Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan “selesainya” masa pubertas (awal), masuklah anak kedalam
periode kelanjutannya, yaitu masa pubertas akhir atau adolesen. Untuk
merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang remaja tidaklah mudah, sebab
kapan masa remaja berakhir dan kapan anak remaja tumbuh menjadi seorang
dewasa tidak dapat ditetapkan secara pasti. Kesulitan untuk memastikan kapan
berakhirnya masa adolesen ini, di antaranya karena adolesen sesungguhnya
merupakan suatu ciptaan budaya, yakni suatu konsep yang muncul dalam
masyarakat modern sebagai tanggapan terhadap perubahan social yang menyertai
perkembangan industri pada anak ke-19 di Eropa dan Amerika Serikat.
Setidaknya, hingga akhir abad ke-18, konsep adolesen belum digunakan
untuk menunjukkan suatu periode tertentu dari kehidupan manusia. Baru sejak
abad ke-19 muncul konsep adolesen sebagai suatu periode kehidupan tertentu
yang berbeda dari masa anak-anak dan masa dewasa. Masa adolesen ini oleh
Sigmund Freud sebagai “edisi keduadari situasi oedipus”. Sebab, relasi anak muda
terhadap usia ini masih mengandung banyak unsur yang rumit dan belum
terselesaikan. Yaitu banyak konflik antara isi psikis yang kontra diktif, terutama
pada relasi anak muda dengan orang tua dan objek cintanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud anak gadis pada masa adolesens?
2. Bagaimana psikologis cinta diri pada masa adolesens?
3. Bagaimana psikologis fantasi seksual pada masa adolesens?
4. Bagaimana psikologis multiple personality pada masa adolesens?
5. Bagaimana psikologis psedoafektivitatpada masa adolesens?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anak gadis pada masa adolesens
2. Mengetahui dan memahami psikologi cinta diri pada masa adolesens
3. Mengetahui dan memahami psikologi fantasi seksual pada masa adolesens
4. Mengetahui dan memahami psikologi multiple personality pada masa
adolesens
5. Mengetahui dan memahami psikologi psedoafektivitat pada masa adolesens

1
BAB II
PEMBAHASAN

Anak Gadis Pada Masa Adolesens


Menurut Kartono,(1992). Masa puberteas akhir atau adolesens oleh
Sigmund Freud disebut sebagai “Edisi kedua dari situasi Oeidipus”, karena relasi
anak gadis dengan seorang pemuda itu masih banyak mengandung unsur yang
rumit dan tidak terselesaikan. Yaitu unsur ikatan jiwani antara anak gadis dengan
ayahnya.
Pada masa adolesensi ini terjadi proses kematangan yang berlangsung
secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari perkembangan anak.
Pada periode tersebut anak gadis banyak melakukan instropeksi, dan mencari-cari
sesuatu ke dalam diri sendiri. Akhirnya ia menemukan jati dirinya, dalam artian
menemukan harmoni baru antara sikap ke dalam diri sendiri dengan sikap ke luar
pada dunia objektifnya. Menurut banyak ahli jiwa, batas waktu adolesensi itu
ialah 17-19 tahun atau 17-21 tahun.
Secara ringkas perbedaan karakteristik di antara tiga fase itu ialah sebagai
berikut:
1. Pada masa pra-pubertas (masa negatif, masapeural, Verneinung atau
Trotzalter) anak sering merasa bingung, cemas, gelisah, takut, gelap hati,
risau,sedih hati , dan lain-lain. Namun tidak mengetahui apa yang
menyebabkan dari persasaan tersebut.
2. Pada masa pubertas, anak gadis menginginkan sesuatu dan mencari-cari
sesuatu. Namun apa sebenarnya “sesuatu” yang didambakan dan dicarinya,
gadis remaja sendiri belum mengetahui.
3. Pada masa adolesensiI, anak mulai merasa mantap stabil. Ia ingin hidup dan
mengenal dirinya, mulai memahami arah hidupnya, dan menyadari tujuan
hidupnya. Ia mempunyai pendirian tertentu, dan memilih satu pola hidup.
Pada masa adolesensi anak mulai menemukan nilai-nilai hidup baru,
sehingga semakin jelaslah pemahaman tentang keadaan diri sendiri. Ia mulai
bersikap kritis terhadap objek-objek di luar dirinya, dan mampu mengambil
sintese antara dunia luar dan dunia internal.
Perkembangan biologis menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan
tertentu, baik kualitatif maupun kuantitatif, baik yang bersifat fisiologis maupun
psikologis. Oleh perkembangan baru ini anak adolesensi dihadapkan pada banyak
masalah abaru dan kesulitan yang sangat rumit kompleks. Pada usia ini sangat
dibutuhkan anak dengan adanya pendidikan dan orang tua yang berkepribadian
sederhana serta jujur, yang terlampau banyak menuntut kepada anak didiknya,
dan membiarkan anak tumbuh serta berkembang sesuai dengan irama
perkembangan dan kordratnya sendiri. Yang penting saat ini ialah, membiarkan
anak gadis untukmenghayati pengalaman-pengalamam itu sendiri, dan dengan

