Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEMINAR HASIL

PERBAIKAN KUALITAS PADA BAN MOBIL BRAND ACCELERA DENGAN


METODE SIX SIGMA PADA PT. ELANGPERDANA TYRE INDUSTRY

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh


Gelar Sarjana S-1 Program Studi Teknik Industri

Oleh
Nadya Sesdila
063.16.004

Lab / Studio :
Rekayasa Kualitas

Paraf
Pembimbing
Pembimbing
Utama
Utama
Dr Ir Triwulandari SD
MM

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2020
PERBAIKAN KUALITAS PADA BAN MOBIL BRAND ACCELERA DENGAN METODE
SIX SIGMA PADA PT. ELANGPERDANA TYRE INDUSTRY

Nadya Sesdila, Triwulandari SD


Laboratorium Rekayasa Kualitas
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
email: nsesdila@gmail.com, triwulandari_sd@trisakti.ac.id

ABSTRAK
PT. Elangperdana Tyre Industry atau biasa disingkat menjadi PT. EPTI merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak dalam bidang industri khususnya dalam pembuatan ban mobil. PT. EPTI
dalam proses produksinya telah menghasilkan ban mobil dengan beberapa brand ternama, yaitu
seperti Accelera, Forceum, Imperium, Vizzoni, dan Zeetex. PT. EPTI dapat memproduksi ribuan ban
mobil setiap harinya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat output yang tidak sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan, disebut dengan produk reject. Berdasarkan
laporan produksi bulanan perusahaan, ditemukan bahwa brand Accelera memiliki rata – rata
persentase produk reject terbesar jika dibandingkan dengan brand lain yaitu sebesar 2.08% untuk
periode Januari hingga Agustus 2019. Persentase produk reject tersebut melebihi batas toleransi yang
diberikan perusahaan yaitu sebesar 2%. Maka dari itu, diperlukan penerapan metode Six Sigma
dengan mengikuti pendekatan Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC) untuk
memperbaiki kualitas pada ban mobil Accelera dengan meminimasi produk reject hasil produksi.
Pada tahap Define dilakukan pendeskripsian proses produksi dengan pembuatan Peta Proses Operasi
(PPO) dan penentuan Critical to Quality (CTQ). Pada tahap Measure dilakukan pengukuran
performansi proses berupa perhitungan Peta Kendali p dan c, perhitungan Defect per Million
Opportunities (DPMO), dan pengkonversian tingkat sigma. Pada tahap ini diketahui nilai DPMO
perusahaan yaitu sebesar 2416 dengan hasil konversi menunjukkan bahwa tingkat sigma proses saat
ini yaitu sebesar 4.32. Pada tahap Analyze dilakukan identifikasi kecacatan yang paling dominan
menggunakan Diagram Pareto dimana 80% kecacatan penyebab produk reject berupaTread Off
Centre, Blister Bead Base, FMOS Flash, dan Dirty Bead Ring. Selain Diagram Pareto, juga
digunakan Diagram Ishikawa dan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mem-
breakdown akar penyebab kecacatan dengan lebih rinci. Dapat diketahui dari hasil perhitungan
ranking Risk Priority Number (RPN) tertinggi pada metode FMEA bahwa tindakan perbaikan akan
diprioritaskan pada kecacatan FMOS Flash dengan akar penyebab kegagalan berupa terdapat sisa
karet pada mold. Usulan perbaikan yang akan diberikan pada tahap Improve yaitu dengan
menggunakan metode Five Why’s and One H Analysis dan didapatkan hasil berupa pembuatan form
perawatan mesindan form pembersihan mesin.
Kata Kunci: Six Sigma, CTQ, DPMO, Diagram Pareto, Diagram Ishikawa, FMEA, Five W’s and
One H Analysis.

