Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori

1. Konsep Stunting pada balita

a. Definisi Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi

di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga

anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak

bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan

tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted)

adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan

(TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku

WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006.

Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan

(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang

dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD

(severely stunted) (TNP2K, 2017).

Dalam KEPMENKES RI No.1995/MENKES/SK/XII/2010

Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak

penilaian status gizi balita dilakukan dengan melakukan

pengukuran antropometri. Berikut ini merupakan klasifikasi status

gizi Stunting berdasarkan indikator pengukuran panjang badan/

tinggi badan dibanding dengan usia balita:

8
9

Gambar 2.1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Stunting Berdasarkan Indeks

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita

akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita

disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta

terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini

dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam

1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi

badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang

berlaku (Kementerian PPN, 2018).

b. Kelompok Usia Berisiko Stunting

Kelompok anak usia 12-36 bulan (Toddler) adalah masa

yang paling penting untuk pertumbuhan intelektual dan

perkembangan kepandaian anak, akan tetapi kejadian stunting

sering dijumpai pada anak usia 12-36 bulan dengan prevalensi

sebesar 38,3- 41,5% (Anugraheni, 2012). Menurut Hagos dalam

penelitian Dwiwardani (2017) menyatakan Kelompok usia 24-35

bulan adalah kelompok usia yang berisiko besar untuk mengalami

stunting.

Anak usia di bawah lima tahun khususnya pada usia 1-3

tahun merupakan masa pertumbuhan fisik yang cepat, sehingga


10

memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibanding masa-

masa berikutnya. Anak akan mudah mengalami masalah yang

berhubungan dengan status gizi apabila pada usia ini kebutuhan

nutrisi tidak terpenuhi dengan optimal (Dwiwardani, 2017).

c. Faktor penyebab Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor-faktor multi dimensi dan

tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh

ibu selama hamil maupun anak balita. Menurut TNP2K (2017)

menyatakan beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting

dapat digambarkan sebagai praktik pola asuh yang kurang baik,

masih terbatasnya layanan kesehatan terutama pelayanan

antenatal care (ANC), postnatal care (PNC) dan pembelajaran dini

yang berkualitas, kurangnya akses rumah tangga/keluarga

kemakanan bergizi, serta masih kurangnya akses air bersih dan

sanitasi.

Penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk

stunting adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan.

Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab

masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan

pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan),

lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian

makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan

kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta


11

kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih

dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi

asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak (Kementerian PPN,

2018).

Penyebab tidak langsung masalah stunting dipengaruhi oleh

berbagai faktor, meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi,

perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan

sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan

pemberdayaan perempuan (Kementerian PPN, 2018).

d. Dampak Stunting

Menurut Kementerian PPN/ Bappenas (2018) Dalam buku

Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi

Di Kabupaten/ Kota menyatakan dampak yang dapat ditimbulkan

oleh stunting yatitu :

1). Jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh,

hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak

optimalnya ukuran fisik tubuh serta gangguan metabolisme.

2). Jangka panjang, stunting menyebabkan menurunnya

kapasitas intelektual. Gangguan struktur dan fungsi saraf dan

sel-sel otak yang bersifat permanen dan menyebabkan

penurunan kemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah

yang akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa.

Selain itu, kekurangan gizi juga menyebabkan gangguan


12

pertumbuhan (pendek dan atau kurus) dan meningkatkan

risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus,

hipertensi, jantung kroner, dan stroke.

e. Intervensi Penanganan Stunting

Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi,

yaitu intervensi gizi spesifik yang bertujuan mengatasi penyebab

langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab

tidak langsung (Kementerian PPN, 2018).

1). Intervensi gizi spesifik

Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam

1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada

30% penurunan stunting. Intervensi gizi spesifik umumnya

dilakukan pada sektor kesehatan, sifatnya jangka pendek

dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.

Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan

Intervensi Gizi Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa

intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu

hingga melahirkan balita (TNP2K, 2017).

