Anda di halaman 1dari 12

PENGGUNAAN METODEiSIX SIGMA DALAMiPENGENDALIANiKUALITAS

PRODUKiSEPATU NIKE PADA DEPARTEMEN ASSEMBLY


(Studi Kasus: PT Pratama Abadi Industri)
Fanny Ulfah1*, Dr. Hery Suliantoro S.T., M.T.2
E-mail : ulfah.fanny@yahoo.co.id
1
Departemen Teknik Industri, FakultasiTeknik, UniversitasiDiponegoro,
Jl. Prof. Soedarto, SH,iKampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
2
Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik,iUniversitas Diponegoro,
Jl. Prof. Soedarto, SH, KampusiUndip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275

Abstrak
Dunia industri saat ini sedang berkembang, yang mana telah meningkatkan daya saing di dalam dunia
industri itu sendiri, khususnya pada industri pembuatan sepatu. PT. Pratama Abadi Industri, perusahaan
yang memproduksi sepatuiolahraga NIKE, bermasalah dengan kualitas. Secara khusus, masih banyak
kekurangan dalam proses produksi departemen assembly. Berdasarkaniperhitungan nilaiirata-rata DPMO
(defectsiper millioniopportunities) dan nilaiirata-rata sigmaipada bulan Oktober – Desember 2020 berturut-
turutisebesar 17923,14 dan 3.5987. Indeks kapabilitas proses (Cpk) produksinya sebesar 0,69936. Tujuan
dari penelitian iniiadalahimenurunkan jumlah defect pada produksi sepatu departemen assembly PT
Pratama Abadi Industri denganimenggunakan Sixisigma melaluiitahapan Define,iMeasure,iAnalyze,
Improve,idaniControl (DMAIC). Saran perbaikanidianalisis menggunakan fishbone diagram.
Kata kunci: Defect, DMAIC, Sport Shoes, Six sigma

Abstract
The industrial world is currently developing, which has increased competitiveness in the industrial world
itself, especially in the shoe manufacturing industry. PT. Pratama Abadi Industri, a company that
manufactures NIKE sports shoes, has a problem with quality. In particular, there are still many deficiencies
in the assembly process of the production department. Based on the calculation of the average DPMO value
(defects per million opportunities) and the average sigma value in October - December 2020, respectively,
17923.14 and 3.5987. Its production process capability index (Cpk) is 0.69936. The purpose of this
research is to reduce the number of defects in the shoe production assembly department of PT Pratama
Abadi Industri by using Six sigma through the Define, Measure, Analyze, Improve, and Control (DMAIC)
stages. Suggestions for improvement are analyzed using a fishbone diagram.
Keywords: Defect, DMAIC, Sport Shoes, Six sigma

