Anda di halaman 1dari 11

Naskah Publikasi

EVALUASI PENGENDALIAN KUALITAS TINGKAT


KECACATAN PRODUK SARUNG TENUN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN SEVENTOOLS
DI PT. PISMATEX TEXTILE INDUSTRY
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Agil Prabowo
141.32.1007

Pembimbing

Ir. Joko Susetyo, M.T.


NIK. 93.0961.474.E

Ketua Jurusan
Teknik Teknik Industri

Endang Widuri Asih, S.T., M.T.


NIK. 95.0969.507.E
EVALUASI PENGENDALIAN KUALITAS TINGKAT KECACATAN
PRODUK SARUNG TENUN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX
SIGMA DAN SEVENTOOLS DI PT. PISMATEX TEXTILE INDUSTRY
Agil Prabowo
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Jl. Kalisahak 28 Yogyakarta
E-mail: agl.kadal47@gmail.com

ABSTRACT

PT. Prismatex Textile Industry is a company who produces Gajah Duduk woven sarong at Pekalongan. The
main problem of woven sarong at PT. Pismatex is amount of defect that exceed defect tolerance rate of company.
Number of defects is 5% of production entirety, whereas the company defect tolerance is 2%.
The used method is six sigma method then analyzed by seventools method to get a defect tolerence rate of
production and it can be an evaluation for the future with deciding a maintenance recommendation aim to minimize
the defects.
From the research result obtained that, there are 18 CTQ, base on fishbone diagram there are 5 factors
causing a defect: material, machine, man, methods, and environment. From data-processing by pareto diagram
obtained that tuck-in is the frequent defect. AJL room sigma value is 4.294 with DPMO number is 2595,25 which
intreperted into the probability of erroneous average of single product from defect type is 2595,25 defect each one
million probabilities. It caused cost around 15-25% every sale activities, to minimize the defect number also to
maximize sigma value, improvement sugestion analitic of quality control base on fishbone diagram.

Key words : Seventools, Six Sigma, Quality Control.

INTISARI

PT. Pismatex Textile Indusrty merupakan perusahaan yang memproduksi sarung tenun Gajah Duduk yang
berlokasi di Pekalongan. Masalah dalam proses produksi pembuatan sarung tenun di PT. Pismatex adalah jumlah
produk cacat yang melebihi toleransi cacat dari perusahaan. Cacat yang terjadi sebesar 5% dari keseluruhan
produksi, sedangkan toleransi cacat dari perusahaan hanya 2%.
Metode yang digunakan adalah metode six sigma yang kemudian dianalisa menggunakan metode
seventools sehingga dapat diketahui tingkat kecacatan dalam suatu produksi dan dapat menjadi evaluasi untuk masa
mendatang serta dapat ditentukan usulan tindakan perbaikan untuk meminimalkan cacat yang terjadi.
Hasil dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa ada 18 CTQ, berdasarkan fishbone diagram penyebab
terjadinya cacat ada 5 faktor yaitu material, machine, man, methods, dan environmental. Dari pengolahan data
menggunakan diagram pareto diketahui cacat tuck-in merupakan jenis cacat yang paling sering terjadi. Ruang AJL
memiliki nilai sigma sebesar 4,294 dengan nilai DPMO sebesar 2595,25 yang diinterpretasikan dalam satu unit
produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik jenis cacat adalah 2595,25
kegagalan per satu juta kesempatan., hal ini menimbulkan kerugian rentan 15 – 25 % dalam setiap penjualannya,
untuk memperkecil jumlah cacat dan meningkatkan nilai sigma dilakukan pengendalian kualitas dengan analisa
usulan tindakan perbaikan berdasar pada fishbone diagram.