2). Intervensi gizi sensitif

Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan

pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi

pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi

spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus


13

ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK) (TNP2K, 2017). Adapun kegiatan intevensi gizi

sensitif antara lain:

a). Menyediakan dan memastikan akses terhadap air

bersih.

b). Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.

c). Melakukan fortifikasi bahan pangan

d). Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan

Keluarga Berencana (KB).

e). Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

f). Menyediakan Jaminan Persalinan Universal

(Jampersal).

g). Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua

(Pola asuh).

h). Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Universal.

i). Memberikan pendidikan gizi masyarakat.

j). Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi,

serta gizi pada remaja.Menyediakan bantuan dan

jaminan sosial bagi keluarga miskin.

k). Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi


14

2. Konsep Tumbuh Kembang Balita

a. Definisi Tumbuh Kembang

Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang

sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) adalah

perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah,

ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Anak

tidak hanya mertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran

dan struktur organ-organ tubuh dan otak. Pertumbuhan fisik dapat

dinilai dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran

panjang (centimeter, meter), umur tulang, dan tanda-tanda seks

sekunder (Soetjiningsih & Ranuh, 2014).

Perkembangan (development) adalah perubahan yang

bersifat kualitatif, perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai

hasil dari proses pematangan/maturitas. Perkembangan

menyangkut proses diferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh, organ,

dan sistem organ yang berkembang termasuk juga perkembangan

kognitif, bahasa, motorik, emosi dan perkembangan perilaku

sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih

& Ranuh, 2014).


15

b. Tahap Tumbuh Kembang

Pertumbuhan dan perkembangan anak akan berlangsung

secara teratur, berkaitan dan berkesinambungan dengan pola

tertentu di setiap tahapannya. Adapun tahapan tumbuh kembang

anak menurut Sulistyo Cahyaningsih (2011) yaitu masa janin

dalam kandungan, masa neonatus (usia 0-28 hari), masa bayi

(usia 1-12 bulan), masa toodller (usia 1-3 tahun), masa pra

sekolah (usia 4-6 tahun), masa sekolah (usia 7-13 tahun), masa

remaja (14-18 tahun).

c. Ciri-ciri Pertumbuhan

Pertumbuhan merupkan suatu proses yang melibatkan

perubahan yang berdampak pada aspek fisik yang sifatnya dapat

diukur. Ciri-ciri pertumbuhan memiliki keunikan seperti

kecepatan pertumbuhan yang tidak teratur dan masing-masing

organ memiliki pola pertumbuhan yang berbeda. Adapun ciri-ciri

pertumbuhan menurut Sulistyo Cahyaningsih (2011) antara lain:

1). Perubahan ukuran

Seiring bertambahnya usia anak terjadi pula penambahan

berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, dada, abdomen, dan

lain-lain. Organ tubuh akan bertambah besar sesuai

kebutuhan tubuh.
16

2). Perubahan proporsi

Proporsi tubuh seorang bayi baru lahir sangat berbeda

dibandingkan tubuh anak ataupun orang dewasa. Titik pusar

tubuh bayi baru lahir kurang lebih setinggi umbilicus,

sedangkan orang dewasa titik pusat tubuh terdapat kurang

lebih setinggi sympisis pubis.

3). Hilangnya ciri-ciri lama

Hilangnya ciri lama seperti hilangnya refleks primitive dan

tanggalnya gigi susu anak.

4). Timbulnya ciri-ciri baru

Sebagai akibat pematangan fungsi-fungsi organ antara lain

munculnya gigi tetap, rambut pubis, aksila, perubahan suara,

munculnya jakun dan lain-lain.

d. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Menurut PMK Nomor 66 tahun 2014 menyatakan bahwa

pola pertumbuhan dan perkembangan normal merupakan hasil

interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak (Kemenkes RI, 2014). Adapun faktor-faktor

tersebut antara lain:


17

1). Faktor dalam (Internal)

a). Ras/etnik atau bangsa

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia

tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau

sebaliknya.

b). Keluarga/ Genetik

Terdapat kecenderungan keluarga yang memiliki postur

tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus selain itu genetik

(heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi

anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa

kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh

kembang anak seperti kerdil.

c). Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa

prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

Satu tahun pertama masa balita merupakan umur sangat

rentan terhadap penyakit dan sering terjadi kurang gizi

serta merupakan dasar pembentukan kepribadian anak.

Sehingga, pada masa balita sangat perlu perhatian

khusus.
18

d). Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang

lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati

masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih

cepat. Dalam keterampilan motorik halus anak

perempuan memiliki kinerja yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak laki-laki, sedangkan pada

anak laki-laki secara signifikan lebih tinggi dibandingkan

dengan anak perempuan dalam keterampilan motorik

kasar.

e). Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan

pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan

sindroma Turner’s.

