Anda di halaman 1dari 26

APLIKASI LEAN SIX SIGMA DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI PROSES

PRODUKSI PADA INDUSTRI GARMEN

(Proposal Skripsi)

Oleh :

Ade Nurul Aisy

1604020028

Jurusan Teknik Industri

Program Studi Teknik Industri

Fakultas Teknik

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF

TANGERANG

2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ade Nurul Aisy

Nim : 1604020028

Fakultas : Teknik

Jurusan : Industri

Judul : APLIKASI LEAN SIX SIGMA DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI

PROSES PRODUKSI PADA INDUSTRI GARMEN

Diterima dan disetujui oleh :

Dekan Fakultas Teknik Dosen Pembimbing

Ir. SUTRESNA JUHARA, M.Sc., IPM. Hardjito S Darmojo, Ir.,M.Pd.

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-nya sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Proposal skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Industri
Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang.

Objek penelitian dalam skripsi ini berfokus pada salah satu proses produksi di perusahaan
garmen, yaitu proses penjahitan. Perbedaan antara produk yang dihasilkan dengan target
perusahaan disebabkan adanya pemborosan dan kualitas tidak sesuai dengan standar, sehingga
perlu dilakukan peninjauan pada pemborosan dalam proses produksi. Proposal skripsi ini
berjudul : ‘APLIKASI LEAN SIX SIGMA DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI PROSES
PRODUKSI PADA INDUSTRI GARMEN’

Atas selesainya proposal skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :

1. Prof. Dr. Mustofa Kamil, Dipl.,RSL.,M.Pd. Selaku Rektor Universitas Islam Syekh-
Yusuf Tangerang
2. Ir. SUTRESNA JUHARA, M.Sc., IPM. Selaku Dekan fakultas teknik
3. Hardjito S Darmojo, Ir.,M.Pd. Selaku Dosen pembimbing

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................................2

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................3

DAFTAR ISI.........................................................................................................................4

I. PENDAHULUAN ..............................................................................................5
1.1.Latar Belakang ...............................................................................................5
1.2.Diagram Keterkaitan Masalah .......................................................................9
1.3.Perumusan Masalah .......................................................................................10
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................10
1.5.Batasan Masalah dan Asumsi ........................................................................11
1.6.Sistematika Penulisan ....................................................................................12
II. LANDASAN TEORI .........................................................................................13
2.1.Lean Manufacturing .......................................................................................13
2.1.1. Pengertian Lean Manufacturing ...................................................13
2.1.2. Lima Prinsip Utama dari Filosofi Lean .......................................14
2.2.Six Sigma .......................................................................................................14
2.2.1. Pengertian Six Sigma ...................................................................14
2.2.2. Tujuan Six Sigma .........................................................................15
2.3.Lean Six Sigma ..............................................................................................16
2.4.Pemborosan ....................................................................................................17
2.5.Metodologi Lean Six Sigma ..........................................................................19
III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................20
3.1.Gambaran Umum Perusahaan........................................................................20
3.1.1. Sejarah Perusahaan ......................................................................20
3.1.2. Visi dan Misi Perusahaan.............................................................21
3.2.Teknik Pengumpulan Data .............................................................................21
3.3.Metodologi Penelitian ....................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................26

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia industri yang pesat mengakibatkan perubahan besar bagi semua
pihak. Oleh sebab itu, persaingan yang ketat pun akan terjadi dan memacu setiap perusahaan
industri manufaktur maupun jasa untuk memiliki keunggulan kompetitif yaitu dalam segi
kualitas (quality), harga (cost), ketepatan waktu pengiriman (delivery time), dan fleksibilitas
(flexibility). Keunggulan tersebut dapat tercapai dengan melakukan perbaikan secara terus
menerus (continuous improvement). Perbaikan secara terus menerus dilakukan agar dapat
meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan, sehingga perusahaan dapat memenuhi
permintaan konsumen. Faktor kualitas produk merupakan faktor penting karena sebagai penentu
tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen (Ghanimata, 2012). Untuk memenuhi kualitas
produk tersebut, perusahaan industri manufaktur maupun jasa harus mampu memberikan nilai
tambah yang diharapkan oleh konsumen. Peningkatan kualitas dan produktivitas suatu
perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menjalankan proses produksi secara
efektif dan efisien. Proses produksi yang efektif dan efisien adalah proses produksi tanpa
pemborosan pada konsumsi tenaga, waktu, dan biaya serta memberikan nilai tambah. Semakin
efisien proses produksi perusahaan tersebut, maka semakin sedikit pemborosan yang timbul
dalam aktivitas produksi.

Aktivitas-aktivitas tidak mempunyai nilai tambah (non value added) merupakan bentuk
pemborosan yang harus dihilangkan dan perlu dilakukan perbaikan. Perancangan proses
produksi yang bebas dari aktivitas pemborosan dibutuhkan agar pengelolaan sumber daya
optimal baik dalam kuantitas, kualitas, maupun ketepatan waktu.

PT. Katexindo Citramandiri merupakan salah satu perusahaan garmen di Indonesia yang
berkantor pusat di Hong Kong dan tergabung dalam Textile Alliance Limited Group (TAL
Group). Perusahaan ini mempunyai tiga proses produksi utama, yaitu proses pemotongan,
penjahitan dan penyelesaian, seperti pada Gambar 1.1. Pada proses pemotongan, bahan dipotong
sesuai dengan pola yang telah ditentukan dan menyesuaikan potongan-potongan bahan. Proses
penjahitan adalah proses penggabungan antara bahan satu dengan bahan yang lain dengan
metode menjahit sehingga dihasilkan pakaian jadi sesuai dengan keinginan dan spesifikasi dari
konsumen. Proses penyelesaian merupakan proses akhir yang digunakan untuk merapikan dan
mengemaskan pakaian.

