterm
6. Ekspresi reseptor prostaglandin miometrium meningkat pada persalinan
7. Persalinan berkaitan dengan peningkatan ekspresi COX-2 dari mRNA dan
peningkatan aktivitas enzim di cairan amnion.1

18
Prostaglandin mengaktivasi persalinan dengan cara meningkatkan
kontraksi uterus melalui peningkatan influks kalsium transmembran dan
sarkoplasma serta melalui peningkatan transkripsi reseptor oksitosin, koneksin-
43 (gap junction), dan reseptor prostaglandin EP1 hingga EP4 dan plasma janin
(FP). Selain itu, prostaglandin menginduksi sintesis MMP oleh sel dan membran
janin pada serviks uterus dan PGE2. PGF2α meningkatkan rasio ekspresi reseptor
progesteron (PR-A/PR-B).1 Diagram berbagai mekanisme yang mengakibatkan
terjadinya PROM atau PPROM.2,9

19
2.6 Diagnosis
Diagnosis persalinan prematur didasarkan pada pemeriksaan klinis dari
kontraksi uterus dan perubahan seviks. Keadaan yang lebih sulit adalah ketika
pasien mengalami kontraksi yang regular tetapi dengan dilatasi serviks yang
minimal. Bila pasien dengan usia kehamilan di bawah 37 minggu, kontraksi
uterus yang regular dengan dilatasi serviks 3 cm dan penipisan 80%,
dipertimbangkan mengalami persalinan prematur tanpa menunggu perubahan
serviks.2,6
Menurut Prawirohardjo (2011), sering terjadi kesulitan dalam
menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur. Tidak jarang kontraksi yang
timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman proses persalinan.
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan prematur,
yaitu:7
 Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit
 adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
 perdarahan bercak
 perasaan menekan pada daerah serviks
 pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
dan penipisan 50-80%
 presentasi janin rendah sampai mencapai spina isiadika
 selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
prematur
 terjadi pada usia kehamilan 22-36 minggu

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan


prematur, yaitu sebagai berikut:2,8
1. Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya
ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan prematur.

20
2. Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah
jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7
mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml).
3. Indikator biokimia
 Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,
serviks, dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antar korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih,
kadar fibronektin janin 50ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko
persalianan prematur.7
 Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau
pada trimester 2 merupakan indikator kuat untyk terjadinya persalinan
premature.
 Sitokin inflamasi: seperti IL 1B, IL-6, IL-8 dan TNF a telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
 Isoferin pasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebanyak 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama
kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8±53 U/ml.
Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan
prematur.
 Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitive untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti
menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian
penyulit kehamilan, termasuk persalinan prematur.

2.7 Dampak Persalinan Preterm


Permasalahan pada persalinan prematur bukan saja pada kematian
perinatal, melainkan bayi prematur sering disertai kelainan, baik kelainan jangka
pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi
adalah: RDS (Respiratory Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular,

21
NEC (Necrotizing Entero Cilitis), displasi bronko-pulmoner, sepsis, dan paten
duktus arteriosus.9
Adapun kelainan jangka panjang sering berupa serebral palsi, retinopati,
retardasi mental, juga dapat berupa disfungsi neurobehavioral dan prestasi
sekolah yang kurang baik. Bayi yang lahir sebelum 32 minggu memiliki risiko
yang sangat besar akan kematian dan kesehatan yang buruk di masa
kehidupannya, begitu juga dengan bayi yang lahir di antara 32 sampai 36 minggu
masih tetap memiliki masalah kesehatan dan perkembangan dibandingkan bayi
yang dilahirkan cukup bulan (Institute of Medicine, 2006). Komplikasi pada
persalinan prematur terjadi karena sistem organ yang masih imatur yang masih
belum siap untuk mendukung kehidupan di lingkungan ekstrauterin. Inflamasi
dan pengeluaran sitokin yang mencetuskan parsalinan prematur diduga sebagai
patogenesis chronic lung disease, NEC (Necrotizing Entero Cilitis), ROP
(Rethinopathy of Prematurity), dan kerusakan pada brain white matter.2,9

2.8 Pencegahan Persalinan Preterm


Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain:
 Hindari kehamilan ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
 Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
 Menggunakan kesempatan periksa kehamilan dan memperoleh ANC yang
baik
 Anjuran tidak merokok maupun menggunakan narkotika
 Hindari kerja berat dan cukup istirahat
 Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
 Kenali dan obati infeksi genitalia
 Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.2