2). Faktor luar (Eksternal)

a). Faktor prenatal

(1). Gizi

Nutrisi ibu hamil sangat berpengaruh pada kondisi

janin, pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat selama

hamil dapat berdampak langsung terutama pada

trimester akhir kehamilan yang akan mempengaruhi

pertumbuhan janin.
19

(2). Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan

kelainan kongenital seperti club foot.

(3). Toksin/zat kimia

Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin,

Thalidomid dapat menyebabkan kelainan kongenital

seperti palatoskisis.

(4). Endokrin

Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia,

kardiomegali, hiperplasia adrenal.

(5). Radiasi

Paparan radium dan sinar Rontgen dapat

mengakibatkan kelainan pada janin seperti

mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan

deformitas anggota gerak, kelainan kongential mata,

kelainan jantung.

(6). Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh

TORCH (Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus,

Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada

janin : katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi

mental dan kelainan jantung kongenital.


20

(7). Kelainan imunologi

Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan

golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu

membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin,

kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran

darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang

selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan

Kern icterus yang akan menyebabkan kerusakan

jaringan otak.

(8). Psikologi ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan

salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.

b). Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,

asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.

c). Faktor pascasalin

(1). Gizi

Untuk tumbuh kembang diperlukan zat makanan

yang adekuat. Pemberian ASI dianjurkan untuk

diberikan pada bayi hingga berusia 6 bulan dan

dilanjurkan hingga usia 2 tahun dengan diberikan

makanan tambahan sebagai Makanan Pendamping

ASI (MPASI). Komposisi ASI sangat sesuai dengan


21

kondisi pencernaan bayi serta kandungan zat gizi

yang baik dan bermanfaat dalam menunjang tumbuh

kembang anak.

(2). Penyakit kronis/ kelainan konginetal

Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan

mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.

(3). Lingkungan fisik dan kimia

Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat

anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia

kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi

lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar

matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu

(Pb, Mercuri, rokok, dan lain-lain) mempunyai

dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.

(4). Psikologis

Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang

anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau

anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami

hambatan di dalam pertumbuhan dan

perkembangannya.
22

(5). Endokrin

Gangguan hormon, misalnya pada penyakit

hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami

hambatan pertumbuhan.

(6). Sosio ekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan

makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan

ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan

anak.

(7). Lingkungan pengasuhan

Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak

sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Tujuan utama pengasuhan orang tua terhadap anak

adalah untuk mempertahankan kehidupan fisik

anak, meningkatkan derajat kesehatan anak serta

memfasilitasi anak dalam mengembangkan

kemampuan yang sesuai dengan tahapan

perkembangannya, mendorong peningkatan

kemampuan berperilaku serta menunjang anak

dalam mencapai pertumbuhan yang optimal.

(8). Stimulasi

Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi

khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan


23

alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan

anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.

(9). Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan

menghambat pertumbuhan, demikian halnya

dengan pemakaian obat perangsang terhadap

susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya

produksi hormon pertumbuhan.

e. Pemantauan Pertumbuhan Fisik Balita

Pemantauan pertumbuhan fisik penting dilakukan untuk

melihat apakah pertumbuhan fisik anak berlangsung normal atau

tidak. Proses pertumbuhan anak merupakan proses yang

berkesinambungan sejak masa konsepsi hingga dewasa yang

mengikuti pola serta ciri khas tertentu pada setiap anak. Menurut

Soetjiningsih & Ranuh (2014) untuk mengetahui pertumbuhan

anak digunakan parameter-parameter tertentu antara lain:

1). Ukuran antropometri

Untuk memantau pertumbuhan fisik anak, digunakan ukuran-

ukuran antropometri yang dibedakan menjadi 2 kelompok:

a). Ukuran yang tergantung umur (age dependence)

Adapun pengukuran antropometri yang tergantung umur

adalah: Berat badan (BB) terhadap umur, Tinggi/panjang

badan (TB) terhadap umur, Lingkar kepala (LK)


24

terhadap umur, Lingkar lengan atas (LILA) terhadap

umur.

b). Ukuran yang tidak tergantung umur

BB terhadap TB, Lingkar Lengan Atas (LILA) terhadap

TB (QUAC Stick = Quacker Arm Circumference

measuring stick), dan LILA dibandingkan dengan

standar/baku, lipatan kulit trisep, subskapular, abdominal

dibandingkan dengan baku

2). Pemeriksaan fisik

Meliputi keadaan keseluruhan fisik, proporsi tubuh, jaringan

otot, jaringan lemak, pertumbuhan rambut, serta gigi-geligi.