5
Gambar 1.1 Proses Produksi pada PT. Katexindo Citramandiri

Berdasarkan proses-proses produksi tersebut, proses penjahitan adalah proses yang paling
banyak mempunyai tahapan-tahapan proses produksi, yaitu 35 proses. Maka dapat dikatakan
bahwa proses penjahitan merupakan salah satu proses penting karena menghasilkan kuantitas
pakaian untuk memenuhi permintaan konsumen. Namun dalam proses penjahitan masih terdapat
permasalahan yang muncul yaitu hasil produksi tidak sesuai dengan target perusahaan. Target
dan aktual dari proses penjahitan pada unit produksi 1 dapat dilihat pada Lampiran 1. Terdapat
sepuluh lini didalam unit produksi 1, yaitu lini

M 1.1 hingga lini M 1.10.

Tabel 1.1 Jumlah Data Aktual yang Tidak Sesuai Target

Pada Tabel 1.1 berisikan jumlah data hasil produksi atau data aktual yang berbeda dengan
target. Jumlah data hasil produksi dihitung berdasarkan nilai keluaran (output) yang berada
dibawah target. Berdasarkan Tabel 1.1, maka dapat diketahui bahwa lini yang paling sering
mengalami perbedaan hasil produksi dengan target adalah lini M 1.9. Terdapat beberapa hal
yang memengaruhi perbedaaan tersebut, yaitu kualitas tidak sesuai dengan standar dan adanya
pemborosan. Salah satu metode untuk mengurangi pemborosan adalah dengan menggunakan
lean, sedangkan metode yang digunakan untuk pengendalian kualitas adalah dengan
menggunakan six sigma. Lean six sigma adalah metode pengendalian kualitas yang merupakan
kombinasi antara lean dan six sigma. Lean six sigma didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan atau aktivitas-aktivitas yang tidak
bernilai tambah (non-value-added activities) melalui peningkatan terus menerus untuk mencapai
tingkat kinerja enam sigma, dengan cara mengalirkan produk (material, work-inprocess,
keluaran) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari konsumen internal dan
eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan dengan hanya memproduksi 3,4 cacat
dalam setiap satu juta kesempatan atau operasi (Gaspersz, 2007).

6
Penelitian tentang perbaikan pada proses produksi dengan melakukan pengurangan atau
meminimalisasi pemborosan dengan menggunakan konsep lean manufacturing dilakukan oleh
Antandito et al. (2014), Bonita dan Liansari (2015). Penelitian yang dilakukan oleh Antandito et
al. (2014) pada proses produksi Dino Sideboard 2 d 3 DRW SN–WG di PT. Gatra Mapan Ngijo
dengan menggunakan pendekatan cost integrated value stream mapping. Hasil dari penelitian ini
adalah perubahan pada biaya persediaan berkurang Rp 33.590,00, total production lead time
berkurang dari 31,05 hari menjadi 18,18 hari, total waktu siklus berkurang dari 55,09 menit
menjadi 49,95 menit, dan jarak transportasi berkurang 22 meter. Target biaya yang ditentukan
pada total value added dan non value added cost yakni sebesar Rp 24.000,00. Pemborosan
produk cacat terjadi dikarenakan bahan baku kurang berkualitas dan operator kurang sadar
bahwa kualitas produk merupakan hal yang penting. Pemborosan waktu menunggu juga banyak
terjadi dikarenakan bahan baku yang tidak sesuai standar sehingga mesin mati dan membutuhkan
waktu untuk perbaikan. Penelitan yang dilakukan oleh Bonita dan Liansari (2015) memperoleh
hasil bahwa usulan perbaikan untuk sistem produksi pada PT. C59 yaitu penerapan sistem tarik,
perbaikan penanganan material (material handling), pembuatan dasar sablon, pembuatan catatan
penanda, perubahan proses penjadwalan pembuatan saringan sablon, penghapusan sistem batch,
penjadwalan sablon berdasarkan kondisi ruangan, pembuatan perancangan stasiun kerja,
membuat kebijakan baru mengenai peletakan jarum, perbaikan tata letak mesin jahit, pemberian
batas label pakaian, penggabungan workcell, penerapan one-piece flow, dan penerapan 5S (Seiri,
Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shisuke). Jika dilakukan perbaikan maka total waktu non value
added berkurang dari 57,433 menit menjadi 16,896 menit, menurunkan nilai lead time dari
809,905 menit menjadi 482,758 menit untuk pemborosan persediaan, dan menaikan
perbandingan nilai dengan pemborosan (value-to-waste ratio) dari 1,45% menjadi 2,54%.

Penelitian sebelumnya tentang perbaikan kualitas pada proses produksi dengan


menggunakan metode six sigma dilakukan oleh Nurullah et al. (2014) dan Salomon et al. (2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurullah et al. (2014) menggunakan tahapan Define-Analyze-
Measure-Improve-Control (DMAIC). Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya perubahan
nilai sigma dari 3,251 menjadi 3,436 sehingga menghasilkan selisih sebesar 0,185. Perubahan
Defect per Million Oppurtunities (DPMO) dari 42197,6 menjadi 26454,674 sehingga
menghasilkan selisih sebesar 15742,926. Penghematan biaya kualitas sebelum dan sesudah
menggunakan parameter dapat dilihat berdasarkan perubahan persentase biaya kegagalan
kualitas (COPQ), yaitu sebesar 30%. Perubahan angka pada penelitian ini menunjukan tahapan
DMAIC mampu memberikan usulan yang lebih baik dalam perbaikan kualitas benang 20S.
Penelitian yang dilakukan oleh Salomon et al. (2015) berfokus pada produksi part bening Big
Container 211PLY dan Big Container IL AS. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan
nilai DPMO untuk part bening Big Container 211PLY sebesar 0,0357 dengan tingkat sigma
sebesar 4,015 sigma dan persentase cacat sebesar 3,57%. Pengolahan data untuk part Big
Container IL AS diperoleh DPMO sebesar 0,02088 dengan tingkat sigma sebesar 4,199 sigma
dan persentase produk cacat sebesar 2,08%. Berdasarkan hasil Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA), peringkat yang tertinggi adalah cacat silver dan retak. Setelah dilakukan perbaikan,

7
didapatkan nilai sigma sebesar 4,28 sigma dan persentase cacat sebesar 1,61% pada Big
Container 211 PLY, kemudian nilai sigma sebesar 4,40 sigma dan persentase cacat sebesar
1,09% pada Big Container IL AS.

