Pembimbing
Ketua Jurusan
Teknik Teknik Industri
ABSTRACT
PT. Prismatex Textile Industry is a company who produces Gajah Duduk woven sarong at Pekalongan. The
main problem of woven sarong at PT. Pismatex is amount of defect that exceed defect tolerance rate of company.
Number of defects is 5% of production entirety, whereas the company defect tolerance is 2%.
The used method is six sigma method then analyzed by seventools method to get a defect tolerence rate of
production and it can be an evaluation for the future with deciding a maintenance recommendation aim to minimize
the defects.
From the research result obtained that, there are 18 CTQ, base on fishbone diagram there are 5 factors
causing a defect: material, machine, man, methods, and environment. From data-processing by pareto diagram
obtained that tuck-in is the frequent defect. AJL room sigma value is 4.294 with DPMO number is 2595,25 which
intreperted into the probability of erroneous average of single product from defect type is 2595,25 defect each one
million probabilities. It caused cost around 15-25% every sale activities, to minimize the defect number also to
maximize sigma value, improvement sugestion analitic of quality control base on fishbone diagram.
INTISARI
PT. Pismatex Textile Indusrty merupakan perusahaan yang memproduksi sarung tenun Gajah Duduk yang
berlokasi di Pekalongan. Masalah dalam proses produksi pembuatan sarung tenun di PT. Pismatex adalah jumlah
produk cacat yang melebihi toleransi cacat dari perusahaan. Cacat yang terjadi sebesar 5% dari keseluruhan
produksi, sedangkan toleransi cacat dari perusahaan hanya 2%.
Metode yang digunakan adalah metode six sigma yang kemudian dianalisa menggunakan metode
seventools sehingga dapat diketahui tingkat kecacatan dalam suatu produksi dan dapat menjadi evaluasi untuk masa
mendatang serta dapat ditentukan usulan tindakan perbaikan untuk meminimalkan cacat yang terjadi.
Hasil dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa ada 18 CTQ, berdasarkan fishbone diagram penyebab
terjadinya cacat ada 5 faktor yaitu material, machine, man, methods, dan environmental. Dari pengolahan data
menggunakan diagram pareto diketahui cacat tuck-in merupakan jenis cacat yang paling sering terjadi. Ruang AJL
memiliki nilai sigma sebesar 4,294 dengan nilai DPMO sebesar 2595,25 yang diinterpretasikan dalam satu unit
produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik jenis cacat adalah 2595,25
kegagalan per satu juta kesempatan., hal ini menimbulkan kerugian rentan 15 – 25 % dalam setiap penjualannya,
untuk memperkecil jumlah cacat dan meningkatkan nilai sigma dilakukan pengendalian kualitas dengan analisa
usulan tindakan perbaikan berdasar pada fishbone diagram.
PENDAHULUAN
Indonesia menghadapi era globalisasi di segala bidang dan salah satunya di bidang industri. Sektor
industri merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi terciptanya suatu negara yang maju dan
makmur serta mampu bersaing di kancah Internasional khususnya dalam bidang industri. Perusahaan-
perusahaan industri bersaing dalam segala bidang, salah satunya bersaing dalam menjaga kualitas produk.
PT. Pismatex adalah perusahaan yang memproduksi tekstil yang berupa sarung tenun. PT. Pismatex
menjaga kualitas produknya untuk bersaing dengan perusahaan lain dengan cara menerapkan inspeksi
pada setiap prosesnya dan proses produksinya selalu dibawah pengawasan para karyawan. Masalah yang
terjadi dalam proses produksi pembuatan sarung tenun di PT. Pismatex adalah jumlah produk cacat yang
melebihi toleransi cacat dari perusahaan. Cacat yang terjadi sebesar 5% dari keseluruhan produksi,
sedangkan toleransi cacat dari perusahaan hanya 2%. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
dengan menggunakan metode six sigma yang kemudian dianalisa menggunakan metode seventools
sehingga dapat diketahui tingkat kecacatan dalam suatu produksi dan dapat menjadi evaluasi untuk masa
mendatang.
Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas adalah suatu sistem verifikasi dan penjagaan atau perawatan dari suatu tingkatan
atau derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama,
pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus, serta tindakan korektif bila mana
diperlukan (Arini, D. W., dalam Parwati C. I., 2012).