Kata kunci: Seventools, Six Sigma, Pengendalian Kualitas

PENDAHULUAN
Indonesia menghadapi era globalisasi di segala bidang dan salah satunya di bidang industri. Sektor
industri merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi terciptanya suatu negara yang maju dan
makmur serta mampu bersaing di kancah Internasional khususnya dalam bidang industri. Perusahaan-
perusahaan industri bersaing dalam segala bidang, salah satunya bersaing dalam menjaga kualitas produk.
PT. Pismatex adalah perusahaan yang memproduksi tekstil yang berupa sarung tenun. PT. Pismatex
menjaga kualitas produknya untuk bersaing dengan perusahaan lain dengan cara menerapkan inspeksi
pada setiap prosesnya dan proses produksinya selalu dibawah pengawasan para karyawan. Masalah yang
terjadi dalam proses produksi pembuatan sarung tenun di PT. Pismatex adalah jumlah produk cacat yang
melebihi toleransi cacat dari perusahaan. Cacat yang terjadi sebesar 5% dari keseluruhan produksi,
sedangkan toleransi cacat dari perusahaan hanya 2%. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
dengan menggunakan metode six sigma yang kemudian dianalisa menggunakan metode seventools
sehingga dapat diketahui tingkat kecacatan dalam suatu produksi dan dapat menjadi evaluasi untuk masa
mendatang.

BAHAN DAN METODE


Kualitas
Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk ini sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang
disyaratkan oleh rancangan itu. Kualitas adalah faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis,
pertumbuhan, dan peningkatan posisi bersaing. Ada keuntungan besar pada investasidan program jaminan
kualitas yang efektif, yang memberikan kenaikan keuntungan kepada perusahaan yang dengan efektif
menggunakan kualitas sebagai strategi bisnisnya (Montgomery, D. C 1990).

Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas adalah suatu sistem verifikasi dan penjagaan atau perawatan dari suatu tingkatan
atau derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama,
pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus, serta tindakan korektif bila mana
diperlukan (Arini, D. W., dalam Parwati C. I., 2012).

Six Sigma
Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan
(DPMO – Defect Per Million Opportunity) untuk setiap transaksi produk (barang dan/atau jasa)
(Gaspersz, V. 2002).

Seventools
Seventools adalah suatu alat penggendali kualitas yang digunakan oleh Middle Management kepada
Lower Management. Seventools terdiri dari check sheet, histogram, scatter diagram, control chart, pareto
diagram, diagram sebab-akibat (fishbone diagram), dan stratifikasi.

DMAIC
Pemecahan masalah yang digunakan dengan metode six sigma adalah DMAIC (Define – merumuskan,
Measure – mengukur, Analyze – menganalisis, Improve – meningkatkan, dan Control – mengendalikan).
Kelima tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Define
Langkah define berarti mendefinisikan masalah. Pertanyaan masalah yang baik yaitu
mengidentifikasi pelanggan dan CTQ (Critical To Quality) yang memiliki pengaruh terbesar pada
kinerja produk atau jasa. Alat yang digunakan antaralain check sheet, histogram, scatter diagram,
dan pareto diagram.

2. Measure
Tahap ini berfokus pada cara mengukur proses internal yang mempengaruhi CTQ. Pada tahap ini
mengukur batas kendali menggunakan peta P dan tingkat kemampuan proses berdasarkan DPMO
(Defect Per Million Opportunity). Langkah perhitungan sebagai berikut:

a. Peta P

1) Proporsi cacat
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑥
𝑝 = 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑏𝑔𝑟𝑢𝑝 = 𝑛 … … … … … … … … … … … … … … (1)

2) Garis Tengah
𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ∑𝑥𝑛
𝑝̅ = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 = ∑𝑛
… … … … … … … … … … … (2)
3) Batas Kendali Atas

√𝑝̅ (1−𝑝̅ )
𝐵𝐾𝐴 = 𝑝̅ + 𝐾 𝑛𝑖
… … … … … … … … … … … … … … … … … (3)

4) Batas Kendali Bawah

√𝑝̅ (1−𝑝̅ )
𝐵𝐾𝐵 = 𝑝̅ − 𝐾 𝑛𝑖
… … … … … … … … … … … … … … … … … (4)

b. Six Sigma

1) Menentukan jumlah unit yang akan diukur

2) Menentukan CTQ

3) Menghitung DPMO
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑃𝑀𝑂 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑥 𝐶𝑟𝑖𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑇𝑜 𝑄𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦)
𝑥 1.000.000 .....................(5)

4) Menentukan nilai sigma

3. Analyze
Tahap ini berfokus pada mengapa terjadi cacat, kesalahan, atau variasi yang berlebihan. Pada
tahap ini dianalisa mengenai CTQ yang telah didapatkan. Kemudian untuk mengetahui akar
penyebab mengenai CTQ dilakukan stratifikasi dan diagram sebab akibat (Fishbone Diagram).