Pada penelitian-penelitian tersebut metode lean dilakukan secara terpisah dengan metode
six sigma. Jika kedua metode tersebut digunakan secara bersamasama, maka perbaikan dapat
dilakukan berdasarkan pengurangan pemborosan dan pengendalian kualitas pada proses
produksi. Hal ini menghasilkan usulan perbaikan yang lebih efektif dan efisien. Penelitian
sebelumnya dengan menggunakan konsep lean six sigma juga pernah dilakukan oleh Gultom et
al. (2013) dan Milad (2015). Penelitian yang dilakukan oleh Gultom et al. (2013) pada PT. XYZ
bergerak dalam produksi transformator menunjukan bahwa Process Cycle Efficency (PCE) pada
saat ini sebesar 82%. Saat ini, nilai sigma pada kegiatan inspeksi II & III sebesar 3,85 sigma dan
jika dilakukan perbaikan maka hasil estimasi tingkat sigma menjadi 4,32 sigma. Usulan
perbaikan berupa penerapan prosedur kerja pada bagian penggulungan kumparan, penerapan
metode 5S, perawatan mesin, pelatihan operator secara berkala dan pengawasan. Selain itu,
diusulkan manajemen sistem dan eliminasi lima kegiatan non value added. Penelitian yang
dilakukan oleh Milad (2015) pada PT. Unggul Makmur Sejahtera (PT. UMS) Lumajang
memperoleh hasil bahwa tingkat sigma sebelum perbaikan sebesar 4 sigma dan setelah perbaikan
mencapai 6 sigma. Pemborosan terbesar adalah pemborosan produk cacat dan pemborosan
persediaan yang berasal dari proses injection dan stitching upper. Penyebab utama permasalahan
kualitas adalah over roughing dan 2nd injection. Berdasarkan theory of inventive problem
solving (TRIZ) menghasilkan perbaikan berupa implementasi penggunaan alarm dan lampu
sebagai sinyal, penambahan diluen atau bahan pengencer ke dalam material, dan pemanasan
cetakan sebelum dipasang pada mesin. Pebedaaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini
terletak pada metode DMAIC dalam lean six sigma yang digunakan. Pada tahap analyze dalam
Gultomet al. (2013) menggunakan diagram five why, sedangkan tahap improve menggunakan
metode 5S serta menerapkan metode manajemen tempat kerja (workplace management) dari segi
manusia dan informasi. Pada penelitian Milad (2015) tahap improve dilakukan dengan
menggunakan TRIZ, sedangkan tahap improve pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan FMEA berdasarkan pada nilai Risk Priority Number (RPN) yang tertinggi.

Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dan analisis dalam upaya mengurangi
pemborosan serta pengendalian kualitas pada proses penjahitan di lini M 1.9 dengan
menggunakan pendekatan lean six sigma. Tahap-tahap dalam penelitian ini dilakukan
berdasarkan siklus DMAIC (Bass, 2007). Pada tahap define dilakukan identifikasi tujuh
pemborosan dengan value stream mapping. Tahap measure dilakukan untuk menentukan critical
to quality serta melakukan perhitungan DPMO dan tingkat sigma untuk nilai pemborosan yang
paling tinggi. Kemudian pada tahap analyze dilakukan analisis dengan menggunakan value
stream mapping tools (VALSAT). Selain itu, menggunakan diagram pareto dan diagram sebab
akibat untuk menganalisis faktor-faktor penyebab permasalahan. Pada tahap improve diberikan
8
rekomendasi perbaikan untuk mengurangi pemborosan yang terjadi pada proses produksi dengan
menggunakan FMEA. Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi perbaikan kepada perusahaan
berdasarkan nilai RPN. Nilai RPN menyatakan besar nilai prioritas suatu kegagalan.
Permasalahan yang mempunyai nilai RPN tertinggi menjadi prioritas utama untuk ditangani
terlebih dahulu, kemudian diberikan rekomendasi perbaikan terkait dengan tipe pemborosan.

1.2. Diagram Keterkaitan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dilakukan visualisasi permasalahan yang


secara sistematis disusun dalam sebuah diagram keterkaitan masalah.