2
mana anak kemudian mampu menemukan arti dan nilai-nilai tertentu untuk
menetapkan sikap dan tujuan hidup sendiri.
Kini anak gadis harus mampu berdiri sendiri dalam suasana kebebasan.
Ikatan-ikatan afektif yang salam sudah banyak dilepaskan, lalu diciptakan relasi-
relasi emosional yang baru. Maka pada pelepasan ikatan emosional yang lama itu
fungsi identifikasi berperan penting sekali. Objek-objek cinta-kasih lama
mengalami peninjauan kembali, dan mengalami proses devaluasi, dan sekarang
anak gadis menemukan identifikasi dengan objek-objek baru yang dianggap lebih
bernilai atau lebih berarti daripada yang lama.
Oleh karena itu mekar tumbuhlah sikap yang lebih kritis terhadap realitas
dunia sekitar. Dan ia berusaha keras untuk mengadakan adaptasi terhadap
lingkungan hidupnya. Penilaian yang tinggi terhadap orang tua kini semakin
berkurang, dan digantikan dengan respek terhadap pribadi-pribadi lain yang
dianggap lebih memenuhi selera hati anak gadis. Pribadi-pribadi ideal tersebut
umpamanya berwujud seorang bintang film, guru, pemimpin wanita, ketua
organisasi, pahlawan wanita, dan lain-lain.
Pada masa adolescence, biasanya akan terjadi perubahan pada diri seorang
gadis baik fisik maupun psikis, walaupun akibatnya sementara akan tetapi
mempengaruhi perubahan dalam pola prilaku, sikap dan kepribadian. Perubahan-
perubahan tersebut di antaranya:
1. Cinta Diri
Dua kata yang perlu dijelaskan dari kutipan di atas yaitu: cinta dan
dirisendiri. Cinta bermakna perasaan puas pada diri seseorang, sehingga suatu
atau yang dicintai akan mendapat perlakuan yang istimewa dari orang yang di
cintainya, mendapat penjagaan, diperlakukan secara istimewa, membayangkan
keberadaannya, semua hal yang dilakukan karena cinta adalah demi menjaga
keberadaan dan rasa puas yang dimiliki terhadap yang dicintai. Kalau yang
dicintai berupa barang, maka barang tersebut tidak akan pernah dirusakan,
cacat atau di rampas orang. Diri sendiri artinya bukan orang lain istilahnya
yaitu “AKU”, meliputi tubuh dan batin. Jadi mencintai diri sendiri adalah
mencintai tubuh dan batin, bagaimana seseorang mencintai di dirinya maka ia
akan merawat tubuhnya, menjaganya, dan tidak akan membahayakannya.
Emosi anak adolesens kini lebih terarah ke dalam, yaitu kepada dirinya
sendiri. Pada masa pra-pubertas dan pubertas, relasi-emosionalnya ditujukan
kepada seorang gadis/kawannya, dan sifatnya narsistis (cinta diri) karena
dengan cintanya anak gadis mendambakan semacam rasa aman dan
keuntungan bagi diri sendiri. Karena itu narsisme tersebut membawakan
peranan penting, yaitu semacam usaha menjaga jarak yang diselingi
"kesombongan diri" dan cinta diri, yang mempengaruhi sekali proses
kematangan emosional anak gadis baik pada masa pra-pubertas maupan
adolesensi.