1. PENDAHULUAN
Dunia industri saat ini sedang berkembang, Pratama Abadi Industri diantaranya yaitu NIKE
yang mana telah meningkatkan daya saing di Air Max, NIKE Cortez, NIKE Revolution 5, dan
dalam dunia industri itu sendiri, khususnya pada lain-lain.
industri pembuatan sepatu. Sebuah perusahaan Dalam hal kepercayaan klien, PT Pratama
dianggap kompeten jika memiliki sistem Abadi Industri senantiasa berupaya
produksi yang baik dan operasi yang dikelola menjunjungnya. Walaupun selalu ada beberapa
dengan baik. Diharapkan korporasi mampu barang yang tidak memenuhi persyaratan dan
memperkuat efektivitas pengendalian melalui perlu ditawarkan, hal ini dicapai dengan terus
pengendalian mutu (Quality Control) guna meningkatkan kualitas produk yang diciptakan.
menekan timbulnya pemborosan baik material Pada kasus yang dihadapi oleh PT Pratama
maupun tenaga kerja, yang pada akhirnya akan Abadi Industri ini, terutamaiiproduk yang
meningkatkan produktivitas. bermasalahiikarena kecacataniipaling banyak
PT. Pratama Abadi Industriiimerupakan terjadi padaiibagian proses assembly. Proses
perusahaanimanufaktur pembuatanisepatu NIKE assembly merupakan langkah penting dalam
sport shoes untuk pemasaraniiluar negeriiike proses pembuatan karena menghasilkan produk
sejumlah negara seperti Beaverton, Belgia, jadi yang akan dijual kepada klien di seluruh
Canada, AmerikaiSerikat, Vietnam, idan dunia.
lainnya. Contoh jenis sepatu yang diproduksi PT.
Berdasarkan pernyataan di atas, diperlukan Faktor-faktor yang mempengaruhi
metode pengendalian kualitas yang tidak hanya pengendalian kualitas yang dilakukan
berfokus pada tingkat kecacatan tetapi juga perusahaan adalah (Montgomery, 2001):
berorientasi kepada konsumen, salah satunya 1. Kemampuaniproses
adalah metode Six sigma. Six sigma merupakan 2. Spesifikasiiyang berlaku
metodologi terstruktur untuk perbaikan proses 3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat
yang berfokus pada upaya untuk mengurangi diterima
variasi yang terjadi secara alami (variasi proses) 4. Biaya kualitas
dan kesalahan dalam produk dan layanan dengan a. Biaya Pencegahan (Prevention
menerapkan teknik statistik dan alat kualitas Cost)
lainnya berdasarkan insentif. b. Biaya Deteksi/ Penilaian (Detection/
Dalamipenelitian iniidigunakan metodeiSix Appraisal Cost)
sigma denganiipendekatan DMAIC (Define c. Biaya Kegagalan Internal (Internal
Measure Analyze Improve Control) digunakan Failure Cost)
untuk membantu mengatasi kesulitan. Keunikan d. Biaya Kegagalan
DMAIC terletak pada tahapan yang dilakukan,
antara lain mengevaluasi masalah, 2.2 Six sigma
mengutamakan pelanggan, melihat akar Kata "six sigma" berasal dari simbol "s"
penyebab, mengubah perilaku yang sudah (sigma) yang mewakili standar deviasi, atau
mendarah daging, mengelola risiko, memantau distribusi rata-rata umum dari sekumpulan data.
hasil, dan mempertahankan perubahan. Kualitas yang dapat diterima, yaitu enam kali
Metode Six sigma dengan pendekatan standar deviasi (Evans & Lindsay, 2007). Angka
DMAIC memungkinkan perusahaan melakukan 6 menggambarkan keberterimaan mutu yang
identifikasi penyebab kegagalan produk serta merupakan nilai dari enam kali standar deviasi.
menyusun rencana peningkatan kualitas. Selain Nilai sigma dinyatakan dalam DPU (Defect Per
itu, pengendalian proses industri pada metode ini Unit) atau PPM (Part Per Million). Suatu proses
turut memperhatikan kemampuan proses yang dengan nilai sigma yang lebih tinggi (dalam
berfokus pada pelanggan sehingga sesuai dengan suatu proses) diduga akan memiliki lebih sedikit
salah satu prinsip PT Pratama Abadi Industri cacat (baik jumlah cacat maupun jenis cacat).
yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Biaya Kualitas dan Waktu Siklus akan berkurang
saat Nilai Sigma naik.
2. LANDASAN TEORI Secara epistemologis, six sigma adalah
2.1 Pengendalian Kualitas metodologi terstruktur untuk perbaikan proses
Menurut Assauri (1998), pengendalian dan yang berfokus pada upaya meminimalkan variasi
pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan yang terjadi (variasi proses) sekaligus
untuk menjamin agar kegiatan produksi dan mengurangi kekurangan atau barang atau jasa
operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang tidak spesifik dengan memanfaatkan teknik
yang direncanakan dan apabila terjadi statistik dan alat kualitas lainnya dengan
penyimpangan, maka penyimpangan tersebut imbalan. sistem berbasis.
dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan Target cacat atau kegagalan proses dalam
dapat tercapai. penggunaan six sigma ditetapkan sebesar 3,4
Adapun tujuan lain dari pengendalian DPMO (Defects per Million Opportunities),
kualitas adalah sebagai berikut (Feigenbaum, yang berarti dari 1 juta unit produk yang
1992): diproduksi, hanya 3,4 yang cacat. Hal ini
1. Agar produk memenuhi standar mutu menunjukkan bahwa 99,9997% pelanggan puas
yang telah ditetapkan. dengan produk perusahaan. Cacat (defect) adalah
2. Lakukan segala upaya untuk karakteristik terukur dari suatu proses yang
meminimalkan biaya pemeriksaan. keluarannya tidak termasuk dalam parameter
3. Bertujuan untuk biaya desain serendah yang dianggap dapat diterima oleh klien, atau
mungkin untuk produk dan prosedur lebih tepatnya, tidak memenuhi persyaratan.
yang menggunakan tingkat kualitas Teknik Six sigma membantu bisnis dalam
produksi tertentu. menghilangkan cacat.
Tergantung pada jenis organisasi yang
4. Berusahalah untuk mengurangi biaya
dioperasikan, setiap perusahaan memiliki
produksi sebanyak mungkin.
keuntungan yang berbeda-beda dari penerapan
Six sigma. Menurut Peter Pande, Six sigma karakteristik-karakteristik kualitas yang
biasanya menghasilkan perbaikan di bidang- dipertimbangkan adalah sebagai berikut
bidang berikut: (Gasperz, 2007):
1. Penguranganibiaya 1. Kualitas produk
2. Perbaikaniproduktivitas 2. Dukungan purna-jual
3. Pertumbuhanipangsaipasar 3. Interaksi antara karyawan
4. Retensiipelanggan (pekerja) dan pelanggan
5. Penguranganiwaktuisiklus • Process Capability
Kapasitas proses adalah indikator kinerja penting
6. Pengembanganiproduk
yang menunjukkan kemampuan proses untuk
7. Penguranganicacat menghasilkan produk yang memenuhi
Peluang-peluang kesalahan dan presentase persyaratan yang ditetapkan oleh manajemen
item tanpa cacat dalam ”level sigmal” diberikan sebagai respons terhadap permintaan dan harapan
pada tabel 1 berikut: pelanggan (Besterfield, 1994). Semua barang