1. PENDAHULUAN
Saat ini pertumbuhan industri manufaktur terbilang sangat pesat. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS), persentase kenaikkan produksi yaitu sebesar 4.45% pada kuartal I 2019. Untuk dapat
bertahandalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan harus memiliki strategi dalam menarik
minat konsumen. PT. EPTI merupakan salah satu perusahaan penghasil ban mobil yang berada di
bawah naungan Elang Group bersama dengan PT. Elangperdana Prima Niaga & Industri. PT. EPTI
didirikan sejak 15 November 1997 yang beralamat di Jalan Elang, Desa Sukahati, Kabupaten Bogor.
Beberapa brand ban mobil ternama yang diproduksi oleh PT. EPTI yaitu Accelera, Forceum,
Imperium, Vizzoni, dan Zeetex.Penelitian ini difokuskan pada ban mobil dengan brand Accelera

1
karena brand tersebut memiliki rata – rata persentase produk reject terbesar yaitu 2.08% untuk
periode Januari hingga Agustus 2019 jika dibandingan dengan brand lainnya. Persentase tersebut
telah melebihi batas toleransi yang diperbolehkan oleh perusahaan yaitu sebesar 2%. Apabila dilihat
lebih dalam, pada bulan Agustus persentase produk reject brand Accelera juga telah melebihi batas
toleransi yaitu sebesar 2.3%. Sehingga, untuk memperbaiki permasalahan tersebut digunakan metode
Six Sigma dengan pendekatan DMAIC yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab
kecacatan dan memperbaiki kualitas ban mobil brand Accelera dengan meminimasi produk reject
hasil produksi sehingga dapat mencapai kepuasan pelanggan.

2. STUDI PUSTAKA
Six Sigma terdiri dari dua kata yaitu Six yang berarti enam dan Sigma yang berarti sebuah
simbol atau lambang standar deviasi yang dapat diartikan sebagai ukuran satuan dalam statistik yang
melambangkan kemampuan suatu proses dan ukuran suatu nilai sigma.Six Sigma dalam
pengaplikasiannya bertujuan untuk mengurangi biaya proses, meningkatkan produktivitas, dan
mengurangi cacat dan variasi.Langkah – langkah yang tercakup dalam mengurangi cacat dan variasi
dilakukan secara sistematis dengan mendefinisikan, mengukur, menganalisa, memperbaiki, dan
mengendalikannya yang dikenal dengan 5 fase Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC).
Penelitian terdahulu merupakan referensi atau acuan yang digunakan oleh peneliti sebagai
pedoman dalam penulisan tugas akhir. Adapun daftar jurnal yang dijadikan acuan disajikan dalam
Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian


No. Tahun Peneliti Publikasi Tujuan Metode Hasil
Richma Perbaikan Kualitas
Yulinda Produk Keraton Luxury Hasil perhitungan RPN tertinggi yaitu 60 dengan
Hanif Jurnal Online di PT. X dengan Failure Mode berupa terdapat retak pada bagian
Hendang Institut Menggunakan Metode FMEA sisi produk sehingga membuat produk tidak
1 2013
Setyo Rukmi Teknologi Failure Mode and Effect FTA terkena warna dasar. Biaya rework tertinggi berada
Susy Nasional Analysis (FMEA) dan pada proses pembelahan kayu dengan total biaya
Susanty Fault Tree Analysis sebesar Rp 10.704.204
[8] (FTA)
Dino
Implementasi Pendekatan Hasil perhitungan DPMO sebesar 6722,963 yang
Caesaron
DMAIC untuk Perbaikan berarti akan terdapat peluang cacat produk sebesar
Stenly Jurnal Metris, pp
2 2015 Proses Produksi Pipa DMAIC 6722,963 dari kegagalan proses per 1 juta peluang
Yohanes P. 16 - 96
PVC (Studi Kasus PT. dengan tingkat sigma proses produksi PVC yaitu
Simatupang
Rusli Vinilon) sebesar 3,97.
[6]
Implementasi metode
Yogi Yusuf DMAIC - Six Sigma
Wibisono Seminar dalam Perbaikan Mutu di
Six Menurunkan tingkat cacat dari 83,23 cacat 300
3 2015 Theressa Nasional Industri Kecil Menegah:
Sigma unit menjadi 15,14 cacat per 300 unit.
Suteja IENACO Studi Kasus Perbaikan
[2] Mutu Produk Spring
Adjuster di PT. X
Hanie Sirine Pengendalian Kualitas
Asian Journal of
Elisabeth Menggunakan Metode
Innovation and Six Perusahaan telah mencapai 6 sigma karena cost of
4 2017 Penti Six Sigma (Studi Kasus
Entrepreneurship Sigma poor quality nya kurang dari 1% penjualan.
Kurniawati pada PT Diras Concept
Vol. 02, No. 03
[5] Sukoharjo)