3
SarjanaNunberg menyatakan adanya peranan kembar dari fungsi
narsisme ini, yaitu yang sifatnya negatif dan yang positif. Narsisme secara
esensial memang bisa positif sifatnya dan penting bagi kehidupan, sebab bisa
memperkuat Ego manusia. Akan tetapi ada juga dampak negatif yang bisa
ditimbulkan oleh narsisme misalnya jika narsisme ini terlampau kuat. Maka
timbul ekses gejala-gejala kesombongan, egoisme, sadisme, tiranisasi, tendens
delusion of grandeur, cinta diri yang eksrim, penyesalan dan lain-lain.
Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa sebab-musabab yang
mengakibatkan timbulnya pasang surut dari gejolak badai-badai emosional
pada masa adolesensi itu sebagian besar disebabkan oleh jumlah yang
terlampau besar atau intensifikasi yang terlalu kuat dari unsur narsisme, yang
bisa mempersukar kelancaran kontak dengan sesama manusia.
Aku narsistis pada maaa adolesensi ini sifatnya sering kali "banyamk
menuntut". Juga menyebabkan anak gadis sangat sensitif terhadap
kekecewaan-kekecewaan dan mudah menggugah harga diri berlebihan yang
pada umumnya kurang/tidak tahan terhadap kritik-kritik yang dilancarkan oleh
orang tua dan saudara-saudaranya.
Narsisme ini kerap kali ditambah dengan emosi-emosi kesepian yang
kuat, karena si gadis merasa tidak dimengerti oleh lingkungannya. Maka
campuran perasaan-perasaan harga diri yang ekstrim, cinta diri yang berlebih-
lebihan (narsisme), dan rasa kesepian itu mengakibatkan anak gadis mudah jadi
murung, cepat kecewa, lekas marah, sangat iritabel atau mudah tersinggung,
dan menjadi oversensitif atau terlampau peka.
Di samping itu sebagai akibat dari kurangnya pengalaman dan anak
terlampau besar menilai penghayatan-penghayatan emosional pada masa
adolesensi ini, maka anak gadis mudah mengorbankan segala sesuatunya untuk
orang yang dicintainya. Sedang pada kenyataannya, obyek cinta tersebut tidak
amat stabil, dan sangat mudah berganti-ganti. Maka sifat "mudah-jatuh-cinta"
dan "mudah-berganti-pacar" itu lebih sering terjadi pada anak-anak gadis
daripada anak laki-laki. Sehubungan dengan uraian keinginan untuk dicintai
oleh banyak pemuda dan kecenderungan untuk mematahkan hati banyak laki-
laki itu merupakan ciri karakteristik anak gadis adolesensi.
Akan tetapi hendaknya diingat, bahwa kegiatan memburu cinta pemuda-
pemuda atau para pria itu jarang merupakan ekspresi murni dari kebutuhan-
kebutuhan yang narsistis. Biasanya hal ini didorong oleh keinginan untuk
mempertontonkan kemampuannya pada seorang gadis adolesensi, misalnya
kepada ibunya, yang bersikap kurang percaya pada kedewasaannya atau untuk
menggugah rasa iri hati serta cemburu seorang kawan gadis dan saingannya.
Pada masa pra-pubertas, salah satu ciri yang menonjol ialah aktivitas
yang sifatnya agresif-ofensif (masa menentang, berneinung) dan ekstravert
sifatnya kurang adanya dorongan-dorongan seksualnya. Maka pada masa
adolesensi sekarang, ofensif-agresivitas dan aktivitas yang ektravert itu jadi