3). Pemeriksaan laboratorium

Terutama pada pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan

kadar Hb, serum protein, hormon, kromosom, dan sebagainya

sesuai kebutuhan.

4). Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis terutama diperlukan untuk menilai

umur biologis yaitu umut tulang (bone age).

f. Pertumbuhan Usia Toddler (1-3 Tahun)

Peningkatan ukuran tubuh terjadi secara bertahap bukan secara

linier yang menunjukkan karakteristik percepatan atau

perlambatan pada masa toddler (Sulistyo Cahyaningsih, 2011).


25

1). Berat badan (BB)

Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan

semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot,

lemak, cairan tubuh, dan lain-lain. Indikator berat badan

dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk menilai keadaan gizi

baik, buruk, akut, maupun kronis serta tumbuh kembang dan

kesehatan anak dan sebagai dasar perhiungan dosis obat atau

makanan yang diberikan. Kekurangan indikator berat badan

adalah tidak sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya pendek

gemuk atau tinggi kurus (Soetjiningsih & Ranuh, 2014).

Menurut Sulistyo Cahyaningsih (2011) menyatakan rata-

rata pertumbuhan berat badan toddler adalah 1,8-2,7 Kg per

tahun, pada usia 2 tahun mencapai berat badan 12,3 Kg, dan pada

usia 2,5 tahun berat badan toddler mencapai empat kali berat

lahir. Grafik penilaian pertumbuhan yang digunakan berdasarkan

rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) yang diadopsi dari

WHO untuk menilai pertambahan berat badan berdasarkan usia

(BB/U) untuk usia 0-5 tahun dan dibedakan berdasarkan jenis

kelamin.

Gambar 2.2
Grafik BB/U WHO untuk Anak Laki-laki
26

Gambar 2.3
Grafik BB/U WHO untuk Anak Perempuan

2). Panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB)

Pada masa pertumbuhan, ukuran tinggi badan meningkat

terus hingga mencapai tinggi maksimal. Kenaikan tinggi badan

ini berfluktuasi, yaitu meningkat pada masa bayi, kemudian

melambat, dan selanjutnya menjadi pesat kembali pada masa

remaja (pacu tumbul adolesen), kemudian melambat lagi dan

akhirnya berhenti pada usia 18-20 tahun. Keuntungan indikator

TB adalah pengukurannya objektif dan dapat diulang dan

merupakan indikator yang baik untuk gangguan pertumbuhan

fisik yang sudah lewat (stunting). Sedangkan kekurangan adalah

perubahan tinggi badan relatif pelan dan sukar mengukur tinggi

badan secara tepat, selain itu dibutuhkan 2 macam teknik

pengukuran yaitu pada anak umur kurang dari 2 tahun dehnngan

posisi tidur terlentang (panjang supinasi) dan pada umur lebih

dari 2 tahun dengan posisi berdiri (Soetjiningsih & Ranuh, 2014).

Menurut Sulistyo Cahyaningsih (2011) menyatakan rata-

rata pertambahan tinggi badan 7,5 per tahun, pada usia 2 tahun

rata-rata tinggi toddler sekitar 86,6 cm dan tinggi badan usia 2


27

tahun adalah setengan dari tinggi dewasa yang diharapkan. Grafik

penilaian pertumbuhan yang digunakan berdasarkan rekomendasi

Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) yang diadopsi dari WHO untuk

menilai pertambahan tinggi badan berdasarkan usia (TB/U) untuk

usia 0-5 tahun dan dibedakan berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 2.4
Grafik TB/U WHO untuk Anak Laki-laki

Gambar 2.5
Grafik TB/U WHO untuk Anak Perempuan

3). Lingkar kepala (LK)

Lingkar kepala mencerminkan volume intrakranial,

termasuk pertumbuhan otak. Pertumbuhan LK yang paling pesat

adalah pada 6 bulan pertama kehidupan, yaitu dari 34 cm pada

waktu lahir menjadi 44 cm pada usia 6 bulan, terjadi peningkatan

10 cm. Sementara itu, LK pada usia 1 tahun adalah 47 cm, 2

tahun 49 cm, dan dewasa 54 cm (dari umur 6 bulan hingga


28

dewasa LK hanya bertambah 10 cm). 6 bulan pertama kehidupan

merupakan masa yang paling kritis dalam perkembangan otak

anak, pemantauan LK sebaiknya dilakukan setiap bulan selama 2

tahun pertama, selanjutnya tiap 3 bulan hingga usia 5 tahun

(Soetjiningsih & Ranuh, 2014). Laju peningkatan LK pada usia 2

tahun adalah 2,5 cm, kemudian berkurang menjadi 1,25 cm

pertahun hingga mencapai usia 5 tahun (Sulistyo Cahyaningsih,

2011).

Grafik penilaian pertumbuhan yang digunakan

berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) yang

diadopsi dari WHO untuk menilai pertambahan lingkar kepala

berdasarkan usia (LK/U) untuk usia 0-5 tahun dan dibedakan

berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 2.6
Grafik LK/U WHO untuk Anak Laki-laki

Gambar 2.7
Grafik LK/U WHO untuk Anak Perempuan
29

4). Lingkar lengan atas (LILA)

Lingkar lengan atas mencerminkan tumbuh kembang

jaringan lemak dan otor yang tidak banyak dipengeruhi oleh

keadaan cairan tubuh. LILA dapat dipakai untuk menilai keadaan

gizi/tumbuh kembang pada kelompok umur prasekolah. Laju

tumbuhnya lambat, yaitu dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16

cm pada usia 1 tahun dan selanjutnya LILA tidak banyak berubah

pada usia 1-3 tahun (Soetjiningsih & Ranuh, 2014). Grafik

penilaian pertumbuhan yang digunakan berdasarkan rekomendasi

Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) yang diadopsi dari WHO untuk

menilai pertambahan lingkar lengan atas berdasarkan usia

(LILA/U) untuk usia 0-5 tahun dan dibedakan berdasarkan jenis

kelamin.

Gambar 2.8
Grafik LILA/U WHO untuk Anak Laki-laki

Gambar 2.9
Grafik LILA/U WHO untuk Anak Perempuan
30

3. Konsep Edukasi Praktik Pemberian Makan Balita

a. Definisi Edukasi Praktik Pemberian Makan

Edukasi kesehatan merupakan bagian kegiatan pendidikan

kesehatan yang didefinisikan sebagai upaya terencana untuk

mengubah perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

dalam bidang kesehatan. Edukasi gizi kepada ibu dan para

pengasuh balita menjadi salah satu rekomendasi Unicef Indonesia

untuk mengentaskan masalah stunting di Indonesia (Dewi &

Aminah, 2016).

Salah satu penyebab tidak langsung kejadian stunting

adalah pola asuh. Pola pengasuhan secara tidak langsung akan

mempengaruhi status gizi anak. Pengasuhan dimanifestasikan

dalam beberapa aktivitas yang biasanya dilakukan oleh ibu seperti

praktek pemberian makan anak, praktek sanitasi dan perawatan

kesehatan anak (Merlinda & Purnomo, 2016).

Praktik pemberian makan merupakan perilaku orang tua

dalam memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi pada anak,

pemberian makan akan mempengaruhi asupan makan pada anak.

Praktik pemberian makan yang baik mengandung sumber energi,

protein, lemak, vitamin, serta mineral. Pola makan yang secara

umum yaitu 3x makanan utama dan 2x selingan, oleh karena itu

orang tua sangat berpengaruh dalam praktik pemberian makan

(Hardiansyah & Supariasah, 2017).


31

b. Praktik Pemberian Makan Pada Balita

1). Kecukupan Gizi Pada Balita

Keadaan gizi merupakan gambaran apa yang konsumsi

oleh seseorang dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada

masa balita kecukupan gizi sangat penting bagi kesehatan

balita, dimana seluruh pertumbuhan dan kesehatan balita

berkaitan erat dengan asupan makanan yang memadai. Masa

balita disebut juga sebagai “golden period” atau masa

keemasan, dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan

keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental

intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral

(Maryunani, 2013).

2). Kebutuhan Dasar Gizi/ Pangan

Kebutuhan dasar gizi atau pangan menjadi kebutuhan

dasar yang utama dalam berlangsungnya tumbuh kembang

balita yang optimal. Laju pertumbuhan usia selama usia 1

sampai 3 tahun terjadi lebih cepat, sehingga membutuhkan

asupan gizi yang seimbang (Sharlin & Edelstein, 2014).