3. METODOLOGI
Penelitian pendahuluan dilakukan di PT. Elangperdana Tyre Industry yang berlokasi di Jalan
Elang, Desa Sukahati, Kabupaten Bogor. Pengamatan proses produksi secara langsung dan
wawancara dengan operator lapangan merupakan hal yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan.
Selain itu, akan dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun sekunder. Setelah
pengumpulan data, maka tahapan yang dilakukan selanjutnya yaitu menggunakan pendekatan
DMAIC sebagai berikut:

2
- Tahap Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six
Sigma. Pada tahap ini dilakukan pendeskripsian proses produksi melalui pembuatan Peta Proses
Produksi (PPO) dan penentuan Critical to Quality (CTQ).
- Tahap Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six
Sigma. Pada tahap ini dilakukan pengukuran performansi proses saat ini menggunakan Peta
Kendali p dan c, perhitungan DPO dan DPMO, serta pengkonversian tingkat sigma.
- Tahap Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six
Sigma. Pada tahap ini dilakukan analisa dan identifikasi akar penyebab kecacatan dengan
menggunakan Diagram Pareto, Diagram Ishikawa, dan FMEA.
- Tahap Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan kualitas Six
Sigma. Pada tahap ini dilakukan penentuan usulan perbaikan terbaik atas akar penyebab
kecacatan dengan menggunakan Five W’s and One H Analysis.
- Tahap Control merupakan langkah operasional kelima dalam program peningkatan kualitas Six
Sigma. Pada tahap ini dilakukan perhitungan kembali untuk DPO dan DPMO serta tingkat sigma
setelah diterapkannya usulan perbaikan.

Mulai

Penelitian Pendahuluan
 Pengamatan proses produksi pada produk
ban mobil brand Accelera.
 Wawancara secara langsung dengan
Divisi Quality Control.

Identifikasi Masalah
Kecacatan yang terjadi pada ban mobil brand
Accelera.
Studi Literatur

Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi faktor penyebab kecacatan
dan memperbaiki kualitas ban mobil brand
Accelera dengan meminimasi produk reject
hasil produksi

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


 Alur proses produksi.  Sejarah perusahaan.
 Waktu proses produksi.  Visi dan Misi perusahaan.
 Jenis bahan baku.  Daftar produk yang dihasilkan.
 Mesin yang digunakan.  Data historis produk cacat.
 Jenis cacat ban mobil.  Data aktual produksi ban mobil
brand Accelera bulan Oktober
2019.

Pengolahan Data
Menggunakan metode Six Sigma dengan
tahapan DMAIC.

Analisa Hasil
Menganalisa akar penyebab kecacatan pada
ban mobil brand Accelera dengan
menggunakan Diagram Pareto, Diagram
Ishikawa, FMEA

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian

3
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
DEFINE
Hal yang dapat dilakukan pertama kali dalam program peningkatan kualitas Six Sigma yaitu
mendeskripsikan alur proses produksi yang sedang terjadi. Pendeskripsian tersebut dapat dilakukan
dengan membuat Peta Proses Operasi (PPO). Peta Proses Operasi ban mobil brand Accelera dapat
ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini.

