Anda di halaman 1dari 101

TUGAS AKHIR

ANALISA KUALITAS PRODUK MOUNTEA DENGAN


PENDEKATAN SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS

OLEH:

RISKA HANDAYANI
D221 15 008

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian


guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
ANALISA KUALITAS PRODUK MOUNTEA DENGAN
PENDEKATAN SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS

OLEH :

RISKA HANDAYANI

D221 15 008

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian


Guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
Pada Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir :

ANALISA KUALITAS PRODUK MOUNTEA DENGAN


PENDEKATAN SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS

Disusun oleh :

RISKA HANDAYANI

D221 15 008

Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan studi guna memperoleh gelar Sarjana Teknik pada program studi
Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof Dr.Ir.H.Syamsul Bahri,M.Si Armin Darmawan,ST,MT


NIP. 196111113 198702 1 003 NIP. 19820220 201212 1 003

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin

Dr. Eng. Farid Mardin,ST.,MT,MSc


NIP. 19700710 200212 1 001
ABSTRAK

Nama : Riska Handayani


Program Studi : Teknik Industri
Judul : ANALISA KUALITAS PRODUK MOUNTEA DENGAN
PENDEKATAN SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS

Persaingan dalam dunia industri manufaktur maupun jasa saat ini semakin ketat,
dan memberikan dampak terhadap persaingan bisnis yang semakin tinggi,
sehingga perusahaan harus mempunyai keunggulan untuk menghadapi persaingan
tersebut. PT. Triteguh Manunggalsejati merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dalam bidang manufaktur yaitu memproduksi berbagai jenis produk
minuman, salah satunya adalah minuman Mountea yang banyak menemui
masalah kecacatan produk pada proses produksi. Besarnya jumlah produk cacat,
penyebab cacat produk, dan faktor dominan yang mengalami kecacatan akan
diketahui setelah penulis melakukan penelitian
Metode peningkatan kualitas yang digunakan pada penelitian ini yaitu
metode Six sigma dengan menggunakan tahapan DMAIC (define, measure,
analyze, improve dan control). Six sigma mengedepankan konsep bahwa hanya
akan ada 3.4 cacat produk untuk setiap 1 juta produk yang diproduksi atau 3.4
dpmo (defects per million opportunities). Sedangkan pengumpulan data dilakukan
dengan pengambilan data historis jumlah produksi selama dua tahun yaitu tahun
2017 dan 2018, observasi, wawancara, studi pustaka, serta pengambilan
dokumentasi.
Dari hasil analisis menggunakan metode six sigma telah diketahui bahwa
pada proses produksi Mountea tahun 2017 dan 2018 terdapat 1060681 produk
cacat dari 118960561 yang diproduksi. Berdasarkan diagram pareto, jenis cacat
yaitu kurang press (63,2%), seal miring (13,6%), dan kurang isi (10,5%) dengan
tingkat kapabilitas proses berada pada 4,25 dengan tingkat kerusakan sebesar
2980 untuk satu juta produksi (DPMO). Dan analisa faktor-faktor penyebab
difokuskan pada jenis cacat produk yang sering terjadi yaitu kurang press, seal
miring dan kurang isi dengan menggunakan diagram fishbone, dengan faktor
penyebab yaitu manusia, mesin, dan material. Kemudian mencari prioritas
alternatif perbaikan untuk mengurangi kegagalan proses dengan menggunakan
analisis FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), sehingga setelah rencana
perbaikan diterapkan pada proses produksi Mountea diharapkan dapat mencapai
zero defect.

Kata Kunci: Pengendalian Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO,FMEA


ABSTRACT

Name : Riska Handayani


Study Program : Teknik Industri
Title : ANALISA KUALITAS PRODUK MOUNTEA DENGAN
PENDEKATAN SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS
Competition in the world of manufacturing and service industries is now
getting tougher, and has an impact on increasingly high business competition, so
companies must have the advantage to face the competition. PT. Triteguh
Manunggalsejati is one of the companies engaged in manufacturing which is
producing various types of beverage products, one of which is Mountea drinks
which have many problems with product defects in the production process. The
number of defective products, the causes of product defects, and the dominant
factors that experience disability will be known after the author conducts research
The quality improvement method used in this study is the Six Sigma method
using DMAIC stages (define, measure, analyze, improve and control). Six Sigma
emphasizes the concept that there will only be 3.4 product defects for every 1
million products produced or 3.4 dpmo (defects per million opportunities). While
data collection is done by taking historical data on the number of productions for
two years, namely 2017 and 2018, observation, interviews, literature studies, and
documentation.
From the results of the analysis using the six sigma method, it is known that
in the Mountea production process in 2017 and 2018 there are 1060681 defective
products produced from 118960561. Based on the Pareto diagram, the type of
defect is less press (63.2%), oblique seal (13.6%), and less content (10.5%) with
the level of process capability at 4.25 with a damage rate of 2980 for one million
production (DPMO). And analysis of the causes of factors focused on the types of
product defects that often occur namely lack of press, oblique seals and lack of
content using fishbone diagrams, with causal factors namely human, machine, and
material. Then look for alternative repair priorities to reduce process failure by
using FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) analysis, so that after the
improvement plan is implemented in the Mountea production process, it is
expected to achieve zero defects.

Keywords: Quality Control, Six Sigma, DMAIC, DPMO,FMEA


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nyalah sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Analisa Kualitas

Produk Mountea Dengan Pendekatan Six Sigma Dan Failure Mode Effect

Analysis”

Tugas akhir ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, motivasi, doa, serta dukungan dari

berbagai pihak tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Mama dan Bapak saya tercinta yang tidak pernah berhenti mendoakan ,

memberikan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Untuk kanda Iqbal tercinta, selaku saudara satu-satunya. Terima kasih untuk

semangatnya selama ini.

3. Seluruh keluarga yang telah mendoakan, menyemangati, dan terus bertanya

kapan sarjana berkat pertanyaan kalian lah saya bersemangat menyelesaikan

tugas akhir ini.

4. Dr. Eng. Farid Mardin, S.T., M.T.,MSc selaku Ketua Departemen Teknik

Industri Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.


5. Bapak Prof Dr.Ir.H.Syamsul Bahri,M.Si selaku Dosen Pembimbing I skripsi.

Terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, serta waktu yang telah

diluangkan selama penyelesaian Tugas Akhir ini.

6. Bapak Armin Darmawan, ST., M.T, selaku Dosen Pembimbing II skripsi.

Terima kasih banyak atas segala bantuan, bimbingan, serta waktu yang telah

diluangkan selama penyelesaian Tugas Akhir ini.

7. Bapak dan Ibu dosen serta staf Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin Makassar.

8. Kak Nurfadhillah Ridhayanti selaku QA Officer PT.Triteguh Manunggalsejati

yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di

PT.Triteguh Manunggalsejati, serta seluruh karyawan terima kasih atas

bimbingan dan arahan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

9. Teman-teman Teknik Industri 2015. Terima Kasih atas kebersamaan,

pengalaman, bantuan dan cerita indahnya selama beberapa tahun ini.

10. Serta seluruh pihak yang telah membantu dan direpotkan dalam penyelesaian

Tugas Akhir ini yang tidak dapat ditulis dan disebutkan namnya satu persatu.

Penyusunan tugas akhir ini telah diupayakan seoptimal mungkin, namun

masih banyak kekurangan didalamnya, oleh karena itu masukan dan kritikan

rekan-rekan kiranya dapat membantu pengembangan penelitian tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi semua pembaca khususnya

mahasiswa(i) program studi Teknik Industri yang memerlukannya, serta

bermanfaat bagi penulis sendiri.


GOWA, 2019

PENULIS
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

ABSTRAK ......................................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

1.4 Batasan Masalah ............................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5

2.1 Pengertian Kualitas ........................................................................... 5

2.2 Dimensi Kualitas .............................................................................. 6

2.3 Pengendalian Kualitas ...................................................................... 7

2.4 Six Sigma .......................................................................................... 8

2.5 Tujuh alat pengendalian kualitas (seven tools) ................................. 16

2.6 Failure Mode Effect Analysis (FMEA) ........................................... 24


BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 28

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 28

3.2 Metode Pengumpulan Data............................................................... 28

3.3 Sumber Data ..................................................................................... 29

3.4 Prosedur Penelitian ........................................................................... 29

3.5 Flow Chart Penelitian ....................................................................... 31

3.6 Kerangka Pikir .................................................................................. 32

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ........................ 33

4.1 Pengumpulan Data ............................................................................ 33

4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan ....................................................... 33

4.1.2 Spesifikasi Produk ......................................................................... 35

4.1.3 Proses Produksi.............................................................................. 37

4.1.4 Data Produksi dan Produk Cacat ................................................... 41

4.2 Pengolahan Data ............................................................................... 43

4.2.1 Pengendalian kualitas dengan menggunakan metode six sigma.... 43

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ................................................... 71

5.1 Analisa .............................................................................................. 71

5.1.1 Define............................................................................................. 71

5.1.2 Measure ......................................................................................... 71

5.1.3 Analyze........................................................................................... 72

5.1.4 Improve .......................................................................................... 73

5.2 Control .............................................................................................. 77


BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 78

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 78

6.2 Saran ................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Pencapaian Sigma ............................................................... 16

Tabel 2.2 Ranking Severity .............................................................................. 25

Tabel 2.3 Ranking Occurance .......................................................................... 26

Tabel 2.4 Ranking Detection ............................................................................ 27

Tabel 4.1 Data Produksi dan Data Produksi Cacat .......................................... 42

Tabel 4.2 Penetapan Urutan Critical To Quality Tahun 2017-2018 ................ 50

Tabel 4.3 Hasil Rekapitulasi Data Proporsi, CL, LCL, dan UCL .................... 53

Tabel 4.4 Hasil Rekapitulasi Data Proporsi, CL, LCL, dan UCL Revisi ........ 57

Tabel 4.5 Pengukuran Tingkat Sigma .............................................................. 60

Tabel 4.6 Failure Mode and Effect Analysis Cacat Seal Miring...................... 67

Tabel 4.7 Failure Mode and Effect Analysis Cacat Kurang isi ........................ 68

Tabel 4.8 Failure Mode and Effect Analysis Cacat Kurang Press ................... 69

Tabel 4.9 Peringkat RPN Berdasarkan Faktor Manusia, Mesin, dan Material 70
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Six Sigma ....................................................................... 10

Gambar 2.2 Diagram SIPOC ........................................................................... 12

Gambar 2.3 Contoh Peta Kendali P ................................................................. 14

Gambar 2.4 Simbol Flowchart......................................................................... 17

Gambar 2.5 Contoh Penggunaan Flowchart .................................................... 18

Gambar 2.6 Contoh Check Sheet ..................................................................... 19

Gambar 2.7 Contoh Diagram Pareto ................................................................ 20

Gambar 2.8 Contoh Diagram Fishbone ........................................................... 21

Gambar 2.9 Contoh Histogram ........................................................................ 22

Gambar 2.10 Contoh Diagram Pencar ............................................................. 22

Gambar 2.11 Contoh Run Chart ...................................................................... 23

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian .................................................................... 31

Gambar 3.2 Kerangka Pikir.............................................................................. 32

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Triteguh ManunggalSejati ...................... 35

Gambar 4.2 Proses Produksi ........................................................................... 37

Gambar 4.3 Mesin Filling ............................................................................... 40

Gambar 4.4 Alur pada Mesin Filling dan Sealing ........................................... 40

Gambar 4.5 Kurang Press ................................................................................ 44

Gambar 4.6 Seal Lecet ..................................................................................... 45

Gambar 4.7 Kurang Isi ..................................................................................... 45

Gambar 4.9 Bergerigi ....................................................................................... 46

Gambar 4.10 Seal Pecah .................................................................................. 47


Gambar 4.11Sambungan Seal .......................................................................... 48

Gambar 4.12 Cup Pecah ................................................................................... 48

Gambar 4.13 Seal Bocor .................................................................................. 48

Gambar 4.14 Bocor Terjepit ............................................................................ 49

Gambar 4.15 Penyok ........................................................................................ 49

Gambar 4.16 Diagram Pareto Cacat Produk Mountea Januari 2017-

Desember 2018................................................................................................. 50

Gambar 4.17 Control Chart Cacat ................................................................... 54

Gambar 4.18 Control Chart Cacat Revisi ........................................................ 58

Gambar 4.19 Fishbone Diagram untuk jenis kecacatan Kurang press, Seal

Miring dan kurang Isi ....................................................................................... 62


DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Konversi Nilai DPMO ke nilai Sigma ...............................................

