Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume 1 Nomor 2 ISSN : 2809-459X

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARMENT


UNTUK MEMINIMALISIR DEFECT DENGAN MENGGUNAKAN
METODE SIX SIGMA PADA DEPARTEMEN SEWING DI PT. MAS
ARYA INDONESIA 2

Sido Dea Auvia1, sidodea@gmail.com


Hurun’in2, hurunin978@gmail.com
Ermayana Megawati3, ermayana1803@gmail.com
Muhammad Abdul Jabar4, jabarma18@gmail.com
Teknik Industri1,2,3,4, Universitas Selamat Sri1,2,3,4

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan perbaikan pada proses produksi garment line 3 PT. MAS ARYA
INDONESIA 2. Hal ini dilakukan karena tingginya defect yang terjadi pada line 3 dibandingkan line lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode six sigma dimulai dari tahap define, measure, analyze, improve, control.
Pada tahap define merupakan alur proses produksi dari material datang sampai siap kirim. Pada tahap
measure ditemukan empat defect tertinggi dari hasil diagram pareto yaitu: defect oil mark dengan nilai DPMO
233568,7 dengan nilai sigma 2,23, defect Broken stitches at Bottom hem dengan nilai DPMO 109179,8 dengan
nilai sigma 2,73, defect Pleat at Bottom hem dengan nilai DPMO 70070,61 dengan nilai sigma 2,98, defect
Twisted or roped seam at Inseam dengan nilai DPMO 68984,25 dengan nilai sigma 2,98. Hasil analyze
ditemukan faktor penyebab terjadinya defect menggunakan diagram fishbone yaitu faktor mesin, manpower,
material, metode dan motivasi. Pada tahap improve dilakukan perbaikan atas faktor penyebab defect dan
dalam tahap control dilakukan pengawasan atas usulan perbaikan yang telah dilakukan.

Kata kunci: Pengendalian Kualitas, Six Sigma, Diagram Fishbone.

ABSTRACT
This study aims to propose improvements to the garment production process line 3 PT. MAS ARYA INDONESIA 2. This
is done because of the high defect that occurs in line 3 compared to other lines. This study uses the six sigma method
starting from the define, measure, analyze, improve, control stages. The define stage is the flow of the production process
from incoming materials to ready to ship. In the measure stage, the four highest defects found from the results of the
Pareto diagram are: defect oil mark with a DPMO value of 233568.7 with a sigma value of 2.23, Broken stitches at
Bottom hem defect with a DPMO value of 109179.8 with a sigma value of 2.73, Pleat at Bottom hem defect with a DPMO
value of 70070.61 with a sigma value of 2 .98, defect Twisted or roped seam at Inseam with a DPMO value of 68984.25
with a sigma value of 2.98. The results of the analysis found the factors causing the defect using a fishbone diagram,
namely engine, manpower, material, method and motivation factors. In the improve stage, improvements are made to the
factors causing the defect and in the control stage, supervision is carried out on the proposed improvements that have
been made.

Keywords: Quality Control, Six Sigma, Fishbone Diagram

1. PENDAHULUAN customer, perusahaan selalu memberikan hasil output


garment dengan kualitas terbaik sesuai standar Nike.
1.1 Latar Belakang Pengendalian kualitas produk sangat diperhatikan
perusahaan mengingat tidak semua perusahaan dapat
PT. MAS Arya Indonesia 2 memproduksi pakaian melakukan kerja sama dengan branding terkenal
olahraga (baju, celana, jaket) dengan Nike sebagai sebesar Nike.
customer utamanya. Dalam memenuhi kebutuhan

