Anda di halaman 1dari 112

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK BAJA MENGGUNAKAN

METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) DAN FAILURE

MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PT XYZ

TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Penulisan Tugas Sarjana

Oleh :
NOVI ANDRI
NIM : 140403016

DEPART EMEN TEKNIK INDUSTRI


F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2018

Universitas Sumatera Utara


PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK BAJA MENGGUNAKAN

METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) DAN FAILURE

MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PT XYZ

TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Penulisan Tugas Sarjana

Oleh :
NOVI ANDRI
NIM : 140403016

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing

Ir. Khawarita Siregar MT

DEPART EMEN TEKNIK INDUSTRI


F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2018

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas sarjana

ini dengan baik. Laporan tugas sarjana merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi penulis untuk dapat menyelesaikan program studi Reguler S-1.

Penulis melaksanakan Tugas Sarjana di PT. XYZ yang bergerak dalam

bidang produksi baja. Tugas Sarjana ini berjudul Pengendalian Kualitas Produk

Baja Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Failure Mode

Effect Analysis (FMEA) di PT XYZ.

Besar harapan penulis penyusunan laporan penelitian ini dapat menambah

pengetahuan bagi pembaca. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam

penulisan laporan ini, karena pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih

terbatas. Oleh sebab itu, penulis menerima secara terbuka setiap kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan tulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan

penelitian ini dapat bermanfaat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENULIS

AGUSTUS 2018

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Pendidikan sarjana teknik yang penulis dapatkan selama bangku

perkuliahan di Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara hingga penyelesaian tugas sarjana untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

merupakan proses terintegrasi untuk menjadikan penulis sebagai lulusan yang

terdidik, berguna dan memiliki integritas moral serta berakhlak dan mampu

mencapai kehidupan yang lebih baik. Penulisan tugas sarjana ini tidak akan

terselesaikan dengan baik jika penulis tidak mendapatkan bimbingan, bantuan dan

doa dari berbagai pihak sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Mahmuddin Syah dan Risnawati yang telah

mengizinkan penulis untuk menempuh pendidikan sarjana dan memberikan

dukungan dan motivasi baik dari segi moril, doa, maupun materil.

2. Ibu Dr. Meilita Tryana Sembiring, ST, MT sebagai Ketua Departemen Teknik

Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah mengizinkan

pelaksanaan tugas sarjana.

3. Bapak Buchari, ST., M.Kes sebagai Sekretaris Departemen Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah menjadi panitera pada

Seminar dan Sidang Tugas Sarjana.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE selaku koordinator tugas sarjana

yang telah memberi saran dan masukan untuk laporan tugas sarjana.

Universitas Sumatera Utara


5. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. sebagai Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis, memberikan ilmu, dan

memberikan saran dalam penyelesaian laporan tugas sarjana.

6. Bapak Heini Manullang dari pihak PT. XYZ yang telah mengizinkan penulis

untuk melakukan penelitian di pabrik dan memberikan data yang mendukung

penelitian tugas sarjana.

7. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama perkuliahan sebagai

bekal dalam penulisan tugas sarjana.

8. Staf pegawai Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara, Bang Tumijo, Bang Eddy, Bang Nurmansyah,Kak dede, Kak

Neneng, Bu Aniaty, Kak Rahmaini, dan Kak Miasebagai yang telah

membantu segala urusan administrasi dan peminjaman buku di perpustakaan

selama kegiatan perkuliahan dan penyelesaian tugas sarjana.

9. Kedua saudari tercinta, Elita Mardiana dan Vivi Anggraini yang selalu

memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas sarjana ini.

10. Afia Akmalia yang telah memberikan motivasi, saran dan dukungan selama

penyelesaian tugas sarjana.

11. Rekan seperjuangan penelitian yaitu Caroline dan Afia Akmalia dalam

mengumpulkan data penelitian di PT. XYZ.

Universitas Sumatera Utara


12. Sahabat terbaik, Rizky Khairiansyah, Giffari Alza, Fadil Ahmad, Yazid

Pasca, M. Fachrowi, Prayogo Chandra, Adib Darari, Faisal Aptri dan Andre

Putra yang telah memberikan semangat dan mendukung serta mendoakan

penulis.

13. Asisten-asisten Laboratorium Studio Audio Visual dan Menggambar Teknik,

Fakultas Teknik USU yaitu Bang Wawan, bang Aji, Bang Nanda, Bang Agas,

Kak Arnita, Kak Ulfa, Jessica Utaminingrum, Nita Khairani, Sundari, Teuku

Aldy, Jefrincer, Armayani, Shifa Ramadhani, Rinaldi Aditya, Bagas

Nainggolan, Wanli, Ovie Claudia dan Claudia Indriya yang telah memberikan

dukungan motivasi dan dorongan semangat kepada penulis dalam

penyelesaian Tugas Sarjana ini.

14. Sahabat-sahabat penulis, Montazeri, Ihya Trisna, Rizky Hakim, Fachrizal

Azhar dan Fahri Ramadhan yang telah memberikan dukungan motivasi dan

dorongan semangat kepada penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

15. Sahabat-sahabat penulis di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik

USU khususnya teman-teman angkatan 2014 “ELASTIS” yang tidak dapat

disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan kepada penulis

dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

16. Seluruh pihak yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam

penyelesaian tugas sarjana ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN PENULIS

AGUSTUS 2018

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Kualitas menjadi faktor primer bagi konsumen untuk memilih produk. Kualitas
produk yang tidak sesuai keinginan konsumen akan menyebabkan perusahaan
mengalami kerugian, seperti turunnya kepercayaan konsumen terhadap
perusahaan. PT. XYZ adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi baja
dengan sistem produksi bersifat make to order. Permasalahan yang sedang
dihadapi PT. XYZ adalah banyaknya produk baja yang cacat untuk jenis baja
tulangan sirip. Jumlah rata-rata kecacatan produk baja tulangan sirip dalam satu
tahun sebesar 1.885.229 kg (4,01 % dari total produksi). Jumlah ini melebihi batas
tingkat kecacatan yang diinginkan oleh perusahaan yaitu maksimum sebesar 2%.
Berdasarkan kondisi tersebut maka PT. XYZ perlu melakukan penyelesaian
terhadap penyebab kecacatan produk dengan menggunakan Statistical Quality
Control (SQC). Tools yang digunakan pada penelitian ini adalah check sheet,
stratifikasi, histogram, pareto diagram, scatter diagram, peta kontrol dan cause
effect diagram. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan pareto diagram
diperoleh dua jenis kecacatan yang paling dominan yaitu cacat fisik (38,5 %) dan
gepeng (33,2 %) dengan kumulatif sebesar 71,7 %. Berdasarkan hasil analisis
Cause and Effect Diagram yang telah dilakukan, diketahui penyebab kecacatan
cacat fisik yaitu mesin rolling mill tidak bekerja optimal, terdapat serpihan baja
pada mesin dan operator kurang teliti saat menempatkan billet ke mesin
rolling.Sedangkan penyebab kecacatan gepeng adalah banyaknya jenis bahan
baku berkarbon tinggi, komposisi logam cair tidak standar dan terdapat ruang
yang tidak padat pada cetakan billet. Dari penyebab-penyebab yang didapat,
tindakan perbaikan yang dilakukan untuk jenis kecacatan cacat fisik yaitu
melakukan pemeriksaan terhadap mesin rolling mill sebelum memulai proses
produksi sedangkan tindakan perbaikan terhadap jenis kecacatan gepeng yaitu
memilih bahan baku dengan karbon yang diinginkan sebelum dituang ke tanur
induksi dan memeriksa cetakan billet sebelum melakukan proses produksi.

Kata kunci: Pengendalian Kualitas, Produk Cacat, Seven Tools

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................. ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ............... iii

KATA PENGANTAR .......................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................ v

ABSTRAK ............................................................................. viii

DAFTAR ISI ......................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................ xvii

DAFTAR LAMPIRAN......................................................... xix

I PENDAHULUAN ................................................................. I-1

1.1. LatarBelakang ............................................................... I-1

1.2. RumusanMasalah .......................................................... I-5

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................... I-5

1.4. ManfaatPenelitian ......................................................... I-6

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi........................................ I-6

1.6. Sistematika Penulisan Laporan ..................................... I-7

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................. II-1

2.1. Sejarah Perusahaan........................................................ II-1

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ...................................... II-1

2.3. Lokasi Perusahaan ......................................................... II-2

2.4. StrukturOrganisasi Perusahaan ..................................... II-2

2.5. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ....................... II-4

2.6. Bahan yang Digunakan ................................................. II-11

2.6.1. Bahan Baku ......................................................... II-11

2.6.2. Bahan Penolong .................................................. II-11

2.6.3. Bahan Tambahan ................................................. II-13

2.7. Uraian Proses Produksi ................................................. II-13

2.7.1. Proses Peleburan (Melting) ................................. II-13

2.7.2. Proses Penuangan ................................................ II-15

2.7.3. Proses Penggilingan (Rolling Mill) ..................... II-15

2.8. Mesin dan Peralatan ...................................................... II-17

2.8.1. Mesin Produksi.................................................... II-17

2.8.2. Peralatan (Equipment) ......................................... II-17

III LANDASAN TEORI ............................................................ III-1

3.1. Pengertian Kualitas ....................................................... III-1

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.2. Pengendalian Kualitas ................................................... III-2

3.3. Statistical Quality Control ............................................ III-3

3.4. Pengendalian Kualitas dengan Seven Tools .................. III-3

3.5. FMEA (Failure Mode Effect Analysis) ......................... III-19

3.5.1. Jenis-jenis FMEA .............................................. III-20

3.5.2. Tahapan Pembuatan FMEA .............................. III-21

IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................... IV-1

4.1. TempatdanWaktuPenelitian .......................................... IV-1

4.2. Jenis Penelitian .............................................................. IV-1

4.3. Objek Penelitian ............................................................ IV-1

4.4. Variabel Penelitian ........................................................ IV-1

4.5. Kerangka KonseptualPenelitian .................................... IV-2

4.6. Blok Diagram Prosedur Penelitian ................................ IV-3

4.7. Pengumpulan Data ........................................................ IV-5

4.7.1. Sumber Data ...................................................... III-5

4.7.2. Metode Pengumpulan Data ............................... III-5

4.8. Metode Pengolahan Data .............................................. IV-6

4.9. Analisis Pemecahan Masalah ........................................ IV-7

4.10. Kesimpulan dan Saran ................................................... IV-7

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ............. V-1

5.1. Pengumpulan Data ........................................................ V-1

5.1.1. Data Produksi .................................................... V-1

5.1.2. Data Kecacatan................................................... V-2

5.2. Pengolahan Data............................................................ V-2

5.2.1. Check Sheet ....................................................... V-3

5.2.2. Stratifikasi ......................................... V-4

5.2.3. Histogram .......................................................... V-5

5.2.4. Pareto Diagram ................................................. V-5

5.2.5. Scatter Diagram .................................. V-7

5.2.6. Peta Kontrol ....................................................... V-11

5.2.7. Cause and Effect Diagram ................................ V-14

5.2.8. Failure Mode Effect Analysis (FMEA) ......... V-15

5.2.8.1. Penentuan Jenis Kegagalan yang

Potensial Pada Setiap Proses ............... V-15

5.2.8.2. Penentuan Dampak/Efek yang

Ditimbulkan oleh Kegagalan............... V-16

5.2.8.3. Penentuan Nilai Efek Kegagalan

(Severity, S) ......................................... V-16

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.8.4. Identifikasi Penyebab Kecacatan dari

Kegagalan ............................................ V-18

5.2.8.5. Penentuan Nilai Peluang Kegagalan

(Occurance, O) .................................... V-19

5.2.8.6. Identifikasi Metode Pengendalian

Kegagalan ............................................ V-21

5.2.8.7. Penentuan Nilai Deteksi Kegagalan

(Detection, D) ...................................... V-22

5.2.8.8. Penentuan Nilai RPN (Risk Priority

Number)............................................... V-24

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ............................. VI-1

6.1. AnalisisSeven Tools ...................................................... VI-1

6.2. AnalisisFailure Mode Effect Analysis (FMEA) ............ VI-3

6.3. Analisis Perbandingan Tindakan Aktual dan Usulan.... VI-4

VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. VII-1

7.1. Kesimpulan ................................................................... VII-1

7.2. Saran .............................................................................. VII-2

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI (LANJUTAN)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data Kecacatan Produk PT. XYZ .......................................... I-2

3.1. Stratifikasi .............................................................................. III-5

3.2. Kriteria Severity FMEA ......................................................... III-22

3.3. Kriteria Occurance FMEA .................................................... III-25

3.4. Kriteria Detection FMEA ...................................................... III-25

5.1. Data Produksi Baja Tulangan Sirip........................................ V-1

5.2. Data Kecacatan Baja Tulangan Sirip ..................................... V-2

5.3. Jumlah Total Kecacatan Baja Tulangan Sirip ........................ V-3

5.4. Identifikasi Jenis Kecacatan Produk ...................................... V-4

5.5. Stratifikasi Kecacatan Produk ................................................ V-5

5.6. Pengurutan Jenis Kecacatan Baja Tulangan Sirip ................. V-6

5.7. Perhitungan Korelasi Antara Cacat Fisik dan Jumlah

Produksi ................................................................................. V-8

5.8. Perhitungan Korelasi Antara Gepeng dan Jumlah Produksi .. V-9

5.9. Perhitungan Peta P ................................................................. V-12

5.10. Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan ................................ V-16

5.11. Penilaian Efek Kegagalan ...................................................... V-17

5.12. Penyebab Kecacatan dari Kegagalan ..................................... V-18

5.13. Penilaian Peluang dari Kegagalan ......................................... V-19

5.14. Identifikasi Metode Deteksi Kegagalan ................................. V-21

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.15. Penilaian Deteksi Kegagalan ................................................. V-22

5.16. FMEA Produk Baja Tulangan Sirip ....................................... V-25

6.1. Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab Kecacatan Cacat

Fisik........................................................................................ VI-2

6.2. Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab Kecacatan Gepeng... VI-3

6.3. Perbandingan Tindakan Aktual dan Usulan .......................... VI-4

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. StrukturOrganisasiPT. XYZ............................................. II-3

2.2. Diagram Alir Penggilingan PT. XYZ .............................. II-16

3.1. Check Sheet ....................................................................... III-6

3.2. Histogram .......................................................................... III-7

3.3. Pareto Chart ..................................................................... III-8

3.4. Cause and Effect Diagram ................................................ III-9

3.5. Scatter Diagram ................................................................ III-11

3.6. Batas Spesifikasi pada Tiga Standar Deviasi ................... III-11

3.7. Grafik Peta P .................................................................... III-13

3.8. Grafik Peta NP .................................................................. III-14

3.9. Grafik Peta C ..................................................................... III-15

3.10. Grafik Peta U..................................................................... III-16

4.1. Kerangka Berpikir Penelitian ............................................ IV-3

4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian .................................... IV-4

4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ....................................... IV-6

5.1. Histogram Jenis Kecacatan Produk Baja Tulangan Sirip V-5

5.2. Pareto Diagram Jenis Kecacatan Produk Baja Tulangan

Sirip ................................................................................... V-6

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.3. Scatter Diagram Antara Cacat Fisik dan Jumlah

Produksi ............................................................................ V-7

5.4. Scatter Diagram Antara Gepeng dan Jumlah Produksi .... V-9

5.5. Peta Kontrol P ................................................................... V-13

5.6. Cause and Effect Diagram Kecacatan Produk Baja

Tulangan Sirip Cacat Fisik ............................................... V-14

5.7. Cause and Effect Diagram Kecacatan Produk Baja

Tulangan Sirip Gepeng .................................................... V-15

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

L-1 Kriteria Severity FMEA

L-2 Kriteria Occurance FMEA

L-3 Kriteria Detection FMEA

L-4 Form Tugas Akhir

L-5 Surat Penjajakan Perusahaan

L-6 Surat Balasan Perusahaan

L-7 Surat Keputusan Tugas Akhir

L-8 Form Asistensi Dosen Pembimbing

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri menjadi semakin pesat dalam beberapatahun

terakhir. Hal ini dikarenakan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

yang semakin canggih. Dengan adanya kemajuan di bidang industri serta semakin

banyak berdirinya industri manufaktur maupun industri jasa maka menimbulkan

persaingan yang semakin ketat diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Dalam

dunia perindustrian, kulitas atau mutu produk adalah salah satu faktor yang

dipertimbangkan oleh konsumen untuk membeli produk.