Tabel 1. Manfaat dari Pencapaian Nilai Sigma yang termasuk dalam batasan spesifikasi
Tingkat DPMO (Defect per COPQ (Cost of Tingkat Kepuasan
dikategorikan sebagai "dapat diterima" menurut
Pencapaian Million poor Quality) Pelangggan indeks kemampuan proses, sedangkan yang
Sigma Opportunity) berada di luar batas spesifikasi disebut sebagai
1-sigma 691,462 (sangat Tidak dapat 30,9% "defect". Defect adalah segala sesuatu yang
tidak kompetitif) dihitung
mebuat konsumen tidak puas.
2-sigma 305,538 (rata-rata Tidak dapat 69,2%
industri Indonesia) dihitung
Model perbaikan yang dikenal dalam Six
3-sigma 66,807 25-40% dari 93,3% sigma menggunakan siklus perbaikan lima fase
penjualan yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, dan
4-sigma 6,210 (rata-rata 15-25% dari 99,4% Control atau biasa disingkat dengan DMAIC,
industri USA) penjualan yang dapat dijelaskan berikut ini (Thomas
5-sigma 233 (rata-rata 5-15% dari 99,98%
Pyzdek, 2000):
industri Jepang) penjualan
6-sigma 3,4 (Industri kelas <1% dari penjualan 99,9997%
• Define
dunia) Tahapan define merupakan fase menentukan
masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan
Berikut ini merupakan terminologi yang menjadi pelanggan dan membangun tim, dan menentukan
kunci utama dalam konsep Six sigma: tujuan. Fase ini tidak menggunakan statistik,
• DPMO (Defect Per Million Opportunity) alat-alat (tools) yang sering dipakai pada fase ini
Defect Per Opportunities (DPO) adalah adalah diagram sebab akibat (cause and effect
metrik kegagalan yang dihitung dalam chart) dan diagram pareto (pareto chart). Kedua
program peningkatan kualitas six sigma tools statistik tersebut digunakan untuk
yang menampilkan jumlah cacat atau melakukan identifikasi masalah dan menentukan
kegagalan per peluang dan dihitung prioritas permasalahan. Tool lain yang digunakan
menggunakan rumus berikut (Gaspersz, adalah diagram SIPOC (Supply-Input-Output-
2002): Process-Customer) (Antony, Vinodh, & Gijo,
𝐷𝑃𝑂 =
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 2016).
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 (𝑢𝑛𝑖𝑡)𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑄
• Measure
Sedangkan untuk DPMO yaitu apabila
Memahami definisi data, mengetahui
besarnya DPO ini dikalikan dengan
kapabilitas proses dalam kondisi aktual,
konstanta 1.000.000 akan menjadi formula
mengidentifikasi jalur perbaikan berdasarkan
sebagai berikut:
keadaan saat ini, dan mengukur kinerja
𝐷𝑃𝑀𝑂 = 𝐷𝑃𝑂 × 1.000.000
merupakan kegiatan utama pada tahap
• CTQ (Critical to Quality) pengukuran ini. Penting untuk mengukur kinerja
Critical to Quality (CTQ) disebut sebagai proses saat ini (baseline measurement) untuk
parameter internal yang menilai kualitas membandingkannya dengan tujuan yang
dalam kaitannya dengan keinginan dan ditetapkan. Jalankan prosedur untuk menangkap
kebutuhan konsumen (Six sigma Indonesia). dan mengumpulkan informasi tentang indikator
Untuk menentukan ciri-ciri karakteristik kinerja utama (key performance indicators =
kualitas mana yang berhubungan dengan KPIs).
konsumen digunakan penerapan CTQ.
Flowchart detail proses bisnis juga harus
mengandung CTQ. Pada umumnya,
• Analyze b. Tahap Measure
Analisis hubungan sebab akibat antara Pada pengolahan data ini tahap Measure
banyak komponen yang diteliti dilakukan pada meliputi tahap penentuan stabilitas proses,
tahap analisis untuk mengidentifikasi faktor- perhitungan nilai DPO dan DPMO, perhitungan
faktor utama yang memerlukan kontrol. nilai atau level sigma, dan perhitungan stabilitas
Langkah-langkah fase ini melibatkan proses.
menemukan sumber dan penyebab mendasar dari c. Tahap Analyze
masalah kualitas. Analisis hubungan sebab akibat antara
• Control banyak komponen yang diteliti dilakukan pada
Suatu proses harus selalu diperiksa ketika tahap analisis untuk mengidentifikasi faktor-
ada peningkatan besar dalam proses perbaikan faktor utama yang memerlukan kontrol. Pada
untuk menjaga agar situasi ini tetap terkendali. titik ini, konfigurasi target kinerja CTQ
Control dapat berfungsi sebagai landasan untuk dilakukan, dan akar penyebab masalah
peningkatan berkelanjutan dalam inisiatif yang ditemukan.
berhasil untuk meningkatkan kemampuan d. Tahap Improve
proses. Pada titik ini, hasil dari peningkatan Pada pengolahan data ini, tahap improve
kualitas, penguatan prosedural, dan pedoman meliputi tahap perbaikan dengan beberapa solusi
standar didokumentasikan dan disebarluaskan. untuk mengurangi defect serta solusi yang
ditawarkan.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Teknik Pengumpulan Data 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Data Primer Penelitian dilakukan dengan lima tahap
Data primer didapatkan dari pengamatan berdasarkan metode Six sigma (DMAIC) yang
langsung pada departemen assembly yang digunakan untuk menyelesaikan masalah defect,
bersangkutan untuk proses produksi, dan yaitu tahap define, tahap measure, tahap analyze,
hasil wawancara pada pihak-pihak terkait. tahap improve, dan tahap control
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa data yang didapatkan Tahap Define
dari bagian Quality Control, PPIC dari Pada tahapan ini proses produksi dan identifikasi
department assembly dan studi literatur. masalah, identifikasi proses kunci yang
digambarkan melalui diagram SIPOC (Supplier-
3.2 Teknik Pengolahan Data Input-Process-Output-Customer), identifikasi
Pemrosesan data menggunakan metode Six jenis cacat terbesar, serta mengidentifikasi CTQ
sigma dan metodologi DMAIC dilakukan setelah (Critical to Quality).
data yang sesuai dikumpulkan. Berikut adalah 1. Identifikasi Proses Kunci
langkah-langkah yang dilakukan selama Dibawah ini merupakan tabel diagram
pengolahan data: SIPOC pada departemen assembly
a. Tahap Define
Tahap Define meliputi pengidentifikasian
proses pada produksi sepatu NIKE pada
departemen assembly, menentukan
permasalahan dan mengidentifikasi cacat yang
ada pada proses tersebut, menentukan CTQ,
membuat diagram SIPOC.
Tabel 2. SIPOC Diagram
Suppliers Inputs Processes Outputs Customers
PT PM - Upper part 1. Upper Processes
PT YC - Bottom part 2. Bottom Processes
PT Buana - Last 3. Upper & Bottom Attaching
PT JX - Lace clips & strap 4. Sockliner Processes
- Primer 5. Quality Control NIKE Shoes
- Cement 6. Toe Stuffing Processes Warehouse
(All Models)
- Sockliner 7. Innerbox Processes
- Label 8. Final Inspection
- Stuffing paper 9. Packing
- Box