1
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume X Nomor Y ISSN

Permasalahan di PT. MAS ARYA INDONESIA 2 pakaian. selanjutnya pengawasa pada saat proses
masih terdapat produk defect yang banyak. Hal ini pemotongan fabric dan penjahitan bahan menjadi
menandakan pengendalian kualitas pada perusahaan pakaian.
tersebut tidak baik. Hal ini tentunya akan berpengaruh 2. Pengawasan setelah proses (barang jadi)
terhadap biaya produksi yang mahal, waktu produksi Pengawasan ini bertujuan untuk mengecek barang jadi
akan menjadi lama, menurunnya nilai velue produk, yang masih terdapat cacat (defect) atau tidak
dan akan membuat konsumen kecewa. meloloskan produk defect sebelum sampai ketangan
Jika kondisi seperti ini masih tetap terjadi, tentunya konsumen.
akan memberikan dampak buruk bagi perusahaan yang
akan menyebabkan kebangkrutan dan mempengaruhi 2.1 Definisi Six Sigma
operasional perusahaan tersebut. Pengendalian kualitas Six sigma merupakan konsep yang relatif baru bagi
menjadi pilar utama dalam persaingan bisnis global. banyak organisasi. Six sigma bukan merupakan
Oleh sebab itulah alasan peneliti memilih tema program kualitas yang berpegang pada zero defect
pengendalian kualitas terhadap produk garment di PT. (tanpa cacat), tetapi memberikan toleransi kesalahan
MAS ARYA INDONESIA 2. hanya 3,4 persejuta peluang (Brue, 2002). Di samping
Dalam penelitian kali ini untuk meminimalisir defect itu juga memberikan pengkuran–pengukuran skala
peneliti memilih metode six sigma dalam memecahkan sistematik untuk membantu mengukur proses–proses
masalah. Menurut Pande (2002), Six Sigma adalah perbaikan produk.
sebuah cara mengukur proses dan tujuan mendekati Tujuan penerapan six sigma dalam perusahaan adalah
sempurna yang disajikan dengan 3,4 DPMO (Defect untuk meningkatkan kualitas produk yang berpengaruh
Per Million Opportunities) serta merupakan salah satu terhadap biaya produksi dan kepuasan pelanggan
pendekatan untuk mengubah budaya organisasi. tercapai disamping itu waktu produksi akan semakin
Six Sigma juga dikatakan sebagai metode yang singkat dan efektif.
berfokus pada proses dan pencegahan cacat (defect) Peningkatan dalam bidang–bidang ini akan
(Snee, 2004). Pencegahan cacat dilakukan dengan cara menghasilkan penghematan biaya yang dramatis,
mengurangi variasi yang ada di dalam setiap proses peluang untuk mempertahankan pelanggan, masuk
dengan menggunakan teknik-teknik statistik yang pasar baru, membangun reputasi bagi produk dan
sudah dikenal secara umum. Six sigma akan menjadi layangan dengan performa atau kinerja tinggi (Pande
metode tepat dalam penelitian kali ini karena dalam dan Holpp, 2003)
penyelesaian masalah defect mempunyai tahapan- .
tahapan yang dapat mengetahui secara rinci 2.2 Aspek Dasar Six Sigma
permasalahan yang sedang terjadi di PT. MAS ARYA Menurut pande dkk (2002), terdapat enam aspek utama
INDONESIA 2. yang perlu diperhatikan oleh manajemen yang ingin
menerapkan konsep six sigma, yaitu:
2. LANDASAN TEORI 1. Mengutamakan pelanggan: pelanggan adalah orang
Pada perkembangan industri saat ini hal terpenting yang paling dekat dengan perusahaan, hasil produk
dalam proses produksi adalah pengendalian kualitas. dengan kualitas baik akan memberikan kepuasan
Untuk dapat bersaing dari perusahaan lainnya pelanggan menjadi meningkat begitu juga sebaliknya.
pengendalian kualitas perlu diperhatikan dengan serius 2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan
dan diutamakan. Perusahaan membutuhkan kebijakan berdasarkan opini atau pendapat tanpa dasar.
yang tepat untuk pengendalian kualitas produknya agar 3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan:
sesuai dengan standar mutu produk yang baik ditangan proyek six sigma akan berhasil jika kita mengetahui
konsumen. proses produksi serta fokus terhadap kekurangan
Menurut Zulian Yamit (2011) “pengendalian kualitas sehingga akan menciptakan berbaikan dalam
adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus kekurangan tersebut.
dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran dalam 4. Menajemen yang proaktif: peran pemimpin dan
hal kualitas produksi dan jasa pelayanan yang manajer sangat penting dalam mengarahkan
diproduksi”. Secara garis besar kegiatan pengawasan keberhasilan dalam melakukan perubahan.
terhadap produk perusahaan dibedakan menjadi dua, 5. Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim yang
yaitu harus mulus.
1. Pengawasan selama proses 6. Selalu mengejar kesempurnaan.
Pengawasan yang dilakukan selama proses produksi 2.3 Metode Six Sigma
berlangsung. Seperti contoh pengawasan terhadap Six sigma sebagai sistem pengukuran
produk garment, pengecekan dilakukan terhadap bahan menggunakan Defect per Million
baku garment (fabric) yang mana bertujuan agar tidak Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran.
ada bahan baku yang cacat untuk diolah menjadi DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas

2
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume 1 Nomor 2 ISSN : 2809-459X

produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung perbaikan/peningkatan kinerja dan menetapkan ukuran
dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Dengan yang akan dijadikan basis pengukuran peningkatan
menggunakan tabel konversi ppm dan sigma pada kinerja setelah project six sigma diimplemantasikan.
lampiran, akan dapat diketahui tingkat sigma. 3. Analyze
Tabel 1 pencapaian level six sigma Proses analisis ini merupakan pencarian akar sebab-
Sigma Parts per Million akibat terjadinya defect yang dapat diketahui dengan
6 Sigma 3,4 defects per million ( industri kelas menggunakan diagram fishbone yang nantinya akan
dunia) dilakukan tahap perbaikan.
5 Sigma 233 defects per million (rata-rata 4. Improve
industri Jepang) Pada tahap ini dilakukan pemberian usulan perbaikan
4 Sigma 6.210 defects per million (rata-rata yang akan dilakukan setelah mengetahui sumber akar
industri USA) permasalahan. Pemberian usulan perbaikan merupakan
3 Sigma 66.807 defects per million kegiatan yang penting untuk menjamin mutu produk
2 Sigma 308.537 defects per million (rata-rata melalui metode six sigma.
industri Indonesia) 5. Control
1 Sigma 690.000 defects per million (sangat Tahap kelima dalam metode six sigma adalah control
tidak kompetitif) yang bertujuan memastikan bahwa pelaksanaan usulan
Sumber : Gaspersz dan Fontana (2011) perbaikan dapat dijalankan secara baik dan benar. Serta
melakukan monitoring keberhasilan dalam melakukan
Menurut Gaspersz (2007), terdapat dua metedologi six usulan perbaikan.
sigma yang dapat digunakan yaitu: DMAIC (Define,
Measure, Analyze, Improve, Control) dan DMADV 3. METODOLOGI PENELITIAN
(Define, Measure, Analyze, Design, Verify). DMAIC
digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang ada, Mulai
sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan
desain proses baru atau desain produk baru dalam cara
sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas Survei
kesalahan (zero defect/errors).
Kajian Pustaka

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data

Gambar 1 Siklus DMAIC Pengolahan Data Menggunakan


Sumber : Gaspersz (2007) Metode Six Sigma
Dalam penerapannya, six sigma memiliki 5 (lima)
langkah untuk memperbaiki kinerja bisnis yaitu define,
measure, analyze, improve, dan control sehingga Pembahasan
masalah atau peluang, proses, dan persyaratan
pelanggan harus diverifikasi dan diperbaharui dalam Kesimpulan dan Saran
tiap-tiap langkahnya.
1. Define
Menurut Pande (2002), pada tahap define terdapat dua Selesai
hal yang perlu dilakukan, yaitu:
Gambar 2 Diagram alir penelitian
a. Mendefinisikan proses inti perusahaan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan
pelanggan
4.1 Deskripsi Data
2. Measure
Pada penelitian ini deskripsi data merupakan data
Menurut Soemohadiwidjojo (2017), tujuan dari
defect pada bulan Juni 2022 yang diambil pada bagian
langkah measure adalah mencari peluang untuk
endline.

3
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume X Nomor Y ISSN

Tabel 2 Report Defect Line 3 Juni 2022 Jumlah 1841 11,62% 88,38%
Date Line Qty Qty Defect Endline Sumber : Data Endline Juni 2022 PT. MAS Arya
Check Defect Rate FTT Indonesia
2 Juni Line Dalam tabel diatas dapat dijelaskan jumlah defect
2022 3
1130 85 7,52% 92,48%
produk garment pada bulan Juni 2022 sebanyak 1841
3 Juni Line pcs dengan presentase sebesar 11,62%. Dalam jangka
2022 3
990 129 13,03% 86,97%
sebulan top defect terbanyak pada tanggal 14 Juni 2022
6 Juni Line 1990 194 9,74% 90,53% dengan presentase defect sebesar 34,10%. Urutan
2022 3
kedua top defect terbanyak pada tanggal 15 Juni 2022
7 Juni Line 895 103 11,5% 88,5%
2022 3 dengan presentase defect sebesar 33,87%. Urutan
8 Juni Line 1030 111 10,77% 89,23% selanjutnya pada tanggal 13 Juni 2022 dengan
2022 3 presentase defect sebesar 22,06%.
9 Juni Line 1698 145 8,53% 91,47%
2022 3 Tabel 3 Jenis Defect Departement Sewing Juni 2022
10 Line 1045 128 12,24% 87,76%
Juni 3 Defect Reason Qty %
2022
13 Line 485 107 22,06% 77,94% Oil marks 430 23,36%
Juni 3 Broken stitches at Bottom
2022 hem 201 10,92%
14 Line Pleat at Bottom hem 129 7,01%
Juni 3 217 74 34,10% 65,90% Twisted or roped seam at
2022 Inseam 127 6,90%
15 Line 248 84 33,87% 66,13% Un-cut Thread at Bottom
Juni 3 hem 70 3,80%
2022
Puckering at Join wb to
16 Line 343 77 22,44% 77,56% body 69 3,75%
Juni 3
open seam at Bottom hem 63 3,42%
2022
Puckering at WB (mobilon
17 Line 674 84 12,46% 87,54% /wb ring/outline) 47 2,55%
Juni 3
Puckering at Top WB 45 2,44%
2022
Broken stitches at Join wb
20 Line 863 99 11,47% 88,53% to body 43 2,34%
Juni 3
Puckering at Front Rise 36 1,96%
2022
open seam at Side seam 33 1,79%
21 Line 791 96 12,13% 87,87%
Juni 3 open seam at Join wb to
2022 body 32 1,74%
22 Line 853 91 Raw edge at Front Rise 31 1,68%
10,66% 89,34%
Juni 3 Run off stitch at Bottom hem 31 1,68%
2022 Un-cut Thread at WB
23 Line 557 75 (mobilon /wb ring/outline) 31 1,68%
13,46% 86,54%
Juni 3 Puckering at Side seam 30 1,63%
2022 Raw edge at Inseam 30 1,63%
24 Line Raw edge at Bottom hem 29 1,58%
Juni 3 88 7 7,95% 92,05% Broken stitches at WB
2022 (mobilon /wb ring/outline) 28 1,52%
27 Line OPEN OPEN Un-cut ThreadAdditional 1 27 1,47%
Juni 3 Uneven seam allowance at
2022 Join wb to body 26 1,41%
28 Line Raw edge at Back Rise 24 1,30%
Juni 3 95 13 13,68% 86,32% Uneven seam allowance at
2022 WB (mobilon /wb
29 Line 878 65 7,40% 92,6% ring/outline) 24 1,30%
Juni 3 Miscellaneous Construction
2022 Defects 22 1,20%
30 Line 962 74 7,69% 92,31% open seam at WB (mobilon
Juni 3 /wb ring/outline) 20 1,09%
2022 Uneven/Wavy Stitching 20 1,09%