Gambar 1.2 Diagram Keterkaitan Masalah

9
Gambar 1.2 merupakan diagram keterkaitan masalah pada penelitian ini. Berdasarkan
Gambar 1.2, dapat dilihat bahwa adanya pemborosan pada proses produksi mengakibatkan
berbagai hal yang merugikan proses produksi pada sebuah perusahaan. Akibat dari pemborosan
tersebut adalah kualitas barang yang dihasilkan dari proses produksi menjadi tidak sesuai dengan
standar, sehingga kualitas produk menurun dan diperlukan pengerjaan ulang pada produk cacat
tersebut. Jika dilakukan kegiatan pengerjaan ulang secara terus menerus, maka mengakibatkan
pemberhentian sementara pada proses produksi yang sedang berlangsung dan terdapat waktu
terbuang. Dengan adanya pengerjaan ulang, maka hasil produksi berkurang atau tidak sesuai
dengan target yang telah ditentukan. Pemborosan pada proses produksi juga dapat
mengakibatkan kesalahan pada proses produksi seperti proses pengerjaan tidak sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan. Waktu yang terbuang selama proses produksi dan kesalahan
pada proses produksi mengakibatkan penurunan kualitas pada proses produksi tersebut.
Penurunan kualitas dan hasil produksi tidak sesuai dengan target mengakibatkan proses produksi
berjalan secara tidak efektif dan efisien.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan perbaikan untuk mengurangi


pemborosan yang terjadi dilantai produksi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan konsep lean six sigma. Melalui
penerapan konsep lean six sigma diharapkan terjadi penurunan jumlah pemborosan sehingga
aliran proses produksi menjadi lancar dan kualitas terkendali agar produk cacat berkurang. Jika
proses produksi berjalan dengan lancar dan produk cacat berkurang, maka proses produksi
menjadi efektif dan efisien sehingga terjadi peningkatan produktivitas yang dihasilkan.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yang diteliti dalam
penelitian ini, yaitu:

1. Berapa bobot pemborosan yang terjadi pada proses penjahitan di lini M 1.9?
2. Berapa tingkat sigma pada proses penjahitan di lini M 1.9?
3. Apa sajakah faktor dominan yang menyebabkan terjadinya pemborosan pada proses
penjahitan di lini M 1.9?
4. Bagaimana usulan perbaikan yang digunakan untuk meninimalkan pemborosan dan
meningkatkan nilai sigma pada proses penjahitan di lini M 1.9?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini mempunyai beberapa tujuan penelitian, yaitu:

1. Mengetahui bobot pemborosan yang terjadi pada proses penjahitan di lini M 1.9.
2. Mengetahui tingkat sigma dari produk yang dihasilkan pada proses penjahitan di lini M
1.9.

10
3. Menentukan faktor-faktor dominan yang menyebabkan terjadinya pemborosan pada
proses penjahitan di lini M.1.9.
4. Memberikan usulan perbaikan yang digunakan untuk meninimalkan pemborosan dan
meningkatkan nilai sigma pada proses penjahitan di lini M 1.9.

Adapun manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagi manajemen perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui pemborosan yang terjadi
dan nilai tingkat sigma pada proses penjahitan di lini M 1.9. Sehingga dapat dilakukan
perbaikan agar proses produksi dapat berjalan dengan lebih efektif, efisien dan
meningkatkan produktivitas.
2. Bagi penulis, dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menambah wawasan dan
pengetahuan dalam penerapan ilmu teoritis dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat
menambah pengalaman guna menganalisis masalah secara ilmiah.
1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan Penelitian

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar atau tetap fokus, maka penulis
menggunakan beberapa batasan antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada proses penjahitan di lini M 1.9 karena lini tersebut
mempunyai nilai aktual yang berbeda dengan target.
2. Data yang digunakan adalah data dari proses penjahitan di lini M 1.9 periode Januari
sampai Februari 2017.
3. Penelitian dibatasi sampai pada rekomendasi perbaikan terhadap pemborosan yang
paling dominan, namun tidak sampai pada penerapan rekomendasi perbaikan dan
tidak membahas masalah biaya.

Asumsi

Asumsi yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas proses produksi berjalan dengan normal.


2. Kondisi mesin saat proses produksi dalam kondisi stabil dan baik.
3. Tidak terdapat perubahan bahan baku dan teknologi secara signifikan.
4. Kuesioner Waste Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire
(WAQ) diberikan kepada para karyawan yang memahami dan berhubungan langsung
pada lantai produksi.

11
1.6. Sistematika Penulisan

Berisi tentang uraian keseluruhan proses penelitian disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan pengantar untuk menjelaskan isi penelitian secara garis besar. Bab ini
memuat latar belakang masalah, diagram keterkaitan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini memuat teori-teori yang berhubungan dengan penelitian. Landasan teori ini
diperoleh dari studi literatur melalui buku maupun informasi dari jurnal. Teori-teori tersebut
tentang konsep lean, six sigma, lean six sigma, value stream mapping (VSM), dan Failure Mode
and Effect Analysis (FMEA) untuk melakukan analisis pemborosan dan pengendalian kualitas
guna dilakukan proses perbaikan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai data-data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan


penelitian. Pada bab ini juga dilakukan proses menguraikan data hasil pengamatan untuk
identifikasi dan pemecahanan permasalahan yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan
pengamatan, wawancara, dan data dari perusahaan seperti profil perusahaan, gambaran umum
proses produksi dan data-data lain yang digunakan dan dibutuhkan dalam penelitian ini.

12
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Lean Manufacturing


2.1.1. Pengertian Lean Manufacturing

Lean manufacturing merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi


segala macam pemborosan atau kegiatan-kegiatan yang tidak memiliki nilai tambah. Lean adalah
proses perubahan secara dinamis, terpadu dan didukung oleh prinsip-prinsip secara sistematis
dan teknik yang difokuskan pada pengurangan pemborosan, aliran kerja teratur dan mengelola
aliran produksi (Bhat et al., 2016). Lean merupakan suatu upaya untuk menghilangkan atau
mengeliminasi pemborosan dan meningkatkan nilai tambah produk (barang atau jasa) agar
memberikan nilai kepada konsumen (customer value) karena tujuan dari lean adalah
meningkatkan nilai konsumen melalui peningkatan terus menerus (Gasperz, 2012 dalam
Sriwana, 2013). Gasperz (2007) dalam Alpasa et al. (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2006,
perbandingan nilai (value) dengan pemborosan dari perusahaan Jepang sekitar 50%, perusahaan
Toyota Motor sekitar 57%, perusahaan-perusahaan terbaik di Amerika Utara (Amerika Serikat
dan Kanada) sekitar 30%, sedangkan perusahaan terbaik di Indonesia baru sekitar 10% dan suatu
perusahaan dapat dianggap sesuai dengan tujuan lean apabila perbandingan nilai dengan
pemborosan telah mencapai minimal 30%.