4. Improve
Tahap ini berfokus pada mengumpulkan ide untuk menghilangkan atau memecahkan masalah
serta memperbaiki kinerja pengukuran variabel X sehingga memperbaiki CTQ.

5. Control
Tahap pengendalian terfokus pada bagaimana menjaga perbaikan agar terus berlangsung,
termasuk menempatkan perangkat pada tempatnya untuk meyakinkan agar variabel utama tetap
berada dalam wilayah yang dapat diterima dalam proses yang sedang dimodifikasi (Gaspersz, V.
2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Define
Tahap define dilakukan untuk menentukan masalah yang terjadi pada proses produksi PT. Pismatex
Textile Industry.

a. Checksheet
Tabel 1. Checksheet data produksi dan cacat produk sarung tenun
Kode :
Jumlah B-grade BS
P03
Cacat Ring Temple

Ukuran tidak std


Anyaman Rusak
Sobek / Lubang
Cacat Tuck-in

Pakan Double

Warna Pakan
LS Renggang

Kotor / Noda
Pakan Putus

Salah Corak
LS Kendor
LS Tegang

Float-Lusi

Bar Tebal
Bar Tipis
LS Putus

Selilit

B-
Tanggal Produksi BS
grade

1 4425 265 7 5 3 6 92 61 16 24 47 3 6 2 6 1

2 4907 253 12 5 8 2 48 80 11 19 45 4 1 1 29 10 2

3 4690 269 12 11 6 49 86 8 39 43 5 22 11 1

4 4851 218 10 8 12 32 44 11 28 49 3 25 4 2 1 8 1

5 4683 277 4 4 14 29 9 87 18 36 47 3 25 5 1 3

6 4359 180 1 2 5 34 49 15 23 28 17 1 3 3 1
7 Tabel 1.
4707 200 Checksheet
1 data
4 3produksi
41 dan cacat
64 produk
12 21 sarung
23 tenun
26 1 (Lanjutan)
2 3 1

Kode :
Jumlah B-grade BS
P03

Cacat Ring Temple

Ukuran tidak std


Anyaman Rusak
Sobek / Lubang
Cacat Tuck-in

Pakan Double

Warna Pakan
LS Renggang

Kotor / Noda
Pakan Putus

Salah Corak
LS Kendor
LS Tegang

Float-Lusi

Bar Tebal
Bar Tipis
LS Putus

Selilit
B-
Tanggal Produksi BS
grade

8 3981 145 10 3 1 3 27 4 40 13 11 30 11 2 1 9

9 3428 163 4 3 33 57 19 1 25 1 18 4 2 1 3

10 2554 174 2 6 3 29 57 8 9 19 25 2 1 15 2

11 0 0

12 1131 44 0 1 2 8 8 17 2 6

13 3060 86 1 2 4 10 3 15 10 7 17 6 7 5 1

14 2531 73 1 3 7 21 16 6 5 5 7 3 1

15 1748 34 0 2 1 7 6 3 5 9 1

16 1288 51 0 2 17 10 1 3 13 1 2 2

17 529 15 4 7 7 1 4

18 1050 41 0 1 6 13 10 3 5 3

19 2130 115 2 1 16 29 2 23 8 10 5 21 2

20 3073 83 5 2 4 5 1 20 2 9 21 6 2 3 8 1 4

TOTAL 59125 2686 76 14 79 76 523 17 4 740 172 250 443 19 193 11 26 119 4 64 8

Melalui checksheet dapat diketahui jumlah produksi, jumlah produk baik, jumlah cacat b-grade,
dan jumlah cacat BS beserta spesifikasi atau jenis cacat yang terjadi. Terdapat 2762 produk
cacat dari 59125 total produksi yang berarti ada 4,6% cacat dari total produksi, sedangkan
toleransi dari perusahaan hanya 2%.
b. Histogram

Gambar 1. Histogram Data Jumlah Cacat Sarung Tenun

Dari hasil data histogram dapat diketahui bahwa cacat sarung tenun paling banyak berada pada
interval 4-78 produk cacat dengan jumlah 10 jenis cacat yaitu float lusi, anyaman rusak,
kotor/noda, bar tebal, LS renggang, LS tegang, salah corak, ukuran tidak standar, cacat ring, dan
temple sobek / lubang.