4
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume 1 Nomor 2 ISSN : 2809-459X

wrong label 20 1,09% Miscellaneous Cleanliness


Slanted at Back Rise 19 1,03% Defects 4 0,22%
Missing Sticker CAD 14 0,76% Needle Damge 3 0,16%
asymetrical/unbalance at open seamAdditional 1 3 0,16%
Front Rise 14 0,76% Run off stitch at WB
Broken stitches at Inseam 13 0,71% (mobilon /wb ring/outline) 3 0,16%
asymetrical/unbalance at asymetrical/unbalance at
Back Rise 13 0,71% Bottom hem 2 0,11%
asymetrical/unbalance at Broken stitches at Top WB 2 0,11%
Inseam 10 0,54% Broken stitches at Front
Skip/slip stitches at WB Rise 1 0,05%
(mobilon /wb ring/outline) 7 0,38% Broken stitches at Back Rise 1 0,05%
Shading 6 0,33% Jumlah 1841 100,00%
asymetrical/unbalance at Sumber : Data Endline Juni 2022 PT. MAS Arya
Top WB 4 0,22% Indonesia
asymetrical/unbalance at
Join wb to body 4 0,22%

4.2 Define
Pada tahap ini dilakukan proses pengamatan pada proses produksi yang bertujuan untuk mengetahui proses alur
produksi serta gambaran permasalahan yang sedang terjadi.

Kedatangan Fabric Kedatangan Accesorries


dari Supplier dari Supplier

Fabric Diterima oleh Accesorries Diterima oleh Raw


Raw Material Material

Pengecekan Fabric oleh QC Pengecekan accessorries oleh


Laboratorium QC Laboratorium

Fabric yang telah di rileks NO NO


Free Sewing
QC
Metal

Proses spreading BPU


Simpan di
storage FG
Proses cutting Simpan di
storage FG

NO
Bundle dan number fabric
Printing Qty
Random
Sampling Lolos
lengkap ?
Super Market Produksi QC FG

Bordir Traverel YES


Produksi
Siap Eksport
Centralize

Gambar 3 Proses Produksi PT. MAS ARYA INDONESIA 2


4.3 Measure
Berdasarkan data endline QC pada bulan Juni 2022 dapat diketahui jenis defect yang ditunjukkan pada tabel 3
selanjutnya dibuatkan diagram pareto yang seperti gambar 3. dari hasil diagram pareto tersebut diperoleh 4 jenis
defect tertinggi yaitu Oil Marks, Broken Stiches at Bottong hem, Pleat at Bottom hem dan Twisted or roped seam at
Inseam yang selanjutnya menjadi CTQ.

5
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume X Nomor Y ISSN

Gambar 4 Diagram Pareto Defect June 2022


Dari hasil diagram pareto diatas dapat kita baca bahwa hasil defect terbanyak yaitu oil mark dengan hasil 430 pcs
dengan presentase 23,36% diikuti dengan Broken stitches at Bottom hem dengan hasil 201 pcs dengan presentase
komulatif 34,28%, selanjutnya defect Pleat at Bottom hem dengan hasil 129 pcs dengan presentase komulatif 41,29%
dan selanjutnya.
open seam at Side seam 33 17925,04 3,60
Tabel 4 Nilai DPMO dan Tingkat Sigma Defect open seam at Join wb to
body 32 17381,86 3,61
Tingkat
Defect Reason F DPMO Raw edge at Front Rise 31 16838,67 3,62
Sigma
Run off stitch at Bottom
Oil marks 430 233568,7 2,23 hem 31 16838,67 3,62
Broken stitches at Un-cut Thread at WB
Bottom hem 201 109179,8 2,73 (mobilon /wb
Pleat at Bottom hem 129 70070,61 2,98 ring/outline) 31 16838,67 3,62
Twisted or roped seam at Puckering at Side seam 30 16295,49 3,64
Inseam 127 68984,25 2,98
Raw edge at Inseam 30 16295,49 3,64
Un-cut Thread at Bottom
hem 70 38022,81 3,27 Raw edge at Bottom hem 29 15752,31 3,65
Puckering at Join wb to Broken stitches at WB
body 69 37479,63 3,28 (mobilon /wb
open seam at Bottom ring/outline) 28 15209,13 3,66
hem 63 34220,53 3,32 Un-cut ThreadAdditional
Puckering at WB 1 27 14665,94 3,68
(mobilon /wb Uneven seam allowance
ring/outline) 47 25529,6 3,45 at Join wb to body 26 14122,76 3,69
Puckering at Top WB 45 24443,24 3,47 Raw edge at Back Rise 24 13036,39 3,73
Broken stitches at Join Uneven seam allowance
wb to body 43 23356,87 3,49 at WB (mobilon /wb
ring/outline) 24 13036,39 3,73
Puckering at Front Rise 36 19554,59 3,56