22
2.9 Tatalaksana
Tujuan utama pengelolaan persalinan prematur adalah sebagai berikut:2,10
a. Menghambat atau mengurangi kekuatan dan kontraksi uterus untuk menunda
proses persalinan.
b. Untuk meningkatkan kualitas janin sebelum dilahirkan
c. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal (Goldenberg, 2002)
Prinsip pengelolaan persalinan prematur bergantung pada:11
a. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana
selaput ketuban sudah pecah.
b. Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai
4 cm.
c. Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan
makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila
TBJ > 2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
d. Penyebab/komplikasi persalinan premature
e. Kemampuan neonatal intensive care facilities
Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang masih
intak dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka pengelolaannya
adalah konservatif, yang meliputi:12
a. Menunda persalinan prematur dengan tirah baring dan pemberian obat-obat
tokolitik.
b. Memberikan obat-obat untuk pematangan paru janin.
c. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko infeksi perinatal.
d. Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma yang
minimal.
e. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi
premature

Pengelolaan persalinan prematur dapat mencakup:


1. Tirah Baring
Tirah baring adalah salah satu intervensi yang digunakan sebagai pencegahan
atau pengobatan pada persalinan prematur yang mengancam.

23
2. Hidrasi/Sedasi
Alasan diberikannya hidrasi adalah karena wanita dengan risiko persalinan
prematur memiliki volume plasma di bawah normal. Namun, pemberian
hidrasi ataupun sedasi masih belum memilki data yang mendukung. Hidrasi
ataupun sedasi belum memperlihatkan efek menurunkan kejadian persalinan
prematur.
3. Tokolisis
Pemberian tokolisis untuk menghambat persalinan masih belum efektif.
Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai
kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolisis dalam pengelolaan persalinan prematur adalah:
 Mencegah mortalitas dan morbiditas bayi prematur
 Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin
 Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih
lengap
Beberapa jenis obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah:
a. Obat β-mimetik
Ada tiga reseptor β mimetik di tubuh manusia. β1 di jantung, usus halas,
dan jaringan adiposit, β2 di uterus, β3 di jaringan lemak coklat. Stimulasi
di reseptor β2 menyebabkan relaksasi otot polos uterus. Contoh obat β2
selektif adalah ritrodin dan terbutalin.
b. Sulfas magnesikus
Sulfas magnesikus belum efektif dalam menghentikan persalinan
prematur. Kontraindikasi absolut dalam pemberian sulfas magnesikus
adalah miastenia gravis dan blokade jantung. Kontraindikasi relatif adalah
penyakit ginjal dan infark miokardial. Walaupun terdapat efek samping
pada ibu dan janin, sulfas magnesikus masih kurang berbahaya
dibandingkan obat β-mimetik. Oleh karena itu, banyak tim medis yang
menggunakan obat ini sebagai obat tokolisis utama.

24
c. Prostaglandin Synthetase Inhibitors
Contoh obatnya adalah indometasin. Namun, penggunaan ini tidak
bnayak dilakukan karena efek samping pada ibu dan janin.
d. Calcium Channel Blockers
Calcium Channel Blockers adalah obat untuk mengurangi masuknya
kalsium sehingga dapat mengontrol kontraktilitas otot dan aktivitas
pacemaker di jantung dan jaringan uterus. Obat yang digunakan adalah
nifedipin. Nifedipin dilaporkan dapat memperpanjang usia kehamilan
dibandingkan ritrodin atau plasebo. Nifedipin juga sama efektifnya
dengan sulfas magnesikus dalam menunda persalinan. Kontraindikasi
dalam menggunakan Nifedipin adalah hipotensi, gagal jantung, dan
stenosis aorta. Efek samping pada ibu dalam penggunaan Nifedipin
adalah sebagai hasil vasodilatasi pembuluh darah yaitu sakit kepala dan
edema perifer. Efek samping untuk janin masih perlu diteliti lebih lanjut.
Penggunaan Nifedipin sebagai tokolisis yang lebih baik daripada sulfas
magnesikus masih memilki bukti yang sedikit. Dosis nifedipin 10 mg/
oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang.
Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi berulang.
4. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan kejadian Respiratory
Distress Syndrome (RDS) sehingga dapat menurunkan morbiditas perinatal
pada nonatus yang lahir sebelum usia 34 minggu. Efek ini diperolah hanya
pada persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam setelah pemberian dosis
pertama dan sebelum 7 hari. Ibu hamil yang berada pada usia kehamilan
antara 23 dan 34 minggu yang berisiko mengalami persalinan prematur
sebaiknya diberikan kortikosteroid. Pada pasien yang megalami ketuban
pecah dini, kortikosteroid direkomendasikan untuk diberi pada kehamilan 30-
32 minggu.2
Kortikosterid yang paling sering digunakan adalah:
 Betametason : 2 x 12 mg intramuskular dengan jarak pemberian 12 jam
 Deksametason : 4 x 6 mg intravena dengan jarak pemberian 6 jam