c. Scatter Diagram
Gambar 2. Scatter Diagram Produk Sarung Tenun

Scatter diagram menjelaskan mengenai hubungan antara variabel jumlah produksi dengan
jumlah produk cacat. Dari hasil scatter diagram dapat diketahui bahwa variabel jumlah
produksi dengan jumlah produk cacat memiliki hubungan yang positif dan kedua variabel dapat
saling mempengaruhi.

d. Pareto Diagram

DIAGRAM PARETO
800 120
600 100
80
400 60
200 40
20
0 0

jumlah defect kumulatif %

Gambar 3. Pareto Diagram Produk Sarung Tenun

Dari diagram pareto terdapa 18 jenis cacat yang menjadi CTQ (critical to quality) antaralain
cacat tuck-in, LS putus, bar tipis, pakan putus, warna pakan, pakan double, selilit, LS kendor,
float lusi, anyaman rusak, kotor / noda, ba tebal, LS renggang, LS tegang, salah corak, ukuran
tidak standar, cacat ring temple, dan sobek / lubang. Cacat tuck-in adalah jenis cacat dengan
jumlah yang paling banyak terjadi dibandingkan jenis cacat yang lain. Sehingga cacat tuck-in
menjadi prioritas perbaikan pada penelitian ini.

2. Measure
Tahap measure dilakukan untuk mengukur tingkat kinerja perusahaan, data yang digunakan berupa
data historis perusahaan.

a. Peta P

Tabel 2. Hasil Perhitungan Proporsi, Garis Tengah, BKA, BKB


Total Produk Cacat Cacat Total
Tanggal Garis
No Produksi Baik B BS Cacat Proporsi BKA BKB
Produksi Tengah
(pcs) (pcs) (pcs) (pcs) (pcs)
4 04-Jun-17 4851 4623 218 10 228 0,047 0,044 0,053 0,035
6 06-Jun-17 4359 4178 180 1 181 0,042 0,044 0,053 0,035
7 07-Jun-17 4707 4506 200 1 201 0,043 0,044 0,053 0,035
8 08-Jun-17 3981 3826 145 10 155 0,039 0,044 0,054 0,034
9 09-Jun-17 3428 3261 163 4 167 0,049 0,044 0,054 0,033
12 12-Jun-17 1131 1087 44 0 44 0,039 0,044 0,062 0,026
16 16-Jun-17 1288 1237 51 0 51 0,040 0,044 0,061 0,027
17 17-Jun-17 529 510 15 4 19 0,036 0,044 0,071 0,017
18 18-Jun-17 1050 1009 41 0 41 0,039 0,044 0,063 0,025
19 19-Jun-17 2130 2013 115 2 117 0,055 0,044 0,057 0,031
TOTAL 27454 26250 1172 32 1204
Sumber : Pengolahan Data Perusahaan
BKA & BKB
0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Proporsi Garis Tengah BKA BKB

Gambar 4. Grafik Batas Kendali Atas dan Batas Kendali Bawah

Setelah menghilangkan data produksi pada tanggal 1, 2, 3, 5, 10, 11, 13, 14, 15, dan 20,
data dapat dikatakan terkendali karena nilai proporsi cacat tidak ada yang melewati
batas kendali.
b. Six Sigma

Tabel 3. Hasil Pengukuran Tingkat Sigma, Hasil Konversi Dari Data DPMO
Total Jumlah
Tanggal Critical To
No Produksi Cacat DPMO Sigma
Produksi Quality
(pcs) (pcs)

1 01-Jun-17 4425 272 18 3414,94 4,204


2 02-Jun-17 4907 265 18 3000,25 4,247
3 03-Jun-17 4690 281 18 3328,60 4,213
4 04-Jun-17 4851 228 18 2611,15 4,292
5 05-Jun-17 4683 281 18 3333,57 4,213
6 06-Jun-17 4359 181 18 2306,85 4,292
7 07-Jun-17 4707 201 18 2372,35 4,323
8 08-Jun-17 3981 155 18 2163,05 4,352
9 09-Jun-17 3428 167 18 2706,47 4,281
10 10-Jun-17 2554 176 18 3828,42 4,166
11 11-Jun-17 0 0 18
12 12-Jun-17 1131 44 18 2161,31 4,353
13 13-Jun-17 3060 87 18 1579,52 4,451
14 14-Jun-17 2531 74 18 1624,30 4,443
15 15-Jun-17 1748 34 18 1080,60 4,567
16 16-Jun-17 1288 51 18 2199,79 4,348
17 17-Jun-17 529 19 18 1995,38 4,378
18 18-Jun-17 1050 41 18 2169,31 4,352
19 19-Jun-17 2130 117 18 3051,64 4,242
20 20-Jun-17 3073 88 18 1590,92 4,449
Total 59125 2762 2595,25 4,294
Sumber : Pengolahan Data PT. Pismatex