2. Dokumentasi ................................................................................................
1

BAB I

PENDAHULUAAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan dalam dunia industri manufaktur maupun jasa saat ini

semakin ketat, dan memberikan dampak terhadap persaingan bisnis yang

semakin tinggi, sehingga perusahaan harus mempunyai keunggulan untuk

menghadapi persaingan tersebut. Dan telah diketahui bahwa kualitas

merupakan salah satu komponen yang dapat menjadi modal bagi suatu

perusahaan agar dapat bertahan dan bahkan mempunyai keunggulan. Kualitas

itu sendiri dapat diartikan sebagai tolak ukur dari sebuah produk yang

dihasilkan, jika produk yang dihasilkan tersebut sudah memenuhi standar

yang telah ditentukan perusahaan, seperti tidak memiliki kerusakan atau cacat

yang mengakibatkan kerugian baik itu berupa waktu, material, maupun biaya,

dan juga dapat memuaskan pelanggan maka produk tersebut bisa dikatakan

berkualitas.

Untuk mencapai suatu kualitas yang tinggi pada proses produksi tentunya

perusahaan harus melakukan sebuah langkah pengendalian kualitas yang

bertujuan untuk mengetahui tingkat kesalahan yang terjadi agar dapat

dilakukan suatu tindakan perbaikan terhadap proses dan sistem yang

digunakan.

Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu six sigma yang merupakan

metode peningkatan kualitas yang sangat banyak digunakan oleh perusahaan

dan organisasi, dengan mengedepankan konsep bahwa hanya akan ada 3.4
2

cacat produk untuk setiap 1 juta produk yang diproduksi atau 3.4 dpmo

(defects per million opportunities), (Hendy, 2015) serta six sigma juga dapat

dijadikan ukuran terget kinerja proses industri, semakin tinggi target sigma

yang dicapai, semakin baik kinerja proses industri, (Gaspersz, 2011)

sedangkan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hal-hal yang

menyebabkan cacat dalam tiap proses produksi digunakan salah satu dari

tujuh alat pengendalian kualitas atau seven tools.

PT. Triteguh ManunggalSejati merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak dalam bidang manufaktur yaitu memproduksi berbagai jenis produk

minuman, salah satunya adalah minuman Mountea yang banyak menemui

masalah kecacatan produk yang sering terjadi pada proses produksi. Besarnya

jumlah produk cacat, penyebab cacat produk, dan faktor dominan yang

mengalami kecacatan akan diketahui setelah penulis melakukan penelitian

Dengan adanya permasalah kualitas tersebut maka perlu dilakukan

identifikasi secara tepat mengenai apa yang menjadi masalah, penyebab

masalah dan perbaikan yang akan dilakukan. Untuk itu penulis mengadakan

penelitian sebagai tugas akhir dengan judul: Analisa Kualitas Produk Mountea

Dengan Pendekatan Six Sigma Dan Failure Mode Effect Analysis


3

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Jenis kerusakan atau cacat apa yang terjadi pada proses produksi Mountea?

2. Bagaimana menganalisis kemampuan proses dan pengendalian kualitas

pada Mountea dengan menggunakan metode Six Sigma ?

3. Usulan perbaikan apa saja yang harus dilakukan untuk mengurangi tingkat

kecacatan dengan menggunakan metode analisis Failure Mode Effect

Analysis ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis kecacatan pada hasil produksi

Mountea

2. Untuk menganalisis besarnya kemampuan proses produksi Mountea

3. Memberikan usulan perbaikan yang tepat untuk meminimasi tingkat

kecacatan

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan di PT.Triteguh Manunggalsejati, pada proses

produksi Mountea.

2. Data produksi dan data cacat produk yang digunakan, selama 2 tahun yaitu

tahun 2017 dan 2018.


4

3. Pengendalian/perbaikan kualitas menggunakan metode six sigma dan

Failure Mode Effect Analysis.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang

penerapan ilmu pengendalian kualitas dibidang produksi manufaktur.

2. Bagi Akademik

a. Menjalin kerjasama yang baik dalam bidang pengembangan teknologi

antara pihak perusahaan dengan pihak perguruan tinggi dalam hal ini

Universitas Hasanuddin.

b. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan rujukan atau referensi

bagi akademik untuk penelitian sejenis.

3. Bagi Perusahaan

Manfaat penelitian ini merupakan bahan pertimbangan bagi perusahaan

sebagai langkah strategis untuk melakukan pengendalian dan perbaikan

kualitas produk untuk meminimalisir kerugian pada proses produksi.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kualitas

Jika berbicara tentang kualitas pada sebuah produk maka yang ada dibenak

kita adalah produk tersebut baik untuk digunakan serta sesuai dengan

kebutuhan maupun keinginan dari konsumen, jika produk yang dihasilkan

tersebut sudah memenuhi standar yang telah ditentukan perusahaan dan tidak

memiliki kerusakan atau cacat yang mengakibatkan kerugian baik itu berupa

waktu, material, maupun biaya pada proses produksinya maka produk

tersebut bisa dikatakan berkualitas.

Ada berbagai pandangan tentang pengertian kualitas itu sendiri, seperti

pengertian kualitas menurut Joseph Juran (1988) mendefinisikan kualitas

sebagai “fitness for purpose” yang berarti bahwa kualitas itu sendiri

tergantung pada kebutuhan dari konsumen

Pendapat lain juga dikemukakan oleh (Hendy, 2015) bahwa kualitas dapat

diartikan sebagai upaya dari produsen untuk memenuhi kepuasan pelanggan

dengan memberikan apa yang menjadi kebutuhan, ekspektasi, dan bahkan

harapan dari pelanggan, dimana upaya tersebut terlihat dan terukur dari hasil

produk yang dihasilkan.

Makna lain dari kata “quality” ialah derajat kesempurnaan yang dicapai

oleh sesuatu ketika ia diproduksi (Yuri dan Rahmat, 2013).


6

2.2 Dimensi Kualitas

Dimensi kualitas sangat mempengaruhi baik atau buruknya sebuah produk.

Adapun dimensi kualitas yaitu (Hendy, 2015) :

1. Performance

Performa merupakan hal dasar yang dinilai oleh konsumen dalam

menggunakan sebuah produk, performa terkait dengan bagaimana produk

tersebut mampu berfungsi sesuai dengan desain awalnya.

2. Reliability

Realibilitas berkaitan dengan seberapa seringkah produk tersebut

mengalami kegagalan dalam menjalankan performa.

3. Conformance

Konformasi merupakan seakurat apa atau sekecil apa gap antar kesesuaian

antara spesifikasi yang ditentukan dengan hasil akhir produk yang

dihasilkan. Produk akhir dikatakan semakin baik dimensi konformansi nya

apabila semakin sama dengan spesifikasi yang ditentukan awal.

4. Features

Features merupakan ukuran kapasitas kemampuan yang dapat dilakukan

oleh sebuah produk, misalnya pada sebuah produk memiliki dua fungsi

5. Serviceability

Dalam hal ini, pelayanan yang diberikan produsen kepada konsumen sangat

mempengaruhi kualitas sebuah produk.


7

6. Durability

Merupakan ketahanan sebuah produk yang dihasilkan. Bagaimana performa

produk tersebut saat mencapai usia yang sudah lama.

7. Aesthetics

Estetika merupakan dimensi yang berorientasi visual, yaitu tampilan dari

produk. Diantaranya seperti kemasan, warna, bentuk, style.

2.3 Pengendalian Kualitas

Menurut (Sofjan, 1998), pengendalian dan pengawasan adalah: Kegiatan

yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang

dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan dan apabila terjadi

penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa

yang diharapkan dapat tercapai.

Tujuan dari pengendalian kualitas menurut (Sofjan,1998) adalah:

1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah

ditetapkan.

2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.

3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan

menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.

4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan

bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar

kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis

atau serendah mungkin.


8

2.4 Six sigma

Six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki

proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process

variances) sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesifikasi)

dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif (Yuri

dan Rahmat,2013).

Six sigma menurut (Hendy,2015) bahwa Six sigma sebagai filosofi bagi

perbaikan berkelanjutan dengan terus mereduksi produk cacat dan Six sigma

sebagai alat teknis dalam mengukur jumlah cacat per 1 juta produk yang

dihasilkan, serta merupakan alat ukur bagi upaya organisasi untuk

memperbaiki kualitas produk melalui perbaikan kualitas proses.

Six sigma juga dapat dijadikan ukuran target kinerja proses industri,

semakin tinggi target sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses

industri, (Gaspersz, 2011)

Secara harfiah, Six sigma (6σ) adalah suatu besaran yang bisa kita

terjemahkan secara gampang sebagai sebuah proses yang memiliki

kemungkinan cacat (defects opportunity) sebanyak 3.4 buah dalam satu juta

produk/jasa.

2.4.1 Keuntungan Penerapan Six sigma

Ada beberapa keuntungan jika metode six sigma diterapkan, yaitu

(Thomas,2013):

a. Pengurangan biaya produksi sehingga meningkatkan marjin laba


9

b. Perusahaan yang sukses meningkatkan kualitas produk dan jasa

dapat menawarkan harga jual produk dan jasanya lebih tinggi

c. Perbaikan proses produksi sehinggan perusahaan dapat

meningkatkan kapasitas produksi dan memanfaatkan kemampuan

pekerja secara optimal

d. Pertumbuhan pangsa pasar sebagai hasil penawaran produk dan

jasa yang kompetatif. Yaitu produk dan jasa perusahaan yang

memberikan nilai tambah dan meningkatkan loyalitas pelanggan

dan sekaligus meningkatkan nilai ekonomis perusahaan

e. Pengurangan waktu siklus pembuatan produk dan jasa. Hal ini

dicapai dengan meningkatkan aktivitas pada rantai nilai yang

memberikan nilai tambah dan mengurangi atau menghilangkan

aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah sehingga waktu

siklus produksi produk dan jasa dapat dipersingkat.

f. Peningkatan loyalitas pelanggan. Produk dan jasa yang ditawarkan

perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan

pelanggan secara otomatis meningkatkan loyalitas pelanggan

g. Pengurangan pembuangan (scraps) dan kesalahan pada produk

atau penguranga produk cacat (defect products). Perbaikan yang

dilakukan pada proses produksi pertama kali terjadi kesalahan

produksi, sangat berpengaruh terhadap jumlah produk yang cacat

atau jumlah pengerjaan ulang (reworks)


10

h. Perbaikan pada pengembangan produk dan jasa. Pengembangan

produk atau jasa yang berorientasi kepada pelanggan sehingga

produk atau jasa perusahaan dapat memenuhi kebetuhan dan

keinginan pelanggan.

2.4.2 Tahapan Six sigma

DEFINE

MEASURE

ANALYZE

IMPROVE

CONTROL

Gambar 2.1 Tahapan Six sigma

Tahapan yang paling penting di six sigma yaitu DMAIC (Define,

Measure, Analize, Improve, and Control):

1. Define

Tahap Define adalah tahap pertama dari proses DMAIC, pada

tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan,

mendefinisikan spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan

(pengurangan cacat/biaya, dan target waktu. Adapun tahapan

dalam Define :
11

a. Membuat diagram alir dari proses

b. Membangun team charter

Identifikasi masalah, tujuan project, pembatasan project,

pengembangan project

c. Proses mapping

Membuat gambaran proses dan fungsi yang terkait dengan

project. Tools yang biasa digunakan adalah diagram SIPOC

(Supplier, Input, Process, Output, Custumer) yang

digunakan untuk menunjukkan aktivitas mayor, atau

subproses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama

dengan kerangka kerja proses, yang disajikan dalam

Supplier, Input, Process, Output, Custumer.

1) Suppliers

Merupakan orang atau kelompok orang yang

memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya

lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa

sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap

sebagai pemasok internal.