25
Betametason dilaporkan lebih efektif dalam menurunkan perdarahan
intraventrikular dibandingkan dengan deksametason.
5. Antibiotika
Antibiotika diberikan hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti ketuban pecah dini. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan adalah eritromisin 3 x 500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama tiga hari atau
antibiotka lain klinsdamisin.Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf
karena risiko NEC.2
6. Cara persalinan
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti:
apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau perabdominal
terutama pada berat janinyang sangat rendah dan preterm sungsang,
pemakaian forsep untuk melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya
dilakukan episiotomy profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio
sesaria dilakukan hanya atas indikasi obsetrik. Pada kehamilan sungsang 30-
34 minggu, seksio sesaria dapat dipertimbangkan. Setelah kehamilan 34
minggu, persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama
dengan kehamilan aterm.2
7. Perawatan neonatus
Diperhatikan keadaan umum bayi, biometri, kemampuan bernafas, kelainan
fisik, kemampuan menghisap. Gunakan metode kangguru untuk menghindari
hipotermi. ASI diberikan lebih sering, bila tidak memungkinkan bisa
diberikan menggunakan sonde atau infus.2

26
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang wanita berusia 27 tahun yang mengaku hamil kurang bulan dan
gerakan janin masih dirasakan datang ke IGD RSMH pada tanggal 17 September
2019 pukul 06.00 dengan keluhan keluar air-air jernih dari kemaluan yang tidak
berbau sebanyak ± 3x ganti celana dalam sejak ± 6 jam yang lalu. Air-air jernih yang
keluar dari kemaluan wanita yang sedang hamil paling sering merupakan air ketuban.
Untuk memastikan apakah cairan ini memang air ketuban maka perlu dilakukan
pemeriksaan inspekulo. Pada pemeriksaan inspekulo tidak didapatkan adanya cairan
yang keluar melalui OUE. Untuk lebih memastikannya, maka dilakukan tes nitrasin
dengan menempelkan kertas lakmus pada portio servix, dan didapatkan perubahan
warna lakmus dari merah menjadi biru. Dengan demikian dapat dibenarkan bahwa
air yang keluar dari kemaluan pasien adalah cairan ketuban. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi ketuban pecah dini pada pasien ini karena ketuban telah pecah
sebelum memasuki kala I fase aktif persalinan.
Pasien juga mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang yang dirasa
makin kuat namun frekuensinya masih jarang. Perut mulas yang menjalar ke
pinggang pada ibu hamil sering kali merupakan his. His terjadi akibat kontraksi dari
rahim. Kontraksi rahim sebenarnya sudah ada sejak awal kehamilan, namun tidak
teratur dan intensitasnya tidak kuat. Menjelang persalinan, akan muncul his true
labor. His true labor bersifat progresif, memiliki interval yang teratur yang semakin
lama akan semakin pendek, intensitas semakin kuat. Kontraksi dirasakan mulai dari
daerah fundus uteri yang meluas ke uterus, kepinggang dan seluruh perut, bertambah
sakit jika berjalan dan tidak berkurang jika diberi sedativ ringan. Dari pemeriksaan
his yang dilakukan pada pasien ini didapatkan 2x his dalam 10 menit dengan durasi ±
15 detik. Pada pemeriksaan vaginal tuse telah didapatkan pendataran servix 75% dan
pembukaan OUE 2 cm. Dengan adanya his yang mulai teratur, pendataran servix,
dan pembukaan OUE artinya pasien telah memasuki masa inpartu kala I fase laten.
His berulang dengan intensitas kuat ini dapat menjadi salah satu penyebab pecahnya
ketuban sebelum persalinan.

