PENDAHULUAN
Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah masalah
perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis dengan
adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit
dan adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap
merupakan faktor utama dalam kematian maternal.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin,
terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat
segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan perawatan sarana yang
memungkinkan penggunaan darah dengan segera, merupakan kebutuhan mutlak untuk
pelayanan obstetri yang layak.
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan,
persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat
membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan,
harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan
dengan tepat.
a) Abortus.
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar
kandungan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Abortus
a. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar
kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan
berat janin kurang dari 500 gram.Sedangkan menurut WHO /FIGO adalah jika
kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin tidak diketahui.
b. Etiologi
1. Kelainan Ovum
Menurut HERTIG dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus
spontan .Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili.
Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang
kemungkinan kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda
kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan
ovum (50-80%).
a. Kelainan genetik
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar
abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.Data ini berdasarkan
2
pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik
yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis
atau poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan
sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum
normal oleh 2 sperma (dispermi).Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus
spontan diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau
trisomi 21 yang sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3 Selain kelainan
sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi
dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut.
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu
memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya
konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang
kehamilan.
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses
implantasi dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada
kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik
seperti Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan
pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat
abortus.3 Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell anemia,
disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus dengan
mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan
kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus. Faktor-faktor
yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok,
alkohol dan kafein.
3
lipat dari risiko pada wanita yang tidak merokok.Rokok mengandung ratusan unsur
toksik antara lain nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu
dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.Meminum alkohol pada 8 minggu
pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan anomali fetus.
Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol 2
kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap hari dibandingkan dengan
wanita yang tidak minum.
c. Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Diantaranya
adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah antibodi spesifik
yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE. Peluang terjadinya pengakhiran
kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%.Menurut penelitian,
sebagian besar abortus berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi
yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE,
antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan
prematuritas. Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi
APS adalah:
1) Trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau
kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)
2) Komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian
janin di mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur
dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia
berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)
4
3) Kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi
pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan
6 minggu)
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari
33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang,
ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi
vaskular.
Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum,
anomali plasenta, dan end ateritis villi korialis karena hipertensi menahun.
5
b. Retroversia utei gravidi inkarserato
g. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang
sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, dan endometriris.
6. Inkompetensi cervix
Cervix longgar (tidak sempit lagi) sehingga mudah janin jatuh/ tidak tertahan di
dalam. Penyebabnyan curettage (krn perlukaan, infeksi) dan operasi konisasi (cervix
diangkat).
7. Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga
terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
8. Kontrasepsi
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli kontrasepsi
tidak berhubungan dengan risiko abortus. Namun, jika pada kontrasepsi yang
menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko
aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan signifikan.
c. Patogenesis
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada
6
kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Hasil konsepsi
keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang
tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.
d. Klasifikasi
a. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat
persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b. Abortus Kriminalis Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
Adalah ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
7
serviks. Proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai dengan :
ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus. Ditandai dengan adanya :
8
Gambar 2. Abortus Insipiens
ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi (desidua dan fetus) telah
keluar melalui jalan lahir sehingga rongga rahim kosong.
a) Serviks menutup.
b) Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.
c) Gejala kehamilan tidak ada.
d) Uji kehamilan negatif.
e) Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.
4. Abortus Inkompletus
Gejala Klinis :
9
Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas
Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya berupa stolsel (darah beku).
Sudah ada keluar fetus atau jaringan
Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati
kanalis servikalis terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa jaringan pada
kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil
dari seharusnya.
5. Missed Abortion
Gejala Klinis
10
- Pasien merasa perutnya dingin dan kosong
6. Abortus Habitualis
7. Abortus Infeksious
ialah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi genital.
8. Abortus Septic
ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritoneum.
Diagnosis septic abortion ditegakan jika didapatkan tanda – tanda sepsis, seperti
nadi cepat dan lemah, syok dan penurunan kesadaran.
11
a. Laboratorium
Darah Lengkap :
Tes Kehamilan :
- Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah prediktif.
terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau
kehamilan ektopik).
b. Ultrasonografi
minggu. Detak jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia
pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau
non-viabel.
Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan iregular serta
terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik dalam cavum uteri.
Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada detik jantung
janin.
Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal tanpa yolk sac
atau embrio.
f. Penatalaksanaan
1. Abortus Imminens
12
- Tirah baring
- Dilarang melakukan aktivitas fisik berlebih dan berhubungan seksual
- Jika perdarahan berhenti, lakukan ANC lanjutan
- Jika perdarahan berlanjut, kondisi janin dinilai konfirmasi kemungkinan
adanya penyebab lain dilakukan dengan segera.
2. Abortus Insipien
Bila kehamilan < 16 minggu dapat dilakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi
Vakum Manual (AVM).
Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan :
3. Abortus Kompletus
13
4. Abortus Inkompletus
14
DAFTAR PUSTAKA
3. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1998.
4. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics, 22nd edition.
Mc-Graw Hill, 2005
15
14. Saifuddin AB. Mola Hidatidosa dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2001
15. Bratakoesoema D. Penyakit Trofoblas Gestasional dalam Buku Acuan Onkologi
Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2006.
16. Hill L. Placental Abnormalities.Diagnostic Ultrasound Aplied to Obstetrics and
Gynecology. Second Edition. Lippincott Company. 1989
17. Chen P. Hydatiform mole. Diakses dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.2004
18. Moore L, Hydatiform Mole.Diakses dari http://www.emedicine.com.2006
19. Merck.Hydatiform mole. The Female Reproductive System Merck Manual Home
Edition. Diakses dari http://www.merck.com.2003
20. Cunningham et al: Gestational Trofoblastis Tumor, Disease and Abnormalitas of the
plasenta, William Obstetric, 21th edition, Papleton & Lange Company, 2001: 836, 843-
45.
21. Hill A. Molar Pregnancy.Obgyn net. Diakses dari http://home.mpinet.net/dahmd
22. Chudliegh T, Problem of early pregnancy. Obstetri Ultrasound. 3rd edition. Elsevier
Churchill Livingstone. 2004
23. Novak, Hydatiform Mole and Choriocarcnoma in Novak’s Gynecologic and Obstetri
Pathology. Eight Edition.W.B. Saunders Company.1979
24. Diakses dari http://www.scielo.br
25. Silverberg S. Classification and Pathology of Gestational Trophoblastic Disease in Atlas
of Tumor Pathology. 1992
26. Soper J, Gestational Trophoblastic Disease. American College of Obstetricians and
Gynecologist Vol.108, no. 1, July 2006.
27. Vaisbuch A. Uncommon Causes of Twinning : Complete Hydatiform Mole with
Coexistent Twin in Multiple Pregnancy. Second Edition. Taylor & Francis Group.2005
28. 28. Supono. Ilmu Kebidanan. Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
1985.
29. Wiknjosastro, Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1999.
30. Lutan, Delfi, dkk. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jakarta : EGC. 1998.
31. Chamberlain G, Phillip S. Turnbulls Obstetric. Third edition. Churcill Livingtone. 2001:
212-213
16
32. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta Pusat :
Yayasan Bina Pustaka.
17