6
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume 1 Nomor 2 ISSN : 2809-459X

Miscellaneous asymetrical/unbalance at
Construction Defects 22 11950,03 3,76 Top WB 4 2172,732 4,35
open seam at WB asymetrical/unbalance at
(mobilon /wb Join wb to body 4 2172,732 4,35
ring/outline) 20 10863,66 3,80 Miscellaneous
Uneven/Wavy Stitching 20 10863,66 3,80 Cleanliness Defects 4 2172,732 4,35
wrong label 20 10863,66 3,80 Needle Damage 3 1629,549 4,44
Slanted at Back Rise 19 10320,48 3,81 open seamAdditional 1 3 1629,549 4,44
Run off stitch at WB
Missing Sticker CAD 14 7604,563 3,93
(mobilon /wb
asymetrical/unbalance at
ring/outline) 3 1629,549 4,44
Front Rise 14 7604,563 3,93
asymetrical/unbalance at
Broken stitches at
Bottom hem 2 1086,366 4,57
Inseam 13 7061,38 3,95
Broken stitches at Top
asymetrical/unbalance at
WB 2 1086,366 4,57
Back Rise 13 7061,38 3,95
Broken stitches at Front
asymetrical/unbalance at
Rise 1 543,1831 4,77
Inseam 10 5431,831 4,05
Broken stitches at Back
Skip/slip stitches at WB
Rise 1 543,1831 4,77
(mobilon /wb
ring/outline) 7 3802,281 4,17
Shading 6 3259,098 4,22

4.4 Analyze
Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, dengan
mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan dalam proses (Gaspersz, 2002). Dalam
tahap analisis ini, peneliti menggunakan diagram fishbone dalam mengetahui sebab akibat permasalahan.
1. Defect Oil Marks

Gambar 5. Diagram Fishbone cacat Oil Mark


a. Faktor Material
Terdapat noda pada panel yang disebabkan terkena minyak yang disebabkan oleh mesin jahit dalam proses produksi
pembuatan garment.
b. Faktor Manpower

7
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume X Nomor Y ISSN

Manpower tidak menerapkan 5 S yang bertujuan untuk kerapian dan kebersihan dalam suatu area kerja dan dapat
membantu menciptakan kerja nyaman serta memberikan evektivitas kerja yang baik. Dan kurang manpower
dikarenakan manpower mengambil ijin dan harus digantikan oleh operator lain yang perlu dilatih lagi untuk
mengoperasikan pekerjaan yang ditinggal.
c. Faktor Mesin
Mesin mengalami kebocoran oli dalam proses produksi, oli berasal dari dalam mesin. Dalam proses produksi oli
bocor dalam sela-sela mesin yang mengakibatkan panel terkena minyak / oli mesin jahit. Hal ini juga diperparah
dengan kurangnya perawatan mesin jahit yang disebabkan oleh kurangnya tenaga mekanik yang ada.
d. Faktor Metode
Kurangnya menerapkan kebersihan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan yang dapat meminimalisir terjadinya
defect. Lingkungan kerja kotor dapat menyebabkan panel kotor yang nantinya akan masuk dalam kategori defect.
e. Faktor Motivasi
Terdapat tekanan yang dialami oleh karyawan yang diakibatkan kurangnya komunikasi dan motivasi dari atasan
terhadap bawahan sehingga karyawan banyak melakukan kesalahan dalam bekerja.