Hasil perhitungan DPMO kemudian dikonversikan ke nilai sigma yang mengacu pada tabel
Gezpers. Hasil pengolahan data ruangan AJL (Air Jet Loom) PT. Pismatex memiliki nilai sigma
4,294 dengan nilai DPMO sebesar 2595,25 yang artinya diinterpretasikan sebagai dalam satu
unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik jenis
cacat adalah 2595,25 kegagalan per satu juta kesempatan.
3. Analyze

a. Stratifikasi

Tabel 4. Stratifikasi Departemen Penyebab Cacat


Proses
Jenis Cacat Jumlah Gudang
Softcones Dyeing Persiapan Tenun QA Finishing Jahit Packing
warna
Cacat
740 v
Tuckin
LS Putus 523 v
Bar Tipis 443 v
Pakan Putus 250 v
Warna
193 v v
Pakan
Pakan
172 v
Double
Selilit 119 v
LS Kendor 79 v v
Float Lusi 76 v
Anyaman
64 v v
Rusak
Kotor/noda 26 v V
Bar Tebal 19 v v
LS
17 v v
Renggang
LS Tegang 14 v v
Salah Corak 11 v v
Ukuran tdk
8 v v
std
Cacat Ring
4 v
Temple
Sobek /
4 V v
Lubang
Jumlah 2762
Sumber Data : Pengolahan data perusahaan

Pada proses tenun menjadi faktor penyebab cacat terbanyak yaitu 13 jenis cacat pada produksi
sarung tenun. Cacat – cacat tersebut antara lain lusi tegang, lusi kendor, float lusi, lusi putus,
lusi renggang, cacat ring temple, tuck-in, pakan double, pakan putus, bar tebal, pakan, kotor /
noda, selilit, dan anyaman rusak.

b. Fishbone Diagram

Gambar 5. Fishbone Diagram


4. Improve

Tabel 5, Usulan Tindakan Perbaikan Cacat Tuck-in


No Faktor Penyebab Masalah Usulan Perbaikan

1 Material (Bahan 1. Ketidakpastian kualitas Diperlukan inspeksi diantara proses persiapan


Baku) benang pada beam. dan proses tenun untuk menjaga kualitas
benang pada beam.

2. Cacat pada beam seperti Perawatan mesin kanji secara berkala agar
crossing benang, lolos, serta tidak sering terjadi cacat pada benang beam.
lengket.
2 Machine (Mesin) Ada empat faktor yang
mengakibatkan cacat tuck-in,

1. Needle Rusak Melakukan pengecekan dan maintenance


needle setiap satu minggu sekali.

Menjadwalkan pergantian needle secara


berkala.

2. Box Tuck-in kotor. Pembersihan rutin box tuck-in dilakukan pada


saat pagi dan sore atau malam hari.

3. Benang leno putus dan Sama halnya dengan box tuck-in, perlu
sensor magnet kotor. dilakukan pembersihan secara rutin.

4. Catchchord putus Menyambungkan benang catchchord sesuai


prosedur yang ada.

Inti dari usulan untuk meminimalisir cacat


yang ditimbulkan oleh faktor mesin adalah
perawatan mesin secara tepat dan akurat, dan
perawatan harus sesuai dengan prosedur yang
ada.

3 Man (Manusia) Faktor manusia dapat dijabarkan


menjadi dua, yaitu:

1. Operator bekerja tidak sesuai Mengadakan sosialisasi SOP untuk ruang AJL
dengan prosedur yang ditetapkan perusahaan.
Memberikan teguran atau peringatan bahkan
sanksi apabila pekerja/operator bekerja tidak
sesuai dengan SOP.

Memberikan motivasi kerja serta


menumbuhkan “rasa memiliki” untuk seluruh
pekerja.

2. Skill mekanik kurang Mengadakan pelatihan khusus untuk para


memadai dalam menangani mekanik agar dapat meningkatkan skill dalam
needle (jarum) tuck-in menangani mesin AJL.