2) Input

Merupakan segala sesuatu yang diberikan dari supplier

seperti material yang selanjutnya akan diproses


12

3) Process

Merupakan serangkaian kegiatan untuk mengolah input

yang memiliki suatu nilai tambah yang selanjutnya bisa

disebut dengan hasil atau output

4) Output

Merupakan hasil dari sebuah proses baik berupa barang

atau jasa bisa berupa barang jadi (final product) atau

barang setengah jadi.

5) Costumer

Merupakan orang, kelompok, atau sub proses yang

menerima output. Jika suatu proses terdiri dari beberapa

sub proses, maka sub proses sesudahnya dapat dianggap

sebagai internal (internal custimers)

Supplier Input Process Output Costumer


s
Gambar 2.2 Diagram SIPOC

(Sumber : Hendy Tannady, 2015)

2. Measure (Pengukuran)

Merupakan langkah operasional kedua dalam program

peningkatan kualitas six sigma. Tahap ini bertujuan mengukur

kinerja proses yang ada dan membandingkannya dengan target

melalui cara memvalidasi permasalahan, mengukur/menganalisi

permasalahan terkait data yang ada. Dalam measure ada

beberapa tahapan yaitu:


13

a. Menentukan karakteristik kualitas (CTQ), merupakan

kategori cacat yang berpotensi untuk menyebabkan produk

yang dihasilkan akan cacat.

b. Membuat sebuah peta kendali untuk mengetahui seberapa

stabil/terkendali proses produksi dalam menjaga kualitasnya

atau seberapa terkendali/stabil dalam memenuhi spesifikasi

yang telah ditetapkan perusahaan. Adapun tahapannya yaitu :

1) Menghitung nilai proporsi kerusakan atau cacat


𝑛𝑝
𝑝= ..... (1)
𝑛
Dimana,
p = Proporsi
np = Jumlah cacat
n = Jumlah produksi
2) Menghitung Garis Pusat (central line)
∑ 𝑛𝑝
𝐶𝐿 = ..... (2)
∑𝑛
Dimana,
CL = Central Line
∑np = Total Jumlah Cacat
∑n = Total Jumlah Produksi
3) Menghitung Batas Kendali Atas (upper central line)

𝑝̅ (1 − 𝑝̅ ) ..... (3)
𝑈𝐶𝐿 = 𝑝̅ + 3 √
𝑛

Dimana,
𝑝̅ = CL
𝑛 = Jumlah Produksi
4) Menghitung Batas Kendali Bawah (lower central line)

..... (4)
14

𝑝̅ (1 − 𝑝̅ )
𝐿𝐶𝐿 = 𝑝̅ − 3 √
𝑛

Dimana,
𝑝̅ = CL
𝑛 = Jumlah Produksi

Adapun contoh penggunaan peta kendali seperti pada

gambar berikut :

Gambar 2.3 Contoh Peta Kendali P


(Sumber : Edi Santoso & Friyenti Fitri, 2010)
c. Pengukuran Kapabilitas Proses

Pengukuran Kapabilitas proses merupakan parameter untuk

mrngukur kapabilitas atau kemampuan sebuah proses dalam

menghasilkan produk yang dapat memenuhi kreteria atau

standar berupa spesifikasi akhir produk yang telah ditetapkan

(Hendy, 2015). Pengukuran kapabilitas proses dapat

dilakukan dengan melakukan pengukuran tingkat six sigma,

seperti pada persamaan berikut (Hendy,2015):


15

1) Menghitung DPU (Defect Per Unit), jumlah defect per


unit
..... (5)
Total Cacat
Total Produksi

2) Menghitung DPO (Defect Per Opportunity), jumlah cacat


yang disesuaikan dengan kesempatan cacat per unit.
DPU
Kemungkinan terjadinya Kecacatan ..... (6)

3) Menghitung Nilai DPMO (defects per million


opportunities),
DPO x 1.000.000 ..... (7)
4) Mengkonversikan hasil perhitungan DPMO
untuk mendapatkan nilai sigma
Dalam six sigma dikenal kata DPMO yaitu peluang cacat

per satu juta produk. Sebuah peluang cacat itu sendiri

memmpunyai tiga variabel penting yaitu (Thomas, 2013):

a) Suatu bagian dari suku cadang yang diproduksi terdapat

perbedaan dengan spesifikasi (produk cacat).

b) Jumlah tempat pada suku cadang yang mungkin dapat

menimbulkan cacat

c) Dan setiap langkah produksi yang dapat menyebabkan satu

atau lebih cacat pada suku cadang yang diproduksi

Adapun Pencapaian tingkat sigma sebagai berikut :

(Gaspersz, 2011).
16

Tabel 2.1 Tingkat Pencapaian Sigma


Tingkat Pencapaian Sigma DPM)O (Defect Per Million Uppertunities
1-sigma 690.000 (sangat tidak kompetitif)
2-sigma 308.537 (rata-rata industri di Indonesia)
3-sigma 66.807 (rata-rata industri di Indonesia)
4-sigma 6.210 (rata-rata industri USA)
5-sigma 233 (rata-rata Industri Jepang)
6-sigma 3.4 (industri kelas dunia)
Sumber : Gaspersz, 2011
3. Analysis

Dalam tahap ini yaitu menganalisa proses untuk memahami

sumber penyebab masalah dan solusi yang paling baik (dengan

analisis statistik), dengan cara menentukan faktor-faktor yang

paling mempengaruhi proses. Pada tahap ini tools yang umunya

digunakan yaitu Cause Effect Diagram yang merupakan

gambaran grafis yang menampilkan data mengenai faktor

penyebab dari kegagalan ayau ketidaksesuaian.

4. Improve

Pada tahap ini yaitu menetapkan rencana tindakan untuk

peningkatan kualitas sigma.

5. Control

Melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus

untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target six sigma.

2.5 Tujuh alat pengendalian kualitas (seven tools)

Ada tujuh tools yang biasa digunakan dalam pengendalian kualitas, tools

ini memiliki fungsi untuk membantu dan mempermudah dalam

menginterpretasi permasalahan seputar kualitas kedalam tampilan visual baik

tabel maupun grafis. Adapun tools yang digunakan yaitu:


17

1. Diagram Alir (Flow Chart)

Diagram alir adalah alat bantu yang memberikan gambaran visual urutan

operasi yang diperlukan atau langkah-langkah suatu proses untuk

meneyelesaikan suatu tugas, (Yuri dan Rahmat, 2013).

Terminator (Simbol permulaan dan


akhir suatu kegiatan)

Simbol arus yaitu menyatakan jalannya


arus suatu proses

Penyimpanan atau file

Simbol Proses yaitu menyatakan suatu


tindakan (proses) yang dilakukan

Simbol input/output, menyatakan


proses input atau output

Simbol decision, yaitu menujukkan


suatu kondisi tertentu yang akan
menghasilkan dua kemungkinan
jawaban : ya / tidak

Gambar 2.4 Simbol Flowchart


(Sumber : Edi Santoso & Friyenti Fitri, 2010)
18

Berikut adalah contoh pengunaan flowchart :

Gambar 2.5 Contoh Penggunaan Flowchart


(Sumber : Edi Santoso & Friyenti Fitri, 2010)
2. Check Sheet
Merupakan alat yang memungkinkan pengumpulan data sebuah proses

yang mudah, sistematis, dan teratur. Alat ini berupa lembar kerja yang

telah dicetak sedemikian rupa sehingga data dapat dikumpulkan dengan

mudah dan singkat (Yuri dan Rahmat,2013)

Gambar berikut ini merupakan contoh check sheet:


19

Gambar 2.6 Contoh Check Sheet


(Sumber: Hendy Tannady, 2015)
3. Diagram Pareto (Pareto Chart)
Diagram Pareto digunakan untuk mengetahui jenis cacat yang paling

sering terjadi. Atau diagram pareto merupakan sebuah diagram untuk

memetakan faktor-faktor penyebab dari sebuah masalah, kemudian

pemecahan masalah haruslah berfokus atau memprioritaskan penyebab

mayoritas/dominan terlebih dahulu, (Hendy 2015).

Adapun contoh diagram pareto seperti berikut ini :


20

Gambar 2.7 Contoh Diagram Pareto


(Sumber : Edi Santoso & Friyenti Fitri, 2010)

4. Diagram Fishbone (Cause and Effect Diagram)


Secara umum Cause and Effect Diagram adalah sebuah gambaran grafis

yang menampilkan data mengenai faktor penyebab dari kegagalan atau

ketidaksesuaian, hingga menganalisa kesub paling dalam dari faktor

penyebab timbulnya masalah. Nama lain dari Cause and Effect Diagram

adalah diagram tulang ikan (fishbone diagram). Fishbone diagram

memiliki enam faktor yang harus diperhatikan yaitu man, method,

machine, material, measurement, dan environment.


21

Gambar 2.8 Contoh Diagram Fishbone


(Sumber: Heri Murnawan & Mustofa, 2014)
5. Histogram
Histogram adalah salah satu alat didalam metode Pendekatan perbaikan

kualitas yang berfungsi untuk memetakan distribusi atas sejumlah data.

Tahap-tahap dalam membuat histogram (Hendy, 2015) :

a. Pengumpulan Data

b. Menentukan besar jarak (Range)

c. Menentukan jumlah kelas interval

d. Menentukan panjang interval kelas

e. Menentukan batas kelas

f. Menentukan nilai tengah

g. Menghitung frekuensi data pada setiap interval kelas

h. Membuat grafik
22

Gambar 2.9 Contoh Histogram


(Sumber: Hendy Tannady, 2015)
6. Diagram Pencar (Scatter Diagram)

Digunakan untun mengkaji dan hubungan (relasi) yang mungkin antara

variabel bebas (x) dengan variabel terikat (y). Dalam hal pengendalian

kualitas, diagram ini digunakan untuk mengidentifikasi korelasi yang

mungkin ada antara karakteristik kualitas dan faktor yang mungkin

mempengaruhinya.

Adapun contoh penggunaan diagram pencar adalah sebagai berikut :

Gambar 2.10 Contoh Digram Pencar


(Sumber : Edi Santoso & Friyenti Fitri, 2010)
23

7. Run Chart

Merupakan sebuah gambar yang memetakan data berupa angka

berdasarkan periode data tersebut.

Adapun tujuan dalam menggunakan run chart yaitu (Hendy,2015):

a. Dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari proses sepanjang

periode tertentu

b. Dapat memberikan komparasi perjalanan data dari waktu ke waktu

c. Sebaran data run chart mampu memberikan sebuah pola dengan

karakteristik tertentu sehingga dari sana dapat diambil sebuah analisa

tentang perencanaan strategis atau pengendalian

d. Dapat memberikan informasi tentang keluaran, baik

proses/kejadian/jumlah setiap waktunya

e. Dapat memberikan gambaran mengenai periode-periode tertentu yang

memiliki poin-poin kritis, sehingga dapat diambil langkah perencanaan

selanjutnya dengan lebih matang.

Gambar 2.11 Contoh Run Chart


(Sumber: Hendy Tannady, 2015)
24

2.6 Failure Mode Effect Analysis (FMEA)


Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah teknik rekayasa

yang digunakan untuk mendefinisikan, mengidentifikasi, masalah,

kesalahan, dan sebagainya dari sistem, desain, proses, dan/atau jasa sebelum

suatu produk atau jasa diterima oleh konsumen (Stamatis, 1995) dalam

(Mayangsari, Ardianto, & Yuniati, 2015). FMEA digolongkan menjadi dua

jenis yaitu:

a. Desain FMEA yaitu alat yang digunakan untuk memastikan bahwa

potential failure modes, sebab dan akibatnya telah diperhatikan terkait

dengan karakteristik desain, digunakan oleh Design Responsible

Engineer/Team.

b. Process FMEA yaitu alat yang digunakan untuk memastikan bahwa

potential failure modes, sebab dan akibatya telah diperhatikan terkait

dengan karakteristik prosesnya, digunakan oleh Manufacturing

Engineer/Team.