Kualitas dapat diartikan sebagai tingkat atau ukuran kesesuain suatu

produk dengan pemakainya, dalam arti sempit kualitas diartikan sebagai tingkat

kesesuain produk dengan standar yang telah ditetapkan. Kualitas produk yang

baik akan dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga sangat

penting bagi perusahaan untuk tetap menjaga kualitas produk mereka agar dapat

bersaing dengan perusahaan lain dalam mempertahankan kepuasan

konsumen.Permasalahan kualitas telah mengarah pada taktik dan strategi

perusahaan secara menyeluruh dalam rangka untuk memiliki daya saing dan

bertahan terhadap persaingan global dengan produk perusahaan lain.

PT. XYZadalahperusahaanyangbergerakdibidangproduksi baja yang

menghasilkanproduk baja tulangan polos, baja tulangan sirip, baja as dan wire

meshsesuaidenganpesanankonsumen (make to order). Perusaahaan ini

Universitas Sumatera Utara


mempunyai tiga tahapan utama proses produksi, yaitu proses peleburan

(melting), proses penuangan (continuous casting machine) dan proses

penggilingan (rolling mill). Perusahaanberlokasi di Jln. K.L. YosSudarso Km. 10

Medan/ Belawan.Pemasaranhasilproduksibaja PT XYZhanya dilakukandi dalam

negeri seperti Aceh, Medan, Pekanbaru, Jambi, Padang, Surabaya dan Jakarta.

Pada proses produksinya PT XYZ selalu berusaha memberikan yang

terbaik untuk konsumen baik dari segi harga maupun kualitas dengan menetapkan

standarisasi mutu produk sebesar 2%. Perusahaan juga dihadapkan dengan

permintaan pasar yang semakin meningkat dan menuntut mutu terbaik dari

perusahaan. Dalam menjalankan kegiatan produksi untuk mencapai kualitas yang

diinginkan perusahaan menghadapi masalah, salah satunya tingginya produk cacat

yang diproduksi sehingga menyebabkan menurunnya kualitas. Produk yang

memiliki kecacatan tertinggi yaitu baja tulangan sirip dan jenis cacat yang sering

terjadi yaitu cacat fisik, gepengdan bengkok. Data kecacatan produk pada PT.

XYZ dapat dilihat pada Tabel 1.1. berikut.

Tabel 1.1. Data Kecacatan Produk PT. XYZ

Jumlah Jumlah Persentase


No. Bulan
Produksi (Kg) Kecacatan (Kg) (%)
1 Mei 2017 3.575.000 141.807 3,97
2 Juni 2017 1.873.000 76.773 4,10
3 Juli 2017 5.057.000 187.656 3,71
4 Agustus 2017 3.942.000 177.483 4,50

Tabel 1.1. Data Kecacatan Produk PT. XYZ (Lanjutan)

Universitas Sumatera Utara


Jumlah Jumlah Persentase
No. Bulan
Produksi (Kg) Kecacatan (Kg) (%)
5 September 2017 4.136.000 159.886 3,87
6 Oktober 2017 4.051.000 152.239 3,76
7 November 2017 5.047.000 180.259 3,57
8 Desember 2017 3.350.000 144.702 4,32
9 Januari 2018 3.612.000 169.216 4,68
10 Februari 2018 4.091.000 153.726 3,76
11 Maret 2018 3.627.000 167.546 4,62
12 April 2018 4.616.000 173.936 3,77
Sumber: PT. XYZ

Berdasarkan Tabel 1.1. angka persentase kecacatan produk berada diatas

2% yang melebihi standarisasi perusahaan. Produk cacat akan dijadikan bahan

baku kembali dalam proses peleburan. Meskipun dijadikan bahan baku kembali,

produk cacat yang melebihi angka 2% tetap dapat menimbulkan kerugian bagi

perusahaan baik dari segi waktu maupun biaya. Untuk menghadapi tingkat

permintaan konsumen terhadap kualitas produk dan persaingan dengan

perusahaan lain maka perusahaan perlu melakukan perbaikan dengan cara

pengendalian kualitas dan perbaikan mutu. Terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kecacatan tersebut baik dari mesin, metode kerja, material yang

digunakan dan faktor lainnya. Namun dari faktor-faktor tersebut belum diketahui

secara spesifik bagian mana yang mempengaruhi kecacatan produk yang paling

besar. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode

Statistical Quality Control (SQC) dan metode Failure Mode and Effect Analysis

Universitas Sumatera Utara


(FMEA) untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang akan timbul dengan

meminimisasi resiko kecacatan.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bertujuan untuk menekan

angka cacat produk vessel di PT. VME (Larisang, dkk. 2017). Kecacatan yang

terjadi terdapat pada incoming material, seperti bengkok, salah ukuran dan retak.

Permasalahan ini diselesaikan dengan metode Statistical Quality Control (SQC)

untuk mengetahui penyebab kecacatannya. Hasil pengolahan data yang

menggunakan tools cause effect diagrammenunjukkan bahwa faktor penyebab

kecacatan terdapat pada metode kerja, material dan bahan baku sehingga proses

incoming material dinyatakan dalam keadaan tidak terkendali dan perlu

dilakukanQuality Controluntuk mengurangi jumlah material cacat

Rida Zuraida (2016) mengidentifikasi penyebab kecacatan produk kaleng

aerosol di PT. Multi Makmur Indah Industri. Penelitian tersebut menggunakan

metode Statistical Quality Control (SQC) dan Failure Mode Effect Analysis

(FMEA). Persentase cacat terbesar pada produk kaleng aerosol adalah 2.64%.Dari

hasil pengamatan danpengolahan data, cacat pada produk kaleng aerosol 80%

terjadi pada saat proses can making, component making dan printing. Sedangkan

penyebab cacat yang paling beresiko adalah rusaknya mesincoating B pada proses

printingdengan nilai RPN sebesar 245. Solusi untuk mengurangi persentase cacat

adalah dengan mengganti mesin coating B yang rusak pada proses printinguntuk

menjaga kelancaran dan stabilitas proses produksi.

Universitas Sumatera Utara


1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang

dialamiPT. XYZ adalah tingkat persentase kecacatan produk melebihi standarisasi

yang ditetapkan oleh perusahaan sehingga perlu dilakukan analisis terhadap faktor

penyebab utama produk cacat

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kecacatan dan

penyebabnya serta memberikan usulan perbaikan agar meningkatkan kualitas

produk dengan menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) dan

Failure Mode Effect Analysis (FMEA).

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis kecacatan yang paling dominan dengan menggunakan diagram

pareto dan mencari faktor penyebab timbulnya kecacatan pada produk

menggunakanCause and Effect Diagram.

2. Menentukan resiko kegagalan proses produksi terbesar dalam nilai RPN (Risk

Priority Number).

3. Menemukan usulan tindakan perbaikan kualitas yang tepat dengan

menggunakan seven tools dan FMEA.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan tercapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Universitas Sumatera Utara


1. Manfaat bagi mahasiswa

Meningkatkan kemampuan analisis dan berpikir yang lebih sistematis dalam

mengaplikasikan teori yang didapat selama perkuliahanterutama tentang

pengendalian kualitas dengan metode SQC dan FMEA

2. Manfaat bagi perusahaan

Mendapatkan masukan mengenai faktor-faktor penyebab kecacatan dan solusi

untuk meningkatkan kualitas produk menjadi lebih baik

3. Bagi Departemen Teknik Industri USU

Dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai

pengendalian kualitas dan mempererat hubungan antara departemen Teknik

Industri dengan perusahaan.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan untuk produk baja tulangan sirip

2. Pengolahan data menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) dan

Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

3. Pada penelitian ini tidak dibahas aspek biaya

4. Data kecacatan produk yang diperoleh selama bulan Mei 2017 sampai dengan

April 2018

Asumsi dalam penelitian ini adalah :

1. Proses produksi berjalan dengan lancar tanpa ada kegiatan yang menghambat

penelitiaan pada perusahaan

Universitas Sumatera Utara


2. Operator berpengalaman minimal 4 tahun dan bekerja normal

3. Fasilitas perusahaan dalam keadaan baik, tidak mengalami kerusakan dan

gangguan

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan laporan dari tugas sarjana akan disajikan dalam Bab

I hingga Bab VII.

Dalam Bab I Pendahuluan diuraikan latar belakang permasalahan yang

mendasari dilakukannya penelitian, perumusan permasalahan, tujuan dan manfaat

penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian serta sistematika

penulisan laporan penelitian.

Dalam Bab II Gambaran Umum Perusahaan diuraikan sejarah singkat dari

PT XYZ, lokasi perusahaan, daerah pemasaran, proses produksi, dan organisasi

manajemen perusahaan.

Dalam Bab III Landasan Teori diuraikan teori-teori yang mendukung

pemecahan permasalahan penelitian. Teori yang digunakan berhubungan dengan

metode Statistical Quality Control (SQC) dan Failure Mode Effect Analysis

(FMEA)

Dalam Bab IVMetodologi Penelitian diuraikan langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian seperti penentuan lokasi penelitian, jenis penelitian,

objek penelitian, variabel penelitian, kerangka konseptual penelitian, blok diagram

prosedur penelitian, pengumpulan data, metode pengolahan data, analisis

pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara


Dalam BabVPengumpulan dan Pengolahan Data diuraikan data-data yang

dikumpulkan peneliti yang berhubungan dengan pemecahan permasalahan

penelitian, baik data primer maupun data sekunder, serta bagaimana data-data

tersebut diolah untuk memperoleh hasil yang menjadi dasar pemecahan

permasalahan tersebut.

Dalam Bab VI Analisis Pemecahan Masalah diuraikan analisis terhadap

hasil dari pengolahan data dan hasilpemecahan masalah dalam penelitian.

Dalam Bab VII Kesimpulan dan Saran diuraikan kesimpulan yang

diperoleh dari pemecahan masalah, serta saran-saran yang bermanfaat bagi

perusahaan dan pengembangan penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. XYZ berdiri tanggal 23 April 1969. Pada awalnya perusahaan ini

bernama PT. Industry Ltd Besi dan Baja Sumatra yang berlokasi di Jln. K.L. Yos

Sudarso Km. 10 Medan/ Belawan. Perusahaan ini merupakan salah satu badan

usaha penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang bergerak di bidang

pengolahan baja.

Berdasarkan akte pendiriannya perusahaan ini berbentuk perseroan

terbatas. Sejak berdirinya hingga sekarang perusahaan ini telah mengalami

perubahan nama pada tanggal 8 Februari 1971 menjadi PT. XYZ.Pada awalnya

perusahaan ini beroperasi dalam pembuatan kuali dengan menggunakan alat-alat

yang masih sederhana dan terbatas jumlahnya seperti satu unit dapur peleburan

dan satu unit mesin penggilingan. Dengan perkembangan yang terjadi saat ini

perusahaan mengalami kemajuan yang sangat pesat dan keuntungan yang semakin

tinggi. Perusahaan juga telah memanfaatkan teknologi baru di bidang pengolahan

logam.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi baja

yang menghasilkan produk baja tulangan polos, baja tulangan sirip, baja as dan

wire meshsesuai dengan pesanan konsumen.

Universitas Sumatera Utara


2.3. Lokasi Perusahaan

PT. XYZ berlokasi di Jalan KL. Yos Sudarso Km.10 Medan-Belawan


2
yang dibangun pada area tanah seluas 123.705 m .

2.4. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi adalah susunan dan hubungan antara setiap bagian

maupun posisi yang terdapat pada sebuah organisasi atau perusahaan dalam

menjalankan kegiatan-kegiatan operasionalnya dengan maksud untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Struktur organisasi dapat

menggambarkan secara jelas pemisahan kegiatan dari pekerjaan antara yang satu

dengan kegiatan yang lainnya.

Struktur organisasi juga merupakan suatu susunan komponen-komponen

atau unit-unit kerja dalam sebuah organisasi. Struktur organisasi menunjukan

bahwa adanya pembagian kerja dan bagaimana fungsi atau kegiatan-kegiatan

berbeda yang dikoordinasikan. Fungsi struktur dalam organisasi yaitu untuk

menunjukkan kejelasan tanggung jawab, kejelasan kedudukan, kejelasan

mengenai jalur hubungan dan kejelasan mengenai uraian tugas. Struktur

organisasi merupakan komponen penting dalam sebuah perusahaan karena akan

menjadi fondasi bisnis dalam perusahaan tersebut.

Struktur organisasi diPT. XYZmemiliki bentuk lini dan

fungsional.Struktur organisasi PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Direktur Utama

Direktur Gilingan Direktur Peleburan Direktur Keuangan

Manager Manager Manager Personalia/


Manager Gilingan Manager Peleburan
Pembelian Marketing Umum/ Adm

Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag Tarik Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag
Kabag QC
Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan V As CCM Ladle Perawatan Tanur Gudang Keuangan Personalia ADM

Mandor Mandor Mandor Mandor Mandor Mandor Mandor Mandor Mandor Mandor

Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan

Kabag Distribusi Kabag Kabag Kabag


Billet Bengkel Reparasi Perawatan

Mandor Mandor Mandor Mandor

Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan

Sumber: PT XYZ

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. XYZ

Universitas Sumatera Utara


2.5. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun jabatan pada PT. XYZadalah sebagai berikut:

1. Direktur Utama

Direktur utama merupakan seorang atau beberapa orang yang menjalankan

perusahaan dengan mendapatkan kuasa langsung bertanggungjawab penuh

atas perkembangan perusahaan. Tugas dan tanggung jawab dari direktur

utama sebagai berikut:

a. Memimpin dan mengurus aspek kegiatan perusahaan sesuai dengan

tujuan dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan efisiensi perusahaan.

b. Menentukan kebijakan perusahaan secara garis besar demi tercapainya

tujuan utama perusahaan.

2. Direktur Gilingan

Tugas dan tanggung jawab dari direktur gilingan adalah mendistribusikan

sasaran dan kebijakan perusahaan serta instruksi dari direktur utama yang

berhubungan dengan operasional gilingan dan workshop.

3. Direktur Peleburan

Tugas dan tanggung jawab dari direktur peleburan adalah mendistribusikan

sasaran dan kebijakan perusahaan serta instruksi dari direktur utama yang

berhubungan dengan operasional peleburan, gudang, dan workshop.

4. Direktur Keuangan

Tugas dan tanggung jawab dari direktur keuangan adalah mendistribusikan

sasaran dan kebijakan perusahaan serta instruksi dari direktur utama yang

berhubungan dengan administrasi, penjualan, dan pembelian.

Universitas Sumatera Utara


5. Manager Gilingan

Tugas dan tanggung jawab dari manajer gilingan adalah mengatur dan

menyusun seluruh kegiatan yang ada di lantai produksi gilingan.

6. Manager Peleburan

Tugas dan tanggung jawab dari manajer peleburan adalah mengatur dan

menyusun seluruh kegiatan yang ada di lantai produksi peleburan.

7. Manager Pembelian

Tugas dan tanggung jawab dari manajer pembelian adalah mengawasi

kegiatan pemasukan bahan baik bahan baku dan bahan penolong, maupun

material.

8. Manajer Marketing

Tugas dan tanggung jawab dari manajer marketingadalah mengatur

pengeluaran barang sesuai dengan prosedur yang berlaku, mengarahkan

kegiatan penjualan dan pengiriman produk dan mengawasi kegiatan

penjualan produk

9. Manager Personalia/Umum/Adm.

Tugas dan tanggung jawab dari manajer personalia/umum/adm adalah

mengatur penyedia jasa-jasa administrasi yang berhubungan dengan

personalia, purchasingdan arsip personil.