Inti dari usulan ini adalah melakukan pelatihan


dan pemberian motivasi kerja untuk
meningkatkan skill, motivasi kerja, kesadaran,
dan tanggung jawab karyawan.

4 Methods (Metode) 1. Terdapat perbedaan cara Perlu dilakukan pelatihan untuk


operator pada penanganan mengoperasikan mesin secara berkala, agar
mesin apabila terjadi para operator dapat menguasai dan
masalah, dan operasional mengoperasikan mesin sesuai dengan prosedur
mesin tidak sesuai dengan yang ada.
prosedur.
Tabel 5. Usulan Tindakan Perbaikan Cacat Tuck-in (Lanjutan)
No Faktor Penyebab Masalah Usulan Perbaikan

2. Pembersihan ruangan hanya Pembersihan ruangan dua kali dalam sehari,


dilakukan satu kali dalam pada pagi dan sore atau malam hari.
sehari.
3. Operator memegang 5 - 6 Mengurangi jumlah mesin yang dipegang oleh
buah mesin secara operator.
bersamaan.
5 Environmental 1. Lingkungan kotor (flying Pembersihan ruangan dilakukan 2 kali dalam
(Lingkungan) waste) sehari.

2. Kelembaban udara dan suhu Penambahan AC (air condisioner). AC dapat


ruangan tidak stabil menjaga kelembaban udara di ruangan mesin
AJL (Air Jet Loom), kelembaban udara yang
terjaga dapat meminimalisir fly waste yang
menjadi penyebab cacat pada produk sarung
tenun.

KESIMPULAN
1. Cacat sarung tenun di PT. Pismatex Textile Industry ada 27 jenis, 18 jenis cacat diantaranya menjadi
CTQ (crtitical to quality) antaralain lusi tegang, lusi kendor, float lusi, lusi putus, lusi renggang,
cacat ring temple, tuck-in, pakan double, pakan putus, bar tipis, bar tebal, warna pakan, salah corak,
kotor / noda, selilit, sobek / lubang, anyaman rusak, dan ukuran tidak standar.

2. Faktor penyebab cacat sarung tenun di PT. Pismatex Textile Industry antaralain faktor material
kualitas benang pada beam kurang baik. Faktor mesin antaralain needle rusak / tidak standar, box
tuck-in, benang leno dan sensor magnet kotor serta benang catchchord putus. Faktor manusia yang
mempengaruhi cacat antaralain operator yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur dan skill
mekanik yang kurang memadai. Faktor metode yang mempengaruhi cacat yaitu perbedaan cara
operator dalam menangani mesin dan pembersihan ruangan yang hanya 1 kali dalam sehari. Faktor
lingkungan yang kotor dan lembab serta suhu yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya cacat.
Faktor mesin, material dan lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada cacat sarung
di ruangan AJL PT. Pismatex, karena proses produksi sebagian besar dijalankan oleh mesin semi-
otomatis.

3. PT. Pismatex memiliki nilai sigma sebesar 4,294 dengan nilai DPMO sebesar 2595,25 yang
diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal
dari suatu karakteristik jenis cacat adalah 2595,25 kegagalan per satu juta kesempatan. Nilai sigma
ruang AJL (Air Jet Loom) tertera pada 4 sigma yang dalam teori berarti terdapat kerugian rentan 15
– 25 % dalam setiap penjualannya (cost of poor quality), Nilai ini dapat dikatakan baik karena 4
sigma menjadi rata – rata perusahaan di United States of America.

4. Berdasarkan DMAIC dan seventools jenis cacat tuck-in merupakan CTQ (critical to quality) yang
sering terjadi dalam produksi sarung di ruangan AJL dan dapat dijadikan prioritas perbaikan dalam
penelitian ini. Fishbone diagram menjadi dasar analisa usulan perbaikan meliputi 5 faktor penyebab
terjadinya cacat.

DAFTAR PUSTAKA

Gaspersz, V 2002, Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO
9001:2000,MBNQA, Dan Haccp, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Montgomery, D, C 1990, Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik, UGM, Yogyakarta.

Parwati, C, I & Sakti, R, M 2012, ‘Jurnal Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Yogyakarta’, Pengendalian Kualitas Produk Cacat Dengan Pendekatan Kaizen Dan Analisis
Masalah Dengan Seven Tools, halm. A16-A24.

Anda mungkin juga menyukai