4
semakin berkurang, diganti dengan tendens tingkah laku pasif serta aktivitas
yang lebih mengarah ke dalam, yaitu kepada diri sendiri, dn sifatnya lebih
introvert.Misalnya saja, dorongan kelamin pada masa adolesensi yang semakin
kuat itu kadangkala menimbulkan kecemasan pada anak gadis. Oleh karena itu
perlu diadakan mobilisasi terhadap tenaga-tenaga defensi (pertahanan) untuk
mengatasi kecemasan-kecemasan tadi, dan untuk mempertahankan diri dari
dalam. Oleh Anna Freud kejadian ini disebut sebagai defence-mechanism
(mekanisme pertahanan diri).
Anak adolesens dengan segenap daya kemampuannya kini berfungsi
sebagai sentrum untuk melakukan pertahanan terhadap badai bahaya-bahaya
dari bergolaknya dorongan-dorongan seksual, yang sering eksplosif sifatnya
dan sukar dikendalikan

2. Fantasi Seksual
Pada masa ini seseorang mulai merasakan cinta dan kasih sayang satu
sama lain,mempunyai perhatian yang lebih mengenai siapa dan bagaimana
mereka (lawan jenis) di mata orang lain, mereka mulai merasakan ketertarikan
secara seksual antara satu dengan yang lain, sehingga timbul yang di namakan
rasa suka, ingin memiliki dan saling memuji. Bagi remaja yang pola
perkembanganya normal dalam arti dia menyadari setiap tahap perkembangan,
maka tidak adanya hambatan dalam dirinya untuk melewati fase ini, akan tetapi
apabila ada remaja yang memang tidak melewati fase ini maka akan terjadi
keterbelakangan daya tarik atau ketertarikan dengan lawan jenis pada masanya.
Gelora cinta anak gadis yang biasanya membadai itu tidak selalu
ditujukan pada seorang obyek pribadi yang riil. Ada kalanya anak gadis
mengarahkan obyek cintanya pada suatu obyek fantasi yang hanya ada dalam
imaginasi (khayalan) sendiri. Ada kalanya gambaran khayalan obyek cinta itu
didorong oleh ambisi yang terlalu besar dengan tuntutan persyaratan yang berat
dan oleh dorongan ingin mendapatkan pengakuan terhadap kemampuannya.
Sebagai akibat dari tuntunan ini, fantasi tersebut tidak pernah bisa
dikonsentrasikan pada seorang pria saja. Sedang isi fantasi cintanya pada
umumnya ditentukan oleh kultural tempat anak gadis tadi berada.
Jika fantasi-fantasi cintanya itu tidak bersifat sosial atau ideologis, akan
tetapi bersifat murni egosentris, maka realisasi dari fantasi tersebut biasanya
akan menumbuhkan kekecewaan-kekecewaan pada dirinya. Sebab, seorang
yang egosentris akan memandang dunia luar dari pandangan dan selera sendiri,
menurut pengertian sendiri, juga dibatasi oleh perasaan dan fikirannya yang
masih sempit. Ia sangat terpengaruh oleh akal budinya yang masih “cupet”,
serta tidak mampu menyelami perasaan dan fikiran oranglain. Dia belum
mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan batiniah oranglain atau
partnernya. Selanjutnya egosentrisme tadi ada umumnya sifatnya naif, dan
sangat terikat pada diri sendiri. Dengan sendirinya orang yang egosentris itu

5
selalu mengutamakan kepentingan sendiri, melihat dunia luar dengan kacamata
batin sendiri, sedang sifatnya kurang matang dan kurang mantap. Jika pola
demikian ini terus menerus akan dilanjutkan, maka anak gadis tersebut tentu
akan tertumbuk pada banyak kesulitan serta kekecewaan dikemudian harinya.
Pada anak-anak gadis adolesens, unsur-unsur erotik itu lebih lama
dihayatinya, jika dibandingkan dengan penghayatan anak laki-laki. Hal ini
terutama disebabkan oleh adanya perbedaan anatomis. Fantasi-fantasi erotik
pada anak laki-laki pada umumnya segera, dan disertai dengan proses-proses
genital (genetalia = organ kelamin). Sebaliknya pada anak-anak gadis, mereka
tidak begitu cepat mengerti bahwa alat kelaminnya itu juga merupakan alat
pelaksana dari hasrat cintanya. Pada umumnya anak-anak gadis masih dapat
membedakan antara-antara ketagangan psikis (oleh perasaan-perasaan psikis)
dari ketegangan fisis sebagai akibat dari ketegangan pada organ kelaminnya,
jika mereka melakukan masturbasi atau mengalami orgasme.
Pada masa adolesense ini setiap realitas (keaktifan real, kegiatan nyata)
yang bisa memenuhi atau memuaskan keinginan–keinginan seksual, memang
bisa merupakan bahaya bagi dirinya. Maka sebagai penggantinya ia melakukan
repressi (menekan kedalam, mengendalikan) yaitu menekan gejolak – gejolak
seksual dan ditransformasikan dalam bentuk fantasi atau pseudologi. Hal ini
merupakan satu cara untuk melarikan diri dari dunia kenyataan sekarang ialah
dengan cara memindahkan realisasi pemenuhan keinginan seksual pada masa
yang akan datang didalam fantasi–fantasinya. Ada sekelompok anak–anak
gadis pada usia adolesense yang oleh rasa ketakutan merealisasikan dorongan
seksualnya. Mereka berusaha mengatasi ketakutannya dengan melakukan
“intervensi seksual aktif“ yaitu berlaku sok berani dan sok tau, didorong oleh
rasa ingin tahu karena merasa dirinya sudah dewasa. Akan tetapi pada akhirnya
justru malah menekan dan menindih berat jiwa mereka.

3. Multiple Personality
Multiple Personality adalah disosiasi dan kepecahan/keterbelahan
komplit dari kepribadian terhadap lingkungan nya, disebabkan oleh adanya
satu kompleks kejiwaan tertentu berupa kebiasaan-kebiasaan, emosi-emosi,
ide-ide, kenangan-kenangan, harapan-harapan, kehendak-kehendak, pikiran-
pikiran tertentu dan lain-lain yang terintegrasi, berbentuk satu kepribadian
komplit: sedang komleks-kompleks lainnya, berupa kebiasaan, emosi, pikiran-
pikiran, kenangan, cita-cita harapan-harapan dan lain-lain yang menjadi
komponen lawan nya (bersifat kebalikan dari kompleks-kompleks pertama)
juga menjadi satu kesatuan pribadi yang komplit lainnya. Masing-masing
pribadi cenderung jadi otonom, berdiri sendiri, atau perdampingan, berjejer tapi
tidak berasosiasi satu sama lain (tidak ada hubungan : terdapat disosiasi).
Pribadi yang satunya atau yang lain itu biasanya tidak disadari. Dengan
demikian ada osilasi atau ayunan antara dua kepribadian atau lebih yaitu ada

6
person yang beganti-ganti. Ini berlangsung beberapa kali dalam sehari , dalam
satu minggu atau dalam beberapa bulan. Pada satu situasi seringkali terjadi
peristiwa amnesia mengenai person yang lain, yaitu tidak ingat pribadi yang
satunya. Bahkan ada kalanya beganti-ganti kepribadian lebih dari dua,
misalnya tiga, empat, lima, sampai tujuh belas pribadi yang berbeda-beda satu
sama lain.
Multiple personality atau kepribadian ganda (tidak hanya 2 kepribadian,
bisa lebih dari 2). Secara mudahnya bisa dikatakan 2 atau lebih jiwa yang
menghuni badan dan raga seseorang. Ini merupakan salah satu bentuk kelainan
jiwa, dalam pengertian umum kelainan jiwa tidak sama dengan sakit jiwa.
Sakit jiwa konotasinya seseorang yang kehilangan realitas hidupnya,
tertawa sendiri, menagis, berhalusinasi. Sedangkan kelainan jiwa lebih halus
dari sakit jiwa, kelainan jiwa masih dalam tahap normal, tidak mengganggu
dan biasanya tidak teridentifikasi bila tidak mengunakan alat tes psikologi.
Contoh: rasa takut berlebihan, takut gelap, takut keramaian, takut laba-laba
(secara berlebihan). Kelainan jiwa ini bisa bersifat keturunan atau juga
pengaruh lingkungan biasanya karena obsesi yang mendalam atau tekanan
jiwa/batin yang keras dan lama. Penyebab terjadinya gangguan kepribadian
majemuk di akibatkan oleh penyiksaan fisik yang dilakukan oleh ibu atau
bapaknya sendiri.akan terjadi pribadi dominan bisa menyadari pribadi-pribadi
lainya namun pribadi asli kadang tidak menyadarinya sama sekali.

4. Psedoafektivitat
Menurut Dr. Helena deutsh bahwa relasi emosional, dari identifikasi
total,disebut Psedoaktivitat, yang dapat menimbulkan gejala-gejala neorologis
dan patologis. Ada juga gadis-gadis adolesense yang berbakat intelektual tinggi
yang tidak mampu mengendalikan macam-macam identifikasi dan tidak
mampu membatasi wilayah identifikasinya ia sangat mudah terpengaruh oleh
sugesti dari luar, sehingga ia sulit mendapatkan keseimbangan batin. Peristiwa
ini memberikan efek yang destruktif merusak pada diri sendiri dan
lingkunganya.Contoh kongkritnya adalah :
a. Peristiwa kawin cerai berulang kali.
b. Prostitusi/ pelacuran.
c. Berganti-ganti lapangan kerja tanpa sebab yang jelas.
d. Petualangan cinta (ganti-ganti pacar).
Adakalanya identifikasi total ini mengakibatkan timbulnya pribadi
majemuk di mana munculnya pribadi sendiri yang tidak sama dengan pribadi
yang teridentifikasi, Freud menanamkan gejala tersebut sebagai fenomena
hidup. Proses identifikasi ini bisa berlangsung terhadap beberapa orang
sehingga timbul perpecahan pribadi yang dikenal sebagai gejala majemuk
pribadi.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada masa adolesensi ini terjadi proses kematangan yang berlangsung
secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari perkembangan anak.
Pada periode tersebut anak gadis banyak melakukan instropeksi, dan mencari-
cari sesuatu ke dalam diri sendiri. Akhirnya ia menemukan jati dirinya, dalam
artian menemukan harmoni baru antara sikap ke dalam diri sendiri dengan
sikap ke luar pada dunia objektifnya. Menurut banyak ahli jiwa, batas waktu
adolesensi itu ialah 17-19 tahun atau 17-21 tahun.
Emosi anak adolesens kini lebih terarah ke dalam, yaitu kepada dirinya
sendiri. Pada masa pra-pubertas dan pubertas, relasi-emosionalnya ditujukan
kepada seorang gadis/kawannya, dan sifatnya narsistis (cinta diri) karena
dengan cintanya anak gadis mendambakan semacam rasa aman dan
keuntungan bagi diri sendiri.
Bagi remaja yang pola perkembanganya normal dalam arti dia menyadari
setiap tahap perkembangan, maka tidak adanya hambatan dalam dirimya untuk
melewati fase ini, akan tetapi apabila ada remaja yang memang tidak melewati
fase ini maka akan terjadi keterbelakangan daya tarik atau ketertarikan dengan
lawan jenis pada masanya.
Multiple personality atau kepribadian ganda (tidak hanya 2 kepribadian,
bisa lebih dari 2). Secara mudahnya bisa dikatakan 2 atau lebih jiwa yang
menghuni badan dan raga seseorang. Ada juga gadis-gadis adolesense yang
berbakat intelektual tinggi yang tidak mampu mengendalikan macam-macam
identifikasi dan tidak mampu membatasi wilayah identifikasinya ia sangat
mudah terpengaruh oleh sugesti dari luar, sehingga ia sulit mendapatkan
keseimbangan batin.

B. Saran
Remaja merupakan pribadi yang masih labil, oleh karena itu para orang
tua harus lebih ekstra hati-hati untuk memperhatikan perkembangan remaja
tersebut baik dari segi psikologi maupun intelektual. Namun, tidak hanya peran
orang tua akan tetapi faktor lingkungan dan peran bidan juga sangat
berpengaruh. Dan remaja juga harus berusaha untuk menjadi pribadi yang
positif dalam menghadapi proliferasi dirinya.

Anda mungkin juga menyukai