2. Defect Broken stitches at Bottom hem

Gambar 6 Diagram Fishbone Broken stitches at Bottom hem

a. Faktor Material
Benang jahitan yang rapuh dan tidak kuat yang mengakibatkan rusaknya jahitan pada baju. Selain itu bahan kain
yang terlalu tebal juga menyebabkan benang jahitan putus dan lebih susah dalam proses menjahitnya.
b. Faktor Manpower
Banyaknya manpower yang cuti dan ijin sehingga terjadi kekosongan posisi dalam suatu group line sehingga perlu
adanya penggantian manpower untuk membackup pekerjaan yang ditinggalkan. Fakta dilapangan pengganti tidak
memiliki skill dalam menjahit dan perlu adanya training sebelum menggatikan pekerjaan yang ditinggalkan.
c. Faktor Mesin
Settingan mesin jahit kurang pas sehingga menimbulkan masalah pada saat mesin digunakan untuk menjahit. Faktor
lain karena seringnya relayout dan penggantian stayle baju yang begitu pula diikuti mesin yang juga berganti. Sering
terjadinya masalah pada mesin jahit saat setelah adanya kegiatan relayout mesin yang menyebabkan sering terjadinya
masalah mesin.
d. Faktor Metode

8
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume 1 Nomor 2 ISSN : 2809-459X

Operator dalam proses menjahit melakukan proses penarikan kain terlalu kencang pada saat proses yang
mengakibatkan benang putus diantara jahitan.
e. Faktor Motivasi
Karyawan banyak melakukan kesalahan dikarenakan terdapat tekanan kerja berupa jumlah output dalam sehari dan
tidak adanya motivasi dan dukungan mental dikarenakan kurangnya komunikasi antara operator dan leader lapangan.

3. Defect Pleat at Bottom hem

Gambar 7 Diagram Fishbone Defect Pleat at Bottom hem

a. Faktor Material
Potongan kain tidak seimbang mengakibatkan dalam proses menjahit terjadi lekukan yang akhirnya terjahit.
Akibatnya banyak sekali jahitan yang dalam kategori jelek dan terjadi defect Pleat at Bottom hem.
b. Faktor Manpower
Operator jahit kurang teliti dalam proses menjahit dikarenakan kurangnya skill mereka dalam menjahit.
c. Faktor Mesin
Settingan masin jahit berubah oleh sebab itu operator mengalami kesulitan dalam menjahit panel fabric. Selain itu
mesin jahit sering mengalami problem yang menyebabkan mekanik harus melakukan setting ulang terhadap mesin
jahit tersebut.
d. Faktor Metode
Karena potongan kain tidak sama, operator kurang teliti dalam menjahit, terutama tidak mengukur terlebih dahulu
ujung kain satu dengan yang lainnya. Selain itu operator tidak menarik kain dalam proses menjahit hasilnya jahitan
tidak rapi dan menyebabkan adanya lekukan kain yang terjahit.
e. Faktor Motivasi
Karyawan banyak melakukan kesalahan dikarenakan terdapat tekanan kerja berupa jumlah output dalam sehari dan
tidak adanya motivasi dan dukungan mental dikarenakan kurangnya komunikasi antara operator dan leader lapangan.

4. Defect Twisted or roped seam at Inseam

9
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume X Nomor Y ISSN

Gambar 8 Diagram Fishbone Defect Twisted or roped seam at Inseam

a. Faktor Material
Potongan kain tidak lurus yang mengakibatkan jahitan bengkok dan bahan jadi kaos jahitan tidak lurus.
b. Faktor Manpower
Manpower kurang teliti dalam proses menjahit baju dan terkesan terburu-buru dalam proses menjahit yang
mengakibatkan terjadinya masalah pada saat proses menjahit.
c. Faktor Mesin
Seringnya mesin jahit problem serta settingan mesin jahit tidak sesuai menyebabkan operator jahit mengalami
kesulitan dalam proses menjahit hal tersebut sangat mempengaruhi hasil dari jahitan.
d. Faktor Metode
Proses jahit operator kurang memperhatikan potongan kain yang akan dijahit, sehingga dalam proses menjahit
menjadi tidak lurus atau bengkok.
e. Faktor Motivasi
Operator cenderung terburur-buru dalam mencapai terget selain itu adanya tekanan kerja yang menyebabkan operator
tidak teliti dalam proses menjahit. Kurangnya komunikasi antara atasan dan operator dalam memberikan informasi
serta motivasi dalam bekerja.

4.5 Improve
Dalam tahap improve peneliti memberikan usulan-usulan perbaikan terhadap defect atau masalah yang ada.
Pemberian usulan ini nantinya akan diterapkan yang bertujuan meminimalisir defect garment. Usulan perbaikan ini
nantinya akan dilakukan proses control ada tahap selanjutnya. Dalam tahap improve ini kita bisa mengetahui usulan
perbaikan dalam tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5 Usulan Perbaikan Defect Garment

10
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume 1 Nomor 2 ISSN : 2809-459X

Mode Penyebab portensi kegagalan Usulan perbaikan


kegagalan
Oil mark Human eror : tidak melakukan 5S Melakukan dan menerapkan 5S dalam pekerjaan,
(terdapat dalam lingkungan kerja, kurangnya adanya pekerjaan yang terjadwal tentang preventive
minyak preventive mesin jahit. mesin jahit yang berkala, peremajaan bagi mesin jahit
dalam Mesin : terjadi kebocoran oli mesin yang sudah tua, melakukan komunikasi yang baik antara
garment) jahit. atasan dan operator dalam setiap penemuan defect agar
Material: panel garment yang kotor dan tidak terjadi defect yang berkelanjutan.
terkontaminasi minyak.
Metode: kurangnya melakukan
kebersihan sebelum dan sesudah proses
produksi.
Motivasi: adanya tekanan dalam
pekerjaan.

Broken Human eror : skill operator kurang, Mengadakan training pekerjaan untuk menambah skill
stitches at operator kurang teliti dalam proses operator, perlu adanya preventiv mesin secara berkala
Bottom menjahit. dan settingan mesin yang pas, perlu adanya pengujian
hem Mesin : atas kekuatan benang jahitan, proses menarikan kain
mesin jahit rusak dan settingan mesin pada saat proses menjahit sebaiknya mengikuti
jahit kurang pas. kecepatan mesin jahit dan tidak boleh ditarik secara
Material: paksa, perlu adanya komunikasi yang baik antara
Benang jahitan tidak bagus dan rapuh operator dan atasan.
serta bahan fabric terlalu tebal.
Metode:
Terjadi proses penarikan kain terlalu
kencang pada saat menjahit dan
mengakibatkan putusnya benang
jahitan.
Motivasi:
Adanya tekanan dalam bekerja
Pleat at Human eror : skill operator kurang, Mengadakan training pekerjaan untuk menambah skill
Bottom operator kurang teliti dalam proses operator, perlu adanya preventiv mesin secara berkala
hem menjahit. dan settingan mesin yang pas, sebelum melakukan
Mesin : proses menjahit operator perlu mengecek ujung kain
mesin jahit rusak dan settingan mesin yang akan dijahit, proses menarikan kain pada saat
jahit kurang pas. proses menjahit sebaiknya mengikuti kecepatan mesin
Material: jahit, perlu adanya komunikasi yang baik antara
Potongan kain tidak seimbang operator dan atasan.
Metode:
Operator tidak mengukur ujung kain
yang ingin dijahit, tidak ada nya tarikan
kain pada saat menjahit.
Motivasi:
Adanya tekanan dalam bekerja

Twisted or Human eror : skill operator kurang, Mengadakan training pekerjaan untuk menambah skill
roped seam operator kurang teliti dalam proses operator, perlu adanya preventiv mesin secara berkala
at Inseam menjahit. dan settingan mesin yang pas, cek terlebih dahulu
Mesin : potongan kain yang ingin dijahit, ketelitian dalam proses
mesin jahit rusak dan settingan mesin menjahit perlu ditingkatkan lagi agar tidak terjadi
jahit kurang pas. jahitan yang bengkok, perlu adanya komunikasi yang
Material: baik antara operator dan atasan.
Potongan kain tidak lurus
Metode:
Tidak memperhatikan potongan kain
pada saat proses menjahit
Motivasi:
Adanya tekanan dalam bekerja

4.6. Control

11
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume X Nomor Y ISSN

Control berfungsi dalam pengawasan terhadap proses PT. MAS ARYA INDONESIA masih masuk rata-
usulan perbaikan yang harus dijalankan secara benar rata DPMO industri yang ada di Indonesia
dan berkelanjutan. Proses ini harus dilakukan oleh menurut tabel pencapaian level six sigma menurut
semua pihak jajaran perusahaan dari atas sampai Gasperz dan Fontana.
bawah. Dalam permasalahan yang terjadi pada empat 2. Hasil analysis disebutkan bahwa terdapat
defect tertinggi proses control dapat dilakukan sebagai beberapa faktor penyebab terjadinya keempat
berikut: defect tersebut yaitu faktor material, faktor
1. Melakukan perawatan dan perbaikan mesin secara manpower, faktor mesin, faktor metode, faktor
berkala, dan melakukan peremajaan mesin jahit yang motivasi.
sudah tua. 3. Hasil improve merupakan usulan perbaikan dari
2. Melakukan pengawasan terhadap operator produksi empat defect terbesar yang diantaranya melakukan
dalam proses produki garment agar terjaga mutu dan menerapkan 5S dalam pekerjaan, adanya
barang yang lebih baik, dan dilakukan training berkala pekerjaan yang terjadwal tentang preventive
untuk meningkatkan skill dari operator produksi. mesin jahit yang berkala, peremajaan bagi mesin
3. Melakukan proses 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, jahit yang sudah tua, Mengadakan training
shitsuke) setiap awal proses produksi dan akhir proses pekerjaan untuk menambah skill operator, perlu
produksi. adanya pengujian atas kekuatan benang jahitan,
4. Melakukan proses spray untuk menghilangkan bekas proses menarikan kain pada saat proses menjahit
minyak yang terdapat pada panel garment. sebaiknya mengikuti kecepatan mesin, sebelum
melakukan proses menjahit operator perlu
mengecek ujung kain yang akan dijahit, ketelitian
dalam proses menjahit perlu ditingkatkan lagi agar
tidak terjadi jahitan yang bengkok, perlu adanya
komunikasi yang baik antara operator dan atasan.

