Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PANCASILA

“SILA KELIMA – KEADILAN SOSIALBAGI SELURUH RAKYAT

INDONESIA”

Disusun Oleh :
Eko Mardianto (193110184)

Ferda Mahdalena Tihang (193110158)

I Wayan Sudiarta (193110153)

Prana Karisma Putri (193110174)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNVERSITAS TULANG BAWANG

LAMPUNG

2019
Pengertian Keadilan Keadilan

Menurut Noor Ms Bakry Istilah keadilan berasal dari pokok kata adil,
yang berarti memperlakukan dan memberikan sebagai rasa wajib sesuatu hal yang
telah menjadi haknya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun
terhadap Tuhan. Adil dalam sila Keadilan sosial ini adalah khusus dalam artian
adil terhadap sesama yang dijiwai oleh adil terhadap diri sendiri serta adil
terhadap Tuhan. Keadilan dalam sila kelima ini diartikan sifat-sifat dan keadaan
yang sesuai dengan hakikat adil untuk mengakui hak sesama.

Keadilan adalah suatu keadaan dimana seseorang menerima perlakuan


yang sesuai dengan Haknya dan sesuai dengan Harkat dan martabatnya sehingga
tampak sama derajadnya dimata orang lain.

Keadilan dilindungi Undang-Undang untuk kebaikan bersama. Tidak pilih


kasih dan pandangan siapapun, setiap orang diperlakukan sesuai hak dan
kewajibannya.

Dalam Pancasila sila ke-5 berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” yang artinya seluruh warga Indonesia berhak mendapatkan keadilan
yang merata.

Pengertian Keadilan Sosial

Keadilan social adalah keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala


bidang kehidupan, baik materil maupun spiritual. Hal ini berarti keadilan itu tidak
hanya berlaku bagi orang kaya saja, tetap diberlaku pula bagi orang miskin, bukan
hanya untuk para pejabat, tetapi untuk rakyat biasa pula, dengan kata lain seluruh
rakyat Indonesia baik yang berada di wilayah kekuasaan Republik Indonesia
maupun bagi Warga Negara Indonesia yang berada di negara lain

Sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung
sebelasmakna, yaitu:

2
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.

2. Bersikap adil.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak-hak orang lain.

5. Suka memberipertolongan kepada orang lain.

6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak bergaya hidup mewah.

8. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

9. Suka bekerja keras.

10. Menghargai hasil karya orang lain.

11. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkead

Nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Menurut Darmodihardjo (1979), ‘Keadilan Sosial’ berarti keadilan yang


berlaku dalam masyarakat di bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual,
sedangkan ‘seluruh rakyat Indonesia’ berarti setiap orang yang menjadi rakyat
Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun
warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi, ‘keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia’ berarti bahwa setiap orang Indonesia berhak mendapat
perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Sila Keadilan Sosial ini merupakan tujuan dari empat sila yang mendahuluinya
dan merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya
ialah tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
(Darmodihardjo 1979).

3
Ada tiga prinsip keadilan sosial yang dikemukakan oleh Suryawasita
(1989), yaitu keadilan atas dasar hak, keadilan atas dasar jasa, dan keadilan atas
dasar kebutuhan. Keadilan atas dasar hak adalah keadilan yang diperhitungkan
berdasarkan hak untuk diterima oleh seseorang. Keadilan atas dasar jasa adalah
keadilan yang diperhitungkan berdasarkan seberapa besar jasa yang telah
seseorang berikan. Sedangkan keadilan atas dasar kebutuhan adalah keadilan yang
diperhitungkan berdasarkan yang seseorang butuhkan.

Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab , Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan.

Dalam sila ke – 5 tersebut terkandung nilai- nilai yang merupakan tujuan


Negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka dalam sila ke – 5 tersebut
terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (
kehidupan sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan
manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia
dengan manusia lain , manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta
hubungan manusia dengan Tuhannya

1) Keadilan Distributif

Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal


yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak
sama. Keadilan distributif sendiri yaitu suatu hubungan keadilan antara negara
terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi
serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasrkan atas hak dan kewajiban.

2) Keadilan Legal (Keadilan Bertaat)

Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan
dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk

4
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil
setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya.
Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan untuk yang lainnya disebut
keadilan legal.

3) Keadilan Komulatif

Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya
secara timbal balik. Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban
masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini
merupakan asan pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang
bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan
menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus


diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara
yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh
warganya dan wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-
nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama
bangsa di dunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam
suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip
kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup
bersama (keadilan bersama).

Realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Jika berbicara mengenai keadilan sosial, dimensi yang menonjol adalah


dimensi structural atau “kesenjangan antara kelompok yang memperoleh banyak
dan ada yang sedikit.” Berkaitan dengan hal ini, upaya pencapaian keadilan sering
kali dikaitkan dengan pengurangan kesenjangan (Sujatmiko, 2006). Jika demikian,
realitas di Indonesia yang menunjukkan lebarnya jurang kesenjangan sosial yang

5
mengantarai kaum elite dan kaum yang termarjinalkan telah mengindikasikan
adanya masalah ketidakadilan sosial di Indonesia.

Salah satu contoh konkret adalah kasus ketidakadilan yang terjadi di bumi
Papua. Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang dilakukan LIPI pada 2008,
wacana pembangunan dalam perspektif rakyat Papua dimaknai sebagai upaya
negara dalam melakukan marjinalisasi rakyat Papua dan mengenalkan sistem
kapitalisme yang bermuara pada eksploitasi sumber alam di Tanah Papua. Selain
itu, mereka yang relatif lebih diuntungkan dari pembangunan di Tanah Papua
adalah warga pendatang (Widjojo, dkk., 2009).

Ketidakadilan sosial yang dirasakan oleh para penduduk asli Papua ini
secara jelas dinyatakan oleh mantan Ketua DPRD Papua (1974-1977) dan Wakil
Gubernur (1977-1982) Ellyas Paprindey. Menurutnya, perasaan tidak puas,
ketidakadilan bagi rakyat Papua dalam pembangunan—khususnya untuk
meningkatkan kesejahteraan—mengakibatkan munculnya tuntutan kemerdekaan
oleh masyarakat Papua (Maniagasi, 2001). Hal ini juga didukung oleh hasil studi
dan penelitian yang dilakukan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan
Kemitraan Masyarakat Sipil Indonesia (YAPPIKA) yang menyatakan bahwa para
penduduk Papua merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah dan aparat
keamanan yang dianggap lebih berpihak kepada kaum pemilik modal yang
merupakan masyarakat pendatang dibandingkan dengan penduduk asli Papua.
Alat-alat produksi juga dikuasai kaum pendatang, sehingga penduduk lokal sangat
tergantung kepada mereka. Selain itu, masyarakat lokal juga sulit mencapai akses
ke pasar, sehingga membatasi pengembangan produk pertanian dan pengolahan
hasil bumi lainnya (Raweyai, 2002). Daftar panjang ketidakadilan yang diterima
rakyat Papua itu ditambah lagi dengan penanganan konflik di Papua yang
cenderung diabaikan atau hanya diselesaikan secara sepihak, sehingga tidak hanya
menimbulkan kebingungan, kecurigaan serta apatisme di kalangan masyarakat
Papua (Widjojo, dkk., 2009).

Realitas ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di Papua


juga ternyata mendapat menimbulkan konflik kekerasan dan mendorong
munculnya kelompok identitas lokal, baik dalam bentuk kelas atau kelompok

6
bersenjata maupun kelompok ideologi (Widjojo, dkk., 2009). Salah satu contoh
kelompok identitas lokal tersebut adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang
sering kali bersikap antipemerintah dan menyuarakan keinginan sebagian
masyarakat Papua untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jika keadaan ketidakadilan ini terus berlanjut, dapat diprediksi dalam
beberapa tahun ke depan Indonesia akan kehilangan Papua— sebagaimana telah
terjadi dengan Timor Leste—sebagai salah satu bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Melalui kasus di Tanah Papua ini dapat dikatakan bahwa masalah


ketidakadilan sosial kini telah menjadi salah satu masalah utama bangsa Indonesia
yang dapat mengancam kebersamaan dan keintegrasian bangsa. Masalah yang
berakar pada adanya ketimpangan sosial akibat pengimplementasian keadilan
sosial yang tidak sempurna ini akan menimbulkan kecemburuan bagi kaum yang
merasa tertindas dan berdampak pada hilangnya perasaan senasib dan tekad
bersama untuk bersatu sebagai satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Jika
kelompok-kelompok identitas yang menunjukkan adanya gerakan separatis mulai
muncul, integrasi bangsa, yang lebih merupakan suatu ikatan moril, akan
terancam keberadaannya.

Ancaman terhadap integrasi bangsa seperti ini tidak boleh dibiarkan terus
berlanjut. Berangkat dari Suryawasita (1989), bahwa fokus utama dari asas
keadilan sosial adalah perhatian pada nasib anggota masyarakat yang terbelakang,
maka terhadap anggota masyarakat yang terbelakang inilah fokus perhatian perlu
lebih diberikan, sehingga mereka juga tetap dapat merasakan keadilan social
sebagai bagian dari bangsa Indonesia (Suryawasita, 1989). Keadilan dan persatuan
di Indonesia haruslah mengacu pada sikap peduli yang berimbang, bukan hanya
terfokus pada salah satu bagian Pancasila, Keadilan Sosial atau wilayah saja.
Redistribusi sumber daya kesejahteraan yang merata oleh negara sebagai agensi
publik perlu diperhatikan dan diimplementasikan dengan lebih sempurna (Bagir,
dkk., 2011).

Pemberdayaan segala sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia secara


maksimal, termasuk di dalamnya sumber daya manusia, juga menjadi salah satu

7
solusi konkret bagi permasalahan ketidakadilan sosial yang berujung pada
disintegrasi bangsa. Pemberdayaan atau pengembangan sumber daya manusia
yang dimaksud dapat berupa pelatihan atau pendidikan, seperti yang telah
dilakukan oleh Prof. Yohanes Surya yang bersedia memberi diri untuk mendidik
sejumlah siswa Papua berprestasi. Apabila seluruh elemen masyarakat, termasuk
masyarakat yang paling terbelakang, diikutsertakan dalam pembangunan dan
dapat memberikan sumbangsih yang nyata, rasa kesatuan bangsa akan dapat lebih
kental terlihat dalam setiap individu bangsa.

Dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

• Dampak Positif :
1. Perlakuan yang adil dalam berbagai kehidupan atau tidak diskriminasi
2. Menghilangkan politik dinasti (kekuasaan turun menurun; dari orang
tua ke anaknya)
3. Kamakmuran masyarakat yang berkeadilan, meratakan keadilan tanpa
memandang status dan kepentingan
4. Keseimbangan yang adil dalam antara kehidpan pribadi dan
masyarakat
5. Keseimbangan yang adil antara kebutuhan jasmani dan rohani, materi
dan spiritual
• Dampak Negatif :
1. Membedakan fasilitas umum antara pejabat dan rakyat biasa.
2. Keadilan hanya untuk golongan tertentu, dalam artian menindak suatu
permasalahan selalu tebang pilih dan menguntungkan pihak yang
seharusnya salah
3. Membeda-bedakan perhatian antar suku

8
Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia”

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan


suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.

2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak orang lain.

5. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan


terhadap orang lain.

6. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.

7. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan


kepentingan umum.

8. Suka bekerja keras.

9. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.

10. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.

9
10

Anda mungkin juga menyukai