PETA PROSES OPERASI


Nama Obyek: Ban Mobil Accelera
Nomor Peta: 1
Dipetakan Oleh: Nadya Sesdila
Tanggal Dipetakan: 28 Oktober 2019

Bead Wire Textile/Steel Coating 2 Roll Cal Triplex/Duplex Steel Cord Textile Cord Oil Rubber Chemical

Inspection Inspection Inspection Inspection Inspection Inspection Inspection Inspection Inspection


0.12 detik I-10 0.12 detik I-8 0.12 detik I-6 0.12 detik I-6 0.12 detik I-5 0.12 detik I-4 0.12 detik I-3 0.12 detik I-2 (Work Table) 0.12 detik I-1 (Work Table)
(Work Table) (Work Table) (Work Table) (Work Table) (Work Table) (Work Table) (Work Table)

Bead Making Coating Gum Sheeting Extruding


0.39 detik O-10 0.3 detik O-8 0.32 detik O-6 0.3 detik O-4
(Stranding) (Work Table) (2 Roll Calendar) (Extruder) Mixing
Rolling
0.2 detik O-2 (Banburry Roll)
0.27 detik O-1 (Mixer)

Inspection Inspection Inspection Inspection


0.12 detik I-11 0.12 detik I-9 0.12 detik I-7 0.12 detik I-7 (Work Table)
(Work Table) (Work Table) (Work Table)

Assembling
0.4 detik O-3 (Work Table)
Bead Apexing Cutting Steel Rubber Slitter Pre Assembling
0.42 detik O-11 (Bead Apexing) 0.3 detik O-9 (Cutting Steel) 0.41 detik O-7 (2 Roll Calendar) 0.3 detik O-5 (PA)

Assembling
0.4 detik O-12 (Work Table)

I-12 Assembling
0.4 detik I-1 (Work Table)
O-13

Building
0.67 detik O-14 (VMI)

Inspeksi
0.12 detik O-14
I-13 (Work Table)

Painting
0.9 detik O-15 (B&T)

Inspeksi
0.12 detik I-14 (Work Table)

O-16 Curing
1.96 detik
(Work Table)

Inspeksi
0.12 detik
I-15 (Work Table)

Trimming
0.08 detik O-17 (Work Table)

Inspeksi
0.12 detik I-16 (Work Table)

Ringkasan
Kegiatan Jumlah Waktu (Detik)
Inspeksi 16 1.92
Operasi 17 8.27
Total 33 10.19

Gambar 2. Peta Proses Operasi

Selain pembuatan Peta Proses Operasi, pada tahap Define juga dilakukan penentuan Critical
to Quality (CTQ) untuk mengetahui unsur – unsur kritis terhadap kualitas yang dapat mempengaruhi
kepuasan pelanggan. Critical to Quality dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Critical to Quality


NO Kecacatan Deskripsi Terjadi Pada Proses
Udara yang terperangkap pada area bead base dan bead toe
1 Blister Bead Base dan menimbulkan tonjolan seperti bola kecil pada Proses Building
permukaan ban.
Posisi centre tread atau centre marking pada ban tidak
2 Tread Off Centre Proses Curing
berada pada centre block pattern.
3 Dirty Bead Ring Tyre bopeng atau bercak – bercak pada bagian bead ring. Proses Curing
4 Off Centre Cure Tread marking off centre dan ada kecenderungan menyilang. Proses Curing
Foreign Material
5 Kotoran atau benda asing yang menempel pada green tyre. Proses Curing
Outside Flash
Defect Kembung
6 Bentuk hasil akhir ban yang abnormal. Proses Curing
Kempot

4
Berdasarkan hasil Critical to Quality pada Tabel 2 di atas, maka dapat disimpulkan terdapat 6
kecacatan yang menyebabkan produk reject. Kecacatan tersebut terdiri dari Blister Bead Base, Tread
Off Centre, Dirty Bead Base, Off Centre Cure, FMOS Flash, dan Defect Kembung Kempot.

MEASURE
Data aktual produksi dan kecacatan produk didapatkan dari data full inspection yang
dilakukan pada bulan Oktober 2019. Produk yang diinspeksi oleh operator pada tahap akhir (Final
Inspection) akan dibagi menjadi 2 yaitu produk NOT GOOD atau produk reject dan produk GOOD
atau QC PASSED. Pada tahap Measure akan digunakan Peta Kendali Atribut p dan c untuk
menghitung performansi proses saat ini dan mengetahui apakah proses sudah dalam batas kendali (in
control) atau tidak (out of control). Peta Kendali p digunakan untuk menghitung proporsi produk
cacat terhadap jumlah produksi dan Peta Kendali c digunakan untuk menghitung rata – rata kecacatan
dalam 1 unit ban mobil. Software yang digunakan untuk perhitungan Peta Kendali p dan c yaitu
menggunakan Minitab 2017. Gambar 3 di bawah ini merupakan plot Peta Kendali p untuk proporsi
produk cacat.

Gambar 3. Peta Kendali p

Berdasarkan plot grafikdi atas, dapat dilihat bahwa seluruh data berada dalam batas kendali
(in control). Grafik tersebut menunjukkan bahwa data berada dalam batas kendali atas (UCL) dan
batas kendali bawah (LCL). Oleh karena itu, tidak diperlukan untuk merevisi data. Selain plot
grafikPeta Kendali p, terdapat juga plot grafik Peta Kendali c sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
4 berikut ini.

Gambar 4. Peta Kendali c

Berdasarkan plot grafik di atas, dapat dilihat bahwa seluruh data berada dalam batas kendali
(in control). Grafik tersebut menunjukkan bahwa data berada dalam batas kendali atas (UCL) dan
batas kendali bawah (LCL). Oleh karena itu, tidak diperlukan untuk merevisi data.

5
Selain perhitungan menggunakan Peta Kendali p dan c, pada tahap Measure juga dilakukan
perhitungan Defect per Million Opportunities (DPMO). Berdasarkan jumlah produksi, karakteristik
kualitas kunci (CTQ), dan jumlah kecacatan, didapatkan nilai DPMO sebesar 2416. Nilai tersebut
berarti terdapat 2416 kecacatan dalam 1 juta peluang. Nilai DPMO tersebut dapat dikonversikan
menjadi tingkat sigma yaitu menjadi 4.32 sigma. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan terhadap hasil
produksi ban mobil Accelera agar perusahaan dapat meningkatkan pencapaian tingkat sigma serta
menurunkan nilai DPMO.

Analyze
Pada tahap Analyze dilakukan identifikasi terhadap penyebab kecacatan menggunakan
Diagram Pareto, Diagram Ishikawa, dan FMEA. Dari 6 CTQ yang telah didapatkan pada tahap
Define, 6 CTQ tersebut dianalisis kembali menggunakan Diagram Pareto untuk mengetahui jenis
kecacatan yang paling dominan. Pada Diagram Pareto digunakan prinsip 80-20, dimana 80%
merupakan kecacatan yang paling berpengaruh sebagai akibat dari 20% penyebab. Oleh karena itu,
perusahaan dapat mengatasi 80% kecacatan penyebab permasalahan kualitas dengan berfokus pada
20% penyebabnya. Gambar 5 di bawah ini merupakan hasil plot jumlah kecacatan pada software
Minitab 2017.

Gambar 5. Diagram Pareto 6 CTQ

Dari hasil plot tersebut, diketahui bahwa 80% kecacatan yang paling berpengaruh yaitu Tread
Off Centre (TOC), Blister Bead Base (BBB), FMOS Flash, dan Dirty Bead Ring (DBR). 4 kecacatan
tersebut akan dianalisis kembali secara rinci mengenai akar penyebabnya menggunakan Diagram
Ishikawa. Gambar – gambar di bawah ini merupakan Diagram Ishikawa dari 4 kecacatan tersebut.

Machine

Mesin tidak dalam keadaan


centre

Tread Off Centre

Penempatan green tyre tidak Operator lalai dalam bekerja


centre

Operator terburu - buru

Gambar 6. Diagram Ishikawa TOC

6
Berdasarkan Gambar 6 di atas, diketahui bahwa penyebab kecacatan TOC berasal dari faktor
machine, method, dan man. Penyebab dari faktor machine yaitu mesin tidak dalam keadaan centre,
penyebab dari faktor method yaitu penempatan green tyre tidak centre, dan penyebab dari faktor man
yaitu operator lalai dalam bekerja dan operator terburu – buru.