5.2 SARAN
Dari hasil pembahasan dan kesimpulan, peneliti dapat
memberikan saran untuk perusahaan agar dapat
meminimalisir defect sebagai berikut:
1. Mesin
Untuk mesin yang sudah tua dan usang serta
sering mengalami kerusakan sebaiknya dilakukan
peremajaan mesin yang baru dan lebih canggih. Untuk
Gambar 9 Spray 833 Spot Lifter mesin sewa dari pihak luar sebaiknya sebelum masuk
5. Melakukan pencatatan dan pengolahan setiap produk line produksi dilakukan pengecekan dan trial berulang-
defect setiap hari dari mesing-masing jenis cacat dan ulang sampai siap untuk proses produksi. Serta untuk
setiap line, serta melakukan pencatatan setiap mesin menjaga mesin dalam performa baik, perlu dilakukan
yang problem yang bisa menghambat proses produksi perawatan mesin yang lebih intensif agar mesin selalu
atau menjadikan produk yang dihasilkan menjadi siap untuk proses produksi. Perlu adanya perhatian
defect. khusus untuk jenis mesin tertentu yang sering
mengalami problem terutama kebocoran oli mesin
5. KESIMPULAN DAN SARAN yang dapat menyebabkan defect oil mark. Serta
Berikut ini merupakan kesimpulan dari penelitian ini mencacat segala kerusakan mesin agar mekanik
: mengetahui riwayat mesin jahit tersebut.
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil analisa diatas dapat diambil kesimpulan 2. Manpower
bahwa: Leader bertanggung jawab atas segala defect
1. Terdapat empat defect tertinggi berdasarkan hasil yang terjadi selama proses produksi di areanya masing-
dari diagram pareto yaitu defect oil mark dengan masing. Serta memberikan pengarahan terhadap
nilai DPMO 233568,7 dengan nilai sigma 2,23, tanggungjawab kerja yang bertujuan untuk
defect Broken stitches at Bottom hem dengan nilai memberikan hasil output terbaik dan minim defect.
DPMO 109179,8 dengan nilai sigma 2,73, defect Serta perlu adanya pelatihan berkala (training job)
Pleat at Bottom hem dengan nilai DPMO untuk meningkatkan skill oprator dan menjaga standar
70070,61 dengan nilai sigma 2,98, defect Twisted kerja yang sudah diterapkan.
or roped seam at Inseam dengan nilai DPMO 3. Metode
68984,25 dengan nilai sigma 2,98 yang artinya

12
Jurnal Engineering Research and Aplication (JeRA) Volume 1 Nomor 2 ISSN : 2809-459X

Membuat suatu perencanaan kerja yang mudah


dipahami oleh operator, pengamatan hasil perbaikan
selama satu pekan. Mencatat segala defect yang terjadi
setiap hari selanjutnya melakukan evaluasi terhadap
defect yang ada.

4. Material
Melakukan seleksi terhadap panel garment,
selalu menjaga kebersihan lingkungan kerja,
melakukan double check terhadap proses sebelum dan
proses selanjutnya.

5. Motivasi
Setiap karyawan perlu diberikan motivasi agar
dapat meningkatkan kinerja karyawan, memberikan
informasi tentang pentingnya menjaga kualitas produk
untuk meminimalisir terjadinya defect produk dengan
melakukan seminar atau pelatihan-pelatihan kerja.
Serta memberikan penghargaan bagi mereka yang telah
mencapai target sebagai motivasi mereka untuk selalu
tumbuh berkembang kearah yang lebih baik.

REFERENSI
Brue, Greg. 2002. Six Sigma for Manager. Jakarta:
canary.
Gaspersz, V.2002. Total Quality Management. Jakarta:
PT. Gramedia.
Gaspersz, Fontana. 2011. Lean Six Sigma for
Manufacturing and Service Industries, Waste
Elemination and Countinous Cost Reduction,
Edisi Kedua. Bogor: Vinchristo Publication.
Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for
Manufacturing and Service Industries. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Pande P S, Larry Holpp. 2003. Berpikir Cepat Six
Sigma. Yogyakarta: Andi.
Pande P S, Neuman R P, Cavanagh R R. 2002. The Six
Sigma Way Team Fieldbook: An
Implementation Guide for Project Improvment
Teams. New York: McGraw-Hill.
Snee, R D.2004. Six Sigma: The Evolution Of 100
Years of Business Improvment Methodology.
Int. J. Six Sigma ang Competitive Advantage.
Vol. 1, No. 1, pp. 4-20.
Soemohadiwidjojo A T. 2017. Six Sigma: Metode
Pengukuran Kinerja Perusahaan Berbasis
Statistik. Jakarta: Asa Sukses.
Yamit, Zulian. 2011. Manajemen Produksi dan
Operasi. Yogyakarta: Ekonisia.

13

Anda mungkin juga menyukai