10. Kabag Gilingan I, II, III dan V

Tugas dan tanggungjawab kabag Gilingan I, II, III dan V adalah mengawasi

dan merencanakan proses gilingan I, II, III dan V

Universitas Sumatera Utara


11. Kabag Distribusi Billet

Tugas dan tanggungjawab kabag distribusi billet adalah mengawasi dan

merencanakan distribusi billet agar sesuai dengan kebutuhan penggilingan.

12. Kabag Bengkel, Reparasi, dan Perawatan Gilingan

Tugas dan tanggung jawab Kabag Bengkel, Reparasi, dan Perawatan

Gilingan adalah memimpin kegiatan pemeliharaan dan perbaikan semua

peralatan gilingan dan mengontrol kegiatan maintenance mesin dan peralatan

serta utilitas.

13. Kabag Continous Casting Machine (CCM)

Tugas dan tanggungjawab kabag continous casting machine adalah

mengawasi dan merencanakan kegiatan peleburan scrap menjadi billet

14. Kabag Ladle

Tugas dan tanggungjawab kabag Ladle sebagai adalah mengawasi dan

merencanakan kegiatan penentuan kebutuhan scrap

15. Kabag Perawatan Peleburan

Tugas dan tanggungjawab kabag perawatan peleburan adalah memimpin

kegiatan pemeliharaan dan perbaikan semua peralatan gilingan dan

peleburan.

16. Kabag Tanur

Tugas dan tanggungjawab kabag tanur adalah mengawasi dan merencanakan

kegiatan mensortir scrap dan menuang scrap

Universitas Sumatera Utara


17. Kabag Gudang

Tugas dan tanggungjawab kabag gudang adalah mengawasi dan

merencanakan kebutuhan spare part dan bahan penolong agar sesuai dengan

kebutuhan peleburan dan hasil produksi.

18. Kabag Keuangan

Tugas dan tanggungjawab kabag keuangan sebagai berikut:

a. Mengatur penyimpanan dan penerimaan serta pengeluaran uang

perusahaan sesuai dengan sasaran dan kebijaksanaan perusahaan.

b. Merencanakan anggaran pendapatan dan belanja tahunan.

c. Menyusun neraca dan perhitungan rugi pada setiap bulan.

19. Kabag Personalia

Tugas dan tanggungjawab kabag personalia adalah mengawasi dan

merencanakan pengembangan tenaga kerja sesuai dengan sasaran dan

kebijaksanaan perusahaan.

20. Kabag Quality Control

Tugas dan tanggungjawab kabag quality controladalah meneliti, memeriksa

dan menganalisis mutu produk sejak dari bahan baku sampai produk jadi agar

sesuai dengan spesfikasi dan standar mutu yang ditetapkan.

21. Kabag Adm

Tugas dan tanggungjawab kabag adm. Adalah mengumpulkan informasi dari

setiap bagian serta menyimpan arsip-arsip perusahaan dan melaksanakan

surat-menyurat untuk kelancaran kegiatan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


22. Mandor Gilingan I, II, III dan V

Tugas dan tanggungjawab mandor gilingan I, II, III dan V adalah mengawasi

dan mengelola kegiatan gilingan I, II, III, IV, V, dan VI

23. Mandor Distribusi Billet

Tugas dan tanggungjawab mandor distribusi billet adalah mengawasi dan

mengelola distribusi billet

24. Mandor Bengkel, Reparasi, dan Perawatan Gilingan

Tugas dan tanggung jawab Mandor Bengkel, Reparasi, dan Perawatan

Gilingan adalah mengawasi kegiatan perbaikan dan perawatan

mesin/peralatan gilingan.

25. Mandor Continous Casting Machine (CCM)

Tugas dan tanggungjawab mandor continous casting machine adalah

mengawasi dan mengelola kegiatan peleburan scrap menjadi billet

26. Mandor Ladle

Tugas dan tanggungjawab mandor ladle adalah mengawasi dan mengelola

kegiatan penentuan kebutuhan scrap

27. Mandor Perawatan Peleburan

Tugas dan tanggungjawab mandor perawatan peleburan adalah mengawasi

kegiatan perbaikan dan perawatan mesin/peralatan gilingan dan peleburan.

28. Mandor Tanur

Tugas dan tanggungjawab mandor tanur adalah mengawasi dan mengelola

kegiatan mensortir scrap dan menuang scrap.

Universitas Sumatera Utara


29. Mandor Gudang

Tugas dan tanggungjawab mandor gudang adalah mengawasi pengeluaran

sparepart dan bahan penolong sesuai dengan kebutuhan dengan memproses

surat permintaan kebutuhan barang dan sebagainya.

30. Karyawan Gilingan I, II, III dan V

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan aktivitas gilingan billet

menjadi produk seperti baja beton.

31. Karyawan Distribusi Billet

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan aktivitas distribusi billet.

32. Karyawan Bengkel, Reparasi, dan Perawatan Gilingan

Tugas dan tanggung jawab Karyawan Bengkel, Reparasi, dan Perawatan

Gilingan adalah melaksanakan aktivitas perbaikan dan perawatan mesin dan

peralatan gilingan serta menjaga kebersihan daerah perawatan.

33. Karyawan Continous Casting Machine (CCM)

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan aktivitas peleburan scrap

menjadi billet.

34. Karyawan Ladle

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan aktivitas penentuan

kebutuhan scrap.

35. Karyawan Perawatan

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan aktivitas perbaikan dan

perawatan mesin/peralatan gilingan dan peleburan, memperbaiki atau

mengganti derek yang ada dalam pabrik.

Universitas Sumatera Utara


36. Karyawan Tanur

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan aktivitas sortir scrap dan

penuangan scrap.

37. Karyawan Gudang

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan aktivitas pengeluaran

sparepart dan bahan penolong sesuai dengan surat permintaan kebutuhan

barang serta memeriksa sparepart dan bahan penolong.

38. Karyawan Marketing

Tugas dan tanggungjawab adalah melaksanakan pedoman aktivitas

pemasaran dan menjual produk yang dihasilkan oleh perusahaan

39. Karyawan Keuangan

Tugas dan tanggungjawab adalah melakukan pembayaran hutang dagang dan

lain, menyediakan kas untuk kebutuhan bagian penggajian, dan mengatur

keluar masuknya arus kas, serta menyusun laporan keuangan.

40. Karyawan Personalia

Tugas dan wewenang adalah mengadakan, melatih dan mengembangkan

sumber daya manusia, memberikan kompensasi berupa gaji/upah, uang

makan, tunjangan lembur, bonus dan kompensasi lainnya, dan memberi

ulasan kinerja tahunan dan penilaian terhadap karyawan.

41. Karyawan Quality Control

Tugas dan tanggungjawab adalah mengawasi kualitas produk agar sesuai

dengan Standar Nasional Industri (SNI) dan melakukan pengujian kualitas

produk.

Universitas Sumatera Utara


42. Karyawan Administrasi

Tugas dan tanggungjawabnya adalah mengawasi masuk dan keluar

kendaraan-kendaraan para pemasok dan langganan untuk ditimbang,

administrasi piutang dagang dan melakukan penagihan, administrasi hutang

dagang, dan menginstruksikan pembayaran serta menyusun laporan yang

diterima dari masing-masing divisi setiapperiode.

2.6. Bahan yang Digunakan

2.6.1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan yang menggambarkan keseluruhan dari

produk tersebut. Bahan baku produksi baja PT. Growh Sumatera Industry adalah

scrap (besi tua atau besi bekas) karbon rendah yaitu:

1. Import scrap adalah scrap yang didatangkan dari luar negeri (Taiwan, Austalia

danHongkong), misalnya scrap dari kapal-kapal tua.

2. Home scrap adalah scrap yang berasal dari pabrik-pabrik di lingkunganPT.

XYZ.

3. Local scrap adalah scrap yang berasal dari luar lingkunganPT. XYZ.

2.6.2. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan untuk memperlancar dalam proses

produksi, tetapi tidak tampak di bagian akhir produk. Bahan penolong ini

berfungsi mengatur kadar karbon pada baja.

Universitas Sumatera Utara


Bahan penolong yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Batu Kapur (CaO), berfungsi untuk mengurangi kadar fosfor dan memisahkan

segala kotoran yang ada pada cairan baja sehingga cairan baja tetap bersih.

2. Carbon Raiser (Batubara), berfungsi untuk mengatur kadar karbon dalam

cairan baja, meningkatkan kadar karbon pada proses peleburan dan menaikkan

temperatur cairan di dalam tanur.

3. Fluorspar(CaF2), berfungsi untuk mencairkan slag (terak) untuk memudahkan

pemisahannya dengan cairan baja. Slag adalah setiap elemen-eleen logam cair

yang beroksidasi dengan udara.

4. Ferro Silicon (FeSi), berfungsi untuk membuang gas dalam cairan sehingga

tidak terjadi oksidasi, menyempurnakan aliran baja pada waktu penuangan dan

membuat baja menjadi liat dan permukaannya mengkilat.

5. Ferro Manganese (FeMn), berfungsi untuk menambah kekuatan dan kekerasan

baja dan menaikkan kadar mangan serta pereduksi atau menghilangkan

oksigen.

6. Oksigen, berfungsi sebagai pengontrol kadar karbon dan mempercepat proses

peleburan.

7. Tepung MgO (Magnesium Oksida), berfungsi untuk melapisi dinding tanur

setelah penuangan.

8. Silikon Karbida, berfungsi untuk menaikkan kadar karbon dan silikon.

Universitas Sumatera Utara


2.6.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi

dan meningkatkan mutu produk. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai

berikut.

1. Air, digunakan sebagai pendingin pada Continuous Casting Machine (CCM)

dan Rolling Mill.

2. Minyak pelumas (Oli), digunakan untuk memperlancar putaran roda gigi yang

terdapat pada mesin-mesin.

3. Bahan bakar yang digunakan untuk generator adalah bahan bakar solar.

Generator adalah sumber listrik bagi penerangan diseluruh lingkungan pabrik

pada saat arus listrik PLN terputus.

2.7. Uraian Proses Produksi

2.7.1 Proses Peleburan (Melting)

Proses pengolahan baja pada proses peleburan dibagi atas dua unit,

yaitu unit scrap dan unit Induction Furnace (IF).

1. Unit Scrap

Tugas utama unit scrap adalah pemotongan scrap, pemilihan scrap dan

pengangkatan scrap yang diuraikan sebagai berikut:

a. Pemotongan Scrap

Pemotongan scrap dilakukan menggunakan gas alam cair atau Liquified

Natural Gas (LNG) dan oksigen yang bertujuan untuk mendapatkan ruang

yang efisien. Scrap yang berbentuk tabung juga dibelah agar tidak terjadi

Universitas Sumatera Utara


ledakan yang dapat menumpahkan cairan logam dan merusak dinding

Induction Furnance (IF). Setelah dipotong scrap kemudian di press agar

lebih mudah dimasukkan kedalam tanur.

b. Pemilihan Scrap

Scrap yang akan dimasukkan kedalam IF harus memenuhi kritera yaitu:

1)Scrap tidak boleh berupa granat bom dan peluru

2)Scrap berupa baja karbon rendah

3) Kering dari oli dan air

4) Tembaga harus dipisahkan dari scrap

5) Karat (Fe2O3 dan Fe3O4) pada scrap mengandung banyak oksigen

c.Pengangkatan Scrap

Alat yang digunakan untuk mengangkat scrap adalah magnetic crane dan

bucket. Kapasitas angkat maksimum crane adalah 20 ton sedangkan bucket

adalah 40 ton.

2. Unit Induction Furnance (IF)

Setelah scrap dipilih, scrap dibawa menuju tanur induksi untuk dilakukan

peleburan. Tanur induksi bekerja dengan prinsip transformator dengan

kumparan primer dialiri arus AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder.

Kumparan sekunder yang diletakkan didalam medan magnet kumparan primer

akan menghasilkan arus induksi. Berbeda dengan transformator, kumparan

sekunder digantikan oleh bahan baku peleburan serta dirancang sedemikian

rupa agar arus induksi tersebut berubah menjadi panas yang sanggup

mencairkannya.

Universitas Sumatera Utara


2.7.2. Proses Penuangan

Proses penuangan cairan pada pabrik terdiri atas unit Ladle dan unit

Continuous Casting Machine (CCM).

1. Unit Ladle

Hasil cairan di unit IF kemudian dituangkan ke dalam ladle dan diangkut oleh

bridge crane ke CCM. Mekanisme pembukaan dan penutupan saluran diatur

melalui sliding gate yang digerakkan secara manual. Cairan logam akan keluar

melalui weel block yang ada pada dasar ladle.

2. Unit Continuous Casting Machine (CCM)

CCM adalah suatu mesin yang dapat melakukan pengecoran secara terus-

menerus, dimana cairan logam yang dimasukkan ke dalam mesin ini

menghasilkan billet.

2.7.3. Proses Penggilingan (Rolling Mill)

Proses penggilingan merupakan proses pengolahan billet dengan

menggilingnya menjadi baja tulangan polos, sirip dan baja tulangan as.

Penggilingan dilakukan untuk memperkecil ukuran billet dan melakukan

pembentukan sesuai yang diinginkan.

PT. XYZ memiliki 5 divisi gilingan dengan fungsi yang berbeda.

Pembagian gilingan pada PT. XYZ dapat dilihat pada gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara


Rolling Mill 1

Rolling Mill 2

Billet Distribution Rolling Mill A

Rolling Mill 3

Rolling Mill 5

Sumber: PT XYZ

Gambar 2.2. Diagram Alir Penggilingan PT. XYZ

Proses yang terjadi pada setiap divisi penggilingan yaitu:

1. Billet Distribution

Pada bagian ini dilakukan proses pemanasan kembali billet yang telah

disimpan dan selanjutnya akan dibawa ke Rolling Mill A

2. Rolling Mill A

Pada bagian ini billet yang telah dipanaskan akan dibentuk menjadi ukuran

dan bentuk standar dan akan dibawa ke Rolling Mill 1, 2, 3 dan 5

3. Rolling Mill 1, 2, 3 dan 5

Pada bagian setiap Rolling Mill memiliki prosedur kerja yang sama tetapi

untuk jenis baja yang dihasilkan berbeda. Rolling Mill 1 menghasilkan baja

as. Rolling Mill 2 dan 3 menghasilkan baja tulangan polos dan sirip. Rolling

Mill 5 menghasilkan wire mesh.

Universitas Sumatera Utara


2.8. Mesin dan Peralatan

2.8.1. Mesin Produksi

Mesin produksi adalah mesin-mesin yang secara langsung berperan

dalam proses produksi. Mesin yang digunakan pada PT. XYZantara lain sebagai

berikut:

1. Induction Furnance (IF), berfungsi sebagai tempat bahan baku untuk dilebur.

2. Ladle, berfungsi sebagai tempat penuangan cairan dari tanur ke CCM.

3. Continuous Casting Machine, berfungsi untuk mencetakan baja secara terus

menerus.

4. Hydrolic Shear Machine, berfungsi untuk memotong billet sesuai ukuran.

5. Reheating Furnance, berfungsi sebagai tempat pemanasan ulang billet.

6. Rolling Mill Machine, berfungsi untuk membentuk baja billet sesuai cetakan.

7. Flying Shear Machine, berfungsi untukmemotong bagian ujung billet setelah

dicetak.

2.8.2. Peralatan (Equipment)

Peralatan-peralatan yangdigunakan oleh PT. XYZ adalah sebagai berikut:

1. Electric Crane, berfungsi untuk mengangkat charging bucket dan tundish ke

tempat peleburan.

2. Charging Bucket, berfungsi sebagai tempat pembuatan scrap baja yang akan

dimasukan ketanur.