Six Sigma
Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan
(DPMO – Defect Per Million Opportunity) untuk setiap transaksi produk (barang dan/atau jasa)
(Gaspersz, V. 2002).
Seventools
Seventools adalah suatu alat penggendali kualitas yang digunakan oleh Middle Management kepada
Lower Management. Seventools terdiri dari check sheet, histogram, scatter diagram, control chart, pareto
diagram, diagram sebab-akibat (fishbone diagram), dan stratifikasi.
DMAIC
Pemecahan masalah yang digunakan dengan metode six sigma adalah DMAIC (Define – merumuskan,
Measure – mengukur, Analyze – menganalisis, Improve – meningkatkan, dan Control – mengendalikan).
Kelima tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Define
Langkah define berarti mendefinisikan masalah. Pertanyaan masalah yang baik yaitu
mengidentifikasi pelanggan dan CTQ (Critical To Quality) yang memiliki pengaruh terbesar pada
kinerja produk atau jasa. Alat yang digunakan antaralain check sheet, histogram, scatter diagram,
dan pareto diagram.
2. Measure
Tahap ini berfokus pada cara mengukur proses internal yang mempengaruhi CTQ. Pada tahap ini
mengukur batas kendali menggunakan peta P dan tingkat kemampuan proses berdasarkan DPMO
(Defect Per Million Opportunity). Langkah perhitungan sebagai berikut:
a. Peta P
1) Proporsi cacat
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑥
𝑝 = 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑏𝑔𝑟𝑢𝑝 = 𝑛 … … … … … … … … … … … … … … (1)
2) Garis Tengah
𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ∑𝑥𝑛
𝑝̅ = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 = ∑𝑛
… … … … … … … … … … … (2)
3) Batas Kendali Atas
√𝑝̅ (1−𝑝̅ )
𝐵𝐾𝐴 = 𝑝̅ + 𝐾 𝑛𝑖
… … … … … … … … … … … … … … … … … (3)
√𝑝̅ (1−𝑝̅ )
𝐵𝐾𝐵 = 𝑝̅ − 𝐾 𝑛𝑖
… … … … … … … … … … … … … … … … … (4)
b. Six Sigma
2) Menentukan CTQ
3) Menghitung DPMO
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑃𝑀𝑂 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑥 𝐶𝑟𝑖𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑇𝑜 𝑄𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦)
𝑥 1.000.000 .....................(5)
3. Analyze
Tahap ini berfokus pada mengapa terjadi cacat, kesalahan, atau variasi yang berlebihan. Pada
tahap ini dianalisa mengenai CTQ yang telah didapatkan. Kemudian untuk mengetahui akar
penyebab mengenai CTQ dilakukan stratifikasi dan diagram sebab akibat (Fishbone Diagram).
4. Improve
Tahap ini berfokus pada mengumpulkan ide untuk menghilangkan atau memecahkan masalah
serta memperbaiki kinerja pengukuran variabel X sehingga memperbaiki CTQ.
5. Control
Tahap pengendalian terfokus pada bagaimana menjaga perbaikan agar terus berlangsung,
termasuk menempatkan perangkat pada tempatnya untuk meyakinkan agar variabel utama tetap
berada dalam wilayah yang dapat diterima dalam proses yang sedang dimodifikasi (Gaspersz, V.
2002).
a. Checksheet
Tabel 1. Checksheet data produksi dan cacat produk sarung tenun
Kode :