Machine

Stitching/gerakan mesin pada


area bead tidak smooth

Blister Bead Base

Penggunaan suhu tidak optimal

Pencampuran compound tidak


sempurna

Gambar 7. Diagram Ishikawa BBB

Berdasarkan Gambar 7 di atas, diketahui bahwa penyebab kecacatan BBB berasal dari faktor
material dan machine. Penyebab dari faktor machine yaitu stitching gerakan mesin pada area bead
tidak smooth dan penyebab dari faktor material yaitu penggunaan suhu yang tidak optimal pada
proses mixing dan pencampuran compound yang tidak sempurna.

Material Machine

Mesin tidak dibersihkan


Sisa karet yang menempel secara berkala
pada mold
Mold tidak rapat

FMOS Flash

Kotoran berada pada area proses


curing

Gambar 8. Diagram Ishikawa FMOS Flash

Berdasarkan Gambar 8 di atas, diketahui bahwa penyebab kecacatan FMOS Flash berasal dari
faktor material, environment, danmachine. Penyebab dari faktor machine yaitu mesin tidak
dibersihkan secara berkala dan penutupan mold tidak rapat, penyebab dari faktor material yaitu sisa
karet yang menempel pada mold, dan penyebab dari faktor environment yaitu kotoran berada pada
area proses curing.

Maintenance mesin kurang


baik

Usia mold sudah terlalu lama

Dirty Bead Ring

Tidak dilakukan penyemprotan


Bead yang jelek
pada mold

Gambar 9. Diagram Ishikawa DBR

7
Berdasarkan Gambar 9 di atas, diketahui bahwa penyebab kecacatan DBRberasal dari faktor
material, method, danmachine. Penyebab dari faktor machine yaitumaintenance mesin yang tidak
baik dan usia mold yang sudah terlalu lama, penyebab dari faktor material yaitu bead yang jelek, dan
penyebab dari faktor method yaitu tidak dilakukannya penyemprotan pada mold menggunakan
silicone.
Setelah dianalisis lebih dalam menggunakan Diagram Ishikawa, maka langkah selanjutnya
yaitu menggunakan metode FMEA untuk menentukan penyebab kegagalan yang akan diprioritaskan
untuk diberikan tindakan perbaikan. Akan dilakukan brainstorming dengan Bapak Bayu selaku Divisi
Research and Development untuk memberikan nilai Severity, Occurrence, dan Detection untuk setiap
kecacatan dan kemudian akan dihitung nilai RPN-nya. Kecacatan yang memiliki nilai RPN tertinggi
akan diprioritaskan untuk diberikan tindakan perbaikan. Tabel 3 di bawah berikut ini merupakan
FMEA hasil brainstorming dengan pihak perusahaan.

Tabel 3. FMEA
Kegagalan Efek dari Control yang Sudah
No. Proses S Penyebab Kegagalan Proses O D RPN
yang Terjadi Kegagalan Dilakukan
Mesin tidak dalam keadaan
6 Pengecekkan loader 5 240
Tread Off centre
Ban reject 8
Centre Operator salah menempatkan
6 Pengecekkan posisi green tyre 5 240
green tyre
Kotoran yang menempel pada
6 Pemberian silikon pada mold 4 168
mold
FMOS Flash Ban reject 7
1 Curing Terdapat sisa karet pada mold 7 Pembersihan mold 5 245
Penutupan mold tidak rapat 6 Check simulator mold 5 210
Mengganti mold setiap 6 hingga
Usia mold sudah terlalu lama 6 6 216
12 bulan sekali
Dirty Bead
Ban reject 6 Bead yang jelek 5 Penggantian bead 5 150
Ring
Tidak dilakukan penyemprotan Membuat schedule untuk
6 6 216
pada mold penyemprotan mold
Stitching pada area bead tidak Pengecekkan kecepatan gerak
5 4 140
smooth mesin
Blister Bead Penggunaan suhu optimal pada
2 Building Ban reject 7 Compound tidak lengket 4 5 140
Base pemasakkan master batch
Salah penempatan green tyre
5 Pengecekkan posisi green tyre 6 210
pada mesin

Dari hasil brainstorming tersebut, dapat diketahui bahwa nilai RPN tertinggi berada pada
kecacatan FMOS Flash dengan nilai Severity yaitu 7, Occurrence yaitu 7, dan Detection yaitu 5.
Sehingga, nilai RPN yang didapat yaitu sebesar 245. Penyebab kegagalan dari FMOS Flash yaitu
terdapat sisa karet pada mold. Control yang telah dilakukan saat ini untuk mencegah kegagalan
tersebut yaitu dengan melakukan pembersihan mold.

Improve
Apabila sudah menentukan kecacatan yang diprioritaskan untuk diperbaiki, maka pada tahap
Improve dilakukan analisa menggunakan Five W’s and One H Analysis untuk menentukan tindakan
perbaikan yang tepat terhadap kecacatan tersebut. Tabel 4 berikut ini merupakan hasil analisa
menggunakan metode tersebut berfokus pada kecacatan FMOS Flash karena memiliki RPN tertinggi.

Tabel 4. Five W’s and One H Analysis


What Where Faktor Why When Who How
Mesin tidak dibersihkan Selama proses Pembuatan form pembersihan
secara berkala curing seluruh mesin secara rutin
Machine Penutupan mold yang tidak Pengecekkan motor induksi dan
Saat proses
rapat akibat motor induksi check simulator mesin sebelum
shaping Operator
FMOS Proses tidak bekerja semestinya proses masak green tyre
mesin
Flash curing Sisa karet yang menempel Proses masak Pembuatan form perawatan mesin
Material curing
pada mold green tyre curing
Terdapat kotoran di sekitar Proses blader Pembersihan area curing secara
Environment area curing sehingga ikut exhaust dan rutin sebelum proses masak green
tersedot vacuum dari mold vacuum tye

8
Dari hasil analisa menggunakan metode tersebut menunjukkan bahwa terdapat empat usulan
perbaikan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan. Untuk tahapan implementasi selanjutnya,
telah dilakukan ranking terhadap usulan perbaikan tersebut dari yang terpenting menurut hasil
brainstorming dengan pihak perusahaan. Tabel 5 berikut ini menunjukkan ranking tindakan perbaikan
tersebut.

Tabel 5. Ranking Tindakan Perbaikan Menurut Perusahaan


NO Tindakan Perbaikan
1 Pembuatan form untukpembersihan seluruh mesin produksi secara rutin
2 Pembuatan form perawatan mesin curing
3 Pembersihan area curing secara rutin sebelum proses masak green tye
4 Pengecekkan motor induksi dan check simulator mesin sebelum proses masak green tyre

Berdasarkan ranking tersebut, maka dibuat usulan perbaikan berupa form pembersihan secara
rutin untuk seluruh mesin dan juga form perawatan khusus untuk mesin curing dan komponen –
komponennya. Tabel 6 dan Tabel 7 di bawah ini menunjukkan form pembersihan mesin dan form
perawatan mesin yang dapat diimplementasikan.

Tabel 6. Form Pembersihan Harian Mesin

PT. ELANGPERDANA TYRE INDUSTRY FORM


PEMBERSIHAN
Jl. Elang, Desa Sukahati, Kabupaten Bogor HARIAN MESIN
No. Nama Mesin / Komponen Tanggal Pemeriksaan Operator Pemeriksa Keterangan

Tabel 7. Form Perawatan Mesin Curing

PT. ELANGPERDANA TYRE INDUSTRY FORM PERAWATAN


Jl. Elang, Desa Sukahati, Kabupaten Bogor MESIN CURING

Kondisi
No. Komponen Tanggal Pemeriksaan Tindakan
Baik Tidak
1 Mold dan Platen
2 Bladder
3 Low Ring
4 Top Ring
5 Limit Switch Atas
6 Limit Switch Bawah
7 Limit Switch Tengah

Form pembersihan harian mesindapat digunakan untuk mengontrol pembersihan seluruh mesin
di lantai produksi untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin. Form tersebut dapat melihat kapan
dan siapa yang bertugas untuk membersihan mesin tersebut. Lalu, form perawatan mesin curing dapat
diletakkan khusus di sekitar area proses curing untuk dapat mengetahui kapan terakhir kali komponen
– komponen mesin curing diperiksa dan dikontrol keadaannya.