Berikut ini adalah langkah dalam membuat FMEA menurut

(Gaspersz, 2002) :

a. Mengidentifikasi proses produk

b. Mendaftarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul

c. Menilai masalah untuk Severity (kerumitan), Occurance (probabilitas

kejadian) dan Detection (detektabilitas) berdasarkan pengamalan atau

dengan metode Brainstorming sehingga penilaian bersifat kualitatif.

d. Menghitung risk priority number (RPN) dan tindakan-tindakan prioritas


25

e. Melakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko

FMEA digunakan untuk mengidentifikasi mode kegagalan, mode

kegagalan termasuk dalam kecacatan atau kegagalan (defect) dalam desain,

kondisi di luar batas spesifikasi, atau perubahan dalam produk yang

mengganggu fungsi produk. Faktor-faktor didefinisikan sebagai berikut:

a. Pengaruh buruk (Severity): estimasi atau perkiraan subyektif tentang

bagaimana burknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari

kegagalan. Rating keparahan diberi nilai pada skala 1 hingga 10, dengan

10 dinyatakan sebagai tingkat yang paling parah, dan 1 menyatakan efek

yang paling minimal. Rating severity dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Ranking Severity


Ranking Kriteria
Pengaruh buruk dapat diabaikan tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan
1 berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan
memperhatikan kecatatan atau kegagalan ini.
Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit. Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat
2
ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan
3
dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan regular.
4 Pengaruh buruk yang moderat. Pengguna akhir merasakan penurunan kinerja
5 atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang
6 dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat.
Pengaruh buruk yang tinggi. Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang
tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa
7 pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu, Downtime akan berakibat biaya
8 yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan
peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan
keselamatan.
Masalah keselamatan keamanan potensial. Akibat yang ditimbulkan sangat
9
berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberithuan atau peringatan terlebih dahulu.
10
Bertentangan dengan hukum.
(Gaspersz, 2002)

b. Occurance: kesempatan atau peluang bahwa salah satu penyebab spesifik

atau mekanisme menghasilkan mode kegagalan. Pengurangan atau

penghapusan pada terjadinya peringkat tidak harus datang dari alasan


26

apapun kecuali perubahan langsung dalam desain. Rating occurence

diberi nilai pada skala 1 hingga 10, dengan 10 dinyatakan sebagai

penyebab kegagalan yang paling sering terjadi, dan 1 menyatakan situasi

yang jarang atau tidak pernah terjadi. Rating occurence dapat dilihat pada

tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Ranking Occurance


Tingkat
Ranking Kriteria
Kegagalan
Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan 1 dalam
1
mode kegagalan 1.000.000
2 1 dalam 20.000
Kegagalan akan terjadi
3 1 dalam 4.000
4 1 dalam 1.000
5 Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 400
6 1 dalam 80
7 1 dalam 40
Kegagalan sangat mungkin terjadi
8 1 dalam 20
9 1 dalam 8
Hampir dapat dipastikan kegagalan akan terjadi
10 1 dalam 2
(Gaspersz, 2002)

c. Detection : ukuran relatif dari penilaian kemampuan desain kontrol untuk

mendeteksi potensi penyebab atau modus kegagalan selama sistem

operasi. Rating detection diberi nilai pada skala 1 hingga 10, dengan 10

mengimplikasikan sebagai metode pencegahan tidak efektif, dan 1

menyatakan bahwa metode pencegahan sudah efektif. Rating efektivitas

dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Ranking Detection


Tingkat Kejadian
Ranking Kriteria
Penyebab
1 Metode pencegahan sangat efektif 1 dalam 1.000.000

2 Kemungkinan bahwa penyebab terjadi adalah 1 dalam 20.000


3 rendah 1 dalam 4.000
27

Lanjutan Tabel 2.4 Ranking Detection


1 dalam
1.000
4
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan atau 1 dalam
5
deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi 400
6
1 dalam
80

1 dalam
7 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode pencegahan 40
8 atau deteksi kurang efektif karena penyebab masih berulang kembali 1 dalam
20

9 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode pencegahan 1 dalam 8
10 atau deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali 1 dalam 2

(Gaspersz, 2002)

d. Angka Prioritas Resiko (RPN= Risk Priority Number): hasil perkiraan

antara ranking pengaruh buruk (severity), rangkin kemungkinan dan

ranking efektifitas. Namun, untuk mendapatkan risk priority number

(RPN), severity (S), occurence (O), dan detection (D) harus dikalikan

yang ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

RPN = S x O x D
..... (8)

Kemudian, nilai RPN untuk setiap mode kegagalan adalah peringkat

untuk mengetahui kegagalan dengan risiko yang lebih tinggi Angka ini

digunakan untuk mengidentifikasi resiko yang serius, sebagai petunjuk

ke arah perbaikan.
28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Triteguh Manunggalsejati pada bulan April

sampai Mei 2019.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah :

1. Data Perusahaan

Data perusahaan adalah sekumpulan angka atau fakta yang telah dicatat

dan disimpan untuk memahami gejala-gejala yang telah terjadi yang

dicatat oleh perusahaan untuk memudahkan peninjauan ulang maupun

keperluan perbaikan kualitas produk.

2. Observasi

Observasi adalah suatu studi yang dilakukan untuk melihat, memahami

gejala-gejala yang terjadi di lapangan yang dapat membantu dalam

mencapai tujuan penelitian dan selanjutnya dilakukan pencatatan. Adapun

objek yang diteliti adalah tingkat kecatacatan produk dan hal yang

menyebabkan cacat produk.

3. Wawancara (Interview)

Yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab secara

langsung dengan pihak - pihak yang berhubungan dengan permasalahan

yang diangkat dalam penelitian guna mendapatkan data dan keterangan

yang berlandaskan kepada tujuan penelitian.


29

4. Studi Pustaka

Yaitu metode pengumpulan data dari buku-buku literatur dan sumber dari

internet yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas.

5. Dokumentasi

Merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan

mendapatkan sejumlah informasi yang berasal dari data masa lalu

perusahaan yang meliputi sejarah umum perusahaan dan data lain yang

berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini

3.3 Sumber Data

Adapun data yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Data primer yaitu informasi yang diperoleh secara langsung dari hasil

observasi dan wawancara.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data historis yang telah

disimpan oleh perusahaan.

3.4 Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dapat diurutkan

sebagai berikut :

1. Tahap awal penelitian meliputi :

a. Menentukan topik penelitian yang akan dilakukan

b. Menentukan perumusan masalah

c. Menentukan tujuan penelitian

d. Menentukan batasan masalah


30

2. Menentukan studi literatur terhadap landasan teori yang akan digunakan

sebagai acuan.

3. Tahap pengambilan dan pengumpulan data, tahap menyangkut

pengambilan dan pengumpulan data di lapangan.

4. Tahap pengolahan data dan analisis, yaitu tahap dimana data-data yang

telah terkumpul diolah dan dianalisis.

5. Tahap akhir, yaitu penarikan kesimpulan terhadap hasil analisis yang telah

dilakukan dan membuat sebuah perbaikan proses produksi


31

3.5 Flowchart Penelitian

Mulai

Indentifikasi Masalah

Studi Literatur

Pengambilan
Data

Data Perusahaan Wawancara

Pengolahan Data (Six Sigma Dan


FMEA)

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1. Flowchart Penelitian


32

3.6 Kerangka Berfikir

PT. Triteguh ManunggalSejati

Hasil Produksi

Sampling Atribut

Baik Buruk

Distributor Analisis

Analisa Quality Control (Six


Sigma)

Hasil Analisa

Rekomendasi Perbaikan metode ( FMEA)

Gambar 3.2. Kerangka Pikir


33

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4. 1 Pengumpulan Data

4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan

a. Profil Perusahaan

PT. Dharana Inti Boga (PT. Suntory Garuda Beverage) yang

berdiri pada tahun 2009 dan diresmikan pada tanggal 09 Maret

2010 oleh Bupati Kabupaten Gowa Bapak H.Ichsan Yasin

Limpo,SH,MH. Perusahaan ini terletak di JL.Poros Malino KM

21, Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Per 1 Januari

2018 PT. Dharana Inti Boga berganti nama dengan PT. Triteguh

Manunggalsejati

Perusahaan ini mempunyai luas lahan 19547 m2, dengan luas

bangunan utama 3720.02 m2 dan luas tanah 13326.6515 m2.


.
Bangunan ini terdiri dari ruangan Plant Manager, ruangan

kantor, ruangan rapat, ruangan produksi, ruangan kantor produksi,

laboratorium, mushollah, kantin, ruangan security, toilet, tempat

parkir, gudang warehouse material dan produk jadi dimana PT.

Triteguh Manunggalsejati beroperasi selama 24 jam dan dalam

satu minggu ada 6 (enam) hari kerja dan memproduksi minuman

berperisa Mountea, Okky jelly drink, Okky Koko dan Splash jeruk

dengan berbagai varian rasa.


34

Pembangunan pabrik PT. Triteguh Manunggalsejati ini

memberikan dampak tenaga kerja yang cukup besar bagi

pembangunan nasional pada umumnya dan Sulawesi Selatan pada

khususnya karena dapat menyerap tenaga kerja hingga sekitar 133

orang dimana untuk karyawan tetap 102 orang dan karyawan

outsourcing dari mitra PT. Karya Manunggal Jati (KMJ)

sebanyak 31 orang (Data Januari 2018). Bisnis dasar PT.

Triteguh Manunggalsejati adalah manufakturing, perusahaan ini

memproduksi Mountea, Okky Jelly Drink, Okky Koko Drink

dengan berbagai varian rasa.

b. Visi dan Misi Perusahaan

Visi:
Semangat “Yatte Minahare”, untuk terus berinovasi
mengembangkan produk minuman dalam kemasan,
berpengalaman dan fokus pada kesukaan pelanggan.
Misi:
Menginspirasi terciptanya sebuah senyuman
35

c. Struktur Organisasi

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT.Triteguh Manunggalsejati

(Sumber : Data Sekunder Perusahaan)

4.1.2 Spesifikasi Produk

a. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam produksi yaitu:

1) Ekstrak teh

Bentuk fisik : Padat dan Cair

Sifat bahan : Tidak berbahaya

Asal bahan : Lokal


36

2) Fluktosa (Gula cair)

Bentuk fisik : Cair

Sifat bahan : Tidak berbahaya

Asal bahan : Lokal

3) Flavor perasa buah

Bentuk fisik : Cair

Sifat bahan : Tidak berbahaya

Asal bahan : Impor


37

4.1.3 Proses Produksi

Start

Persiapan

Pemenasan
Air
Kitchen
Penglarutan
gula

Pemasukan Proses
Bahan baku Pencampuran

Holding
Holding

HTST HTST

Pemasukkan Cup Filling


Filling
sealing Seal

Cooling Cooling

Karton dan Packing


Packing
sedotan

Finish
Gambar 4.2 Proses Produksi
38

Pada penelitian ini peneliti fokus pada proses produksi minuman

Mountea. Adapun alur proses produksinya sebagi berikut:

1) Preparation

Pada proses ini , persiapan yang dilakukan yakni persiapan

bahan baku oleh bagian formula. Bahan baku yang masuk ke

perusahaan adalah bahan baku utama (Raw Material) dan

bahan baku kemas (Packaging Material). Bahan baku utama

adalah bahan baku yang digunakan pada proses pembuatan

mountea sedangkan bahan baku kemas adalah bahan yang

akan di gunakan untuk mengemas produk setelah di proses.

Bahan baku yang telah diterima dari supplier akan di cek

terlebih dahulu oleh Quality Control. Proses ini memerlukan

waktu kurang lebih 5 menit.

2) Kitchen

Pada proses kitchen dilakukan proses pemanasan air,

pelarutan gula dan pencampuran bahan baku. Proses

pemanasan air dilakukan untuk mendapatkan uap air yang

digunakan untuk pelarutan gula dan setelah melakukan

pelarutan gula, gula yang telah dilarutkan disimpan pada tank

penyimpanan dan sebelum dimasukkan pada tank

pencampuran dilakukan filtrasi terlebih dahulu. Dan pada

setelah campuran bahan baku dilakukan proses mixing untuk

mencampur keseluruhan bahan baku. Setelah proses


39

pencampuran dilakukan semua bahan disimpan dalam tank

penyimpanan dengan proses maksimal waktu 20 menit

sambil dilakukan filtrasi.

3) Holding
Setelah pencampuran bahan baku selesai, maka produk akan

dialirkan ke tank yang berada di ruangan holding yang

berkapasitas 1500 liter. Tempat ini berfungsi sebagai

penyimpanan sementara produk yang sudah dicampur. Proses

ini berlangsung 8-10 menit.