Jumlah B-grade BS
P03
Cacat Ring Temple
Pakan Double
Warna Pakan
LS Renggang
Kotor / Noda
Pakan Putus
Salah Corak
LS Kendor
LS Tegang
Float-Lusi
Bar Tebal
Bar Tipis
LS Putus
Selilit
B-
Tanggal Produksi BS
grade
1 4425 265 7 5 3 6 92 61 16 24 47 3 6 2 6 1
2 4907 253 12 5 8 2 48 80 11 19 45 4 1 1 29 10 2
3 4690 269 12 11 6 49 86 8 39 43 5 22 11 1
4 4851 218 10 8 12 32 44 11 28 49 3 25 4 2 1 8 1
5 4683 277 4 4 14 29 9 87 18 36 47 3 25 5 1 3
6 4359 180 1 2 5 34 49 15 23 28 17 1 3 3 1
7 Tabel 1.
4707 200 Checksheet
1 data
4 3produksi
41 dan cacat
64 produk
12 21 sarung
23 tenun
26 1 (Lanjutan)
2 3 1
Kode :
Jumlah B-grade BS
P03
Pakan Double
Warna Pakan
LS Renggang
Kotor / Noda
Pakan Putus
Salah Corak
LS Kendor
LS Tegang
Float-Lusi
Bar Tebal
Bar Tipis
LS Putus
Selilit
B-
Tanggal Produksi BS
grade
8 3981 145 10 3 1 3 27 4 40 13 11 30 11 2 1 9
9 3428 163 4 3 33 57 19 1 25 1 18 4 2 1 3
10 2554 174 2 6 3 29 57 8 9 19 25 2 1 15 2
11 0 0
12 1131 44 0 1 2 8 8 17 2 6
13 3060 86 1 2 4 10 3 15 10 7 17 6 7 5 1
14 2531 73 1 3 7 21 16 6 5 5 7 3 1
15 1748 34 0 2 1 7 6 3 5 9 1
16 1288 51 0 2 17 10 1 3 13 1 2 2
17 529 15 4 7 7 1 4
18 1050 41 0 1 6 13 10 3 5 3
19 2130 115 2 1 16 29 2 23 8 10 5 21 2
20 3073 83 5 2 4 5 1 20 2 9 21 6 2 3 8 1 4
TOTAL 59125 2686 76 14 79 76 523 17 4 740 172 250 443 19 193 11 26 119 4 64 8
Melalui checksheet dapat diketahui jumlah produksi, jumlah produk baik, jumlah cacat b-grade,
dan jumlah cacat BS beserta spesifikasi atau jenis cacat yang terjadi. Terdapat 2762 produk
cacat dari 59125 total produksi yang berarti ada 4,6% cacat dari total produksi, sedangkan
toleransi dari perusahaan hanya 2%.
b. Histogram
Dari hasil data histogram dapat diketahui bahwa cacat sarung tenun paling banyak berada pada
interval 4-78 produk cacat dengan jumlah 10 jenis cacat yaitu float lusi, anyaman rusak,
kotor/noda, bar tebal, LS renggang, LS tegang, salah corak, ukuran tidak standar, cacat ring, dan
temple sobek / lubang.
c. Scatter Diagram
Gambar 2. Scatter Diagram Produk Sarung Tenun
Scatter diagram menjelaskan mengenai hubungan antara variabel jumlah produksi dengan
jumlah produk cacat. Dari hasil scatter diagram dapat diketahui bahwa variabel jumlah
produksi dengan jumlah produk cacat memiliki hubungan yang positif dan kedua variabel dapat
saling mempengaruhi.
d. Pareto Diagram
DIAGRAM PARETO
800 120
600 100
80
400 60
200 40
20
0 0
Dari diagram pareto terdapa 18 jenis cacat yang menjadi CTQ (critical to quality) antaralain
cacat tuck-in, LS putus, bar tipis, pakan putus, warna pakan, pakan double, selilit, LS kendor,
float lusi, anyaman rusak, kotor / noda, ba tebal, LS renggang, LS tegang, salah corak, ukuran
tidak standar, cacat ring temple, dan sobek / lubang. Cacat tuck-in adalah jenis cacat dengan
jumlah yang paling banyak terjadi dibandingkan jenis cacat yang lain. Sehingga cacat tuck-in
menjadi prioritas perbaikan pada penelitian ini.
2. Measure
Tahap measure dilakukan untuk mengukur tingkat kinerja perusahaan, data yang digunakan berupa
data historis perusahaan.
a. Peta P
Setelah menghilangkan data produksi pada tanggal 1, 2, 3, 5, 10, 11, 13, 14, 15, dan 20,
data dapat dikatakan terkendali karena nilai proporsi cacat tidak ada yang melewati
batas kendali.
b. Six Sigma
Tabel 3. Hasil Pengukuran Tingkat Sigma, Hasil Konversi Dari Data DPMO
Total Jumlah
Tanggal Critical To
No Produksi Cacat DPMO Sigma
Produksi Quality
(pcs) (pcs)
Hasil perhitungan DPMO kemudian dikonversikan ke nilai sigma yang mengacu pada tabel
Gezpers. Hasil pengolahan data ruangan AJL (Air Jet Loom) PT. Pismatex memiliki nilai sigma
4,294 dengan nilai DPMO sebesar 2595,25 yang artinya diinterpretasikan sebagai dalam satu
unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik jenis
cacat adalah 2595,25 kegagalan per satu juta kesempatan.