Dalam konteks manufaktur, aplikasi lean cenderung untuk memproduksi produk sesuai
dengan kebutuhan konsumen, waktu yang diperlukan dan jumlah produk sesuai dengan
pemesanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa lean manufacturing merupakan suatu usaha dalam
proses identifikasi jenis dan faktor penyebab terjadinya pemborosan yang kemudian dilakukan
upaya perbaikan secara terus menerus untuk meminimalisasi pemborosan tersebut. Hines et al.
(2000) menyatakan bahwa aktivitas lean manufacturing didefinisikan sebagai berikut:

1. Value adding activity adalah aktivitas yang memberikan nilai terhadap produk dan
konsumen sehingga aktivitas ini harus selalu ditingkatkan,
2. Non value adding activity adalah aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
terhadap produk dan harus dihilangkan dari proses produksi,
3. Necessary non value adding activity adalah aktivitas yang masih diperlukan dalam
proses produksi seperti inspeksi dan pemindahan produk tetapi tidak memberikan
nilai terhadap produk.

13
2.1.2. Lima Prinsip Utama dari Filosofi Lean

Berdasarkan Sriwana (2013), terdapat lima prinsip dasar dari lean, yaitu:

1. Mengidentifikasi nilai produk (barang atau jasa) berdasarkan perspektif konsumen


karena konsumen menginginkan produk (barang atau jasa) berkualiltas superior
dengan harga yang kompetitif dan penyerahan tepat waktu.

2. Mengidentifikasi value stream process mapping untuk setiap produk (barang dan atau
jasa).
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari aktivitas sepanjang
proses value stream.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk dapat mengalir dengan lancar
dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik.
5. Mencari terus menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan (improvement tools
and techniques) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus menerus.
2.2. Six Sigma
2.2.1. Pengertian Six Sigma

Berdasarkan Milad (2015), kata sigma diambil dari sebuah huruf dalam alphabet Yunani
(𝜎) dan digunakan dalam ilmu statistik sebagai sebuah ukuran variasi. Pada tahun 1970 Motorola
mengembangkan six sigma sebagai tanggapan dari kualitas produk yang rendah dengan berfokus
pada permintaan sesuai kebutuhan konsumen, yaitu tidak terdapat produk cacat selama proses
produksi (Vijaya, 2016). Kemudian pada tahun 1988, Motorola berhasil menerapkan six sigma
dan memenangkan The Malcom Baldrige Quality Award (Vijaya, 2016). Tim six sigma di unit
GE‟s Lighting juga telah berhasil menghapus cacat faktur pembayaran sebesar 98% sehingga
dapat mempercepat pembayaran dan menciptakan produktivitas yang lebih baik bagi para
konsumen (Muluk, 2016).

Gasperz (2002) dalam Nurullah et al. (2014) menyatakan bahwa six sigma merupakan
sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan
memaksimalkan kesuksesan dalam suatu bisnis. Six sigma juga merupakan filosofi manajemen
dan strategi yang memungkinkan organisasi untuk mencapai biaya lebih rendah serta dapat
digunakan sebagai alat pemecahan masalah dan metodologi perbaikan untuk setiap jenis proses
guna menghilangkan akar penyebab cacat (Jirasukprasert et al., 2014). Six sigma berfokus pada
pemahaman tentang kebutuhan konsumen dengan menggunakan fakta, data dan analisis statistik
serta terus menerus memperhatikan pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha
(Ekoanindiyo, 2014).

Keuntungan dari penerapan six sigma ini berbeda untuk tiap perusahaan, tergantung pada
jenis usaha dan keberhasilan penerapan six sigma berdasarkan nilai sigma yang dicapai
(Ekoanindiyo, 2014). Harpensa et al. (2015) menyatakan bahwa nilai pergeseran 1,5 sigma pada

14
Gambar 2.1 diperoleh dari hasil penelitian Motorola atas proses dan sistem industri, dimana
menurut hasil penelitian bahwa suatu proses industri yang paling baik sekali pun tidak 100%
berada pada satu titik nilai target, tetapi terdapat pergeseran sebesar rata-rata 1,5 sigma dari nilai
tersebut.

Gambar 2.1 Kurva Six Sigma

(Sumber: Harpensa et al., 2015)

2.2.2. Tujuan Six Sigma

Siallagan et al. (2016) menyatakan bahwa terdapat tiga bidang usaha yang menjadi target
six sigma, yaitu meningkatkan kepuasan konsumen, mengurangi waktu siklus, dan mengurangi
cacat. Tujuan six sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi
proses yang merugikan, mereduksi kegagalan-kegagalan produksi/proses, menekan cacat pada
produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personil/karyawan, dan meningkatkan
kualitas produk pada tingkat yang maksimal (Siallagan et al., 2016). Menurut Banuelas (2005)
dalam Jirasukprasert et al. (2013) manfaat lain dalam six sigma adalah meningkatan pengetahuan
proses dan pemecahan masalah dengan menggunakan konsep pemikiran secara statistik.
Siallagan et al. (2016) menyatakan jika konsep six sigma diterapkan dalam bidang manufaktur,
ada lima aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Mengidentifikasi karakteristik produk sesuai ekspektasi konsumen.