3. Compressor, berfungsi untuk keperluan pneumatic pada CCM.

4. Trafo, berfungsi sebagai supply daya keseluruhan pabrik.

Universitas Sumatera Utara


5. Blower, berfungsi untuk menyediakan udara pada Reheating Furnance.

6. Gap-Bed Lathe Machine, berfungsi untuk membuat gigi pada rolling.

7. Roll Conveyor, berfungsi untuk memindahkan billet ke stasiun berikutnya.

8. Tundish, berfungsi sebagai penampung cairan bajadari ladle.

BAB III

Universitas Sumatera Utara


LANDASAN TEORI

3.1. Pengertian Kualitas 1

Kualitas adalah didasari dengan penglihatan kasat mata para pelanggan.

(Grant, 1996). Pernyataan ini sama seperti penawaran yang sering dilakukan

dalam menjawab pertanyaan dengan sembrono. Namun, mereka lebih sering

membuat sebuah tawaran melalui pengertian arti dari kualitas yang sebenarnya

daripada menanggapi pernyataan dari orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari,

cara mengidentifikasi kualitas adalah murni dari kata-kata orang saja. Ini didasari

oleh persepsi individu-individu atau sekelompok orang dalam membuat sebuah

ketentuan.

Produk yang baik dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas

sebuah produk. 2Produk cacat adalahproduk yang tidak memenuhi standar mutu

yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali

untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan

lagi menjadi produk jadi yang baik. Kualitas adalah ukuran seberapa mampu suatu

barang atau jasa memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan standar terntentu.

Standar tersebut mungkin berkaitan dengan waktu, bahan, kinerja, keandalan, atau

karakterisrik yang dapat dikuantitaskan.

3.2. Pengendalian Kualitas 3

1
Douglas C.Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control, Sixth Edition (USA: John
Wiley & Sons, Inc, 2009). hlm. 4.
2
Suliantoro, Hery dkk, Analisis Penyebab Kecacatan dengan Menggunakan Metode Failure Mode
Effect Analysis (FMEA) dan Metode Fault Tree Analysis (FTA) di PT Alam Daya Sakti Semarang
(Semarang: UNDIP, 2017)
3
Dale H.Basterfield,QualityControl,FifthEdition(NewJersey:PrenticeHall,Inc.,1998),hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara


Ada delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka

perencanaan strategi dan analisis, terutama untuk produk manufaktur. Dimensi-

dimensi tersebut yaitu:

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karateristik sekunder

atau pelengkap.

3. Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan

atau gagal pakai.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification).

5. Daya tahan (durability) berkatan dengan berapa lama produk tersebut dapat

terus digunakan.

6. Serviceability meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi,

penanganan keluhan yang memuaskan.

7. Estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi.

Dimensi tersebut bersifat independen, oleh karena itu sebuah produk bisa

memiliki kualitas yang sangat baik pada satu dimensi namun tidak pada dimensi

lainnya. 4Pengendalian kualitas merupakanaktivitas teknik dan manajemen dimana

mengukur karakteristik kualitas dari produk ataujasa, kemudian membandingkan

hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan serta mengambil

tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan kinerja aktual dan

4
Ratnadi, dkk, Pengendalian Kualitas Produksi Menggunakan Alat bantu Statistik (Seven Tools)
dalam Upaya Menekan Tingkat Kerusakan Produk, (Bandung: Universitas Nurtanio Bandung,
2016)

Universitas Sumatera Utara


standar. Pengendalian kualitas terdiri atas pengembangan, perancangan, produksi,

pemasaran dan pelayanan produk dan jasa.

3.3. Statistical Quality Control 5

Statistical Quality Control (SQC) adalah kumpulan alat pemecahan

masalah yang berguna dalam mencapai stabilitas proses dan meningkatkan

kemampuan melalui pengurangan variabilitas.Statistical Quality Control (SQC)

juga merupakan salah satu perkembangan teknologi terbesar abad kedua puluh

karena didasarkan pada prinsip-prinsip yang mendasar, mudah digunakan,

memiliki dampak yang signifikan dan dapat diterapkan untuk setiap proses.Tujuh

alat pemecahan masalah SQCharus diajarkan secara luas di seluruh perusahaan

dan digunakan secara rutin untuk mengidentifikasi peluang peningkatan dan untuk

membantu mengurangi variabilitas dan menghilangkan pemborosan.

3.4. Pengendalian Kualitas dengan Seven Tools 6

Fungsi tujuh alat adalah untuk meningkatkan kemampuan perbaikan

proses, sehingga diperoleh:

1. Peningkatan kemampuan berkompetisi

2. Penurunan cost of quality dan peningkatan fleksibilitas harga.

3. Meningkatkan produktivitas sumber daya.

Maksud dan tujuan penggunaan seven tools adalah sebagai berikut:

5
Douglas C Montgomery. Op.cit, hlm 180
6
Rosnani Ginting, Sistem Produksi(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007) hlm 304-306

Universitas Sumatera Utara


1. Mengetahui masalah.

2. Mempersempit ruang lingkup masalah.

3. Mencari faktor yang diperkirakan merupakan penyebab.

4. Memastikan faktor yang diperkirakan menjadi penyebab.

5. Mencegah kesalahan akibat kurang hati-hati.

6. Melibat akibat perbaikan.

7. Mengetahui hasil yang menyimpang atau terpisah dari hasil lainnya.

Untuk penyelesaian masalah dan perbaikan kualitas dengan menggunakan

seven tools dapat membuat proses penyelesaian masalah menjadi lebih cepat dan

sistematis. Seven tools dapat digunakan dengan profesional untuk memudahkan

proses perbaikan kualitas.

Konsep seven tools berasal dari Kaoru Ishikawa, ahli kualitas ternama dari

Jepang. Menurut Ishikawa, 955 permasalahan kualitas dapat diselesaikan dengan

seven tools. Kunci sukses untuk memecahkan masalah ini adalah kemampuan

untuk mengidentifikasi masalah, menggunakan pendekatan seven tools

berdasarkan masalah dasar, mengkomunikasikan solusi secara tepat kepada yang

lain. Untuk memecahkan masalah sebaiknya dimulai dengan menggunakan pareto

diagram dan cause-effect diagram sebelum mencoba menggunakan alat yang lain.

Dua alat ini digunakan secara luas oleh team perbaikan kualitas.

Seven Tools terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara


1. Stratification (Stratifikasi/Pengelompokan Data)

Stratification merupakan usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok-

kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama.

Kegunaan stratification adalah:

a. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah.

b. Membantu pembuatan Scatter Diagram.

c. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.

Tabel 3.1. Stratifikasi

Kode Cacat Kondisi Jumlah


A Bagian belakang kotor 3
B Bagian belakang tidak rapih 4
C Bagian depan ada getaran 3
D Bagian depan sobek 2
E Busa tidak rapih 1
F Jahitan jaring tidak rapih 2
JUMLAH 15

2. Check Sheet 7

Pada awal proses perbaikan, perlu dilakukan pengumpulan data operasi

tentang proses yang sedang diselidiki.Sebuah check sheet dapat sangat

berguna dalam aktivitas pengumpulan data. Saat mendesain sebuah check

sheetmenentukan tipe data yang akan dikumpulkan adalah hal yang penting.

Bagian atau jumlah operasi, tanggal, penganalisa dan informasi yang berguna

untuk mendiagnosa penyebab performa yang buruk.


8
Ada beberapa jenis check sheet yang dikenal dan umum dipergunakan

untuk keperluan pengumpulan data, yaitu:

7
Douglas C Montgomery. Op.cit, hlm 199
8
Rosnani Ginting. Op.cit, hlm 307

Universitas Sumatera Utara


a. Production process distribution check sheet

Check sheet ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasal

dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai

dengan klasifikasi yang telah ditetapkan dimasukkan dalam lembar

kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola

distribusi yang terjadi.

b. Defective check sheet

Untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu

proses kerja maka terlebih dahulu harus mampu diidentifikasikan jenis

kesalahan yang ada dan persentasenya. Setiap kesalahan biasanya akan

diperoleh dari faktor-faktor penyebab yang berbeda sehingga tindakan

korektif yang tepat harus diambil sesuai dengan jenis kesalahan dan

penyebabnya tersebut.

Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.1. Check Sheet

3. Histogram 9

9
Douglas C Montgomery. Op.cit, hlm 200-205

Universitas Sumatera Utara


Untuk membuat histogram data kontinu, data tersebut harus dibagi menjadi

interval yang disebut sebagai interval kelas. Jika memungkinkan, setiap lebar

interval kelas harus sama untuk mempermudah pemahaman informasi dalam

histogram. Jumlah interval kelas bergantung pada jumlah observasi ataupun

sebaran data. Histogram yang memiliki terlalu sediki ataupun terlalu banyak

data tidak akan bersifat informatif. Untuk membuat histogram, gunakan

sumbu horizontal untuk menunjukkan pengukuran skala dari data dan sumbu

vertikal untuk menunjukkan frekuensi.

Gambar 3.2.Histogram

4. Pareto chart

Pareto chart adalah distribusi frekuensi atau atribut data yang disusun

berdasarkan kategori. Dengan menggunakan metode ini, pengguna dapat

dengan cepat mengidentifikasi jenis cacat yang paling sering terjadi. Sebagai

catatan, pareto chart tidak secara otomatis mengidentifikasi jenis cacat yang

paling berpengaruh melainkan jenis cacat yang paling sering muncul.

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.3. Pareto Chart

5. Cause-and-Effect Diagram

Pada saat cacat, kesalahan, ataupun masalah telah diidentifikasi dan diisolasi

untuk penelitian yang lebih lanjut, harus mulai dilakukan analisa dari potensi

masalah yang mungkin terjadi.Cause-and-Effect Diagram adalah alat yang

berguna untuk memjabarkan potensi masalah. Langkah untuk membuat

Cause-and-Effect Diagram adalah sebagai berikut :

a. Mendefinisikan masalah atau efek yang akan dianalisa.

b. Membentuk tim yang akan melakukan analisa. Biasanya tim tersebut akan

mengetahui permasalahan yang berpotensi terjadi melalui brainstorming.

c. Menggambarkan effect box dan center line.

d. Menentukan kategori permasalahan potensial danmenggabungkannya ke

dalam box serta menghubungkannya ke center line.

Universitas Sumatera Utara


e. Mengidentifikasi penyebab yang mungkin terjadi dan

mengklasifikasikannya menjadi kategori seperti pada langkah d. Buat

kategori baru jika diperlukan.

f. Menentukan tingkat permasalah untuk mengidentifikasi mana yang paling

memberikan masalah.

g. Lakukan langkah perbaikan.

Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.4. Cause and Effect Diagram

6. Scatter Diagram

Scatter diagram aadalah metode yang berguna untuk mengidentifikasi

hubungan antara dua variabel. Bentuk dari scatter diagram inilah yang

menenentukan apa tipe hubungan yang terdapat di antara dua variabel

tersebut. Scatter diagram sangat berguna didalam permodelan regresi.

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.5. Scatter Diagram

7. Control Charts

Control Charts adalah tampilan grafis dari karakteristik kualitas yang telah

diukur atau dihitung dari sampel terhadap jumlah sampel atau waktu. Grafik

berisi garis tengah yang mewakili nilai rata-rata karakteristik kualitas yang

sesuai dengan keadaan kontrol. Artinya hanya penyebab kesempatan yang

hadir. Dua garis horizontal lainnya, yang disebut batas kendali atas (UCL)

dan batas kendali bawah (LCL), juga ditampilkan pada grafik.Batas kontrol

ini dipilih sehingga jika proses yang memegang kendali, hampir semua titik

sampel akan jatuh antara mereka. Selama plot poin dalam batas kontrol,

proses diasumsikan dalam kontrol dan tidak ada tindakan yang diperlukan.
10
Produk dengan banyak komponen biasanya memiliki banyak

peluangkegagalan atau cacat terjadi. Perusahaan Motorola mengembangkan

program Six Sigma pada akhir 1980-an sebagai tanggapan terhadap

10
Ibid., hlm. 44

Universitas Sumatera Utara


permintaan produk mereka. Fokus six sigma adalah mengurangi variabilitas

karakteristik kualitas produk utama ke tingkat di mana kegagalan atau cacat

sangat tidak mungkin. Gambar 3.6 menunjukkan distribusi probabilitas

normal sebagai model untuk karakteristik kualitas dengan batas spesifikasi

pada tiga standar deviasi di kedua sisi rata-rata.

Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.6. Batas Spesifikasi pada Tiga Standar Deviasi

Peta kontrol terbagi dua yaitu peta kontrol atribut dan peta kontrol variabel.

a. Peta Kontrol Atribut 11

Peta kontrol atribut umumnya tidak memberikan informasi sebanyak peta

kontrol variabel karena terdapat informasi lebih lanjut dalam pengukuran

numerik dibandingkan dalam mengklasifikasikan suatu unit yang sesuai

atau tidak sesuai. Namun, peta kontrol atribut memiliki aplikasi

pentingyang sangat berguna dalamupaya perbaikan kualitas industri jasa

11
Ibid., hlm. 289

Universitas Sumatera Utara


karena banyak karakteristik kualitas yang ditemukan dalam lingkungan ini

tidak mudah untuk diukur dalam skala numerik.

Peta kontrol atribut terdiri dari:

1.) Peta p 12

Prinsip-prinsip statistik yang mendasari peta kontrol untuk sebagian

kecil yang tidak sesuai didasarkan pada distribusi binomial. Misalkan

proses produksi beroperasi dengan cara yang stabil, sehingga

probabilitas bahwa setiap unit tidak akan sesuai dengan spesifikasi

adalah p, dan bahwa unit berturut diproduksi independen. Kemudian

setiap unit yang diproduksi merupakan realisasi dari variabel acak

Bernoulli dengan parameter p.

Rumus yang terdapat pada peta p adalah sebagai berikut:

𝑝𝑝(1 − 𝑝𝑝)
𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝑝𝑝 + 3�
𝑛𝑛

GarisTengah= p

𝑝𝑝(1 − 𝑝𝑝)
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝑝𝑝 − 3�
𝑛𝑛

Batas kontrol yang dituliskan pada rumus diatas dinamai sebagai batas

kontrol percobaan. Setiap point yang melewati batas kontrol

percobaan harus diinvestigasi. Tergantung pada nilai-nilai p dan n,

kadang-kadang batas kendali bawah LCL < 0. Dalam kasus ini, lazim

mengatur LCL = 0 dan menganggap bahwa peta kendali hanya

12
Ibid., hlm. 290-291

Universitas Sumatera Utara


memiliki batas kendali atas. Selama tetap dalam batas kontrol dan

urutan point diplot tidak menunjukkan apapun pola non acak

sistematis, kita dapat menyimpulkan bahwa proses yang memegang

kendali di tingkat p .

Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.7. Grafik Peta P

2.) Peta np 13

Peta ini memungkinkan untuk mendasarkan peta kontrol pada number

nonconforming daripada fraction nonconforming. Hal ini sering

disebut grafik np. Parameter grafik ini adalah sebagai berikut.

𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝑛𝑛𝑛𝑛 + 3�𝑛𝑛𝑛𝑛 (1 − 𝑝𝑝)

Garis Tengah= np

𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝑛𝑛𝑛𝑛 − 3�𝑛𝑛𝑛𝑛 (1 − 𝑝𝑝)

Jika nilai standar untuk p tidak tersedia, maka dapat digunakan untuk

memperkirakan p. Banyak personil nonstatistically dilatih

13
Ibid., hlm. 300

Universitas Sumatera Utara


menemukan grafik np lebih mudah untuk menafsirkan dari peta

fraction nonconforming (p).

Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.8. Grafik Peta NP

3.) Peta c 14

Mean dan varians dari distribusi Poisson berparameter c. Karena itu,

sebuah peta kontrol untuk noncomformities, atau peta c dengan tiga

limit sigma didefinisikan sebagai berikut:

𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝑐𝑐 + 3√𝑐𝑐

Garis Tengah= c

𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝑐𝑐 − 3√𝑐𝑐

Jika tidak ada standar yang diberikan, maka c dapat diperkirakan

sebagai jumlah rata-rata yang diamati ketidaksesuaian dalam sampel

awal unit pemeriksaan.