27
Riwayat demam, sakit gigi, sakit kulit, dan infeksi lainnya selama kehamilan
disangkal. Riwayat ini ditanyakan untuk menyingkirkan infeksi sistemik maternal
sebagai faktor risiko persalinan preterm. Salah satu teori yang menjelaskan
patofisiologi terjadinya persalinan preterm adalah teori peningkatan prostaglandin.
Pada saat seorang wanita hamil mengalami infeksi, maka berbagai mediator
inflamasi dalam tubuhnya akan meningkat sehingga terjadi suatu kondisi stress
dalam tubuhnya. Plasenta fetus sangat responsif terhadap stress maternal. Dalam
kondisi ini, plasenta fetus akan meningkatkan produksi Corticotropin-releasing
hormon (CRH) yang kemudian akan menstimulasi pembentukan enzim prostaglandin
sintatase (PGSH). Enzim inilah yang akan memediasi pembentukan prostaglandin
oleh sel-sel desidua. Enzim penekan aktivasi prostaglandin yaitu PGDH akan ditekan
kerjanya oleh CRH sehingga berbagai prostaglandin yang telah dibentuk akan
dengan cepat diubah kedalam bentuk aktifnya. Bentuk prostaglandin aktif inilah yang
kemudian akan menyebabkan peningkatan kontraksi uterus dan pendataran servix
yang pada akhirnya akan menginisiasi terjadinya persalinan.
Pasien ini memiliki riwayat keputihan selama kehamilannya dan tidak pernah
diobati. Dikonfirmasi dengan pemeriksaan inspekulo didapatkan flour (+). Keputihan
merupakan salah satu tanda infeksi genitalia, sehingga pasien ini dicurigai
mengalami infeksi saluran genitalia. Infeksi genitalia pada wanita hamil merupakan
keadaan yang berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya ascending infection
ke korion dan amnion fetus. Infeksi di dalam kantung amnion juga dapat
meningkatkan produksi prostaglandin baik oleh sel-sel desidua ataupun oleh
makrofag desidua. Selain prostaglandin, sitokin proinflamasi lain yang dihasilkan
oleh leukosit seperti TNF-a, IL-1, dan IL-6 juga dapat menstimulasi terjadinya
peningkatan kontraksi uterus dan kolagenolitik pada servix sehingga akan terjadi
juga pendataran servix. Prostaglandin E2 selain meningkatkan iritabilitas uterus, juga
dapat mengurangi sintesa kolagen membran janin, dan meningkatkan produksi
MMP-1 dan MMP-3 sehingga selaput ketuban rentan pecah. Sekresi platelet-
activating factor-acetylhydrolase oleh makrofag desidua juga berperan dalam
patogenesis ketuban pecah dini dan persalinan prematur. Sekresi ini terjadi dengan
prevalensi yang tinggi pada ibu hamil perokok first dan second hand. Pasien dan

28
suami pasien pada kasus ini menyangkal merokok sehingga rokok tidak termasuk
sebagai salah satu risiko persalinan prematur pada kasus ini.
Riwayat terjatuh, perut diurut-urut, dan minum jamu-jamuan atau obat-obatan
tertentu disangkal. Semua ini ditanyakan untuk menyingkirkan faktor-faktor risiko
yang dapat meningkatkan kontraksi rahim dan menyebabkan pecahnya ketuban
sebelum persalinan. Namun, pasien memiliki riwayat darah tinggi selama kehamilan
ini. Riwayat darah tinggi pada kehamilan sebelumnya juga dibenarkan. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa riwayat darah tinggi pada kehamilan
sebelumnya dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan
berikutnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien adalah 170/110
mmHg tanpa adanya keluhan sakit kepala, pandangan kabur, mual muntah, ataupun
nyeri ulu hati. Dengan demikian pasien mengalami preeklampsia berat. Preeklampsia
juga merupakan salah satu faktor risiko dari persalinan preterm dengan patofisiologi
sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tekanan darah tinggi akan
menyebabkan penurunan supplay darah maternal menuju plasenta fetus. Jika keadaan
ini berlangsung lama, maka sel-sel desidua akan mengalami stress dan apoptosis.
Reaksi inflamasi intraamniotic kemudian dapat terjadi dan hal ini juga dapat
menginisiasi terjadinya persalinan dini. Seringkali, walaupun belum ada tanda-tanda
inpartu pada wanita yang hamil dengan PEB, lebih lagi impending eklampsia,
penolong persalinan seringkali cenderung untuk mengakhiri kehamilan walaupun
usia kehamilan masih preterm. Jadi persalinan prematur pada kehamilan dengan PEB
tidak semata-mata disebabkan karena memang tekanan darah tinggi ini yang
menginisiasi persalinan seperti patofisiologi yang telah dijelaskan, tetapi juga dapat
terjadi karena keputusan penolong persalinan untuk menyelamatkan ibu dari
komplikasi preeklampsia berat lebih lanjut jika kehamilan tetap dipertahankan.
Selain dari pengakuan pasien bahwa usia kehamilannya masih kurang bulan,
berdasarkan perhitungan HPHT, usia kehamilan pasien ini memang masih preterm
yaitu 34 minggu. Sedangkan dari pemeriksaan luar (abdomen) didapatkan tinggi
fundus uteri adalah 4 jbpx atau 28 cm sesuai dengan usia kehamilan 34-36 minggu,
dan berdasarkan USG konfirmasi usia kehamilan pasien ini adalah 36 minggu
dengan cairan ketuban cukup. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan bagian
terbawah janin adalah kepala dan sudah masuk pintu atas panggul 4/5. Konfirmasi