9
5. KESIMPULAN
1. Hasil yang diperoleh pada tahap Define yaitu terdapat 6 CTQ atau 6 jenis cacat yang
terdapat pada produksi ban mobil Accelera yang hanya terdiri dari jenis cacat atribut. Jenis
cacat atribut tersebut yaitu Blister Bead Base (BBB) yang merupakan udara terperangkap
pada area bead base, Tread Off Centre (TOC) yang merupakan posisi centre tread tidak
berada pada posisi tengah, Dirty Bead Ring (DBR) yang merupakan tyre bopeng atau
bercak – bercak pada bagian bead ring, Off Centre Cure (OFFCC) yang merupakan tread
marking off centre atau menyilang, Foreign Material Outside Flash (FMOS Flash) yang
merupakan kotoran atau benda asing yang menempel pada green tyre, dan Defect
Kembung Kempot (DKK) yang merupakan bentuk hasil akhir ban yang abnormal.
2. Hasil yang diperoleh pada tahap Measure yaitu nilai DPMO (Defect per Million
Opportunities) dari proses produksi produk ban mobil Accelera adalah sebesar 2416
kecacatan dalam satu juta peluang, sementara untuk tingkat sigma adalah sebesar 4.32
sigma.
3. Hasil yang diperoleh pada tahap Analyze berdasarkan plot frekuensi kecacatan
menggunakan Diagram Pareto, diketahui bahwa 80% kecacatan penyebab produk reject
yaitu Tread Off Centre (TOC), Blister Bead Base (BBB), FMOS Flash, dan Dirty Bead
Ring (DBR). Apabila berdasarkan metode FMEA, diketahui kecacatan FMOS Flash
dengan penyebab berupa adanya sisa karet yang menempel pada mold memiliki nilai RPN
tertinggi yaitu sebesar 245 sehingga kecacatan tersebut akan diprioritaskan untuk diberikan
usulan perbaikan.
4. Hasil yang diperoleh pada tahap Improve berupa usulan perbaikan yang diberikan untuk
kecacatan FMOS Flash yaitu pembuatan form untuk pembersihan seluruh mesin di area
produksi dan pembuatan form perawatan mesin khusus untuk mesin curing. Pembuatan
form tersebut didasarkan atas penggunaan Five W’s and One H Analysis dan melakukan
brainstorming dengan Bapak Bayu selaku supervisor Divisi Reasearch & Development.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Montgomery, D. C, Introduction to Statistical Quality Control. 6th edition. New York : John
Wiley & Sons, 2013.
[2] Yogi Yusuf Wibisono, Theressa Suteja, “Implementasi Metode DMAIC – Six Sigma Dalam
Perbaikan Mutu di Industri Kecil Menengah: Studi Kasus Perbaikan Mutu Produk Spring
Adjuster di PT. X”, di Jurnal Seminar Nasional, Bandung, 2013, hal 1-2.
[3] Gapersz, V, Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010.
[4] Modul Pelatihan Statictical Process Control, Laboratorium Rekayasa Kualitas, Teknik Industri,
Universitas Trisakti, Jakarta, 2019.
[5] Hani Sirine, Elisabeth Penti Kurniawati, “Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Six
Sigma”, di Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship, Vol. 02, No. 03, 2017.
[6] Dino Caesaron, Stenly Yohanes P. Simatupang, “Implementasi Pendekatan DMAIC untuk
Perbaikan Proses Produksi Pipa PVC”, di Jurnal Metris, No.16, 2015, hal 91-96.
[7] Francisco Rebelo, Marcelo M. Soares, Ergonomics Indesign Methods & Techinques. London :
Taylor & Francis Group, 2019.

10
[8] Richma Yulinda Hanif, Hendang Setyo Rukmi, Susy Susanty, “Perbaikan Kualitas Produk
Keraton Luxury Di PT. X dengan Menggunakan Metode Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA)”, di Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, Vol. 03,
No. 03, Bandung, 2015, hal 139-141.

11

Anda mungkin juga menyukai