14
Ibid., hlm. 309

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.9. Grafik Peta C

4.) Peta u 15

Unit inspeksi dipilih untuk operasional atau pengumpulan data

kesederhanaan. Namun, tidak ada alasan mengapa ukuran sampel

harus dibatasi untuk satu unit inspeksi. Bahkan, sering akan lebih

memilih untuk menggunakan beberapa unit pemeriksaan dalam

sampel, sehingga meningkatkan daerah kesempatan untuk terjadinya

ketidaksesuaian. Ukuran sampel harus dipilih sesuai dengan

pertimbangan statistik, seperti menentukan ukuran sampel yang cukup

besar untuk memastikan kontrol yang lebih rendah positif membatasi

atau untuk mendapatkan probabilitas tertentu mendeteksi pergeseran

proses. Atau, ekonomi faktor bisa masuk ke dalam sampel – ukuran

penentuan.Peta unit ini sering disebut peta kontrol untuk

noncomformities, atau peta u.

15
Ibid., hlm. 315

Universitas Sumatera Utara


Rumus yang digunakan adalah:

𝑢𝑢�
𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝑢𝑢� + 3�
𝑛𝑛

Center line = u

𝑢𝑢�
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝑢𝑢� − 3�
𝑛𝑛

Sumber: Douglas C. Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition

Gambar 3.10. Grafik Peta U

b. Peta Kontrol Variabel 16

Banyak karakteristik dari kualitas diekspresikan dalam bentuk pengukuran

numerik. Misalnya, diameter sebuah bantalan poros bisa diukur dengan

micrometer dan dinyatakan dalam milimeter. Sebuah perhitungan

karekteristik kualitas, seperti dimensi, berat, atau volume, biasa disebut

variable. Peta kontrol untuk variabel yang digunakan dengan intensif.

16
Ibid., hlm. 227

Universitas Sumatera Utara


Ketika berhadapan dengan karakteristik kualitas yang variabel, biasanya

diperlukan untuk memantau kedua nilai rata-rata dari karakteristik kualitas

dan variabilitas. Pengendalian proses rata-rata atau berarti tingkat kualitas

biasanya dilakukan dengan peta kendali untuk sarana. Variabilitas proses

dapat dipantau dengan baik peta kendali untuk standard deviasi, disebut

peta S kontrol, peta kendali untuk rentang disebut peta kendali R. Peta R

lebih banyak digunakan. Peta kontrol variabel terdiri dari:

� dan R
1.) Peta 𝑿𝑿

Peta Kontrol X-bar (rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk

memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu.

Peta Kontrol X-bar (rata-rata) menjelaskan tentang perubahan-

perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency).

Sedangkan Peta Kontrol R (Range) menjelaskan tentang perubahan-

perubahan yang terjadi dalam ukuran variansi, dengan demikian

berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan

melalui suatu proses.


17
Misalkan karakteristik kualitas berdistribusi normal dengan mean𝜇𝜇

dan standar deviasi 𝜎𝜎, dimana keduanya 𝜇𝜇 dan 𝜎𝜎 diketahui. Jika di

mana kedua m dan s diketahui . Jika x1 , x2 , . . . , Xn adalah sampel

berukuran n , maka rata-rata sampel ini


X=
X 1 + X 2 + ... + X n
=
∑ Xi
n n

17
Ibid.hlm. 228-229.

Universitas Sumatera Utara


Rumus dari limit kontrol untuk peta X adalah sebagai berikut:

𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝑥𝑥 + 𝐴𝐴2 R

Garis tengah = x

𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝑥𝑥 − 𝐴𝐴2 R

Rumus dari limit kontrol peta R adalah sebagai berikut:

𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝐷𝐷4 𝑅𝑅

Garis tengah = R

𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝐷𝐷3 𝑅𝑅

� dan S
2.) Peta 𝑿𝑿
18
Peta kendali X-bar dan S merupakan peta kendali yang univariant

dengan jumlah subgrup yang lebih dari satu.Umumnya,𝑥𝑥̅ dan s grafik

yang lebih baik. Menyiapkan dan mengoperasikan grafik kontrol

untuk x dan s membutuhkan sekitar urutan yang sama dari langkah-

langkah seperti untuk R grafik, kecuali bahwa untuk setiap sampel

harus menghitung rata-rata sampel dan standar deviasi sampel s.

S=
∑(X i − X )2
n −1

3S
UCL =x+
C4 n

3S
LCL =x–
C4 n

18
Ibid. hlm. 251-254

Universitas Sumatera Utara


3.5. FMEA (Fault Mode and Effect Analysis) 19

FMEA adalah metode untuk mengidentifikasi dan menganalisa potensi

kegagalan dan akibatnya yang bertujuan untuk merencanakan proses produksi

secara baik dan dapat menghindari kegagalan proses produksi dan kerugian yang

tidak diinginkan.

FMEA mulai digunakan oleh Ford pada tahun 1980-an. AIAG

(Automotive Industry Action Group) dan American Society for Quality Control

(ASQC) menetapkannya sebagai standar pada tahun 1993. Saat ini FMEA

merupakan salah satu core tools dalam ISO/TS 16949:2002.

Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada

proses dan produk. Jika digunakan dalam desain dan proses manufaktur, FMEA

dapat mengurangi atau menekan biaya dengan mengidentifikasi dan memperbaiki

produk dan proses secara cepat pada saat proses pengembangan. Pembuatannya

relatif mudah serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Hasilnya adalah

proses menjadi lebih baik karena telah dilakukan tindakan koreksi dan

mengurangi serta mengeliminasi kegagalan.

Penggunaan efektif FMEA dapat menghasilkan pengurangan dalam

halberikut :

1. Meningkatkan reliabilitas dan kualitas produk/proses.

2. Meningkatkan kepuasan pelanggan.

3. Cepat dalam mengidentifikasi dan mengurangi kecacatan yang terjadi pada

produk/proses.

19
Robin E. McDermot, The Basic of FMEA, Edisi 2 (USA: CRC Press, 2009), hlm. 1, 23

Universitas Sumatera Utara


4. Memprioritaskan pada kekurangan produk/proses.

5. Mendapatkan perekayasaan atau pembelajaran keorganisasian.

6. Menekankan pada pencegahan terjadinya masalah.

7. Mempunyai sistem pengulangan jenis kecacatan komponen yangsistematik

untuk meyakinkan bahwa beberapa kegagalan minimal menghasilkan

kerugian bagi produk dan proses.

8. Mengetahui efek-efek dari kegagalan pada produk atau proses yang diteliti

dan fungsi-fungsinya.

9. Menetapkan komponen-komponen dari produk atau proses yang gagal akan

memiliki efek kritis pada produk atau proses dan kecacatan-kecacatan

tersebut akan menghasilkan efek merugikan.

3.5.1. Jenis-jenis FMEA 20

Beberapa tipe dalam FMEA yaitu design FMEA, process FMEA,

equipment FMEA, maintenance FMEA, concept FMEA, service FMEA, system

FMEA, enviromental FMEA, dan lain-lain.

Dalam industri otomotif, kebanyakan perusahaan membagi FMEA ke

dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:

1. Design FMEA

Berfokus pada pemeriksaan fungsi subsistem, komponen atau sistem utama.

Fokus dari desain FMEA adalah pada desain produk yang akan dikirimkan ke

konsumen akhir. Design FMEA membantu di dalam desain proses dengan

20
Ibid, hlm. 19-20

Universitas Sumatera Utara


mengidentifikasi tipe-tipe kegagalan yang diketahui dan dapat diduga.

Kemudian mengurutkan kegagalan tersebut berdasarkan dampak yang

diakibatkan produk.

2. Process FMEA

Berfokus pada penelitian proses yang digunakan untuk membuat komponen,

subsistem, atau sistem utama. Process FMEA mengungkap masalah yang

berkaitan dengan proses pembuatan produk. Process FMEA digunakan untuk

mengidentifikasi jenis-jenis kegagalan proses dengan pengurutan tingkat

kegagalan dan membantu untuk menetapkan prioritas berdasarkan dampak

yang diakibatkan baik pada pelanggan eksternal maupun internal. Penerapan

process FMEA membantu untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab yang

potensial pada manufaktur maupun perakitan dalam rangka menetapkan

kendali untuk mengurangi dan mendeteksi kejadian.

3.5.2. Tahapan Pembuatan FMEA 21

Prosedur dalam pembuatan FMEA mengikuti sepuluh tahapan berikut ini:

1. Melakukan peninjauan terhadap proses.

2. Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada

proses.

3. Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing mode

kegagalan.

4. Menentukan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.

21
Ibid, hlm. 23-38

Universitas Sumatera Utara


5. Menentukan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.

6. Menentukan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan

dan/atau akibat yang terjadi.

7. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing cacat.

8. Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan

tindakan perbaikan.

9. Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang

paling banyak terjadi.

10. Mengkalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau

dieliminasi.

Kesepuluh tahapan tersebut dituangkan ke dalam lembar kerja FMEA

yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.Kriteria SeveritiyFMEA

Severity (S)
Efek Kriteria Ranking
Berbahaya tanpa Dapat membahayakan konsumen
ada peringatan Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah 10
Tidak ada peringatan
Berbahaya dan Dapat membahayakan konsumen
ada peringatan Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah 9
Ada peringatan
Sangat tinggi Mengganggu kelancaran lini produksi
100% scrap 8
Pelanggan sangat tidak puas
Tinggi Sedikit mengganggu kelancaran lini
produksi
Pelanggan tidak puas 7
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya
dapat disortir
Sedang Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya
tidak perlu disortir sudah baik 6
Pelanggan tidak puas

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2. Kriteria SeveritiyFMEA (Lanjutan)
Severity (S)
Efek Kriteria Ranking
Rendah 100% produk dapat di-rework
Produk pasti dikembalikan oleh konsumen 5

Sangat rendah Sebagian besar dapat di-rework dan


sisanya sudah baik
4
Kemungkinan produk dikembalikan oleh
konsumen
Kecil Hanya sebagian kecil yang di-rework dan
sisanya sudah baik 3
Rata-rata pelanggan komplain
Sangat kecil Komplain hanya diberikan oleh pelanggan
2
tertentu
Tidak Ada Tidak ada efek apa-apa untuk konsumen 1
Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA

Berikut ini adalah hal-hal yang diidentifikasi dalam process FMEA yaitu:

1. Process function requirement

Mendeskripsikan proses yang dianalisa. Tujuan proses harus diberikan

selengkap dan sejelas mungkin. Jika proses yang dianalisa melibatkan lebih

dari satu operasi, masing-masing operasi harus disebutkan secara terpisah

disertai deskripsinya.

2. Potential failure mode

Proses FMEA, salah satu dari tiga tipe kesalahan harus disebutkan disini.

Yang pertama dan paling penting adalah cara dimana kemungkinan proses

dapat gagal. Dua bentuk lainnya termasuk bentuk kesalahan potensial dalam

operasi berikutnya dan pengaruh yang terkait dengan kesalahan potensial

dalam operasi sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


3. Potential effect of failure

Sama dengan design FMEA, pengaruh potensial dari kesalahan adalah

pengaruh yang diterima oleh konsumen. Pengaruh kesalahan harus

digambarkan dalam kaitannya dengan apa yang dialami konsumen. Pada

potential effect of failure juga harus dinyatakan apakah keselamatan akan

mempengaruhi keselamatan seseorang atau melanggar beberapa peraturan

produk.

4. Severity

Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen

maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung

juga merugikan. Nilai severity terdiri dari rating 1-10.

5. Klasifikasi (class)

Kolom ini digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa karakteristik produk

khusus untuk komponen, sub sistem atau sistem-sistem yang mungkin

memerlukan kontrol proses tambahan.

6. Potential cause

Penyebab potensial kesalahan diartikan bagaimana kesalahan dapat terjadi,

Setiap penyebab kesalahan yang memungkinkan untuk masing-masing

kesalahan yang dibuat harus selengkapnya dan sejelas mungkin.

7. Occurance

Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai occurance ini

diberikan untuk setiap penyebab kegagalan yang terdiri dari rating 1-10.

Universitas Sumatera Utara


Semakin sering penyebab kegagalan terjadi, semakin tinggi nilai rating yang

diberikan. Kriteria occurance dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kriteria Occurance FMEA

Occurance
Peluang
Tingkat Kemungkinan
TerjadinyaPenyebab Ranking
Kegagalan
Kegagalan
1 dalam 2 10
Sangat Tinggi
1 dalam 3 9
1 dalam 8 8
Tinggi
1 dalam 20 7
1 dalam 80 6
Sedang 1 dalam 400 5
1 dalam 2.000 4
1 dalam 15.000 3
Rendah
1 dalam 150.000 2
Sangat Kecil 1 dalam 1.500.000 1
Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA

8. Current process control

Current process control merupakan deskripsi control yang dapat mencegah

sejauh memungkinkan bentuk kesalahan dari kejadian atau mendeteksi bentuk

kesalahan yang terjadi.

9. Detection

Merupakan seberapa jauh penyebab kegagalan dapat terjadi yang terdiri dari

rating 1-10. Semakin sering penyebab kegagalan terjadi, semakin tinggi nilai

rating yang diberikan. Kriteria occurance dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. KriteriaDetectionDesain FMEA

Keterangan Ranking
Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui 1
Jelas bagi indrea manusia 2
Memerlukan inspeksi 3

Universitas Sumatera Utara


Inspeksi yang hati-hati dengan indra manusia 4
Tabel 3.4. KriteriaDetection FMEA (Lanjutan)

Keterangan Ranking
Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indra manusia 5
Memerlukan bantuan atau pembongkaran sederhana 6
Diperlukan inspeksi dan pembongkaran 7
Diperlukan inspeksi dan pembongkaran kompleks 8
Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 9
Tidak dapat di deteksi 10
Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA

10. RPN

Risk priority number (RPN) adalah suatu sistem matematis yang

menerjemahkan sekumpulan dari efek dengan tingkat keparahan (severity)

yang serius, sehingga dapat menciptakan suatu kegagalan yang berkaitan

dengan efek-efek tersebut (occurance), dan mempunyai kemampuan untuk

mendeteksi kegagalan-kegagalan (detection) tersebut sebelum sampai ke

konsumen. RPN merupakan perkalian dari rating occurance (O), severity (S)

dan detection (D).

Rumus untuk menghitung RPN adalah sebagai berikut

RPN = O x S x D

Nilai RPN berkisar dari 1-1000, dengan 1 sebagai kemungkinan risiko desain

terkecil. Nilai RPN dapat digunakan sebagai panduan untuk mengetahui

masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi

memerlukan prioritas penanganan yang serius.

11. Recommended Action

Universitas Sumatera Utara


Recommended Action mempunyai tujuan untuk mengurangi satu atau lebih

kriteria yang menyusun RPN. Peringkat dalam tingkat design validation akan

menghasilkan pengurangan di tingkat detection. Hanya memindahkan atau

mengontrol satu atau lebih dari penyebab/modus cacat melalui revisi desain

yang bisa berefek pada penurunan peringkat occurance. Dan hanya revisi

desain yang bisa membawa pengurangan peringkat severity.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di PT. XYZyang berlokasi di Jln. K.L. Yos

Sudarso Km. 10 Medan/ Belawan. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Mei

2018 – selesai.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif yaitu suatu jenis penelitian dengan mengumpulkan, menyusun,

mengolah dan menganalisis data angka agar dapat memberikan gambaran

mengenai suatu keadaan tertentu sehingga dapat diambil kesimpulan dari

penelitian tersebut. (Sinulingga S, 2014)

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diteliti adalah baja tulangan sirip yang tidak

memenuhi standar atau dikatakan sebagai produk cacat.

4.4. Variabel Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Variabel adalah sesuatu yang memiliki nilai yang berbeda-beda atau

bervariasi. Nilai dari variabel dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif (Sinulinggga

S, 2015).