29
dengan vaginal tuse didapatkan kepala sudah berada di bidang Hodge I. Selain itu,
didapatkan juga kosistensi portio lunak, posisi OUE medial, pendataran 75%, dan
pembukaan 2 cm, maka didapatkan skor bishop 7 yang artinya persalinan secara
pervaginam sudah bisa dilakukan dengan induksi.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan USG yang dilakukan pada awal
pasien datang, maka pasien ini didiagnosis dengan G2P1A0 hamil 36 minggu inpartu
kala I fase laten dengan ketuban pecah dini 6 jam + PEB JTH preskep. Dilakukan
stabilisasi dan observasi tanda-tanda vitas, his, dan DJJ. Pasien diberikan antibiotik
profilaksis yaitu Ampicillin 1 g untuk mencegah infeksi maternal dan fetal karena
telah terjadi ketuban pecah dini selama 6 jam. Pemberian antibiotik ini hanya sekali
dan kemudian di stop setelah hasil lab darah menunjukkan tidak ada peningkatan
yang signifikan dari leukosit. Pasien juga diberikan nifedipine 10 mg tiap 8 jam per
oral sebagai antihipertensi yang aman untuk ibu hamil. Preeklampsia berat
ditatalaksana dengan pemberian 4 g MgSO4 40% bolus IV dan dipertahankan
dengan 6 g MgSO4 40% dalam 500 cc RL habis dalam 6 jam selama 24 jam untuk
mencegah terjadinya eklampsia. Monitoring terhadap TTV, refleks tendon, dan
produksi urin dilakukan selama pemberian MgSO4 sehingga pasien juga dipasang
kateter urin. Pasien ini direncanakan untuk partus pervaginam karena skor bishop
sudah > 5 dan tidak ada indikasi untuk partus perabdominam.
Akselerasi persalinan diputuskan pada kasus ini karena ibu menderita
preeklampsia berat dan telah terjadi pecah ketuban selama ± 6 jam. Jika tidak segera
dilakukan persalinan, maka risiko terjadinya eklampsia dan infeksi amnion akan
meningkat. Sehingga pada pukul 02.00 saat pendataran servix 75%, pembukaan 2 cm
(skor bishop 7), dan penurunan H I-II, dilakukan induksi persalinan dengan drip
oxytocin 10 IU dalam 500 cc RL gtt xx/menit, kemudian pasien dipindahkan ke
kamar bersalin untuk kemudian di follow up kemajuan persalinannya. Pukul 09.00
pendataran servix sudah 100%, pembukaan sudah 5 cm, dan penurunan sudah di H
III, follow up dilanjutkan dengan partograf. Pukul 09.45 lahir neonatus hidup jenis
kelamin perempuan, BB: 2200 gram, PB: 45 cm, skor APGAR 8/9, selanjutnya
dilakukan manajemen aktif kala III dengan injeksi oxcytocin 10 IU IM dan
peregangan tali pusat terkendali, plasenta lahir lengkap.