4) HTST (High Temperatur Short Time)

Pada HTST dilakulan proses stresilisasi pada bahan baku

yang telah mendapatkan perlakuan panas pada suhu tertentu

agar mendapatkan produk yang layak dikonsumsi.

Proses ini berlangsung 2-3 menit/batch.


40

5) Filling and Sealing

Gambar 4.3 Mesin Filling

Filling Fedding
Fedding cup Blok press Blok cutiing
liquid seal
Gambar 4.4 Alur pada Mesin Filling dan sealing

Diproses ini cup di susun pada feeding cup menuju ke filling

liqiud setelah melalui filling liqiud produk setengah jadi

diberikan seal pada feeding seal lalu dilakukan pemotongan

seal sesuai dengan cetakan bibir cup.Proses ini memakan

waktu 17 menit untuk 1 kali batch.

6) Coolings

Di proses Cooling dilakukan pendinginan dengan suhu yang

telah ditentukan agar seal dan IJP pada produk bisa merekat.

Proses pendinginan ini berlangsung 12-15 menit/ batch.


41

7) Packing

Pada proses Packing dilakukan pengemasan kedalam karton

dan pemberian IJP pada karton. Proses pengepakan selesai

dalam jangka waktu 15 menit.

4.1.4 Data Produksi dan Produk Cacat

Berdasarkan data yang diperoleh dari data historis, pengamatan,

serta wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa produk yang

sering mengalami cacat dan perlu ditingkatkan kualitasnya adalah

Mountea.

Dibawah ini merupakan data produksi dan cacat yang dikumpulkan

dari perusahaan.
42

Tabel 4.1 Data Produksi dan Data Produksi Cacat


Jenis -Jenis Defect
No Pengamatan Total Produksi (pcs) Jumlah Defect (pcs)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Januari 2017 5204863 51799 37646 2105 660 5512 2951 309 5 354 1824 245 147 41
2 Februari 6370163 45299 30805 1763 1343 6816 1365 170 96 56 2144 153 508 80
3 Maret 2541474 22866 18516 443 482 1681 684 27 3 47 760 123 96 4
4 April 5024538 58458 48470 919 1098 4049 981 589 2 86 1856 121 237 50
5 Mei 5829719 60839 46250 1285 1003 3533 5812 175 4 26 2125 69 415 142
6 Juni 509513 2297 1553 19 44 223 218 17 0 0 194 12 17 0
7 Juli 1721314 12970 9335 70 151 2054 492 140 0 27 568 95 38 0
8 Agustus 3726876 32964 26260 1118 390 2285 1136 176 0 99 1280 88 132 0
9 September 6473971 46843 37059 1011 748 5123 480 56 0 43 2062 61 197 3
10 Okotober 7077354 71874 62229 1575 1328 3259 795 28 0 52 2032 214 362 0
11 November 4872244 46204 38877 2296 941 1046 750 34 0 3 1944 33 273 7
12 Desember 3806732 40844 29507 3753 752 3239 1655 122 132 74 1368 106 132 4
13 Januari 2018 5461851 53667 45819 776 320 1451 2435 656 0 0 1940 2 257 11
14 Februari 3213191 45983 37272 497 361 1745 3839 818 0 162 1096 29 164 0
15 Maret 7065600 35616 22691 752 409 3157 4084 971 1577 243 1264 285 173 10
16 April 5086012 44020 27497 1528 1097 3466 7157 14 0 1343 1643 35 211 29
17 Mei 4722958 51526 27497 2369 3408 4284 10120 14 0 1643 1800 82 296 13
18 Juni 3350847 26775 16067 1882 957 2211 3735 41 0 551 840 94 388 9
19 Juli 4162124 59300 40885 4344 2701 4589 4413 40 0 734 1406 40 145 3
20 Agustus 6180914 44330 25308 3165 1254 5361 5156 5 1855 335 1667 20 183 21
21 September 5894542 42694 17681 2280 2042 4595 12564 707 5 943 1256 220 194 207
22 Okotober 7994126 71174 13427 2713 3011 14288 32345 324 2069 340 1512 443 479 223
23 November 6435291 48171 6758 2266 697 15397 17381 3730 2 75 1528 110 151 76
24 Desember 6234344 44168 2842 522 300 11625 23838 2777 100 43 2016 3 59 43
Total 118960561 1060681 670251 39451 25497 110989 144386 11940 5850 7279 36125 2683 5254 976

Sumber : Data Sekunder di olah 2019


43

Keterangan:

1. Kurang press

2. Seal lecet

3. Bocor seal

4. Kurang isi

5. Seal miring

6. Bergerigi

7. Kontaminasi

8. Seal pecah

9. Sambungan seal

10. Cup pecah

11. Bocor terjepit

12. Penyok

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Pengendalian kualitas dengan menggunakan metode six sigma

a. Define
Define merupakan tahap pendefinisian masalah kualitas dalam

produk mountea, pada tahap ini yang menjadi produk yang

mengalami cacat didefinisikan penyebabnya. Pada tahap

pengidentifikasian masalah akan dijelaskan beberapa penyebab

defect yang menjadi penyebab potensial dalam menghasilkan produk

mountea. Dalam proses observasi yang dilakukan ditemui beberapa

ketidaksesuaian berdasarkan yang telah ditetapkan oleh pihak

manajemen. Adapun defect tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:


44

1) Kurang press

Cacat yang terjadi pada saat pengisian atau filling yaitu kondisi

dimana segel dari penutup tidak terpress dengan baik sehingga

mudah lepas dari cup. Sehingga dapat dilihat dari segel

mengembang atau terkelupas dari cup atau penutup. Cacat ini

terjadi karena suhu pada heater tidak sesuai yaitu temperatur tidak

tercapai suhu standar dan adanya gangguaan pada mesin yang ada

pada proses filling dan sealing.

Gambar 4.5 Kurang Press

2) Seal lecet

Cacat yang terjadi pada saat pengisian atau filling yaitu kondisi

dimana segel dari penutup baik namun terdapat lecet pada bibir

cup sehingga isi dari produk tetap leluber keluar. Cacat ini terjdi

karena adanya kerusakan pada over heating.


45

Gambar 4.6 Seal Lecet

3) Kurang isi
Jika isi produk kurang dari standar yang telah ditetapkan

oleh perusahaan. Toleransi yang ditetapkan perusahaan

yakni 4,5% dari volume produk. Kurang isi terjadi akibat

actuator yang digunakan bocor atau tidak stabil ( kadang

kurang dan kadang melebur ) yang menyebabkan semua

pengisian pada cup tidak penuh. Aktuator adalah alat

untuk membuka dan menutup valve pengisian produk ke

cup. Seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 4.7 Kurang Isi


46

4) Seal miring

Dari cacat seal adapun terjadi cacat yaitu informasi yang

penting yang ada pada seal tidah utuh / hilang. Seperti

pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.8 Seal Miring

5) Bergerigi

Bergerigi salah satu cacat yang diterapkan oleh

perusahaan yakni ditandai dengan adanya seal dan cup

yang bergerigi biasanya terjadi akibat dari pemotong seal

mengalami kerusakan atau cutter tidak presisi dengan

mol.

Gambar 4.9 Bergerigi


47

6) Kontaminasi

Kontaminasi salah satu cacat yang paling dihindari oleh

perusahaan namun dilihat dari observasi bahwa ternyata

masih terdapat produk yang mengalami kontaminasi.

Biasanya karena proses Cleaning in place (CIP) dan

Cleaning on place (COP) yang tidak tepat.

7) Seal Pecah

Kondisi dimana seal pecah dan produk sudah

terkontaminasi mengakibatkan produk tidak dapat

dikunsumsi dan dijual ke konsumen.

Gambar 4.10Seal Pecah

8) Sambungan Seal

Kondisi dimana seal terkena sambungan seal yang

mengakibatkan informasi yang terdapat pada seal tidak

dapat terlihat atau tertutupi oleh sambungan seal.

Contoh produk yang terkena sambungan seal terlihat pada

gambar 4.11 dibawah ini.


48

Gambar 4.11 Sambungan Seal

9) Cup Pecah

Kondisi dimana cup mengalami kerusakan yakni pecah

yang dan mengakibatkan produk tidak dapat dikonsumsi

karena cup yang semestinya digunakan untuk menyimpan

isi produk tidak dapat digunakan.

Gambar 4.12 Cup Pecah

10) Seal Bocor

Seal atau penutup mengalami kebocoran. Cacat ini

terjadi karena over heating.

Gambar 4.13 Seal Bocor


49

11) Bocor Terjepit

Kondisi dimana cup yang terjepit oleh mesin blok

press yang mengakibatkan cup bocor akibat terjepit

tersebut. Hal ini biasa terjadi akibat cup tidak

tersusun baik pada mol.

Gambar 4.14 Bocor Terjepit

12) Penyok

Kondisi dimana cup penyok yaitu jika produk tidak dapat

kembali kebentuk semula ( bentuk cup ). Contoh gambar

penyok dapat dilihat pada gambar 4.10

Gambar 4.15 Penyok


50

b. Measure
1) Menentukan karakteristik kualitas (Critical to quality)
Berdasarkan Tabel 4.1 tersebut maka jumlah cacat hasil produksi
botol dapat digambarkan dalam Diagram Pareto seperti berikut:

Gambar 4.16 Diagram Pareto Cacat Produk Mountea Januari 2017-Desember 2018

Berdasarkan data produk cacat yang telah diperoleh, maka Critical


to Quality (CTQ) potensial yang masih belum dapat dipenuhi oleh
perusahaan yaitu :
Tabel 4.2 Penetapan Urutan Critical To Quality Tahun 2017-2018
Jenis Defect Jumlah Defect Presentase Kumulatif Persentase
Kurang Press 670251 63.19062942 63.19062942
Seal Miring 144386 13.61257532 76.80320473
Kurang Isi 110989 10.46393779 87.26714252
Seal Lecet 39451 3.719402912 90.98654544
Sambungan Seal 36125 3.405830782 94.39237622
Bocor Seal 25497 2.403833009 96.79620923
Bergerigi 11940 1.12569189 97.92190112
Seal Pecah 7279 0.686257225 98.60815834
51

Lanjutan Tabel 4.2 Penetapan Urutan Critical To Quality Tahun 2017-


2018
Kontaminasi 5850 0.551532459 99.1596908
Bocor Terjepit 5254 0.495342143 99.65503295
Cup Pecah 2683 0.252950699 99.90798364
Penyok 976 0.092016356 100
Total 1060681
Sumber : Data Sekunder di olah 2019

2) Membuat Peta Kendali (Control Chart)


Pada penelitian ini peta kendali yang digunakan yaitu p-chart.
a) Menghitung Proporsi Cacat
Perhitungan proporsi cacat di peroleh dengan menggunakan
persamaan (1):
𝑛𝑝
𝑝=
𝑛
Januari-17 :
51799
𝑝= = 0.00995
5204863

Februari-17 :
45299
𝑝= = 0.007111
6370163

Maret-17 :
22866
𝑝= = 0.008997
2541474

b) Menghitung Garis Pusat (Central Line)


Perhitungan garis pusat di peroleh dengan menggunakan
persamaan (2):
∑ 𝑛𝑝
𝐶𝐿 =
∑𝑛
1060681
𝐶𝐿 = = 0.008993
118960561

c) Menghitung Batas Kendali Atas (UCL)


Perhitungan batas kendali atas di peroleh dengan
menggunakan persamaan (3):
52

𝑝̅ (1 − 𝑝̅ )
𝑈𝐶𝐿 = 𝑝̅ + 3 √
𝑛

Januari-17:
0,00892 (1−0,00892)
𝑈𝐶𝐿 = 0,00892 + 3 √ 0.009117
5204863

= 0.00923
Februari-17:
0,00892 (1−0,00892)
𝑈𝐶𝐿 = 0,00892 + 3 √
6370163

= 0.00903
Maret-17:
0,00892 (1−0,00892)
𝑈𝐶𝐿 = 0,00892 + 3 √
2541474

= 0,00909
d) Menghitung Batas Kendali Bawah (LCL)
Perhitungan batas kendali bawah di peroleh dengan
menggunakan persamaan (4):

𝑝̅ (1 − 𝑝̅ )
𝐿𝐶𝐿 = 𝑝̅ − 3 √
𝑛

Januari-17:

0,00892 (1−0,00892)
𝐿𝐶𝐿 = 0,00892 − 3 √
5204863

= 0.00879
Februari-17:
0,00892 (1−0,00892)
𝐿𝐶𝐿 = 0,00892 − 3 √
6370163

= 0,00880
53

Maret-17:
0,00892 (1−0,00892)
𝐿𝐶𝐿 = 0,00892 − 3 √
2541474

= 0,00874
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.3 Hasil Rekapitulasi Data Proporsi, CL, LCL dan UCL
No Pengamatan Jumlah Produksi (pcs) Jumlah Defect (pcs) Proporsi Cacat CL UCL LCL
1 Januari 2017 5204863 51799 0.009952 0.00892 0.00923 0.00879
2 Februari 6370163 45299 0.007111 0.00892 0.00903 0.00880
3 Maret 2541474 22866 0.008997 0.00892 0.00909 0.00874
4 April 5024538 58458 0.011635 0.00892 0.00904 0.00879
5 Mei 5829719 60839 0.010436 0.00892 0.00903 0.00880
6 Juni 509513 2297 0.004508 0.00892 0.00931 0.00852
7 Juli 1721314 12970 0.007535 0.00892 0.00913 0.00870
8 Agustus 3726876 32964 0.008845 0.00892 0.00906 0.00877
9 September 6473971 46843 0.007236 0.00892 0.00903 0.00881
10 Okotober 7077354 71874 0.010155 0.00892 0.00902 0.00881
11 November 4872244 46204 0.009483 0.00892 0.00904 0.00879
12 Desember 3806732 40844 0.010729 0.00892 0.00906 0.00877
13 Januari 2018 5461851 53667 0.009826 0.00892 0.00904 0.00880
14 Februari 3213191 45983 0.014311 0.00892 0.00907 0.00876
15 Maret 7065600 35616 0.005041 0.00892 0.00902 0.00881
16 April 5086012 44020 0.008655 0.00892 0.00904 0.00879
17 Mei 4722958 51526 0.010910 0.00892 0.00905 0.00879
18 Juni 3350847 26775 0.007991 0.00892 0.00907 0.00876
19 Juli 4162124 59300 0.014248 0.00892 0.00905 0.00878
20 Agustus 6180914 44330 0.007172 0.00892 0.00903 0.00880
21 September 5894542 42694 0.007243 0.00892 0.00903 0.00880
22 Okotober 7994126 71174 0.008903 0.00892 0.00902 0.00882
23 November 6435291 48171 0.007485 0.00892 0.00903 0.00881
24 Desember 6234344 44168 0.007085 0.00892 0.00903 0.00880
Total 118960561 1060681
Sumber :Data Sekunder diolah 2019

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.3 di atas, maka selanjutnya dapat dibuat peta kendali p

seperti pada gambar dibawah ini:


54

P Chart of C2
0.0150
1 1

0.0125
1

1 1
1
Proportion

1 1
1
0.0100 1
UCL=0.00903
_
P=0.00892
1
LCL=0.00880
0.0075 1
1 1
1 1 1 1 1

0.0050
1
1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Sample
Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 4.17 Control Chart Cacat


Keterangan:

Data berada diluar batas kendali

Data berada didalam batas kendali

Berdasarkan gambar peta kendali p diatas, menunjukkan bahwa data

yang diperoleh tidak seluruhnya berada dalam batas kendali. Hanya

terdapat 3 (tiga) titik (bulan) yang berada didalam batas kendali. Pada

Maret 2017, agustus 2017 dan oktober 2018. Sehingga dapat

dikatakan bahwa proses sangat tidak terkendali. Hal ini menunjukkan

terjadinya penyimpangan yang sangat tinggi. Hal tersebut menyatakan

bahwa pengendalian kualitas di PT Triteguh Manunggalsejati

memerlukan adanya perbaikan. Karena adanya titik berfluktuasi

sangat tinggi dan tidak beraturan yang menunjukkan bahwa proses

produksi masih mengalami penyimpangan.


55

Untuk dapat mengukur atau menganalisa kapabilitas suatu

proses maka proses harus berada dalam pengendalian (Gasperz,

2001). Sehingga, beberapa data pengukuran yang menyebabkan

tidak terkendalinya proses atau data ekstrim perlu untuk

dihilangkan agar dapat melanjutkan penghitungan kapabilitas

proses.

Setelah menghilangkan data ekstrim, selanjutnya adalah

penghitungan kembali stabilitas proses sehingga mendapatkan

data proses yang berada dalam batas kontrol. Adapun

perhitungan stabilitas proses proses revisi 1 adalah sebagai

berikut:

a) Menghitung Proporsi Cacat Revisi


Perhitungan proporsi cacat di peroleh dengan menggunakan
persamaan (1):
𝑛𝑝
𝑝=
𝑛

Maret 2017 :

22866
𝑝= = 0,008997
2541474

Agustus 2017 :

32964
𝑝= = 0.008845
3726876

November 2018 :

71174
𝑝= = 0,008903
7994126
56

b) Menghitung Garis Pusat (Central Line) Revisi

Perhitungan garis pusat di peroleh dengan menggunakan


persamaan (2):
∑ 𝑛𝑝
𝐶𝐿 =
∑𝑛

127004
𝐶𝐿 = = 0,008905
14262476
c) Menghitung Batas Kendali Atas (UCL) Revisi
Perhitungan batas kendali atas di peroleh dengan
menggunakan persamaan (3):

𝑝̅ (1 − 𝑝̅ )
𝑈𝐶𝐿 = 𝑝̅ + 3 √
𝑛

Maret - 17:
0,008905 (1−0,008905)
𝑈𝐶𝐿 = 0,008905 + 3 √
2541474

= 0,00908
Agustus - 17:
0,008905 (1−0,0089055)
𝑈𝐶𝐿 = 0,008905 + 3 √
3726876

= 0,00905
Oktober - 18 :
0,008905 (1−0,008905)
𝑈𝐶𝐿 = 0,008905 + 3 √
7994126

= 0,00900
d) Menghitung Batas Kendali Bawah (LCL) Revisi
Perhitungan batas kendali bawah di peroleh dengan
menggunakan persamaan (4):
57

𝑝̅ (1 − 𝑝̅ )
𝐿𝐶𝐿 = 𝑝̅ − 3 √
𝑛

Maret -17:

0,008905 (1−0,008905)
𝐿𝐶𝐿 = 0,008905 − 3 √
2541474

= 0,000873
Agustus -17:

0,008905 (1−0,008905)
𝐿𝐶𝐿 = 0,008905 − 3 √
3726876

= 0,00876
November 2018:

0,008905(1−0,008905)
𝐿𝐶𝐿 = 0,008905 − 3 √
7994126

= 0,00881

Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :


Tabel 4.4 Hasil Rekapitulasi Data Proporsi, CL, LCL dan UCL Revisi
No Pengamatan Jumlah Produksi Jumlah Defect Proporsi CL UCL LCL
3 Maret 2017 2541474 22866 0.008997 0.008905 0.00908 0.00873
8 Agustus 2017 3726876 32964 0.008845 0.008905 0.00905 0.00876
22 Nov-18 7994126 71174 0.008903 0.008905 0.00900 0.00881
Total 14262476 127004
Sumber : Data Sekunder diolah 2019
Kemudian setelah diperoleh pengukuran nilai revisi

proporsi, CL, UCL, dan LCL seperti pada tabel di atas

selanjutnya dibuat kembali peta kontrol P untuk melihat

seberapa stabil proses produksi, seperti pada gambar

dibawah ini :
58

P Chart of defect
0.0091

0.0090 UCL=0.0090044
Proportion

_
0.0089 P=0.0089048

0.0088 LCL=0.0088051

0.0087
1 2 3
Sample
Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 4.18 Control chart Cacat Revisi

Berdasarkan Gambar 4.18 peta kontrol p menunjukkan

bahwa proses sudah berada pada keadaan stabil atau

terkendali karena semua proses berada batas kontrol,

sehingga perhitungan kapabilitas proses dapat dilakukan.

3) Pengukuran Kapabilitas Proses


Pengukuran kapabilitas proses dapat dilakukan dengan
melakukan pengkuran tingkat six sigma, seperti berikut :
a) Menghitung DPU (Defect Per Unit)
Perhitungan DPU di peroleh dengan menggunakan
persamaan (5):
Total Cacat
DPU =
Total Produksi
Januari-17
51799
DPU = = 0,01
5204863
59

Februari-17
45299
DPU = = 0,007
6370163

Maret-17
22866
DPU = = 0,009
2541474
b) Menghitung DPO (Defect Per Oportunity)
Perhitungan DPO di peroleh dengan menggunakan
persamaan (6):
DPU
DPO =
Kemungkinan Terjadinya Kecacatan
Januari-17
0,01
DPO = = 0,00332
3

Februari-17
0,007
DPO = = 0,00239
3

Maret-17
0,009
DPO = = 0,00303
3

c) Menghitung Nilai DPMO (Defect Per Milion Oportunities)


Perhitungan nilai DPMO di peroleh dengan menggunakan
persamaan (7):
DPMO = DPO x 1.000.000
Januari-17
DPMO = 0,00332x 1.000.000 = 3317
Februari-17
DPMO = 0,00239x 1.000.000 = 2387
Maret-17
DPMO = 0,00303x 1.000.000 = 3026
d) Mengkonversikan Hasil Perhitungan DPMO untuk
mendapatkan nilai Sigma berdasarkan Tabel Six Sigma
60

Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah


ini :
Tabel 4.5 Pengukuran Tingkat Sigma
No Pengamatan Jumlah Produksi Jumlah Defect DPU DPO DPMO Nilai Sigma
1 Januari 2017 5204863 51799 0.010 0.00332 3317 4.21
2 Februari 6370163 45299 0.007 0.00237 2370 4.33
3 Maret 2541474 22866 0.009 0.00300 2999 4.24
4 April 5024538 58458 0.012 0.00388 3878 4.16
5 Mei 5829719 60839 0.010 0.00348 3479 4.19
6 Juni 509513 2297 0.005 0.00150 1503 4.46
7 Juli 1721314 12970 0.008 0.00251 2512 4.3
8 Agustus 3726876 32964 0.009 0.00295 2948 4.25
9 September 6473971 46843 0.007 0.00241 2412 4.32
10 Okotober 7077354 71874 0.010 0.00339 3385 4.2
11 November 4872244 46204 0.009 0.00316 3161 4.23
12 Desember 3806732 40844 0.011 0.00358 3576 4.18
13 Januari 2018 5461851 53667 0.010 0.00328 3275 4.21
14 Februari 3213191 45983 0.014 0.00477 4770 4.09
15 Maret 7065600 35616 0.005 0.00168 1680 4.43
16 April 5086012 44020 0.009 0.00289 2885 4.25
17 Mei 4722958 51526 0.011 0.00364 3637 4.18
18 Juni 3350847 26775 0.008 0.00266 2664 4.29
19 Juli 4162124 59300 0.014 0.00475 4749 4.09
20 Agustus 6180914 44330 0.007 0.00239 2391 4.32
21 September 5894542 42694 0.007 0.00241 2414 4.32
22 Okotober 7994126 71174 0.009 0.00297 2968 4.25
23 November 6435291 48171 0.007 0.00250 2495 4.3
24 Desember 6234344 44168 0.007 0.00236 2362 4.33
Sumber : Data Sekunder di olah 2019

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat sigma Pada Tabel 4.5,


diketahui bahwa proses produksi mountea pada PT Triteguh
Manunggalsejati memiliki tingkat sigma 4.25 dengan
kemungkinan cacat sebesar 2980 buah per satu juta produksi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa untuk 2 tahun terakhir yaitu pada
tahun 2017 dan 2018 nilai sigma yang dicapai oleh PT Triteguh
Manunggalsejati pada proses produksi mountea berada pada nilai
sigma rata-rata industri manufaktur di Indonesia.
61

c. Analyze
Tools yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah pada
tahap ini adalah Diagram Fishbone.
Berdasarkan diagram pareto pada gambar 4.15 diketahui bahwa
cacat yang paling dominan terjadi yaitu kurang press dengan jumlah
cacat sebesar 63,19% ,Seal Miring 13,61 % dan kurang isi sebesar
10,46 % Maka penggunaan gambar Diagram Fishbone berikut ini
untuk mengidentifikasi penyebab dari ketiga cacat yang sering
terjadi.
62

Man

Operator Kurang Teliti dalam


melakukan pemasangan seal pada
mesin sehingga posisinya tidak
Tidak memerhatikan presisi
Correction Plat
Kelelahan Karena terlalu
banyak job
Tidak teliti /ceroboh

DEFECT
Head Seal Tidak rata
Pembaca suhu tidak Kualitas Material kurang
normal bagus

Sensor Otomatis tidak bekerja

Sensor Otomatis tidak bekerja Thermo couple tidak


Block Heater berfungsi/rusak
Miring
Setingan Pengisian Tidak pas
Angin tidak stabil

Machine Material

Gambar 4.19 Fishbone Diagram Untuk Jenis Kecacatan Kurang Press, Seal Miring dan Kurang isi
1

Berdasarkan diagram fishbone, dapat diketahui bahwa

beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya cacat

atau produk rusak yaitu :

a. Manusia

Kurangnya kedisiplinan terhadap karyawan untuk terus

malakukan pengecekan pada bagian-bagian yang sangat perlu

diperhatikan agar tidak terjadi produk defect pada saat proses

produksi berlangsung. Dan karyawan yang tidak mematuhi

instruktur kerja mengakibatkan beberapa produk yang terjatuh

ke lantai akibat kelalaian karyawan, maka dari itu perlunya

kedisiplinan yang lebih baik. Dalam proses produksi tenaga

kerja atau operator berperan sangat penting, apabila kurang

memperhatikan hal-hal yang menjadi tugasnya. Maka akan

berdampak pada produk yang dihasilkan.

b. Bahan Baku

Terdapat bahan kemas yang tidak sesuai dengan standar,

misalnya seal yang berasal dari supplier ada yang memiliki

ketebalan seal tidak sesuai standar sehingga seal yang harusnya

mudah merekat pada bibir cup menjadi susah merekat pada cup.

Maka dari itu pengendalian bahan baku harus benar-benar

diperhatikan yang merupakan proses awal yang akan

mempengaruhi proses selanjutnya.


2

c. Mesin/peralatan

Kurangnya perawatan pada mesin filling. Ada part yang sudah

seharusnya diganti, dibubut ataupun perbaikan setingan.

Misalkan Thermo Couple yang sudah rusak.head seal yang

sudah tidak rata, head seal kotor dan block heater yang miring.

Dan actuator .Actuator adalah alat berfungsi membuka valve

pengisian produk ke cup sehingga ketika alat tersebut bocor atau

tidak stabil mengakibat adonan yang masuk kedalam cup kadang

kurang dan kadang melebur.

d. Improve
1) Failure Modes and Effects Analysis dan Usulan Perbaikan

Tahap peningkatan kualitas Six Sigma dengan melakukan

pengukuran melihat dari peluang, kerusakan, rekomendasi

ulasan perbaikan, menganalisa kemudian tindakan perbaikan

dilakukan dengan menggunakan metode Failure Modes and

Effect Analysis (FMEA). Usulan perbaikan meliputi unsur

Man, Machine, Material, dan Method.

Analisis FMEA dibuat berdasarkan hasil wawancara dan diskusi

dengan karyawan yang bekerja sebagai Electrical Technician.

Data yang digunakan dalam penyusunan FMEA diambil dari

penyebab utama pada diagram cause and effect. Beberapa hal

yang akan dijelaskan dalam analisis FMEA ini adalah sebagai

berikut:
3

o Kolom modes of failure : menunjukkan jenis kegagalan

produk.

o Kolom effect of failure : menunjukkan akibat yang

ditimbulkan jika terjadi mode kegagalan

o Kolom Severity, adalah penilaian keseriusan efek modus

kegagalan potensial pada sistem atau pada saat digunakan

oleh pelanggan. Rating keparahan diberi nilai pada skala 1

hingga 10, dengan 10 dinyatakan sebagai tingkat keseriusan

yang paling parah, dan 1 dinyatakan sebagai tingkat

keseriusan yang paling minimal.

o Kolom Causes of Failure : menunjukkan penyebab

timbulnya mode kegagalan.

o Kolom Occurance, merupakan kemungkinan bahwa

penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk

kegagalan atau kecacatan selama masa produksi suatu

produk. Rating ini berhubungan dengan munculnya estimasi

jumlah frekuensi kegagalan akibat suatu penyebab tertentu,

dengan nilai 10 dari skala 1 sampai 10 dinyatakan sebagai

kecacatan yang paling sering terjadi, dan 1 sebagai kecacatan

yang jarang atau tidak pernah terjadi.

o Kolom current control: menunjukkan proses kendali yang

digunakan oleh perusahaan saat ini.

o Kolom Detection, Detection merupakan penilaian untuk

mengidentifikasi upaya pencegahan dan pengurangan tingkat


4

kecacatan serta mengukur kemampuan pengendalian yang

dapat terjadi. Rating detection diberi nilai pada skala 1

hingga 10, dengan 10 mendefinisikan tingkat pengendalian

yang mustahil untuk mendeteksi kecacatan.

o Kolom Recommendation : menunjukkan rekomendasi yang

dapat diterapkan untuk mengurangi mode kegagalan.

Pada tabel FMEA yang terdiri dari beberapa kolom tersebut,

terdapat nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan

hasil perkalian dari nilai severity, occurence, dan detection.

Dari nilai RPN tersebut akan dapat dilihat urutan prioritas untuk

penanganan dari penyebab kecacatan yang terjadi. Hasil dari

proses FMEA secara rinci menjelaskan tentang bagaimana

kecacatan mempengaruhi kinerja sistem dan kualitas produk.

Perhitungan nilai RPN dapat dirumuskan sebagai berikut:

RPN = Severity x Occurence x Detection

(Dengan skala yang digunakan adalah range angka 1-10)


67

Tabel 4.6 Failure Mode and Effect Analysis Cacat Seal Miring
Efek yang
Jenis
ditimbulkan dari Penyebab Kegagalan Kontrol yang Rekomendasi
Jenis Proses Kegagalan S O D RPN
Kegagalan pada Proses (Opportunity) Dilakukan (Detection) (Recomendation)
Pada Proses
Proses (Severity)
Melakukan Pelatihan
Manusia sebelum terjun langsung di
Operator kurang teliti proses produksi dan 1. Memberikan pengawasan lebih ketat
dalam melakukan pengawasan terhadap saat proses produksi berlangsung
4 64
pemasangan seal pada operator saat proses 2. Memberikan peringatan kepada
mesin sehingga produksi pekerja apabila melakukan kesalahan
posisinya tidak presisi. berlangsung

Posisi Seal Miring


mengakibatkan
informasi produk 4
Seal Miring yang ada pada seal 4
tidak dapat dibaca.
Menambah tenaga ahli yang
Mesin mengerti tentang bidang IT
Sensor otomatis tidak Mempelajari Kontrol Mesin 4 64 sehingga sensor otomatis bisa
bekerja digunakan.
68
Tabel 4.7 Failure Mode and Effect Analysis Cacat Kurang Isi
Efek yang
Jenis
ditimbulkan dari Penyebab Kegagalan Kontrol yang Rekomendasi
Jenis Proses Kegagalan S O D RPN
Kegagalan pada Proses (Opportunity) Dilakukan (Detection) (Recomendation)
Pada Proses
Proses (Severity)

1. Memberikan pengawasan lebih ketat


saat proses produksi berlangsung
Mesin Settingan pengisian 2. Lebih memerhatikan lagi setingan
Volume atau isi Setingan Pengisian diperbaiki atau 7 147 pengisian pada saat proses produksi
produk tidak sesuai tidak pas dipresisikan berlangsung.
Proses Produksi Kurang Isi dengan yang 7 3
3. Memberikan peringatan kepada
(Filling) distandarkan pekerja apabila melakukan kesalahan
perusahan
Melakukan pemeriksaan secara rutin
pada bagian-bagian atau elemen-elemen
Angin Tidak Stabil Mencari akar penyebab 5 105
yang berpotensi mengakibatkan angin
tidal stabil
69

Tabel 4.8 Failure Mode and Effect Analysis Cacat Kurang Press
Efek yang
Jenis
Jenis ditimbulkan dari Penyebab Kegagalan Kontrol yang Rekomendasi
Kegagalan S O D RPN
Proses Kegagalan pada Proses (Opportunity) Dilakukan (Detection) (Recomendation)
Pada Proses
Proses (Severity)
1. Memberikan pengawasan lebih
ketat saat proses produksi
berlangsung
Manusia 2. Memberikan pengertian pada
Operator kurang Melakukan pengawasan karyawan akan pentingnya
8 504
memperhatikan terhadap operator kualitas sehingga kecacatan dapat
Correction Plat dikurangi
3. Memberikan peringatan kepada
pekerja apabila melakukan
Seal atau penutup
kesalahan
Proses cup tidak terpress
Produksi Kurang Press dengan baik 7 Melakukan pendeteksian secara
Mesin 9
(Filling) sehingga mudah intensif kerusakan pada thermo couple
Pembaca suhu tidak Thermo Couple diganti 1 63
dan segera melakukan penggantian
lepas dari cup normal
ketika ditemukan sudah rusak.
Block Heater miring Setingan diperbaiki 3 189 Melakukan setingan secara intensif
Melakukan pemeriksaan kebersihan
Head Seal Tidak rata Pembubutan ulang 3 189
head seal secara rutin
Material Meningkatkan standar kualitas pada
Penetapan standar
vendor. Dan melakukan pemeriksaan
Kualitas material kualitas material pada 5 315
kembali barang ketika tiba
kurang bagus vendor
diperusahaan.
70

2) Peringkat RPN Berdasarkan Cause Of Failure

Berdasarkan hasil analisis FMEA diatas, solusi perbaikan akan

ditentukan dengan merangking nilai RPN untuk mengetahui

penyebab kegagalan mana yang akan di prioritaskan utnuk

tindakan perbaikan. Setelah itu akan diambil penyebab

kegagalan dengan nilai tertinggi untuk masing masing jenis

kegagalan yang terjadi. Tabel dibawah merupakan tabel

rangking nilai RPN penyebab kecacatan pada mountea.

Tabel 4.9 Peringkat RPN Berdasarkan Faktor Manusia, Mesin,dan Material


Kategori Penyebab Kecacatan Cause of Failure RPN

Block Heater Miring 189


Head Seal tidak rata 189
Setingan Pengisian Tidak pas 147
Mesin Angin tidak stabil 105
Sensor Otomatis tidak bekerja 64
Pembaca suhu tidak normal 63
Total 757

Kurang memperhatikan Correction Plat 504

Manusia Operator kurang teliti dalam melakukan pemasangan


64
seal pada mesin sehingga posisinya tidak presisi

Total 568

Kualitas material kurang bagus 315


Material
Total 315
Sumber: Data yang telah diolah
71

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1 Tahap Define

Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, diketahui bahwa masih

terdapat produk cacat yang dihasilkan pada proses produksi mountea yang

dilakukan oleh PT Triteguh Manunggalsejati. Jenis-jenis kerusakan tersebut

yakni kurang press, seal miring, kurang isi, seal lecet, sambungan seal,

bocor seal, bergerigi, seal pecah, kontaminasi, bocor terjepit, cup pecah dan

penyok.

5.2 Tahap Measure

Pada tahap ini dilakukan penentuan dan Pengurutan Critical To Quality

(CTQ) dari data jumlah produk cacat selama 2 tahun terakhir (2017-2018),

dari tahapan ini diperoleh hasil cacat kurang press dengan persentase

sebesar 63,19%, seal miring sebanyak 13,61 % dan kurang isi sebesar 10,46

% dari seluruh kecacatan menjadi CTQ sehingga menjadi fokus utama

dalam penelitian ini.

Peta kendali digunakan untuk menetukan apakah defect-defect yang ada

berada dalam batas kendali. Setelah membuat diagram control peta kendali

dapat terlihat kebanyakan data keluar dari batas control yang berarti dapat

dikatakan kapabilitas proses kurang baik dan harus dicari penyebabnya

untuk melakukan perbaikan.