32

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memenuhi

kebutuhan dasar gizi balita antara lain:

a). Kuantitas Makanan

(1). Air

Air membantu tubuh mempertahankan hemostatis,

memungkinkan transport nutrien ke dalam sel, dan

juga berfungsi untuk membuang sampah hasil

metabolisme. Semua jenis minuman yang

mengandung air, sama halnya dengan makanan

berkadar air tinggi seperti buah, sup, dan es krim. Air

dapat diberikan pada anak yang sedang tumbuh untuk

hidrasi, tetapi harus diperhatikan untuk tidak

menggantikan asupan ASI atau susu formula yang

adekuat sehingga tidak menggantikan nutrisi penting

dalam tumbuh kembang balita (Sharlin & Edelstein,

2014).

(2). Karbohidrat

Karbohidrat atau hidrat arang merupakan sumber

energi utama dalam tubuh. Jumlah karbohidrat

tergantung dari jumlah kalori yang dibutuhkan oleh

tubuh. Makan yang banyak mengandung karbohidrat

adalah biji-bijian (beras, jagung, tepung terigu, roti),

gula, sagu, dan umbi-umbian (kentang, ubi kayu, ubu


33

jalar). Umumnya bahan tersebut cukup murah dan

mudah didapat (Maryunani, 2013).

(3). Protein

Protein merupakan faktor utama dalam membangun,

memelihara, dan memperbaiki jaringan tubuh seperti

otot dan organ tubuh. Pada masa pertumbuhan,

protein merupakan nutrisi yang dangan dibutuhkan

untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Jumlah

asupan protein yang direkomendasikan haruslah

memenuhi 10% hingga 20% asupan energi harian

anak untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan serta

perkembangan jaringan (Sharlin & Edelstein, 2014).

(4). Lemak

Lemak dibagi menjadi dua golongan yaitu lemak

hewani (berasal dari hewan) dan lemak nabati (berasal

dari tumbuhan). Lemak berguna dalam melarutkan

vitamin-vitamin, antara lain vitamin A, vitamin D,

vitamin E, vitamin K (Maryunani, 2013). Lemak

menyusun 60% sistem syaraf pusat dan berperan

dalam mengontrol, mengatur, dan mengintragasikan

setiap sistem tubuh, sehingga sangat pentin pada usia

todler untuk mendapat asupan lemak yang adekuat

(Sharlin & Edelstein, 2014).


34

(5). Vitamin dan Mineral

Walaupun vitamin dan mineral dibutuhkan dalam

jumlah kecil, tetapi fungsinya sangat penting dalam

mengatur keseimbangan metabolisme tubuh. Vitamin

dan mineral yang dibutuhkan selama masa

pertumbuhan dan perkembangan seperti kalsium yang

berfungsi dalam pertumbuhan tulang dan

perkembangan rangka, vitamin D yang berfungsi

dalam arbsorbsi kalsium yang optimal, zat besi,

iodoum, vitamin A, dan sebagainya (Sharlin &

Edelstein, 2014).

b). Kualitas Makanan

Karena kemampuan makan pada usia toddler terus

berkembang, sangat penting untuk menciptakan

lingkungan makan yang sehat. Keluarga harus sesering

mungkin duduk bersama diruang makan atau meja dapur

dan menikmati makanan sebagai satu keluarga. Kebiasaan

makan bersama dapat meningkatkan asupan sayuran dan

buah-buahan pada saat makan, selain itu dengan makan

bersama dapat mempengaruhi munculnya kemandirian

anak (Sharlin & Edelstein, 2014).


35

3). Makanan

Yang disebut sebagai makanan adalah segala sesuatu

yang biasa dimakan. Menurut Maryunani (2013) dalam

bukunya menyatakan makanan dapat diperinci lagi menurut

jenisnya, seperti:

a). Makanan pokok, sebagai sumber energi terutama dalam

kebutuhan kalori.

b). Lauk pauk, sebagai sumber protein (zat pembangun),

sumber asam amino esensial dan mengandung lemak,

sebagai sumber asa, lemak esensial yang diperlukan dalam

proses tumbuh sel-sel otak serta kematangan fungsi sel-sel

otak (asam lemak tak jenuh). Yang termasuk auk pauk

hewani adalah daging sapi, ikan, telur, hati, dan daging

ayam, sedangkan lauk pauk nabati seperti kacang-

kacangan, tahu, dan tempe.

c). Sayur dan buah, sebagai sumber vitamin dan mineral

merupakan zat pengatur proses-proses dalam tubuh

d). Susu, sebagai sumber protein dalam tubuh

e). Air minum yang bersih, sebagai bahan membantu

metabolisme
36

4). Penyusunan Menu Makanan

Ketika merencanakan pemberian makanan untuk anak

usia toddler yang sedang dalam masa pertumbuhan

memerlukan perhatian yang baik, agar dapat memberikan

makanan yang sehat diawal kehidupan anak saat sedang

membentuk perilaku makan (Sharlin & Edelstein, 2014).