• Supplier upper PU skin cleaning, gauge marking


Sekitar 70-80% part upper pada PT Pratama upper to bottom, upper primering, dan upper
Abadi Industri diperoleh dari supplier yaitu cementing. Proses bottom processes
PT PM. Komponen outsole juga berasal dari merupakan proses perakitan yang meliputi
supplier yaitu berasal dari PT YC, PT kegiatan menyiapkan bottom part, proses
Buana, dan PT JX. Komponen upper dan heating, dan bottom cementing. Kemudian
outsole yang lolos pengecekan kemudian dilanjutkan ke tahap upper & bottom
disimpan pada warehouse sebelum akhirnya attaching menyatukan bagian upper dan
dapat digunakan pada proses produksi. bottom sepatu. Setelah itu sockliner
• Input processes di mana meliputi kegiatan
Input yang dibutuhkan dalam proses memasukkan sockliner dan sockliner
produksi produk sepatu PT Pratama Abadi pressing. Jika lolos inspeksi, maka sepatu
Industri terdiri dari komponen: akan langsung masuk pada toe stuffing
a) Upper part process dan langsung dimasukkan ke dalam
b) Bottom part innerbox yang kemudian akan diberi label.
c) Last Sepatu yang sudah dimasukkan ke dalam
d) Lace clips & strap innerbox akan dilewati pada mesin metal
e) Primer detector untuk mendeteksi adanya material
f) Cement berbahan metal. Setelah itu masuk ke tahap
g) Sockliner final inspection dan setelah itu di packing
h) Label dalam kotak kardus dan ditransfer menuju
i) Stuffing paper gudang finished good. Jika tidak lolos
j) Box inspeksi, maka sepatu akan dipisahkan
• Proses menurut tingkat defect yang terdeteksi.
Proses produksi sepatu NIKE pada • Output
departemen assembly PT Pratama Abadi Output yang dihasilkan dari proses produksi
Industri terdiri dari proses upper processes, ini berupa produk jadi sepatu NIKE yang
bottom processes, upper & bottom masing-masing dikemas dalam kemasan
attaching, sockliner processes, quality kardus.
control, toe stuffing processes, innerbox • Customer
processes, final inspection, dan packing. Pelanggan dari proses produksi ini adalah
Proses upper processes merupakan proses werehouse yang dikelola oleh Divisi PPIC
perakitan yang meliputi kegiatan PT Pratama Abadi Industri dimana untuk lot
menyiapkan upper part, placing lace clips, produksi yang telah lolos inspeksi dan
toe forming, back part molding, strobel pengecekan akan disimpan pada
stitching, stroble straightening bar, upper gudang/werehouse.
conditioning, toe box reactivation, last
preparation, insert last to upper, heel
last/heel sitting, palcing heel sitting, lace
clips & strap tightening, heating process,
2. Identifikasi Jenis Cacat kebutuhan spesifik pelanggan. Dari hasil
Untuk mengetahui presentase reject sepatu pengolahan data pada diagram paretto
NIKE pada Departemen Asssembly dari dimana dihasilkan dua cacat dengan
yang terkecil hingga terbesar maka presentase terbesar yaitu stain/overcement
digunakan diagram paretto. Berdasarkan dengan presentase 52% dan bonding gap
data jenis cacat, diagram paretto ditunjukkan upper to outsole (small type) dengan
sebagai berikut: presentase 22% sehingga perhitungan nilai
sigma akan menggunakan 2 CTQ.