72

Tahapan selanjutnya adalah pengukuran kapabilitas perusahaan dan

menghitung nilai DPMO dan diperoleh rata – rata nilai Sigma perusahaan

berada ditingkat 4,25 dengan rata – rata kerusakan 2.980 unit per sejuta

kemungkinan, lever sigma dapat dikatakan bagus tetapi kami menyarankan

untk terus meningkatkan level sigma untuk mengurangi kecacatan yang

terjadi pada produk. Karena potensi kerugian yang dialami PT.Triteguh

Manunggalsejati dengan nilai DPMO rata-rata 2.980 pcs per satu juta

produksi dengan harga Rp.1000/pcs maka diperoleh potensi kerugian

sebesar Rp.2.980.000/1 juta produksi.

5.3 Tahap Analyze

Tahapan selanjutnya yaitu mengidentifikasi penyebab terjadinya cacat

dengan menggunakan diagram fishbone. Pada analisis diagram fishbone

digunakan untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi dan

menjadi penyebab terjadinya cacat. Pada defect seal

Ada 3 aspek yang mendominasi terjadinya defect. Aspek pertama dari

segi materialnya yang kedua adalahb aspek manusianya dan yang paling

dominan adalah dari segi mesinnya. Dan perlu jadi titik perhatian kita

adalah factor mesin karena faktor inilah yang sangat mendominasi

terjadinya produk defect.


73

5.4 Tahap Improvement

a. FMEA Berdasarkan Modes of Failure dan Usulan Perbaikan

Setelah mengidentifikasi karakteristik jenis cacat melalui diagram sebab

akibat diatas, maka selanjutnya dibuatkanlah Failure Mode Effect

Analysis (FMEA). Tabel FMEA dibuat berdasarkan hasil diskusi dengan

pihak perusahaan.

1) FMEA Seal Miring

Analisis FMEA untuk jenis kecacatan Seal Miring dijelaskan pada

Tabel 4.6. Berdasarkan hasil analisis FMEA tersebut, diketahui bahwa

effect of failure dari Seal Miring memiliki nilai severity 4 yang berarti

memiliki pengaruh buruk yang sangat moderat pada kualitas produk.

Konsumen akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan dari

produk, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang

dilakukan apabila terjadi produk seal miring juga dapat diatasi dalam

waktu yang cukup singkat. Adapun kesempatan atau peluang

terjadinya seal miring ini memiliki rating sebesar 4 yang berarti,

frekuensi terjadinya kegagalan tersebut berada pada level agak rendah.

Adapun upaya yang dilakukan perusahaan dalam mendeteksi penyebab

variasi ini sudah baik dan masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini

dibuktikan dengan nilai detection antara dua sampai enam (2-6). Nilai

RPN pada Seal Miring ini berasal dari faktor manusia atau pekerja dan

mesin yang bernilai sama. Penanganan yang perlu dilakukan untuk


74

mengurangi kegagalan ini adalah memperketat pengawasan dan

mempelajari kontrol mesin.

2) FMEA Kurang isi

Analisis FMEA untuk jenis kecacatan Kurang isi dijelaskan pada Tabel

4.7 Berdasarkan hasil analisis FMEA tersebut, diketahui bahwa effect

of failure dari Cacat Kurang isi memiliki nilai severity 7 yang berarti

memiliki pengaruh buruk yang tinggi. Pengguna akhir akan merasakan

akibat buruk yang tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi.

Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih

dahulu, Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. moderat

pada kualitas produk. Konsumen akan merasakan penurunan kualitas

produk (isi) Adapun yang menyebabkan Kurang isi adalah Mesin,

dengan occurance sebesar 3 yang berarti, frekuensi terjadinya agak

rendah. Adapun upaya yang dilakukan perusahaan dalam mendeteksi

penyebab kegagalan ini masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini

dibuktikan dengan nilai detection antara dua sampai empat (5-7). Nilai

RPN yang tertinggi pada Kurang isi ini sebesar 147. Hal ini

disebabkan karena setingan pengisian agak kurang diperhatikan oleh

operator.

3) FMEA Kurang Press

Analisis FMEA untuk jenis kecacatan Kurang Press dijelaskan pada

Tabel 4.8. Berdasarkan hasil analisis FMEA tersebut, diketahui bahwa

effect of failure dari Kurang Press memiliki nilai severity 7 yang


75

berarti memiliki Pengaruh buruk yang tinggi. Pengguna akhir akan

merasakan akibat buruk yang tidak akan diterima, berada diluar batas

toleransi .Adapun beberapa variasi yang menyebabkan Kurang Press

adalah Manusia, Material, dan Mesin, dengan occurance sebesar 9

yang berarti, frekuensi terjadinya kegagalan tersebut berada pada level

sangat tinggi. Adapun upaya yang dilakukan perusahaan dalam

mendeteksi penyebab variasi ini sudah baik dan masih perlu

ditingkatkan lagi. Hal ini dibuktikan dengan nilai detection antara dua

sampai enam (2-6). Nilai RPN yang tertinggi pada Kurang Press ini

berasal dari faktor Manusia 504. Hal ini disebabkan karena operator

pada mesin filling tidak terlalu memperhatikan correction plat.

b. Usulan Perbaikan

1) Seal Miring

Nilai RPN untuk jenis kecacatan Seal Miring bernilai sama

disebabkan oleh faktor Manusia dan faktor Mesin, Dengan nilai

RPN sebesar 64. Tindakan rekomendasi yang diusulkan kepada

perusahaan yaitu:

o Memberikan pengawasan yang lebih ketat kepada pekerja saat

proses produksi berlangsung

o Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan

kesalahan
76

2) Cacat Kurang Isi

Nilai RPN yang paling tinggi untuk jenis kecacatan kurang isi

adalah disebabkan oleh faktor mesin, dalam hal ini setingan

pengisian tidak pas. Dengan nilai RPN sebesar 147. Tindakan

rekomendasi yang diusulkan kepada perusahaan yaitu:

o Memberikan pengawasan yang lebih ketat kepada pekerja saat

proses produksi berlangsung

o Lebih memerhatikan lagi setingan pengisian pada pada saat

proses produksi berlangsung

o Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan

kesalahan

3) Cacat Kurang Press

Nilai RPN yang paling tinggi untuk jenis kecacatan Kurang Press

adalah disebabkan oleh faktor Manusia, dalam hal ini pekerja

kurang memperhatikan correction plat. Dengan nilai RPN sebesar

504. Tindakan rekomendasi yang diusulkan kepada perusahaan

yaitu:

o Memberikan pengawasan yang lebih ketat kepada pekerja saat

proses produksi berlangsung

o Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan

kesalahan

o Memberikan pengertian kepada karyawan akan pentingnya

kualitas
77

5.5 Tahap Control

Merupakan tahap analisis terakhir dari proyek six sigma yang

menekankan untuk mempertahankan peningkatan tingkat sigma dari

prosses, serta tindakan pengendalian yang diharapkan mampu mencegah

masalah yang sama agar tidak terulang lagi. Langkah-langkah yang

dilakukan pada tahap kontrol, antara lain:

a. Melakukan pelatihan karyawan/pekerja secara rutin agar lebih terampil

dalam menjalankan

b. Melakukan kontrol terhadap kegiatan perawatan dan perbaikan mesin.

c. Melakukan kontrol terhadap pelaksanaan metode kerja dan mengevaluasi

metode kerja agar tetap efektif dan efisien

d. Melakukan kontrol terhadap bahan baku yang diterima dari pemasok agar

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan


78

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Jenis-jenis kerusakan tersebut yang ditemukan pada proses produksi

mountea yakni kurang press, seal miring, kurang isi, seal lecet,

sambungan seal, bocor seal, bergerigi, seal pecah, kontaminasi, bocor

terjepit, cup pecah dan penyok.

2. Berdasarkan perhitungan kapabilitas proses yang telah dilakukan, PT

Triteguh Manunggalsejati dalam produksi mountea memiliki rata-rata

nilai sigma 4,25 dengan nilai rata-rata DPMO sebesar 2980 (defects per

million opportunity).

3. Berdasarkan tahapan improve, usulan perbaikan untuk penyebab

kegagalan adalah sebagai berikut :

o Faktor Manusia, perlu meningkatkan pengawasan dan pengecekan

ulang terhadap kinerja karyawan sehingga mengurangi kesalahan

yang disebabkan oleh human error, meningkatkan pelatihan

karyawan agar lebih terampil dalam menjalankan tugasnya serta

memberikan peringatan dan sanksi terhadap pekerja yang memiliki

kinerja yang tidak maksimal.

o Faktor Mesin, perusahaan disarankan melakukan perawatan mesin

secara rutin termasuk memaksimalkan pemantauan atau pemeriksaan

oleh pihak maintenance agar selalu siaga apabila terjadi kerusakan

mesin, melakukan pengecekan kesiapan mesin dengan teliti sebelum


79

digunakan dan juga ketika selesai digunakan, dan selalu memastikan

bahwa komponen-komponen mesin maupun bahan baku cetak

terpasang sesuai standar yang telah ditetapkan.

o Faktor Material, meningkatkan pengawasan terhadap bahan baku

yang diterima dari pemasok apakah sudah memenuhi spesifikasi

yang ditentukan atau tidak, meningkatkan perlakuan terhadap bahan

baku dengan menjaga kebersihan ruang penyimpanan bahan baku.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis

memberikan saran kepada perusahaan :

1. Triteguh Manunggalsejati dapat menggunakan metode Six Sigma dalam

proses produksi mountea dan variasi minuman lainnya untuk

mengurangi cacat, serta meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan

2. Sebaiknya perusahaan dapat mempertimbangkan dan menerapkan hasil

rekomendasi perbaikan yang telah diberikan berdasarkan metode Failure

Modes effect Analysis yang telah dilakukan. Perusahaan dapat melakukan

perbaikan kualitas dengan memfokuskan perbaikan pada pengawasan dan

pengembangan kinerja pekerja, pemeliharaan mesin, dan pengawasan

dalam hal kualitas bahan baku packaging material.


80

DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Operasi Dan Produksi. Jakarta : LP FE UI

Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi Six Sigma Terintegrasi dengan ISO


9001:2000, MBNQA dan HACCP. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz Vincent & Avanti Fontana. 2011. LEAN SIX SIGMA for Manufakturing

and Service Industries. Bogor : Vinchristo Publication

Gaspersz Vincent. 2015. TOPS TEAM-ORIENTED PROBLEM SOLVING

Panduan Kreatif Solusi Masalah Untuk Sukses. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

Mayangsari, D. F., Hari Adianto, & Yoanita Yuniati. (2015). Usulan


Pengendalian kualitas Produk Isolator dengan metode Failure Mode and
Effect Analysis dan Fault Tree Analysis. Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional No 2, 83.

Megawati, Eni Juwita & Dyah Kurniawati. 2014. Penerapan Metode Six sigma

dalam Mengendalikan Kualitas Produk Cacat (Studi Kasus pada CV

Anugrah Jaya Madiun). Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi. Vol. 02

No. 02 Hal: 147 – 157 ISSN Online: 2338-6576

Murnawan, Heri, Mustofa. 2014. PERENCANAAN PRODUKTIVITAS KERJA

DARI HASIL EVALUASI PRODUKTIVITAS DENGAN METODE

FISHBONE DI PERUSAHAAN PERCETAKAN KEMASAN PT.X. Jurnal

Teknik Industri HEURISTIC Vol 11 No 1 ISSN 1693-8232


81

Prof.Dr.Ir.T.Yuti M.Z. MengSC & Dr.Ir.Rahmat Nurcahyo MengSC . 2013. TQM

(Manajemen Kualitas Total dalam Perspektif Teknik Industri) . Jakarta :

Indeks

Santoso, Edi , Friyenti Fitri. 2010. PENERAPAN METODE SQC

(STATISTICAL QUALITY CONTROL) UNTUK PENINGKATAN

KUALITAS PROSES ASSEMBLY SIDM DI PT IEI. Peneliti BPPT, Staf

Produksi Electronic Industry INASEA, Vol. 11 No.2

Tannady, Hendy. 2015. PENGENDALIAN KUALITAS. Graha ilmu . Jakarta

Telaumbanua , Adventhinus , Khawarita Siregar, Tuti Sarma Sinaga. 2013.

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN PENDEKATAN

METODE TAGUCHI PADA PT ASAHAN CRUMB RUBBER. e-Jurnal

Teknik Industri FT USU. Vol 3, No. 5


82

Tabel Konversi Nilai DPMO ke nilai Sigma


83
84
78
78

Anda mungkin juga menyukai