Berdasarkan anjuran pola pemberian makan bayi dan balita,

pada usia 1-3 anak sudah mulai dapat diberikan makanan

keluarga. Anjuran pemberian makan bayi dan balita dapat

dilihat dalam tabel berikut:


Tabel 2.1
Anjuran Pemberian Makan Bayi dan Balita

Sumber: Kemenkes RI, 2012

Dalam penyusunan menu makanan juga perlu

memperhatikan kaidah gizi seimbang. Besar porsi makananan

tiap kali makan perlu disesuaikan agar bukan hanya jenis

makanan yang diberkan yang bergam tetapi banyaknya

makanan yang dimakan juga sesuai sehingga kecukupan gizi

anak terpenuhi (Dwiwardani, 2017).


37

Gambar 2.10
Tumpeng Pedoman Gizi Seimbang

Pemenuhan kebutuhan zat gizi setiap hari dianjurkan

supaya anak makan secara teratur 3 kali sehari dimulai dengan

sarapan atau makan pagi, makan siang, dan makan malam.

Makan pagi setiap hari penting bagi anak-anak dikarenakan

mereka sedang tumbuh dan mengalami perkembangan otak

yang sangat tergantung pada asupan makanan secara teratur.


Tabel 2.2
Contoh Menu Makan Anak Usia 1-3 Tahun

Sumber: Meita, I (2017)


38

Tabel 2.3
Contoh Menu Makan Anak Usia 2-3 Tahun

Sumber: Karyadi, E. dan Kolopaking, R. (2007)


39

Tabel 2.4
Contoh Menu Makan Anak Usia 2-5 Tahun

Sumber: Meita, I (2017)

5). Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan yang dianjurkan untuk balita

adalah dengan cara mengolah makanan yang menghasilkan

tekstur lunak dengan kandungan air tinggi yaitu seperti dengan

merebus, diungkep atau dikukus. Untuk pengolahan dengan di

panggang atau digoreng yang tidak menghasilkan tekstur keras

dapat dikenalkan tetapi dalam jumlah yang terbatas. Di

samping itu dapat pula dilakukan pengolahan dengan cara

kombinasi misal direbus dahulu baru kemudian di panggang

atau di rebus/diungkep baru kemudian digoreng. Pada usia

toddler akan lebih menyukai makanan yang dapat dipegang


40

oleh jari-jari, memberikan makanan yang dapat dipegang oleh

jari-jari dan aman untuk dikonsumsi anak bisa menjadi pilihan

pengolahan makanan balita (Sharlin & Edelstein, 2014).

Pengolahan makanan yang bersih juga diperlukan untuk

mencegah anak terinfeksi kuman dan bakteri yang berasal dari

bahan makanan yang tidak dicuci dan diolah dengan baik.

Pada usia balita anak rentan terhadap berbagai infeksi dan

penyakit. Infeksi tersebut, disebabkan oleh praktik sanitasi dan

kebersihan yang kurang baik, membuat gizi sulit diserap oleh

tubuh yang salah satunya berasa dari sumber makanan sehari-

hari yang tidak dibersihan sebelum diolah dan dikonsumsi

(Merlinda & Purnomo, 2016).

Penggunaan bumbu dapur sebaiknya dibatasi dalam

mengolah makanan balita, khususnya pemakaian bumbu yang

berbau menyengat serta merangsang perlu dihindari sebab

dapat mempengaruhi pencernaan anak dan pada umumnya

anak tidak menyukai makanan yang beraroma tajam. Selain

itu, penggunaan garam sebaiknya hanya digunakan dalam

jumlah sedikit dan harus beryodium (Proverawati & Erna,

2010).