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen

Variabel independen ataupun variabel bebas merupakan variabel penelitian

yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor penyebab kecacatan antara

lain:

a. Material adalah bahan-bahan yang digunakan untuk diolah menjadi produk

baja.

b. Sumber daya manusia adalah orang yang terlibat dalam proses produksi baja.

c. Mesin adalah kesatuan alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau

mengubah energi untuk melakukan atau membantu pelaksanaan proses

produksibaja.

d. Metode adalah suatu tata cara dalam melaksanakan suatu proses produksi baja.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi atau ditentukan

oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas produk

baja.

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Kerangka konseptual menunjukkan hubungan logis antara variabel-

variabel yang telah diidentifikasi yang penting dan menjadi fondasi dalam

melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 4.1. berikut.

Cacat Fisik
Mencari Faktor
Melihat Kecacatan Analisis Penyebab Usulan Perbaikan
Gepeng Penyebab Timbulnya
Paling Dominan Utama Kecacatan Kualitas Produk
Kecacatan
Bengkok

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

4.6. Blok Diagram Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2. berikut.

Universitas Sumatera Utara


Mulai

Studi Pendahuluan
Studi Literatur
1. Kondisi Pabrik
1. Teori Buku
2. Proses Produksi
2. Referensi Jurnal Penelitian
3. Informasi Pendukung

Identifikasi Masalah Awal


Tingginya persentase kecacatan produk baja tulangan sirip pada
PT. Growth Sumatra Industry

Pengumpulan Data Sekunder


1. Data Sekunder
- Sejarah Perusahaan
- Struktur Organisasi
- Data Jumlah Produksi Mei 2017-
April 2018
- Data Jumlah Produk Cacat Mei 2017-
April 2018

Pengolahan Data
1. Check Sheet
2. Stratifikasi
3. Histogram
4. Diagram Pareto
5. Scatter Diagram
6. Peta Kontrol (Control Chart)
7. Cause Effect Diagram
8. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian

Universitas Sumatera Utara


4.7. Pengumpulan Data

4.7.1. Sumber Data

Berdasarkan cara memperolehnya, data penelitian ini dibagi menjadi :

1. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi,

catatan dari perusahaan atau informasi dari laporan perusahaan seperti sejarah

perusahaan, struktur organisasi, data jumlah produksi dan data jumlah

kecacatan produk.

4.7.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai

berikut :

1. Metode wawancara, yaitu melakukan tanya jawab dengan responden yaitu

Kepala Departemen Quality Controldengan metode Purposive Sampling.

Hasil dari wawancara ini berupa uraian proses produksi dan faktor-faktor

penyebab kecacatan produk.

2. Data kecacatan produk dalam satu periode terakhir yang didapat dari bagian

Departemen Quality Control

4.8. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan yaitu Statistiqal Quality Control

(SQC) dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA).

Universitas Sumatera Utara


Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data dapat dilihat

pada blok diagram dibawah ini.

Data Penelitian

Stratifikasi

Check Sheet

Histogram

Diagram Pareto

Scatter Diagram

Peta Kontrol
(Control Chart)

Cause Effect Diagram

Failure Mode Effect


Analysis (FMEA)

Solusi Perbaikan

Gambar 4.2. Blok Diagram Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara


4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi penyebab tertinggi kecacatan produk

2. Mendapatkan solusi untuk meminimalisir produk cacat

4.10. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan metode dan analisis yang dilakukan, kesimpulan yang

diharapkan dari penelitian ini adalah kecacatan produk pada perusahaan dapat

dikurangi dengan mempertimbangkan faktor penyebabnya agar perusahaan tidak

mengalami kerugian.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diambil yaitu data sekunder yang berupa data

jumlah produksi dan data kecacatan baja tulangan sirip periode Mei 2017 sampai

dengan April 2018.

5.1.1. Data Produksi

Data produksi baja tulangan sirip selama bulan Mei 2017 sampai dengan

April 2018 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Produksi Baja Tulangan Sirip

No. Bulan Jumlah Produksi (Kg)

1 Mei 2017 3.575.000

2 Juni 2017 1.873.000

3 Juli 2017 5.057.000

4 Agustus 2017 3.942.000

5 September 2017 4.136.000

6 Oktober 2017 4.051.000

7 November 2017 5.047.000

8 Desember 2017 3.350.000

9 Januari 2018 3.612.000

10 Februari 2018 4.091.000

11 Maret 2018 3.627.000

12 April 2018 4.616.000


Sumber: PT. XYZ

Universitas Sumatera Utara


5.1.2. Data Kecacatan

Data kecacatan merupakan jumlah produk yang tidak memenuhi standar

mutu perusahaan. Data kecacatan produk baja tulangan sirip selama bulan Mei

2017 sampai dengan April 2018 dapat dilihat di Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Data Kecacatan Baja Tulangan Sirip

Jenis Kecacatan
No. Bulan Cacat Fisik Gepeng Bengkok Total (Kg)
(Kg) (Kg) (Kg)
1 Mei 2017 55.150 43.812 42.845 141.807

2 Juni 2017 30.079 23.773 22.921 76.773

3 Juli 2017 68.064 64.290 55.302 187.656

4 Agustus 2017 69.160 57.936 50.387 177.483

5 September 2017 66.705 56.792 36.389 159.886

6 Oktober 2017 58.790 56.035 37.414 152.239

7 November 2017 63.410 57.118 59.731 180.259

8 Desember 2017 56.810 52.402 35.490 144.702

9 Januari 2018 65.410 58.630 45.176 169.216

10 Februari 2018 59.240 46.904 47.582 153.726

11 Maret 2018 64.790 57.416 45.340 167.546

12 April 2018 68.350 51.284 54.302 173.936


Sumber: PT. XYZ

5.2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode seven tools dan

metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA).

Universitas Sumatera Utara


Langkah-langkah dalam melakukan metode seven tools adalah sebagai

berikut:

1. Check Sheet

2. Stratifikasi

3. Histogram

4. Pareto Diagram

5. Scatter Diagram

6. Control Chart

7. Cause Effect Diagram

5.2.1. Check Sheet

Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pencatat hasil

pengumpulan datayang dapat menyajikan data dalam bentuk yang komunikatif

sehingga dapat dikonversikan menjadi informasi. Data jumlah dan jenis kecacatan

produk baja tulangan sirip dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Jumlah Total Kecacatan Baja Tulangan Sirip

Total Jenis Kecacatan


No. Bulan Total
Produksi Cacat Gepeng Bengkok (Kg)
(Kg) Fisik (Kg) (Kg) (Kg)
1 Mei 2017 3.575.000 55.150 43.812 42.845 141.807
2 Juni 2017 1.873.000 30.079 23.773 22.921 76.773
3 Juli 2017 5.057.000 68.064 64.290 55.302 187.656
4 Agustus 2017 3.942.000 69.160 57.936 50.387 177.483
5 September 2017 4.136.000 66.705 56.792 36.389 159.886
6 Oktober 2017 4.051.000 58.790 56.035 37.414 152.239
7 November 2017 5.047.000 63.410 57.118 59.731 180.259

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.3. Jumlah Total Kecacatan Baja Tulangan Sirip (Lanjutan)

Total Jenis Kecacatan


No. Bulan Produksi Cacat Total
(Kg) Gepeng Bengkok (Kg)
Fisik
(Kg) (Kg)
(Kg)
8 Desember 2017 3.350.000 56.810 52.402 35.490 144.702
9 Januari 2018 3.612.000 65.410 58.630 45.176 169.216
10 Februari 2018 4.091.000 59.240 46.904 47.582 153.726
11 Maret 2018 3.627.000 64.790 57.416 45.340 167.546
12 April 2018 4.616.000 68.350 51.284 54.302 173.936
Total 46.977.000 725.958 626.392 532.879 1.885.229

Berdasarkan Tabel 5.3. diperoleh jenis kecacatan tertinggi terdapat pada

cacat fisik dengan jumlah 725.958 kg, kemudian gepeng dengan jumlah 626.392

kg dan yang terendah adalah Bengkok dengan jumlah 532.879.

5.2.2. Stratifikasi

Stratifikasi adalah pengelompokkan data ke dalam kelompok yang

mempunyai karakteristik yang sama. Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengumpulan data maka kriteria kecacatan pada produk baja tulangan sirip yang

ditetapkan adalah cacat fisik, gepeng dan Bengkok. Identifikasi jenis kecacatan

dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Identifikasi Jenis Kecacatan Produk

No Jenis Kecacatan Identifikasi Jenis Kecacatan


Jenis cacat dimana sirip pada baja tulangan sirip
1 Cacat Fisik
tidak muncul pada produk akhir
Jenis cacat dimana permukaan baja tidak
2 Gepeng
berbentuk bulat
3 Bengkok Jenis cacat dimana badan baja tidak lurus

Universitas Sumatera Utara


Selain pengelompokan data kecacatan, pada stratifikasi juga dilakukan

pencatatan tentang jumlah kecacatan yang terjadi pada tiap jenis kecacatan.

Stratifikasi kecacatan produk dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Stratifikasi Kecacatan Produk

No Jenis Kecacatan Jumlah Kecacatan (Kg)


1 Cacat Fisik 725.958
2 Gepeng 626.392
3 Bengkok 532.879

5.2.3. Histogram

Histogram adalah diagram batang yang menunjukkan frekuensi dari

beberapa karakteristik yang dikelompokkan kedalam kelas dengan interval

tertentu. Histogram jenis kecacatan produk baja tulangan siripdapat dilihat pada

Gambar 5.1.

Cacat Fisik
Gepeng
Bengkok

Gambar 5.1. Histogram Jenis Kecacatan Produk Baja Tulangan Sirip

5.2.4. Pareto Diagram

Diagram pareto bertujuan untuk menunjukkan permasalahan yang paling

dominan dan yang perlu segera diatasi. Langkah awal yang dilakukan dalam

Universitas Sumatera Utara


pengerjaan pareto adalah mengurutkan setiap jenis kecacatan dari urutan terbesar

dan terkecil. Kemudian dilakukan perhitungan persentase kecacatan dan

persentase kumulatif dari setiap jenis kecacatan. Pengurutan jenis kecacatan baja

tulangan sirip dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Pengurutan Jenis Kecacatan Baja Tulangan Sirip

Jenis Jumlah Persentase


Persentase (%)
Kecacatan Kecacatan (Kg) Kumulatif (%)

Cacat Fisik 725.958 38,5 38,5

Gepeng 626.392 33,2 71,7

Bengkok 532.879 28,3 100

Dari tabel diatas, maka dapat dibuat pareto diagram jenis kecacatan produk

baja tulangan sirip dengan software Minitab 18 yang dapat dilihat pada Gambar

5.2.

Sumber: Minitab 18

Gambar 5.2. Pareto Diagram Jenis Kecacatan Produk Baja Tulangan Sirip

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pareto diagram diatas dapat dilihat penyebab terbesar

kecacatan produk baja tulangan sirip adalah cacat fisik (38,5%) dan gepeng

(33,2%). Persentase kumulatif untuk jenis kecacatan tersebut mencapai 71.7 %.

Nilai tersebut sesuai dengan aturan pengelompokkan 80-20, artinya80% masalah

yang timbul dari produk yang dihasilkan berasal dari 20% jenis kecacatan.

Sehingga untuk mengurangi jumlah produk cacat sampai tingkat 80% cukup

dengan menganalisis kedua jenis cacat tersebut.

5.2.5. Scatter Diagram

Scatter Diagramdibuat untuk mengidentifikasi korelasi yang mungkin ada

antara karakteristik kualitas dan faktor yang mungkin mempengaruhinya.

Berdasarkan pareto diagram, karakteristik kualitas yang paling banyak cacat

adalah cacat fisik dan gepeng.Scatter diagramantara cacat fisik dan total produksi

dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Sumber: Minitab 18

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.3. Scatter Diagram Antara Cacat Fisik dan Jumlah Produksi
Perhitungan korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

kecacatan cacat fisik dengan jumlah produksi. Perhitungan korelasi dapat dilihat

pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Perhitungan Korelasi Antara Cacat Fisik dan Jumlah Produksi

Total
Cacat
No Produksi X2 Y2 XY
Fisik (X)
(Y)
1 55.150 3.575.000 3.041.522.500 12.780.625.000.000 197.161.250.000
2 30.079 1.873.000 904.746.241 3.508.129.000.000 56.337.967.000
3 68.064 5.057.000 4.632.708.096 25.573.249.000.000 344.199.648.000
4 69.160 3.942.000 4.783.105.600 15.539.364.000.000 272.628.720.000
5 66.705 4.136.000 4.449.557.025 17.106.496.000.000 275.891.880.000
6 58.790 4.051.000 3.456.264.100 16.410.601.000.000 238.158.290.000
7 63.410 5.047.000 4.020.828.100 25.472.209.000.000 320.030.270.000
8 56.810 3.350.000 3.227.376.100 11.222.500.000.000 190.313.500.000
9 65.410 3.612.000 4.278.468.100 13.046.544.000.000 236.260.920.000
10 59.240 4.091.000 3.509.377.600 16.736.281.000.000 242.350.840.000
11 64.790 3.627.000 4.197.744.100 13.155.129.000.000 234.993.330.000
12 68.350 4.616.000 4.671.722.500 21.307.456.000.000 315.503.600.000
Total 725.958 46.977.000 45.173.420.062 191.858.583.000.000 2.923.830.215.000

Dari tabel di atas, dapat dihitung koefesien korelasinya dengan rumus

sebagai berikut:

  
n∑ XY −  ∑ X  ∑ Y 
r=   
   
2
  
2

n∑ X −  ∑ X   n∑ Y −  ∑ Y  
2 2

      
     
12(2.923.830.215.000) − (725.958)(46.977.000 )
r=
[12(45.173.420.062) − (725.958) ][12(191.858.583.000.000) − (46.977.000) ]
2 2

r = 0,8193

Universitas Sumatera Utara


Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,8193 menunjukkan terdapat

hubungan yang kuat antara cacat fisik dengan totalproduksi.

Scatter diagramantara gepeng dan total produksi dapat dilihat pada

Gambar 5.4.

Sumber: Minitab 18

Gambar 5.4. Scatter Diagram Antara Gepeng dan Jumlah Produksi

Perhitungan korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

kecacatan gepeng dengan jumlah produksi. Perhitungan korelasi dapat dilihat

pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Perhitungan Korelasi Antara Gepeng dan Jumlah Produksi

Total
Gepeng
No Produksi X2 Y2 XY
(X)
(Y)
1 43.812 3.575.000 1.919.491.344 12.780.625.000.000 156.627.900.000
2 23.773 1.873.000 565.155.529 3.508.129.000.000 44.526.829.000
3 64.290 5.057.000 4.133.204.100 25.573.249.000.000 325.114.530.000

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.8. Perhitungan Korelasi Antara Gepeng dan Jumlah

Produksi(Lanjutan)

Total
Gepeng
No Produksi X2 Y2 XY
(X)
(Y)
4 57.936 3.942.000 3.356.580.096 15.539.364.000.000 228.383.712.000
5 56.792 4.136.000 3.225.331.264 17.106.496.000.000 234.891.712.000
6 56.035 4.051.000 3.139.921.225 16.410.601.000.000 226.997.785.000
7 57.118 5.047.000 3.262.465.924 25.472.209.000.000 288.274.546.000
8 52.402 3.350.000 2.745.969.604 11.222.500.000.000 175.546.700.000
9 58.630 3.612.000 3.437.476.900 13.046.544.000.000 211.771.560.000
10 46.904 4.091.000 2.199.985.216 16.736.281.000.000 191.884.264.000
11 57.416 3.627.000 3.296.597.056 13.155.129.000.000 208.247.832.000
12 51.284 4.616.000 2.630.048.656 21.307.456.000.000 236.726.944.000
Total 626.392 46.977.000 33.912.226.914 191.858.583.000.000 2.528.994.314.000

Dari tabel di atas, dapat dihitung koefesien korelasinya dengan rumus

sebagai berikut:

  
n∑ XY −  ∑ X  ∑ Y 
r=   
   
2
  
2

n∑ X 2 −  ∑ X   n∑ Y 2 −  ∑ Y  
      
     
12(2.528.994.314.000) − (626.392 )(46.977.000 )
r=
[12(33.912.226.914) − (626.392) ][12(191.858.583.000.000) − (46.977.000) ]
2 2

r = 0,7814

Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,7814 menunjukkan terdapat

hubungan yang kuat antara gepeng dengan jumlah produksi.