2. Klasifikasi karakteristik kualitas sebagai Critical to Quality (CTQ) individual
3. Menentukan setiap CTQ dapat dikendalikan melalaui material, mesin, proses-proses
dan lain-lain.

15
4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai dengan ekspektasi
konsumen.
5. Menentukan nilai maksimum variabel atau standar deviasi proses untuk setiap CTQ.

2.3. Lean Six Sigma

Lean six sigma menjadi salah satu alternatif saat dibutuhkan metode yang tidak hanya
berfokus kepada kualitas saja, namun juga pada kecepatan dan ketepatan kerja. Berdasarkan
Gambar 2.2 dalam Gaspersz (2007) lean six sigma merupakan kombinasi antara lean dan six
sigma didefinisikan sebagai filosofi bisnis serta pendekatan sistemis dan sistematis yang dapat
menghilangkan pemborosan atau setiap aktivitas tidak bernilai tambah (non value added
activities) melalui upaya peningkatan radikal secara terus menerus (radical continuous
improvement) dengan mengalirkan produk (material, work in process, keluaran) dan informasi
menggunakan sistem tarik dari konsumen internal maupun eksternal untuk mencapai tingkatan
kinerja enam sigma (kapabilitas proses six sigma) serta mengejar keunggulan serta
kesempurnaan berupa pencapaian hasil produksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau
operasi (3,4 DPMO).

Gambar 2.2 Pendekatan Lean Six Sigma

(Sumber: Gaspersz, 2007)

16
Lean six sigma merupakan penggabungan konsep lean management system dan
metodologi six sigma. Metodologi ini mempunyai fungsi yang lebih baik dibandingkan jika
konsep lean management system dan metodologi six sigma dijalankan secara terpisah.
Pendekatan lean fokus terhadap pengurangan pemborosan melalui optimasi proses dan konsep
ini mempunyai hubungan sangat erat dengan philosophy continuous improvement, dimana dalam
perbaikan terus menerus tidak mengenal kondisi yang sempurna atau selalu ada ruang untuk
perbaikan (Firdaus, 2009). Six sigma fokus dalam pengendalian proses dan pengontrolan variasi,
jika variasi tidak terkontrol menyebabkan terjadi pemborosan yang merupakan musuh terbesar
dari konsep lean management dan peningkatan terus menerus untuk mencapai hasil tanpa cacat
(zero defect) (Purwani, 2012).

Tabel 2.1 Theoretical Synergies of Six Sigma and Lean

(Sumber: Assarlind et al., 2013)

Assarlind et al. (2013) menyoroti kekuatan dari lean dan six sigma serta membahas
sinergi teoritis (theoretical synergies) diantara keduanya. Pada Tabel 2.1 berisikan uraian
kekuatan yang berfokus pada lean dan six sigma. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui
bahwa penggabungan konsep lean management system dengan six sigma menghasilkan solusi
perbaikan yang efektif dan meningkatkan efisiensi proses, sehingga memberikan dampak baik
bagi perusahaan, industri atau organisasi (Assarlind et al., 2013).

17
2.4. Pemborosan

Gaspersz (2007) menyatakan bahwa pada eliminasi pemborosan terdapat dua kategori
utama pemborosan, yaitu type one waste dan type two waste. Type one waste adalah aktivitas-
aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses awal hingga akhir sepanjang value
stream, namun pada saat ini aktivitas tersebut tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan.
Contohnya adalah aktivitas inspeksi dan pengawasan terhadap pekerja. Aktivitas inspeksi dan
pengawasan terhadap pekerja dalam lean adalah aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
tetapi inspeksi dibutuhkan perusahaan agar produk sesuai dengan standar, sedangkan
pengawasan terhadap pekerja dilakukan karena pekerja tersebut baru saja diterima oleh
perusahaan sehingga belum berpengalaman. Type two waste merupakan aktivitas yang tidak
menciptakan nilai tambah dan harus dihilangkan dengan segera. Contohnya adalah menghasilkan
produk cacat atau melakukan kesalahan pada proses pengerjaan.

Khannan et al. (2015) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori utama untuk
mengelompokkan tujuh pemborosan, yang pertama adalah manusia meliputi konsep gerakan,
menunggu, dan proses, kedua adalah mesin meliputi proses secara berlebihan, dan ketiga adalah
material meliputi transportasi, persediaan serta produk cacat.

Gambar 2.3 Tujuh Pemborosan Shigeo Shingo (Hines dan Taylor, 2000)

Shigeo Shingo dalam Hines dan Taylor (2000) mengidentifikasi bahwa terdapat tujuh
tipe pemborosan, seperti pada Gambar 2.3. Berikut ini adalah penjelasan dari tujuh pemborosan
tersebut, antara lain:

1. Pemborosan proses yang berlebihan, merupakan kegiatan produksi yang terlalu


banyak atau terlalu cepat sehingga menyebabkan aliran informasi atau barang
menjadi terganggu dan kelebihan barang di gudang. Contohnya adalah memproduksi
barang-barang yang belum dipesan.
2. Pemborosan produk cacat, merupakan pemborosan berupa kesalahan yang terjadi
pada proses pengerjaan, permasalahan kualitas produk, atau rendahnya performa dari

18
pengiriman barang/jasa. Memproduksi produk yang cacat dapat mengakibatkan
waktu tambahan untuk melakukan perbaikan.
3. Pemborosan persediaan, merupakan pemborosan berupa penyimpanan atau
penundaan yang berlebihan dari informasi dan produk sehingga menimbulkan
peningkatan biaya dan penurunan pelayanan kepada konsumen. Persediaan yang
berlebihan juga menyebabkan keterlambatan pengiriman dan terdapat produk cacat
karena peramalan tidak akurat.
4. Pemborosan proses, merupakan pemborosan yang disebabkan karena proses
pengerjaan menggunakan peralatan, prosedur/sistem tidak sesuai dengan kapasitas
dan kemampuan suatu operasi kerja. Contohnya adalah melakukan suatu proses yang
tidak diperlukan dalam memproses komponen.
5. Pemborosan transportasi, merupakan pemborosan berupa perpindahan yang
berlebihan dari manusia, informasi dan barang sehingga mengakibatkan pemborosan
waktu, usaha dan biaya. Contohnya adalah memindahkan material, komponen atau
barang jadi dalam jarak yang terlalu jauh.

2.5. Metodologi Lean Six Sigma

Metodologi lean six sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasikan


beberapa faktor vital. Faktor-faktor yang paling menentukan untuk memperbaiki kualitas dan
proses produksi terdiri dari lima tahap, yaitu tahapan pada metode DMAIC. DMAIC merupakan
kepanjangan dari define (perumusan masalah), measure (pengukuran masalah), analyze
(penganalisisan masalah), improvement (peningkatan/perbaikan masalah), control
(pengendalian).

DMAIC merupakan proses peningkatan terus-menerus menuju target six sigma yang
dilakukan secara sistematik berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. DMAIC merupakan suatu
proses kontrol lingkar tertutup (closed-loop) dengan menghilangkan langkah-langkah atau proses
yang tidak produktif dan berfokus pada pengukuran-pengukuran baru serta menerapkan
teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma (Supriyanto, 2004 dalam Rijanto,
2014).

19
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum Perusahaan


3.1.1. Sejarah Perusahaan

PT. Katexindo Citramandiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur


yaitu dalam produksi garmen. Garmen ini diolah melalui berbagai proses produksi dan produk
jadi yang dihasilkan adalah berbagai jenis merek kemeja. PT. Katexindo Citramandiri
memproduksi garmen berdasarkan pada permintaan konsumen yang berada di luar Indonesia
sehingga seluruh hasil produksi di ekspor oleh pihak PT. Katexindo Citramandiri untuk
memenuhi kebutuhan konsumen yang terletak di luar Indonesia seperti Amerika, Canada, Eropa,
dan negara-negara di Asia. Berdasarkan hasil produksi, 90% kemeja yang diproduksi adalah
jenis kemeja pria sedangkan jenis kemeja wanita sebanyak 10%.

PT. Katexindo Citramandiri merupakan suatu perusahaan perseroan terbatas didirikan


oleh Mr. CC Lee yang dikenal sebagai “The Textile Man”. Pada tahun 80-an, keluarga Mr. Lee
mendirikan pabrik katun di China dan Jepang, kemudian pada tahun 1856 keluarga Lee membuat
toko pakaian katun di Shanghai. Setelah perang yang terjadi di Shanghai, CC Lee tiba di Hong
Kong pada tahun 1946 dan membuat pabrik katun di Nanyang. CC Lee terus mengembangkan
usaha dengan membuat investasi melalui pembuatan pabrikpabrik baru di Thailand dan Taiwan.
Pada tahun 1973, usaha ini berkembang sampai ke Malaysia. Tahun 1983 Mr. CC Lee pensiun,
namun keluarga Lee masih melanjutkan TAL Apparel. TAL Apparel merupakan salah satu
produsen pakaian terbesar di dunia dan menjadi kekuatan global dalam desain pakaian,
manufaktur, dan logistik. TAL Apparel mempunyai koordinasi dalam rantai pasok yang sangat
efesien dan menyeluruh.

Terdapat tiga fokus utama kualitas produk yang diterapkan di PT. Katexindo
Citramandiri, yaitu:

1. Jangan membuat cacat (don’t make defects)


2. Jangan menerima cacat (don’t accept defects)
3. Jangan mengabaikan cacat (don’t pass defects)

Hal ini sesuai dengan motto PT. Katexindo Citramandiri yang berbunyi: “Do it right the
1st time and every time!”

20
3.1.2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi dari PT. Katexindo Citramandiri adalah menjadi pembuat apparel pilihan kelas
dunia. Misi dari PT. Katexindo Citramandiri adalah sebagai berikut:

1. Memahami kebutuhan konsumen dan memberikan kepuasan konsumen,


2. Menyadari harapan konsumen dan melakukan peningkatan untuk melampaui harapan
tersebut,
3. Menyatukan kreatifitas dan ketrampilan, serta membuat pakaian yang membuat
konsumen ingin memiliki dan memakai.

Nilai-nilai dasar yang ditanamkan di perusahaan ini adalah sebagai berikut:

1. Kejujuran dan integritas.


2. Komitmen yang setara terhadap karyawan, masyarakat, dan para pemegang saham.
3. Pelayanan dan kualitas produk yang tinggi dengan harga yang kompetitif.
4. Inovasi yang berkelanjutan.
5. Penghargaan terhadap karir dan pengembangan manajemen.
3.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini menggunakan identifikasi kebutuhan data. Identifikasi


kebutuhan data digunakan untuk mengidentifikasikan data yang diperlukan guna menyelesaikan
permasalahan pada proses penjahitan. Terdapat dua jenis data yang dibutuhkan oleh penulis,
yaitu:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang didapatkan atau dikumpulkan secara langsung oleh
peneliti dari proses penjahitan. Data primer dapat disebut juga data asli atau data baru. Data
primer didapatkan melalui observasi, kuesioner maupun wawancara.

a. Pengamatan atau observasi


Observasi adalah cara pengambilan data dilakukan dengan
pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi
secara langsung bertujuan untuk mendapatkan pengambilan data yang
akurat sesuai dengan realita. Hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan observasi adalah fokus pada pengamatan kegiatan dan
menentukan kriteria pengamatan. Pengamatan dilakukan untuk
mendapatkan waktu baku atau waktu standar pada setiap proses penjahitan.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar
pertanyaan (angket) atau daftar isian terhadap objek yang diteliti
sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian ini,

21
kuesioner digunakan untuk mendapatkan assessment dari setiap proses
sehingga dapat diketahui pemborosan yang paling dominan.
c. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan tanya
jawab langsung kepada individu yang mengetahui persoalan dari
objek penelitian. Pedoman dalam melakukan wawancara adalah
tujuan, objek, waktu, cara melakukan wawancara, dan cara merekam
hasil wawancara. Namun pada penelitian ini tidak menggunakan
wawancara berdasarkan pedoman yang ada. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah pengumpulan data dan mempersingkat waktu,
mengingat narasumber merupakan narasumber yang sangat berkaitan dengan proses
produksi. Pada penelitian ini wawancara dilakukan
untuk mengetahui available time dan changeover time.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang diberikan oleh
perusahaan. Data sekunder dapat dikatakan data yang dikumpulkan dengan mencatat data
dan informasi dari laporan perusahaan. Data-data yang dibutuhkan dari perusahaan adalah
data tentang gambaran umum perusahaan, jumlah operator pada proses produksi dan jumlah
produk cacat.

3.3. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metodologi yang sudah digambarkan dalam diagram
alir (flow chart) seperti pada Gambar 3.1. Pada diagram tersebut terdiri dari tahap-tahap
berikut ini:

1. Menentukan topik penelitian

Pada tahapan ini penulis menentukan topik yang menjadi objek pembahasan selama
penelitian. Tahapan ini juga merupakan langkah untuk menggali masalah yang akan
dicarikan solusi pada penelitian ini.

2. Mengidentifikasi masalah

Hal yang menjadi dasar dalam mengidentifikasi masalah ini adalah berdasarkan latar
belakang permasalahan untuk penelitian.

22
3. Menentukan tujuan penelitian

Tujuan yang didefinisikan akan dihubungkan dengan permasalahan agar dapat


memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah usulan
perbaikan untuk mengurangi atau menghilangkan pemborosan yang ada pada perusahaan.

4. Tinjauan pustaka

Pada tahap ini dipelajari segala sesuatu yang menjadi dasar teori dan referensi dalam
penyusunan penelitian ini, baik berupa buku, jurnal, maupun artikel. Teori yang
digunakan adalah teori-teori berhubungan dengan lean six sigma melalui tahap DMAIC.

5. Measure

a. Menentukan CTQ
Critical to Quality (CTQ) merupakan atribut yang sangat penting untuk diperhatikan
seperti elemen dari suatu produk dan proses karena berkaitan langsung dengan kebutuhan
dan kepuasan konsumen.
b.Perhitungan DPMO dan nilai six sigma
Perhitungan ini dilakukan agar dapat diketahui tingkat sigma yang ada
di dalam proses produksi. Hal ini dikarenakan pengukuran kinerja
pada proses yang terjadi dalam suatu perusahaan ditentukan
berdasarkan perhitungan sigma.

6. Analyze

a. Analisis dengan value stream analysis tools


Pada tahapan ini dimulai dengan melakukan pembobotan pemborosan,
kemudian dari pembobotan tersebut akan dipilih tool yang digunakan
untuk menganalisis pemborosan.
b.Pembuatan diagram pareto dan diagram sebab akibat
Diagram pareto dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang
paling dominan untuk segera diselesaikan, sedangkan diagram sebab
akibat digunakan untuk mengetahui penyebab dari permasalahan.

7. Improve

Pada tahap ini dilakukan usulan perbaikan dengan menggunakan failure mode and effect
analysis. Hal ini digunakan untuk melakukan evaluasi berdasarkan akibat kegagalan dan
memprioritaskan kegagalan berhubungan dengan efek yang terjadi.

23
8. Control

Tahap control berisikan tentang ide atau cara pengontrolan berdasarkan dari penerapan
perbaikan yang dilakukan. Control dilakukan untuk menyakinkan bahwa hasil-hasil yang
diinginkan sedang dalam proses pencapaian.

9. Kesimpulan dan saran

Pada tahap ini penulis menarik kesimpulan dari pengolahan data dan analisis yang sudah
dilakukan serta memberikan saran sesuai dengan hasil penelitian.

24
Gambar 3.1Diagram Alir Penelitian

25
DAFTAR PUSTAKA

Alpasa, Fijar dan Lisye Fitria. 2014. Penerapan Konsep Lean Service Dan

DMAIC Untuk Mengurangi Waktu Tunggu Pelayanan. Jurnal Online

Institut Teknologi Nasional Reka Integra, Vol. 2, No. 03, 108–117.

Antandito, Dikki Julian, M. Choiri dan Lely Riawati. 2014. Pendekatan Lean

Manufacturing pada Proses Produksi Furniture dengan Metode Cost

Integrated Value Stream Maping. Jurnal Rekayasa dan Manajemen

Sistem Industri, Vol. 2, No. 6, 1158-1167.

Assarlind, Marcus, Ida Gremyr. 2013. Multi-Faceted Views on a Lean Six Sigma

Application. International Journal of Quality & Reliability Management,

Vol. 30, No. 4, 387-402.

Bass, Issa. 2007. Six Sigma Statistics with Excel and Minitab. United States of

America: The McGraw-Hill Companies.

Bonita, Avissa, Rispianda Gita Permata Liansari. 2015. Usulan Perbaikan Sistem

Produksi Untuk Mengurangi Pemborosan Pada Lantai Produksi Dengan

Pendekatan Konsep Lean Manufacturing (Studi Kasus di PT. C59).

Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, Vol. 03, No. 2, 387–398.

26

Anda mungkin juga menyukai