3. Analyze
a. Stratifikasi
Pada proses tenun menjadi faktor penyebab cacat terbanyak yaitu 13 jenis cacat pada produksi
sarung tenun. Cacat – cacat tersebut antara lain lusi tegang, lusi kendor, float lusi, lusi putus,
lusi renggang, cacat ring temple, tuck-in, pakan double, pakan putus, bar tebal, pakan, kotor /
noda, selilit, dan anyaman rusak.
b. Fishbone Diagram
2. Cacat pada beam seperti Perawatan mesin kanji secara berkala agar
crossing benang, lolos, serta tidak sering terjadi cacat pada benang beam.
lengket.
2 Machine (Mesin) Ada empat faktor yang
mengakibatkan cacat tuck-in,
3. Benang leno putus dan Sama halnya dengan box tuck-in, perlu
sensor magnet kotor. dilakukan pembersihan secara rutin.
1. Operator bekerja tidak sesuai Mengadakan sosialisasi SOP untuk ruang AJL
dengan prosedur yang ditetapkan perusahaan.
Memberikan teguran atau peringatan bahkan
sanksi apabila pekerja/operator bekerja tidak
sesuai dengan SOP.
KESIMPULAN
1. Cacat sarung tenun di PT. Pismatex Textile Industry ada 27 jenis, 18 jenis cacat diantaranya menjadi
CTQ (crtitical to quality) antaralain lusi tegang, lusi kendor, float lusi, lusi putus, lusi renggang,
cacat ring temple, tuck-in, pakan double, pakan putus, bar tipis, bar tebal, warna pakan, salah corak,
kotor / noda, selilit, sobek / lubang, anyaman rusak, dan ukuran tidak standar.
2. Faktor penyebab cacat sarung tenun di PT. Pismatex Textile Industry antaralain faktor material
kualitas benang pada beam kurang baik. Faktor mesin antaralain needle rusak / tidak standar, box
tuck-in, benang leno dan sensor magnet kotor serta benang catchchord putus. Faktor manusia yang
mempengaruhi cacat antaralain operator yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur dan skill
mekanik yang kurang memadai. Faktor metode yang mempengaruhi cacat yaitu perbedaan cara
operator dalam menangani mesin dan pembersihan ruangan yang hanya 1 kali dalam sehari. Faktor
lingkungan yang kotor dan lembab serta suhu yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya cacat.
Faktor mesin, material dan lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada cacat sarung
di ruangan AJL PT. Pismatex, karena proses produksi sebagian besar dijalankan oleh mesin semi-
otomatis.
3. PT. Pismatex memiliki nilai sigma sebesar 4,294 dengan nilai DPMO sebesar 2595,25 yang
diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal
dari suatu karakteristik jenis cacat adalah 2595,25 kegagalan per satu juta kesempatan. Nilai sigma
ruang AJL (Air Jet Loom) tertera pada 4 sigma yang dalam teori berarti terdapat kerugian rentan 15
– 25 % dalam setiap penjualannya (cost of poor quality), Nilai ini dapat dikatakan baik karena 4
sigma menjadi rata – rata perusahaan di United States of America.
4. Berdasarkan DMAIC dan seventools jenis cacat tuck-in merupakan CTQ (critical to quality) yang
sering terjadi dalam produksi sarung di ruangan AJL dan dapat dijadikan prioritas perbaikan dalam
penelitian ini. Fishbone diagram menjadi dasar analisa usulan perbaikan meliputi 5 faktor penyebab
terjadinya cacat.
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, V 2002, Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO
9001:2000,MBNQA, Dan Haccp, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Parwati, C, I & Sakti, R, M 2012, ‘Jurnal Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Yogyakarta’, Pengendalian Kualitas Produk Cacat Dengan Pendekatan Kaizen Dan Analisis
Masalah Dengan Seven Tools, halm. A16-A24.