Universitas Sumatera Utara


5.2.6. Peta Kontrol

Peta kontrol dibuat untuk melihat apakah jumlah kecacatan yang terjadi

pada produk masih dalam batas kewajaran atau tidak sehingga dapat dilakukan

analisis terhadap kecacatan produk. Peta kontrol yang digunakan adalah peta

kontrol atribut yaitu peta kendali p.Peta p menggambarkan bagian yang ditolak

karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dari jumlah produksi.

Adapun langkah-langkah untuk membuat peta kendali p adalah sebagai berikut:

1. Menghitung proporsi kecacatan (p).

Proporsi kecacatan untuk p1 dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

np1 141.807
p1= = =0,0396
n1 3.575.000

2. Menghitung garis pusat yang merupakan rata-rata kecacatan produk (p� ).

Rata-rata kecacatan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

∑ 𝑛𝑛𝑛𝑛 1.885.229
p� = = = 0,0401
∑ 𝑛𝑛 46.977.000

3. Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL) dan batas

kendali bawah atau Lower Control Limit (LCL).

UCL dan LCL dihitung menggunakan 3 sigma dengan interval kepercayaan

99,73 %. Rumus perhitungannya dapat dilihat seperti dibawah ini.

�p (1- �)
p �
p
UCL = �+3
n

�p (1- �)
p
LCL = �p -3�
n

Universitas Sumatera Utara


Perhitungan UCL dapat dilihat seperti dibawah ini:

�p (1- �p)
UCL = �p+3�
n

0,0401 (1-0,0401)
UCL = 0,0401+3�
3.575.000

UCL = 0,0499

Perhitungan LCL dapat dilihat seperti dibawah ini:

�p (1- �p)
LCL = �p -3�
n

0,0401 (1-0,0401)
LCL = 0,0401-3�
3.575.000

LCL = 0,0302

Berdasarkan perhitungan nilai LCL dan UCL di atas, terlihat bahwa proporsi

kecacatan (p) masih berada dalam batas kontrol. Adapun perhitungan batas

kontrol lainnya untuk peta p dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Perhitungan Peta P

Total Total
No Produksi Kecacatan p CL UCL LCL
(Kg) (Kg)
1 3.575.000 141.807 0,0396 0,0401 0,0499 0,0302

2 1.873.000 76.773 0,0409 0,0401 0,0537 0,0265

3 5.057.000 187.656 0,0371 0,0401 0,0484 0,0318

4 3.942.000 177.483 0,0450 0,0401 0,0495 0,0307

5 4.136.000 159.886 0,0386 0,0401 0,0492 0,0309

6 4.051.000 152.239 0,0375 0,0401 0,0493 0,0308

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.9. Perhitungan Peta P (Lanjutan)

Total Total
No Produksi Kecacatan P CL UCL LCL
(Kg) (Kg)
7 5.047.000 180.259 0,0357 0,0401 0,0484 0,0318

8 3.350.000 144.702 0,0431 0,0401 0,0503 0,0299

9 3.612.000 169.216 0,0468 0,0401 0,0499 0,0303

10 4.091.000 153.726 0,0375 0,0401 0,0493 0,0309

11 3.627.000 167.546 0,0461 0,0401 0,0499 0,0303

12 4.616.000 173.936 0,0376 0,0401 0,0487 0,0314

Dari hasil perhitungan Tabel 5.9. di atas, maka dapat digambarkan peta

kendali p yang dapat dilihat pada Gambar 5.5.

p
CL
UCL
LCL

Gambar 5.5. Peta Kontrol P

Universitas Sumatera Utara


5.2.7. Cause and Effect Diagram

Cause and Effect Diagram berguna untuk menganalisis dan menemukan

faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan didalam menentukan

karakteristik kualitas. Sebelum dilakukan langkah-langkah perbaikan, maka

terlebih dahulu harus dianalisa penyebab kecacatan produk dengan menggunakan

diagram sebab akibat.Pada tahap ini, dilakukan analisis penyebab terjadinya cacat

fisik dan gepeng. Diagram sebab akibat untuk produk baja tulangan sirip dapat

dilihat pada Gambar 5.6 dan 5.7.

Mesin

Mesin Rolling Mill


tidak bekerja optimal

Kurangnya Terdapat serpihan


perawatan baja pada mesin

Kurangnya pemeriksaan
sebelum proses produksi

Cacat
Fisik

Komposisi logam cair tidak


standar
Bahan baku mengandung
Operator kurang teliti karbon yang tinggi
Operator kurang teliti
Posisi billet tidak tepat Banyaknya jenis bahan
saat akan dimasukkan baku yang masuk
ke mesin Rolling

Manusia Material

Gambar 5.6.Cause and Effect Diagram Kecacatan Produk Baja Tulangan

Sirip Cacat Fisik

Universitas Sumatera Utara


Mesin

Mesin CCM tidak


bekerja optimal
Ukuran billet tidak
Kurangnya perawatan
sesuai

Terdapat ruang yang


tidak padat pada cetakan

Gepeng

Komposisi logam cair tidak


standar
Bahan baku mengandung
Operator kurang teliti karbon yang tinggi
Operator kurang
teliti
Banyaknya jenis bahan
Suhu tidak stabil saat baku yang masuk
pemansan

Manusia Material

Gambar 5.7.Cause and Effect Diagram Kecacatan Produk Baja Tulangan

Sirip Gepeng

5.2.8. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan

mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. Tujuan dari penerapan

FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses dan produk. Tahapan

pembuatan FMEA yaitu sebagai berikut:

5.2.8.1.Penentuan Jenis Kegagalan yang Potensial Pada Setiap Proses

Dari diagram pareto, diperoleh dua jenis kecacatan yang berpotensial besar

terjadi selama proses produksi di lantai produksi yaitu cacat fisik dan gepeng.

Kemudian dilakukan analisis penyebab kecacatan denganmenggunakan diagram

sebab-akibat yang dapat dilihat pada gambar 5.6. dan gambar 5.7.

Universitas Sumatera Utara


5.2.8.2.Penentuan Dampak/Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan

Dari kedua jenis kecacatan yang ada, maka dapat ditentukan efek yang

dapat ditimbulkan jika kecacatan ini ditemukan, yaitu sebagai berikut:

1. Efek yang ditimbulkan oleh jenis kecacatan cacat fisik, yaitu:

a. Sirip baja tidak sesuai denganspesifikasi perusahaan.

b. Produk tidak layak jual sehingga akan dijadikan scrap.

c. Menurunnya daya lekat baja.

2. Efek yang ditimbulkan oleh jenis kegagalan gepeng, yaitu:

a.Bentuk permukaan bajatidak sesuai spesifikasi

b. Menurunnya ketahanan dan kekuatan tarik baja

c. Produk tidak layak jual sehingga akan dijadikan scrap.

Efek yang ditimbulkan oleh kegagalan dapat dibuat kedalam tabel seperti

dibawah ini

Tabel 5.10. Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan

Jenis Kegagalan Efek Kegagalan


Sirip baja tidak sesuai dengan spesifikasi
perusahaan, produk tidak layak jual
Cacat Fisik
sehingga akan dijadikan scrap,
menurunnya daya lekat baja
Bentuk permukaan baja tidak sesuai
spesifikasi, menurunnya ketahanan dan
Gepeng
kekuatan tarik baja, produk tidak layak jual
sehingga akan dijadikan scrap

5.2.8.3.Penentuan Nilai Efek Kegagalan (Severity, S)

Jenis kegagalan yang terjadi selama proses produksi dipengaruhi oleh

faktor - faktor utama yaitu mesin, manusiadan material. Untuk itu, dilakukan

pemberian nilai efek kegagalan berdasarkan faktor-faktor tersebut. Dari hasil

Universitas Sumatera Utara


wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan nilai efek kegagalan

(severity) dari kedua jenis kecacatan tersebut. Adapun alasan pemberian nilai efek

kegagalan(severity) adalah sebagai berikut :

1. Cacat fisik, memiliki efek yang ditimbulkan yaitu :

Sirip baja tidak sesuai dengan spesifikasi perusahaan, menurunnya daya lekat

baja, produk tidak layak jual sehingga akan dijadikan scrap. Hal ini dapat

mengganggu kelancaran lini produksi. Maka, diberikan nilai 7.

2. Gepeng, memiliki efek yang ditimbulkan yaitu :

Bentuk permukaan baja tidak sesuai spesifikasi, menurunnya ketahanan dan

kekuatan tarik baja, produk tidak layak jual sehingga akan dijadikan scrap.Hal

ini dapat mengganggu kelancaran lini produksi. Maka diberikan nilai 7.

Pemberian nilai rating untuk efek kegagalan dapat dilihat pada Tabel 5.11.

berikut.

Tabel 5.11. Penilaian Efek Kegagalan

Mode
Efek Kegagalan S
Kegagalan
Sirip baja tidak sesuai dengan spesifikasi
perusahaan, produk tidak layak jual
Cacat Fisik 7
sehingga akan dijadikan scrap,
menurunnya daya lekat baja
Bentuk permukaan baja tidak sesuai
spesifikasi, menurunnya ketahanan dan
Gepeng 7
kekuatan tarik baja, produk tidak layak
jual sehingga akan dijadikan scrap

Universitas Sumatera Utara


5.2.8.4.Identifikasi Penyebab Kecacatan dari Kegagalan

Berdasarkan diagram sebab-akibat pada gambar 5.6. dan 5.7. diperoleh

penyebab utama terjadinya kegagalan yaitu :

1. Untuk efek “Sirip baja tidak sesuai dengan spesifikasi perusahaan, menurunnya

daya lekat baja, produk tidak layak jual sehingga akan dijadikan scrap”.

Disebabkan oleh :

a. Terdapat serpihan baja pada mesin

b. Mesin Rolling Mill tidak bekerja optimal

c. Posisi billet yang tidak tepat saat akan dimasukkan ke mesin rolling

2. Untuk efek “Bentuk permukaan baja tidak sesuai spesifikasi, menurunnya

ketahanan dan kekuatan tarik baja, produk tidak layak jual sehingga akan

dijadikan scrap”. Disebabkan oleh:

a. Komposisi logam cair tidak standar.

b. Ruang yang tidak padat pada cetakan billet

c. Banyaknya jenis bahan baku yang berkarbon tinggi

Penyebab kecacatan dari kegagalan dapat dibuat kedalam tabel seperti

dibawah ini.

Tabel 5.12.Penyebab kecacatan dari Kegagalan

Mode Kegagalan Efek Kegagalan Penyebab Kegagalan


Terdapat serpihan baja pada
mesin
Sirip baja tidak sesuai dengan spesifikasi Mesin Rolling Mill tidak
perusahaan, produk tidak layak jual sehingga bekerja optimal
Cacat Fisik
akan dijadikan scrap, menurunnya daya lekat
Operator kurang teliti saat
baja
menempatkan billet ke mesin
rolling

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.12.Penyebab kecacatan dari Kegagalan (Lanjutan)

Mode Kegagalan Efek Kegagalan Penyebab Kegagalan


Komposisi logam cair tidak
standar
Bentuk permukaan baja tidak sesuai spesifikasi,
menurunnya ketahanan dan kekuatan tarik baja, Terdapat ruang yang tidak
Gepeng padat pada cetakan billet
produk tidak layak jual sehingga akan dijadikan
scrap Banyaknya jenis bahan baku
yang berkarbon tinggi

5.2.8.5.Penentuan Nilai Peluang Kegagalan (Occurance, O)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan

nilai peluang kegagalan (occurance) dari kedua jenis kecacatan

tersebut.Pemberian nilai rating untuk peluang kegagalan dapat dilihat pada Tabel

5.13. berikut.

Tabel 5.13. Penilaian Peluang Kegagalan

Mode Kegagalan Efek Kegagalan Penyebab Kegagalan O


Terdapat serpihan baja pada
5
mesin
Sirip baja tidak sesuai dengan spesifikasi
Mesin Rolling Mill tidak
perusahaan, produk tidak layak jual sehingga 7
Cacat Fisik bekerja optimal
akan dijadikan scrap, menurunnya daya lekat
Operator kurang teliti saat
baja
menempatkan billet ke 6
mesin rolling
Komposisi logam cair tidak
4
Bentuk permukaan baja tidak sesuai standar
spesifikasi, menurunnya ketahanan dan Terdapat ruang yang tidak
Gepeng 5
kekuatan tarik baja, produk tidak layak jual padat pada cetakan billet
sehingga akan dijadikan scrap Banyaknya jenis bahan baku
6
yang berkarbon tinggi

Universitas Sumatera Utara


Alasan pemberian nilai peluang kegagalan(occurance) seperti diatas

adalah sebagai berikut :

1. Terdapat serpihan baja pada mesindiberikan nilai 5, dikarenakan penyebab ini

dapat ditemukan terjadi sekali kurang lebih dalam 300-350 pengamatan.

Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai

5.

2. Mesinrolling mill tidak bekerja optimal diberikan nilai 7, dikarenakan

penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali kurang lebih dalam 20-40

pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori

tinggidengan nilai 7.

3. Operator kurang teliti saat menempatkan billet ke mesin rollingdiberikan nilai

6, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali kurang lebih

dalam80-100 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam

kategori sedangdengan nilai 6.

4. Komposisi logam cair tidak standar diberikan nilai 4, dikarenakan penyebab ini

dapat ditemukan terjadi sekali kurang lebih dalam700-1.000 pengamatan.

Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang dengan nilai

4.

5. Ruang yang tidak padat pada cetakan billet diberikan nilai 5, dikarenakan

penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali kurang lebihdalam300-350

pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori sedang

dengan nilai 5.

Universitas Sumatera Utara


6. Banyaknya jenis bahan baku yang berkarbon tinggi diberikan nilai 6,

dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali kurang lebihdalam 80-

100 pengamatan. Berdasarkan tabel pada lampiran, termasuk dalam kategori

sedang dengan nilai 6.

5.2.8.6.Identifikasi Metode Pengendalian Kegagalan

Dengan memperhatikan penyebab kegagalan dari diagram sebab-akibat

pada gambar 5.6. dan gambar 5.7, maka dapat dilakukan pengendalian terjadinya

kegagalan yang dapat dilakukan oleh pekerja, operator ataupunpihak perusahaan

yang bertujuan untuk meminimumkan resiko kegagalan tersebut yang dapat

dilihat pada tabel 5.14. berikut :

Tabel 5.14. Identifikasi Metode Deteksi Kegagalan

Mode Penyebab
Efek Kegagalan Metode Deteksi
Kegagalan Kegagalan
Periksa mesin
Terdapat serpihan
sebelum memulai
baja pada mesin
proses produksi
Sirip baja tidak sesuai dengan Periksa mesin
Mesin Rolling Mill
spesifikasi perusahaan, produk Rolling Mill
tidak bekerja
Cacat Fisik tidak layak jual sehingga akan sebelum melakukan
optimal
dijadikan scrap, menurunnya proses produksi
daya lekat baja Operator kurang Melakukan
teliti saat pengawasan
menempatkan billet intensif terhadap
ke mesin rolling operator
Bentuk permukaan baja tidak Mengecek logam
sesuai spesifikasi, menurunnya cair yang telah
Komposisi logam
Gepeng ketahanan dan kekuatan tarik memenuhi
cair tidak standar
baja, produk tidak layak jual komposisi sesuai
sehingga akan dijadikan scrap syarat

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.14. Identifikasi Metode Deteksi Kegagalan (Lanjutan)

Mode Penyebab
Efek Kegagalan Metode Deteksi
Kegagalan Kegagalan
Terdapat ruang Memeriksa cetakan
yang tidak padat billet sebelum
Bentuk permukaan baja tidak
pada cetakan billet proses produksi
sesuai spesifikasi, menurunnya
Gepeng ketahanan dan kekuatan tarik Memilih bahan
baja, produk tidak layak jual Banyaknya jenis baku dengan karbon
sehingga akan dijadikan scrap bahan baku yang yang dibutuhkan
berkarbon tinggi sebelum dituang ke
tanur induksi

5.2.8.7.Penentuan Nilai Deteksi Kegagalan (Detection, D)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, dapat ditentukan

nilai deteksi kegagalan (detection) dari kedua jenis kecacatan tersebut.Pemberian

nilai rating dapat dilihat pada Tabel 5.15. berikut.