6). Cara Memberikan Makan pada Anak

Ketika anak mengalami masa transisi ke berbagai jenis

makanan keluarga, kebutuhan untuk mandiri dan otonomi akan


41

lebih jelas di dalam hubungan pemberian makan karena anak

lebih banyak mengontrol makanannya. Penyajian makanan

yang unik dan menarik dapat membantu orang tua dalam

memberikan makanan pada anak, sehingga pada usia toddler

dimana anak mulai memilih makanan yang disukai dan tidak

disukai orang tua tetap dapat memberikan asupan makanan

yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang balita (Sharlin &

Edelstein, 2014)

Anjuran untuk menyediakan lingkungan yang nyaman

saat makan seperti tidak menyalakan Televisi atau distraksi

lain yang sejenis dan menggantinya dengan membiasakan

untuk duduk dan makan bersama keluarga dimeja makan

terbukti dapat meningkatkan asupan sayuran dan buah-buahan

pada anak balita (Patrick & Nicklas 2015). Untuk menghindari

penolakan anak saat makan, orang tua juga harus memberitahu

bahwa anak dapat menyelesaikan makan setelah merasa

kenyang bahkan sebelum menghabiskan sebagian besar

makanan karena ukuran lambung mereka yang kecil. AHA

(American Heart Association) menganjurkan agar balita tidak

dipaksa untuk menghabiskan makanan mereka saat anak sudah

merasa kenyang, sebab anak-anak yang dipaksa untuk makan

semua yang ada diatas piring, mereka menjadi kurang sensitif

terhadap tanda kenyang (Sharlin & Edelstein, 2014).


42

Pada dasarnya orang tualah yang menjadi contoh balita

dalam pola makan sehari-hari. Anak-anak cenderung meniru

kebiasaan makan orang tuanya seperti orang tua yang tidak

menyukai sayur atau buah dapat menyebabkan anak meniru

untuk tidak ingin mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Pada

usia balita sebaiknya anak tidak dibatasi untuk makan, tetapi

dengan tidak memaksakan anak untuk menghabiskan

makanannya saat anak sudah merasa kenyang karena dapat

berpengaruh pada pola makan anak dimasa yang akan datang.

Orang tua harus lebih memahami porsi yang cukup dan sesuai

dengan kebutuhan anak tidak kurang dan tidak berlebih

(Maryunani, 2013)
43

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan visualisasi hubungan antara berbagai

variabel untuk menjelaskan sebuah fenomena (Wibowo, 2014). Sumber

pembuatan kerangka teori adalah dari paparan satu atau lebih teori yang

terdapat pada tinjauan pustaka (Masturoh & Anggita, 2018)

Faktor Eksternal:
1. Faktor prenatal
2. Faktor persalinan
3. Faktor paska salin Optimal
- Gizi
- Pola asuh
- Kelainan
konginetal Dampak:
- Sosio ekonomi Tumbuh Gangguan
- Lingkungan Kembang Balita pertumbuhan,
terhambatnya
Faktor Internal: Gagal Tumbuh perkembangan,
1. faktor ras/etnik ganggauan
2. Genetik metabolisme,
3. Usia rendahnya
4. Kelainan kekebelan tubuh,
Kromosom Stunting berisiko
memiliki
penyakit tidak

Masalah Pemenuhan Gizi

Penyebab langsung : Penyebab Tidak Pola Asuh :


1. Asupan nutrisi langsung : 1. Praktik
rendah 1. Pendapatan pemberian
2. Status kesehatan 2. Kerawanan makan
rendah panganan rumah 2. Stimulasi
tangga pertumbuhan
3. Pola asuh tidak 3. Praktik
optimal kebersihan
4. Pelayanan 4. Sanitasi
kesehatan lingkungan
5. Pelayanan
Sumber: UNICEF Conceptual Framework of Malnutrition (adapted), kesehatan
TNP2K (2017), & Kementerian PPN (2018)

Gambar 2.11
Kerangka Teori
44

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian yaitu kerangka hubungan antara

konsep -konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang

akan dilakukan. Diagram dalam kerangka konsep harus menunjukkan

hubungan antara variable-variabel yang akan diteliti (Masturoh & Anggita,

2018).

Variabel Independen Variabel Dependen

Pertambahan pertumbuhan
Edukasi Praktik
Pemberian Makan BB, TB, LK, LILA

Gambar 2.12
Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang akan diuji

kebenarannya. Hipotesis ini merupakan jawaban sementara berdasarkan

pada teori yang belum dibuktikan dengan data atau fakta (Masturoh &

Anggita, 2018). Adapun hipotesis yang dapat disimpulkan adalah sebagai

berikut:

1. Hipotesis alternanif (Ha)

Terdapat pengaruh edukasi praktik pemberian makan terhadap

pertumbuhan pada balita stunting usia 2-3 tahun

2. Hipotesis nol (H0)

Tidak terdapat pengaruh edukasi praktik pemberian makan terhadap

pertumbuhan pada balita stunting usia 2-3 tahun

Anda mungkin juga menyukai