Tahap Measure
Untuk menilai kualitas produk yang sedang
dipertimbangkan, perhitungan data kuantitatif
dilakukan pada langkah ini. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam tahap ini adalah
pengukuran stabilitas proses, perhitungan
DPMO dan nilai sigma yang dicapai perusahan,
nilai yield, dan pengukuran kapabilitas proses.
Gambar 2. Diaram Pareto Jenis Cacat 1. Perhitungan Stabilitas Proses
Dengan menggunakan peta kendali,
Dari diagram diatas terlihat bahwa dari total dimungkinkan untuk menentukan apakah
17 jenis defect yang terjadi, jenis defects suatu proses secara statistik berada dalam
terbanyak yaitu stain/overcement dengan batas kendali atau tidak. Peta kendali yang
persentase 52%. Jenis cacat ini merupakan digunakan dalam mengukur kestabilan
kondisi dimana terdapat noda cement pada proses adalah peta kendali p (p-chart). Peta
sepatu. kendali p ini digunakan karena data yang
digunakan adalah jumlah produk cacat
3. Identifikasi CTQ (Critical to Quality) dengan jumlah produksi yang berbeda-beda
CTQ (Critical to Quality) adalah setiap harinya.
karakteristik yang menjadi kunci kualitas
dan berhubungan langsung dengan
Tabel 3. Rekapitulasi Perhitungan Stabilitas Proses

Jumlah
No Jumlah Produksi P p-bar UCL CL LCL
Cacat
1 39,249 2,037 0.0519 0.0358 0.1357 0.0358 -0.0319
2 39,193 1,970 0.0503 0.0358 0.1328 0.0358 -0.0323
3 38,354 1,998 0.0521 0.0358 0.1361 0.0358 -0.0319
4 39,211 2,170 0.0553 0.0358 0.1418 0.0358 -0.0311
5 39,236 1,861 0.0474 0.0358 0.1278 0.0358 -0.0329
. . . . . . . .

. . . . . . . .

63 38178 954 0.0250 0.0358 0.0840 0.0358 -0.034


Total 2,652,605 95,086
grafik peta kendali p di atas tidak ditemukan
adanya data yang melewati batas kendali
sehingga diketahui bahwa proses sudah
dalam keadaan stabil
2. Perhitungan Nilai DPMO, Sigma, dan Yield
Perhitungan nilai sigma mengizinkan
adanya pergeseran sebesar 1,5 sigma
sedangkan banyaknya opportunity yang
digunakan dalam perhitungan nilai sigma
Gambar 3. Peta Kendali P adalah sebanyak CTQ yang telah ditentukan
Nilai UCL dan LCL pada data diatas terlihat yaitu 2 penentu karakteristik kualitas.
fluktuatif dikarenakan nomor sampel yang Perhitungan nilai DPMO dan sigma setiap
berbeda-beda untuk setiap banyak cacat periode adalah sebagai berikut.
dalam beberapa unit produk. Berdasarkan

Tabel 4. Rekapitulasi Perhitungan Sigma Proses

Jumlah Jumlah
Bulan CTQ TOP DPO DPMO Sigma
Produksi Cacat
Oktober 842,202 34,012 2 1684404 0.0202 20192.31 3.5498
November 901,049 31,772 2 1802098 0.0176 17630.56 3.6053
Desember 909354 29,302 2 1818708 0.0161 16111.44 3.6416
Total 2,652,605 95,086 2 5305210 0.0179 17923.14 3.5987

TOP (Total Opportunities) = Total produk yang diproduksi x Jumlah CTQ


= 2.652.605 x 2 = 5.305.210
𝐷 95.086
DPO (Defect Per Opportunities) = =
𝑇𝑂𝑃 5.305.210

= 0,0179 peluang cacat untuk setiap satu kejadian


DPMO (Defect Per Million Opportunities) = DPO x 106 = 0,0179 x 106
= 17923,14
1000000−25446,8
Sigma Proses = NORMSINV ( ) + 1.5 = 3,5987
1000000

Berdasarkan tabel 4, produksi sepatu NIKE dapat memproduksi produk yang lebih
pada Departemen Assembly memiliki nilai kompetitif lagi di pasar internasional.
sigma proses sebesar 3,5987 dengan Berdasarkan perhitungan DPMO dan level
kemungkinan kerusakan 17923,14 untuk sigma, dapat dibuat DPMO periode dan
satu juta produksi. Apabila dilihat dari nilai DPMO proses serta perbandingan sigma
sigmanya, proses produksi sepatu NIKE periode dan sigma proses pada gambar 4 dan
pada Departemen Assembly PT Pratama 5 di bawah ini:
Abadi Industri sudah cukup baik. Hal ini
dikarenakan karena nilai sigma rata-rata
industri di Indonesia adalah sekitar 2-3
sigma. Namun proses produksi harus
meningkatkan nilai sigmanya agar jumlah
reject dapat ditekan dan agar perusahaan
Opportunity 2
Total Opportunity 5,305,210
Defect per Opportunity
0.0179
(DPO)
Defect per Million
17923.14
Opprotunity (DPMO)
Level Sigma 3.5987

Kemudian dilakukan perhitungan yield


untuk mengetahui persentase banyaknya
produk yang tidak mengalami cacat dalam
Gambar 4. Grafik Perbandingan DPMO suatu proses produksi. Perhitungan nilai
yield pada produk sepatu NIKE di
departemen assembly adalah sebagai
berikut.
a. Opportunity Level Yield
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑦−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡
Y= 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑦
5,305,210−95,086
= 𝑥 100%
95,086
= 98.21%

b. Throughput Yield
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡
Y = (1 − ) 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
95,086
Gambar 5. Grafik Perbandingan Sigma = (1 − 𝑥 100%
2,652,605
= 96.42%
Berikutiiini merupakaniitabel rekapitulasi
nilaiiDPMO dan sigmaiproses. Berdasarkan perhitungan yield di atas, dapat
diketahuiiibahwa prosesiiproduksi sepatu
Tabel 5. Rekapitulasi Perhitungan Sigma Proses NIKE pada departemen assembly memiliki
nilai opportunity level yield sebesar 98,21%
Perhitungan Nilai Sigma Proses dan nilai throughput yield sebesar 96,42%.
Variabel Unit
Ukuran sampel (U) 2,652,605 3. Pengukuran Kapabilitas Proses
Defect (D) 95,086
Pengukuraniiiiiiiiikapabilitasiiiiiiiiiiproses Perhitunganinilai indeksikapabilitasiiproses
menggunakaniiiindeks kapabilitasiiproses (Cpk) diperolehidari hasiliinterpolasi pada
(Cpk) untuk mengukurikemampuaniproses Tabel 6 denganinilai sigmaisebesar 4,71.
dalamiimenghasilkan produkiiyang sesuai Perhitungannyaiadalah sebagaiiberikut.
3,5987−3 𝑥−0,5
denganiikebutuhaniiiikonsumen/spesifikasi =
4−3 0,833−0,5
yang diharapkan. Haliini dilakukanikarena 0,5987 𝑥−0,5
Statistical Process Control tidak mampu =
1 0,833−0,5
menganalisisisecaraikuantitatif suatuiproses 𝑥 = 0,19936 + 0,5
yang sedang berjalan, hanya mampu 𝑥 = 0,69936 (cukup mampu)
memantauiiproses yang sedangiiberjalan. Berdasarkaniiperhitungan di atas, dapat
Penentuan nilai Cpk menggunakan tabel diketahuiiibahwa nilai Cpk yangiidiperoleh
konversiilevelisigma sebagaiiberikut. sebesar 0,69936 dan dapatiidisimpulkan
Tabel 6. Konversi Level Sigma bahwaikemampuan proses produksi sepatu
Pergeseran Proses ±1,5σ NIKE pada departemen assembly cukup
Level Sigma
Cpk DPMO mampu karena dalam rentang 0,5  Cpk 
3 0,5 66.807 1,5. Kendati demikian, perlu upaya-upaya
4 0,833 6.210 perbaikan untuk meningkatkan kualitas
5 1,167 233 karena pada level ini ada kesempatan terbaik
6 1,5 3,4
dalam melakukan program peningkatan measure didapatkan bahwa nilai DPMO
kualitas Six sigma. baseline sebesar 17923,14 dan nilai sigma
baseline sebesar 3,5987. Dengan jumlah
Tahap Analyze target produksi bulan Januari sebesar
Tujuan dari langkah ini adalah menggunakan 915.700 unit dan target reject proses
diagram tulang ikan untuk menentukan akar produksi sebesar 22.200 ppm atau setara
penyebab masalah yang memiliki pengaruh dengan 11100 DPMO atau 3,7869 sigma.
terbesar pada CTQ. Tindakan korektif juga akan Berikut merupakan tabel perbandingan nilai
diputuskan selama fase analisis untuk sigma dan DPMO dari baseline dan target:
meningkatkan nilai sigma di masa mendatang. Tabel 7. Perbadingan Nilai Sigma dan
1. Penentuan Target Kinerja dan CTQ DPMO
Untuk menghitung peningkatan kualitas Baseline Target
yang harus dilakukan untuk mencapai target Sigma 3,5987 3,7869
% defect pada setiap karakteristik kualitas, DPMO 17923,14 11100
digunakan target kinerja karakteristik Peningkatan sigma % 5,23%
kualitas. Memilih sasaran kinerja yang tepat Penurunan DPMO % 38,07%
sambil mempertimbangkan kapasitas proses
dan kesiapan sumber daya. Pada tahap

Berikut merupakan perhitungan nilai sigma target untuk produksi Bulan Januari 2021:

Tabel 8. Perhitungan Nilai Sigma Target

Minggu Jumlah Banyak


Nilai Sigma CTQ DPMO DPO
ke- Produksi Ketidaksesuaian
0 171977 3.5987 2 17923.1 0.0179 6164.74
1 221100 3.6455 2 17690.1 0.0177 7822.58
2 229200 3.6929 2 17460.2 0.0175 8003.74
3 234300 3.7409 2 17233.2 0.0172 8075.47
4 231100 3.7895 2 17009.2 0.0170 7861.63

Peningkatan sigma tersebut dilakukan Nilai sigma yang ingin dicapai yaitu 3,7869
perhitungan dengan data pada periode sigma, sehingga perusahaan perlu
terakhir yaitu pada minggu terakhir melakukan peningkatan 5,23% dan
Desember 2020 dikarenakan pada periode penurunan DPMO sebesar 38,07%. Dengan
terakhir adalah periode yang pengingkatan sigma sebesar ±0.0477 dalam
menggambarkan kondisi terkini dari 1 periode (1 minggu), sehingga dibutuhkan
perusahaan. Selain itu dalam produksi setiap 4 periode untuk meningkatkan nilai sigma
minggu selanjutnya diasumsikan mengalami dari 3,5987 menjadi 3,7895.
peningkatan sebesar ±1.3%. Asumsi yang
diberikan disesuaikan dengan kondisi 2. Identifikasi Penyebab Masalah
perusahaan dan keinginan dari perusahaan Berikut merupakan gambar diagram sebab
sendiri untuk peningkatannya, yaitu akibat pada proses produksi sepatu NIKE
mencapai target defect 22.200 ppm untuk pada departemen assembly PT Pratama
produksi Bulan Januari. Industri:
Gambar 6. Fishbone Diagram

Tahap Improve masalah repair pada departemen assembly. Dari


Setelah mengetahui sumber-sumber penyebab kelima faktor diatas yang telah disebutkan pada
masalah, maka pada tahap improve dilakukan diagram sebab akibat maka dapat diberikan
penetapan action plan untuk memperbaiki proses usulan mengenai faktor-faktor diatas:
sehingga didapatkan alternatif penyelesaian dari
Tabel 9. Tahap Improve

Faktor Perbaikan

Material tidak sesuai


dengan standar kualitas Melakukan evaluasi supplier sebelum melakukan pemesanan material
yang ditetapkan untuk periode yang akan datang agar kriteria kualitas material pabrik
Material dapat dibandingkan dengan kualitas barang dari supplier. Memperketat
inspeksi oleh pihak QC untuk produk khusus yang memiliki tingkat
Ukuran material tidak reject tinggi.
sesuai spesifikasi

Penurunan konsentrasi Pembuatan rancangan penilaian kinerja operator berdasarkan ukuran


kerja kinerja standar dengan menggunakan metode rating scale, metode
penilaian kinerja yang menggunakan skala untuk mengukur faktor-
Pengerjaan tidak sesuai faktor kinerja dengan mendeskripsikan skala penilaian secara
prosedur kuantitatif, yaitu berdasarkan jumlah cacat sehingga operator bekerja
berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Penggunaan mesin yang Menetapkan sistem laporan harian berbasis komputer berisi deskripsi
Man
salah tugas yang dikerjakan dan jumlah waktu yang diperlukan untuk
mengerjakannya.
Persepsi yang berbeda antar
operator

Kelalaian operator
Tabel 9. Tahap Improve (Lanjutan)

Faktor Perbaikan

Perlunya dilakukan pengawasan secara berkala pada saat proses


Inspeksi yang kurang ketat produksi khususnya pada produk dengan tingkat reject tinggi.
Method Menerapkan penjadwalan produksi yang tertata yang meliputi sistem
Sistem pengerjaan yang pengerjaan yang konsisten sesuai dengan penjadwalan yang telah
tidak konsisten ditentukan
Melakukan perawatan mesin dengan menggunakan metode preventive
Kurangnya tekanan pada maintenance, di mana perawatan dilakukan secara terjadwal atau
press machine secara periodik sehingga dapat menjaga performansi mesin dan
Machine mencegah kerusakan mesin yang sifatnya mendadak.
Mengadakan evaluasi supplier sebagai pertimbangan untuk
Gauge marker tidak nyata
pemesanan gauge marker pada periode selanjutnya
Menerapkan kebiasaan 5S untuk selalu membersihkan peralatan kerja
kebersihan peralatan kerja
masing-masing.
Environment kurang terjaga
Melakukan penggantian peralatan kerja saat pergantian pengerjaan
model/style sepatu

5. KESIMPULAN fishbone yang terbagi menjadi aspek man,


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan machine, material, method, dan
di PT Pratama Abadi Industri, maka dapat environment. Pada aspek man terdiri dari
diambil kesimpulan sebagai berikut: faktor pengerjaan yang tidak sesuai dengan
1. Terdapat total sekitar 17 jenis cacat yang prosedur, penggunaan mesin yang salah,
mungkin terjadi yaitu stain/overcement, persepsi yang berbeda antar operator,
bonding gap upper to outsole (small type), penurunan konsentrasi kerja operator, dan
bonding gap upper to outsole (general type), kelalaian operator. Pada faktor machine,
wrinkle, damaged outsole/upper, alignment terdiri dari kurangnya tekanan pada press
off-centre, rocking, line up, sole laying, machine dan gauge marker yang tidak nyata.
heel), bonding gap midsole to outsole (small Pada faktor material, terdiri dari faktor
type), bonding gap midsole to outsole ukuran material yang tidak sesuai dengan
(general type), molded part/printing quaty, spesifikasi dan material tidak sesuai dengan
bonding upper, poor stitch, over buffing, standar kualitas yang ditetapkan. Pada faktor
poor embroidery, dan fraying. Dari hasil method terdiri dari faktor inspeksi yang
pengolahan data pada diagram paretto kurang ketat dan dan sistem pengerjaan yang
dimana dihasilkan dua cacat dengan tidak konsisten. Pada faktor environment
presentase terbesar yaitu stain/overcement terdiri dari kebersihan peralatan kerja yang
dengan persentase 52% dan bonding gap kurang terjaga
upper to outsole (small type) dengan 4. Usulan perbaikan untuk menguragi cacat
presentase 22%. yang dihasilkan pada produk sepatu NIKE di
2. Berdasarkaniiperhitungan yangiidilakukan, departemen assembly, yaitu mengadakan
diketahuiibahwa nilaiiDPMO padaibaseline evaluasi supplier dan memperketat inspeksi
adalahisebesar 17923,14 yang artinya terjadi agar dapat dilakukan crosscheck kualitas
sebanyak 17923,14 kemungkinan defect material, penilaian kinerja standar dengan
padaiisatu jutaiikali kesempataniproduksi. metode rating scale, membuat sistem
laporan harian berbasis komputer berisi
Adapuninilai sigmaiyang didapatkaniadalah
deskripsi tugas dan jumlah waktu yang
sebesar 3.5987 yang masih tidak sesuai
diperlukan untuk mengerjakannya,
dengan target defect sebesar 3,7869 atau
melakukan pengawasan secara berkala pada
setara dengan 22.200 ppm.
proses produksi, menerapkan penjadwalan
3. Identifikasiiipenyebabiiiiiterjadinyaiidefect produksi yang tertata, melakukan perawatan
dilakukaniidengan menggambariidiagram mesin dengan metode preventive
maintenance, menerapkan kebiasaan 5S,
dan melakukan penggantian peralatan kerja
saat pergantian pengerjaan model/style
sepatu.

DAFTAR PUSTAKA
Antony, J., Vinodh, S., & Gijo, E. V. (2016).
Lean Six sigma for Small and Medium
Sized Enterprise A Practical Guide.
Boca Raton: CRC Press.
Assauri, Sofyan. 1998. “Manajemen Operasi dan
Produksi”. Jakarta : LPFE UI
Besterfield, Dale H. 1994. Quality Control. New
Jersey: Prentice-Hall.
Evans, James R. dan William M. Lindsay. 2007.
An Introduction to Six sigma and
Process Improvement. Jakarta: Salemba
Empat.
Feigenbaum, A. V. 1992. Kendali Mutu Terpadu.
Penerbit erlangga
Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi
Program Six sigma Terintegrasi
dengan ISO 9001:2000, MBANQA &
HACCP. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Gaspersz, Vincent. 2007. “Lean Six sigma for
Manufacturing and Services Industries.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Montgomery, Douglas C. 2001. Introduction to
Statistical Quality Control. 4th Edition.
New York: John Wiley & Sons, Inc.
Pande, Peter S., Neuman, Robert P., Cavanagh,
Roland R. 2000. The Six sigma Way:
How GE, Motorola, and Other Top
Companies Are Honing Their
Performance. McGraw- Hill.
Pyzdek, T., & Keller, P. A. (2003). The Six sigma
Handbook. New York: McGrawHill.

Anda mungkin juga menyukai