30
Pukul 09.35 pembukaan telah lengkap dan dipimpin persalinan. Pukul 09.45
lahir neonatus hidup, jenis kelamin perempuan, BB 2200 gram, PB 45 cm, APGAR
8/9, ketuban jernih. Berdasarkan kurva Lubchenco berat badan lahir bayi sesuai masa
kehamilan karena berada pada p10-p90. Panjang badan lahir bayi yaitu 45 cm,
berdasarkan rumus De Haas bayi dengan panjang badan 45 cm sesuai dengan usia
kehamilan 9 bulan atau 36 minggu. Lingkar kepala 32 cm juga sesuai dengan usia
kehamilan 36 minggu berdasarkan kurva Lubchenco. Bayi langsung menangis
dengan APGAR skor 8/9 menunjukkan bahwa bayi tidak mengalami distress napas.
Aktifitas bayi aktif, refleks hisap, dan refleks tangis kuat, serta tidak ada sangkaan
infeksi, maka bayi dirawat gabung dengan ibu. Dilakukan edukasi kepada ibu tentang
pemberian ASI eksklusif dan keutamaannya untuk bayi prematur. Ibu juga diedukasi
untuk mencegah bayinya hipotermi dengan perawatan metode kangguru.
Tatalaksana yang diberikan pada ibu setelah selesai persalinan antara lain
mengobservasi tanda vital, kontraksi, dan perdarahan, serta follow up hasil lab darah.
Pada pasien ini setelah 1 jam post partum didapatkan tanda vital dalam batas normal,
kontraksi uterus baik, dan perdarahan aktif tidak ada. Hasil lab darah menunjukkan
peningkatan dari leukosit. Pasien diberikan antibiotik cefadroxil 2 x 500 mg PO
untuk mencegah infeksi pasca salin, serta injeksi asam mefenamat 3 x 500 mg IV dan
neurodex 1 x 1 tab PO untuk mengurangi rasa sakit pasca salin.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Raymond Surya, Sri Pudyastuti. Persalinan Preterm. CDK, (2019). 28-32.


2. prawirohardjo, s. persalinan preterm. jakarta: Pt Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. (2009).667-676.
3. Robert L. Goldenberg, M. The Management of Preterm Labor. Elsevier
Science Inc., (2002). 1020-1037.
4. Murphy DJ. Epidemiology and environmental factors in preterm labour. Best
Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2007;21(5):773–89.
5. Kumari A, Saini V, Jain PK, Gupta M. Prediction of delivery in women with
threatening preterm labour using phosphorylated insulin-like growth factor
binding protein-1 and cervical length using transvaginal ultrasound. J Clin
Diagn Res JCDR. 2017;11(9):QC01-QC04.
6. Preterm labour and birth | Guidance and guidelines | NICE [Internet]. [cited
2018 Feb 16]. Available from: https://www.nice.org.uk/guidance/qs135
7. Deshpande SN, van Asselt ADI, Tomini F, Armstrong N, Allen A, Noake C,
et al. Rapid fetal fibronectin testing to predict preterm birth in women with
symptoms of premature labour: A systematic review and cost analysis. Health
Technol Assess Winch Engl. 2013;17(40):1–138.
8. Sungkar A, Fattah ANA, Surya R, Santoso BI, Zalud I. High preterm birth at
Cipto Mangunkusumo Hospital as a national referral hospital in Indonesia.
Med J Indones. 2017;26(3):198–203.
9. Yoshida M, Sagawa N, Itoh H, Yura S, Takemura M, Wada Y, et al.
Prostaglandin F(2alpha), cytokines and cyclic mechanical stretch augment
matrix metalloproteinase-1 secretion from cultured human uterine cervical
fibroblast cells. Mol Hum Reprod. 2002;8(7):681–7.
10. Ganchimeg T, Ota E, Morisaki N, Laopaiboon M, Lumbiganon P, Zhang J, et
al. Pregnancy and childbirth outcomes among adolescent mothers: A World
Health Organization multicountry study. BJOG Int J Obstet Gynaecol.
2014;121(Suppl 1):40–8.

32
11. Preterm (premature) labor and birth: Resource overview - ACOG [Internet].
Available from: https://www.acog.org/Womens-Health/Preterm- Premature-
Labor-and-Birth. Diakses 23 September 2019
12. Blencowe H, Cousens S, Oestergaard MZ, Chou D, Moller AB, Narwal R, et
al. National, regional, and worldwide estimates of preterm birth rates in the
year 2010 with time trends since 1990 for selected countries: A systematic
analysis and implications. Lancet Lond Engl. 2012;379(9832):2162–72.

33

Anda mungkin juga menyukai