Tabel 5.15. Penilaian Deteksi Kegagalan

Mode Penyebab
Efek Kegagalan Metode Deteksi D
Kegagalan Kegagalan
Periksa mesin
Terdapat serpihan
sebelum memulai 6
baja pada mesin
proses produksi
Sirip baja tidak sesuai dengan Periksa mesin
Mesin Rolling Mill
spesifikasi perusahaan, produk Rolling Mill
tidak bekerja 7
Cacat Fisik tidak layak jual sehingga akan sebelum melakukan
optimal
dijadikan scrap, menurunnya proses produksi
daya lekat baja Operator kurang Melakukan
teliti saat pengawasan
4
menempatkan billet intensif terhadap
ke mesin rolling operator
Bentuk permukaan baja tidak Mengecek logam
sesuai spesifikasi, menurunnya cair yang telah
Komposisi logam
Gepeng ketahanan dan kekuatan tarik memenuhi 5
cair tidak standar
baja, produk tidak layak jual komposisi sesuai
sehingga akan dijadikan scrap syarat

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.15. Penilaian Deteksi Kegagalan (Lanjutan)

Mode Penyebab
Efek Kegagalan Metode Deteksi D
Kegagalan Kegagalan
Terdapat ruang Memeriksa cetakan
yang tidak padat billet sebelum 4
Bentuk permukaan baja tidak
pada cetakan billet proses produksi
sesuai spesifikasi, menurunnya
Gepeng ketahanan dan kekuatan tarik Memilih bahan
baja, produk tidak layak jual Banyaknya jenis baku dengan karbon
sehingga akan dijadikan scrap bahan baku yang yang dibutuhkan 5
berkarbon tinggi sebelum dituang ke
tanur induksi

Alasan pemberian nilai deteksi kegagalan(detection) seperti diatas adalah

sebagai berikut :

1. Periksa mesin sebelum memulai proses produksi diberikan nilai 6. Dikarenakan

kendali yang dilakukan memerlukan bantuan dan pembongkaran sederhana.

2. Periksa mesin Rolling Mill sebelum melakukan proses produksi diberikan nilai

7.Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan inspeksi dan

pembongkaran

3. Melakukan pengawasan intensif terhadap operator diberikan nilai 4.

Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukaninspeksi yang hati-hati

dengan indera manusia.

4. Mengecek logam cair yang telah memenuhi komposisisesuai syarat diberikan

nilai 5. Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan memerlukan inspeksi

yang sangat hati-hati dengan indera manusia.

5. Memeriksa cetakan billet sebelum proses produksi diberikan nilai 4.

Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan inspeksi yang hati-hati

dengan indera manusia.

Universitas Sumatera Utara


6. Memilih bahan baku dengan karbon yang dibutuhkan sebelum dituang ke tanur

induksi nilai 5. Dikarenakan kendali yang dilakukan memerlukan memerlukan

inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia.

5.2.8.8.Penentuan Nilai RPN(Risk Priority Number)

Dihitung nilai RPN (risk priority number) melalu hasil perkalian antara

rating severity (S), occurance (O) dan detection (D) untuk menentukan prioritas

dalam rekomendasi tindakan perbaikan.

Contoh perhitungan nilai RPN (Risk Priority Number) untuk mode

kegagalan cacat fisik yaitu :

RPN = S x O x D

=7x5x6

= 210

Perhitungan RPN (Risk Priority Number) selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 5.16. berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.16. FMEA Produk Baja Tulangan Sirip

Mode
Efek Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Metode Deteksi D RPN
Kegagalan
Terdapat serpihan baja pada Periksa mesin sebelum
5 6 210
mesin memulai proses produksi
Periksa mesin Rolling Mill
Sirip baja tidak sesuai dengan Mesin Rolling Mill tidak
7 sebelum melakukan proses 7 343
spesifikasi perusahaan, produk tidak bekerja optimal
Cacat Fisik 7 produksi
layak jual sehingga akan dijadikan
scrap, menurunnya daya lekat baja Operator kurang teliti saat
Melakukan pengawasan
menempatkan billet ke 6 4 168
intensif terhadap operator
mesin rolling

Mengecek logam cair yang


Komposisi logam cair tidak
4 telah memenuhi komposisi 5 140
standar
Bentuk permukaan baja tidak sesuai sesuai syarat
spesifikasi, menurunnya ketahanan
dan kekuatan tarik baja, produk tidak
Gepeng 7 Terdapat ruang yang tidak Memeriksa cetakan billet
layak jual sehingga akan dijadikan 5 4 140
scrap padat pada cetakan billet sebelum proses produksi
Memilih bahan baku dengan
Banyaknya jenis bahan karbon yang dibutuhkan
6 5 210
baku yang berkarbon tinggi sebelum dituang ke tanur
induksi

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 5.16. diperoleh nilai RPN tertinggi sebesar 343 dengan

penyebab kegagalan yaitu mesin Rolling Mill tidak bekerja optimalyang

merupakan jenis kegagalan yang dijadikan prioritas utama untuk segera dilakukan

perbaikan. Usulan perbaikan yang dapat dilakukan untuk mencegah kecacatan

adalah melakukan maintenance secara berkala terhadap mesin Rolling Mill,

melakukan set up setiap bagian-bagian mesin penggilingan agar cetakan yang

diinginkan sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan dan membersihkan sisa-sisa

bahan yang masih tersangkut di mesin penggilingan agar tidak mengganggu

kelancaran selama proses produksi.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Seven Tools

Proses stratifikasi dilakukan untuk pengelompokan data dan terdapat tiga

jenis kecacatan pada baja tulangan sirip yang akan diambil datanya, yaitu jenis

kecacatan cacat fisik, gepeng dan miring. Pada check sheet, diberikan informasi

mengenai jumlah kecacatan yang terjadi pada setiap bulan mulai dari bulan Mei

2017 sampai dengan bulan April 2018. Dari check sheet dapat dilihat bahwa

jumlah kecacatan produk baja berada diatas angka 2 % yang merupakan batas

standarisasi dari perusahaan. Jenis kecacatan yang paling besar adalah jenis

kecacatan cacat fisik. Pada histogram terlihat jelas bahwa urutan jenis kecacatan

yang palingbanyak terjadi pada jenis kecacatan cacat fisik, gepeng dan miring.

Histogramtersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan perbaikan dalam

rangka mengendalikan kualitas produk dengan mengetahui faktor penyebab

kecacatan produk.

Dari diagram pareto dapat dilihat bahwa persentase jenis kecacatan cacat

fisik (38,50%) dan jenis kecacatan gepeng (33,20%) adalah persentase kumulatif

yang paling dominan. Berdasarkan aturan Pareto 80-20 dimana 80% produk cacat

disebabkan oleh 20% jenis kecacatannya. Jadi untuk mengatasi masalah kecacatan

harus menyelesaikan jenis kecacatan paling dominan yaitu, jenis kecacatan cacat

fisik dan gepeng dengan menyelesaikan faktor dominan tersebut maka dapat

mengatasi masalah dengan signifikan.

Universitas Sumatera Utara


Pada scatter diagram diperoleh nilai koefesien korelasi sebesar 0,8193

untuk jenis kecacatan cacat fisik dan untuk jenis kecacatan gepeng diperoleh nilai

koefesien korelasi sebesar 0,7814. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

linier antara X (jumlah produk yangcacat) dan Y (jumlah produk yang

diproduksi). Peta kontrol menunjukkan bahwa jumlah kecacatan produk berada di

batas kontrol (in control) yang berarti data yang diambil sudah seragam, sehingga

jumlah kecacatan yang terjadi masih dapat dikendalikan.

Cause and Effect Diagram berguna untuk menganalisis dan menemukan

faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan didalam menentukan

karakteristik kualitas output kerja. Pada cause and effect diagram sumber-sumber

potensial yang menjadi masalah dibagi menjadi 3 bagian yaitu manusia, mesin

dan material. Penyebab-penyebab darijenis kecacatan cacat fisik dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 6.1. Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab Kecacatan Cacat Fisik

Mode Penyebab Kegagalan


Kegagalan Mesin Manusia Material
Mesin Rolling Operator kurang teliti
Mill tidak bekerja saat memeriksa Banyaknya jenis
optimal komposisi logam cair bahan baku yang
Cacat Fisik Operator kurang berkarbon tinggi
Terdapat serpihan telitisaat
baja pada mesin menempatkanbillet ke
mesin rolling

Universitas Sumatera Utara


Penyebab-penyebab darijenis kecacatan cacat fisik dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 6.2. Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab Kecacatan Gepeng

Mode Penyebab Kegagalan


Kegagalan Mesin Manusia Material
Operator kurang teliti
Mesin CCMtidak Banyaknya jenis
saat memeriksa
bekerja optimal bahan baku yang
komposisi logam cair
Gepeng berkarbon tinggi
Terdapat ruang Operator kurang teliti
yang tidak padat saat memeriksa suhu
pada cetakan billet pada proses pemanasan

6.2. Analisis Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)

Dari hasil FMEA diperoleh nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi

pada jenis kecacatan cacat fisik yaitu sebesar 343 untuk penyebab kegagalan

karena mesin Rolling Mill tidak bekerja optimal. Cacat fisik terjadi ketika terdapat

part mesin yang rusak atau terdapat potongan baja yang tertinggal di mesin maka

mengakibatkan sirip pada baja tidak tercetak. Nilai tersebut merupakan mode

kegagalan paling kritis dan dijadikan sebagai prioritas pertama sehingga perlu

dilakukan tindakan korektif segera. Usulan perbaikan yang dilakukan yaitu

dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan terhadap mesin secara rutin

sebelum dimulainya proses produksi, sehingga cetakan yang dihasilkan sesuai

dengan permintaan konsumen.

Selain itu nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi pada jenis kecacatan

gepeng yaitu sebesar 210 untuk penyebab kegagalan karena banyaknya jenis

bahan baku berkarbon tinggi pada jenis kecacatan gepeng. Scrap dengan kadar

karbon tinggi akan membuat komposisi baja tidak sesuai standarisasi, hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara


menurunkan ketahanan dan kekuatan baja. Nilai tersebut merupakan mode

kegagalan kritis sehingga perlu dilakukan usulan perbaikan, yaitu memilih scrap

sesuai kebutuhan yang diinginkan sebelum dimasukkan kedalam tanur induksi

serta meningkatkan keahlian dan pengetahuan pekerja/operator dalam pemilihan

scrap dengan karbon rendah agar dapat mengurangi kesalahan yang dilakukan

oleh operator pada umumnya.

6.3. Analisis Perbandingan Tindakan Aktual dan Usulan

Pengendalian yang digunakan saat ini belum mampu untuk menurunkan

resiko kegagalan. Dari proses produksi masih ditemukan banyak kegagalan dan

potensi/resiko untuk terjadinya kegagalan. Sehingga pada penelitian ini, tindakan

pengendalian kualitas dilakukan dengan membandingkan tindakan aktual dengan

tindakan usulan yang dapat dilihat pada Tabel 6.3. sebagai berikut.

Tabel 6.3. Perbandingan Tindakan Aktual dan Usulan

Faktor Aktual Usulan


Mesin tidak bekerja optimal Melakukan maintenance
karena mesin sudah tua dan secara berkala dan
Mesin tidak diperiksanya bagian- memeriksa setiap bagian
bagian mesin sebelum mesin secara rutin sebelum
dimulainya proses produksi dimulainya proses produksi
Memeriksa kadar karbon
Banyaknya jenis bahan baku
pada bahan baku sebelum
Material yang masuk dan berkarbon
dipilih untuk dimasukkan
tinggi
kedalam tanur induksi
Operator kurang teliti saat
memeriksa suhu pada proses Melakukan pengawasan
Manusia pemanasan dan penempatan yang intensif terhadap
billet saat akan dimasukkan ke operator
mesin rolling

Universitas Sumatera Utara


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis kecacatan produk baja tulangan sirip yang paling dominan yaitu jenis

kecacatan cacat fisik (38,50 %) dan jenis kecacatan gepeng (33,20 %).

2. Penyebab terjadinya jenis kecacatan cacat fisik dan gepeng dapat dilihat dari

faktor mesin, manusia dan material.Untuk jenis kecacatan cacat fisik yaitu

mesin rolling mill tidak bekerja optimal,terdapat serpihan baja pada mesin

dan operator kurang teliti saat menempatkan billet ke mesin rolling.

Sedangkan untuk jenis kecacatan gepeng yaitu komposisi logam cair tidak

standar, terdapat ruang yang tidak padat pada cetakan billet dan banyaknya

jenis bahan baku yang berkarbon tinggi.

3. Berdasarkan perhitungan Risk Priority Number (RPN) maka penyebab

kecacatan yang memiliki nilai RPN tertinggi yakni mesin rolling mill tidak

bekerja optimal dengan nilai RPN 343. Untuk mengatasi penyebab tersebut,

tindakan korektif yang dapat dilakukan perusahaan adalah melakukan

perawatan terhadap mesin secara rutin dan memeriksa setiap komponen

mesin sebelum dimulainya proses produksi.

Universitas Sumatera Utara


7.2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menerapkan usulan-usulan

perbaikan yang diberikan untuk meminimasi cacat seperti cacat fisik dan

gepeng.

2. Pihak perusahaan sebaiknya memantau penerimaan bahan baku dan

menetapkan standar kualitas bahan baku agar didapatkan bahan baku yang

sesuai standar.

3. Perusahaan sebaiknya melakukan pembuatan standar operasional prosedur

(SOP) dalam penyetingan mesin dan membuat pelatihan terhadap operator,

sehingga operator dapat mengurangikesalahan saat memproduksi baja.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA
Basterfield, Dale H. 1998. Quality Control, Fifth Edition. New Jersey : Prentice

Hall

Departemen Teknik Industri USU. 2013. Buku Pedoman Tugas Sarjana

Departemen Teknik

Ginting, Rosnani. 2007. SisitemProduksi. Yogyakarta :GrahaIlmu

Larisang, dkk. 2017. Analisa PengendalianKualitas Assembly Internal Vessel

DenganMenggunakanMetode Statistical Quality Control di PT VME

Process. Batam : STT IbnuSina

McDermot, Robin E. 2009. The Basic of FMEA, Edisi 2. USA : CRC Press

Montgomery, Douglas C. 2009. Introduction to Statistical Quality Control, Sixth

Edition. USA : John Wiley & Sons

Ratnadi, dkk. 2016. Pengendalian Kualitas Produksi Menggunakan Alat bantu

Statistik (Seven Tools) dalam Upaya Menekan Tingkat Kerusakan Produk.

Bandung : Universitas Nurtanio Bandung

Suliantoro, Hery dkk. 2017. Analisis Penyebab Kecacatan dengan Menggunakan

Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) dan Metode Fault Tree

Analysis (FTA) di PT Alam Daya Sakti Semarang. Semarang : Universitas

Diponegoro

Sinulingga, Sukaria. 2013. MetodePenelitian. Edisi 3. Medan : USU Press

Zuraida, Rida dkk. 2016. Pengendalian Kualitas Untuk Meminimalkan Jumlah

Cacat pada Produk Kaleng Aerosol. Jakarta : Universitas Bina Nusantara

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai