Disusun Oleh :
A. Definisi
Leukemia, Kanker darah atau leukemia merupakan adanya
pertumbuhan sel neoplsma ditandai oleh perbanyak secara tidak normal atau
transformasi maligna dari sel-sel pembentuk dari sumsum tulang dan jaringan
limfoid yang umumnya terjadi pada leukosit pertumbuhan sel-sel abnormal ini
mengganggu fungsi normal dari organ-organ vital dan menyebar keseluruh tubuh
(Eunike Pinontoan, Max Mantik, 2013). Leukemia adalah kanker dari sel-sel pem-
bentuk darah; sebagian besar merupakan kanker dari leukosit, tetapi dapat juga
dapat berawal dari sel darah jenis lain. Leukemia dimulai di sumsum tulang yang
merupakan tempat pembentukan sel-sel darah (Yenni, 2014). Leukemia
limfoblastik akut atau yang sering disebut dengan LLA adalah suatu keganasan
hematologi yang disebabkan oleh proliferasi prekursor sel limfoid yang
menyebabkan terjainya sel blas di darah tepi dan sumsum tulang (Adilistya, 2017).
Dapat disimpulkan bahwa Leukimia Limfoblatik akut adalah suatu kanker darah
dan sumsum tulang dimana sel darah diproduksi.
B. Etiologi
Untuk etiologi yang lebih spesifik terklait LLA belum diketahui dengan
pasti, akan tetapi berhubungan dengan proses multifaktorial yang berkaitan
dengan genetik, paparan virus, lingkungan, imunologi, ionization radiation, dan
toksik (Yenni, 2014). Selain itu akibat radiasi, obat – obatan imunosupresif dan
kardiogenik seperti diethylstillbestrol. Kemudian faktor herediter seperti kembar
monozigot dan yang terkahir adalah kelainan kromosom seperti down sindrom
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Penyebab yang lain terjadinya ALL yang pasti belum diketahui,
namun terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia
yaitu:
1. Virus : virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.
2. Leukemia sekunder : dapat terjadi setelah dilakukannya perawatan atas
penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL
) atau treatment related leukemia. Hal ini disebabkan karena obat-obatan
yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA
3. Genetic : bisa dibagi menjadi dua yaitu bisa terjadi akibat keturunan dan juga
factor lingkungan. Untuk factor keturunan terjadi karena adanya
penyimpangan kromosom dan juga karena saudara kandung. Selain terdapat
factor lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya ALL ini juga.
Contohnya saja radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan bisa mengakibatkan
terjadinya penyakit tersebut.
4. Radiasi
Resiko terjainya peningkatan leukemia ditemui pada pasien yang mendapat
terapi radiasi seperti : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi
dan para radiologis.
5. Bahak kimia dan obat – obatan
Bahan kimia yang dapat menyebabkan terjadinya leukemia adalah benzen,
selain itu terdapat produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida,
pestisida, dan ladang elektromagnetik.
C. Klasifikasi LLA
1. Leukemia limfoblastik akut
a. L – 1 Leukemia Limfositik Akut anak-anak, populasi sel homogen
b. L – 2 Leukemia Limfositik Akut pada dewasa, populasi sel heterogen
c. L – 3 Leukemia jenis limfoma Burkit sel besar, populasi sel homogen
2. Leukemia Mieloblastik Akut
a. M – 0 Berdiferensiasi minimal
b. M – 1 Diferensiasi granulositik tanpa maturasi
c. M – 2 Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium
promielositik
d. M – 3 Diferensiasi granulositik dengan promielosit hipergranular,
dihubungkan
e. dengan koagulasi intravaskular diseminata
3. Leukemia kronis ditandai dengan sejumlah besar sel yang berdiferensiasi
dengan baik di sumsum tulang belakang, darah perifer, dan jaringan serta
karakteristik klinis yang berlangsung lama tanpa terapi. Hal ini yang
membedakan leukemia kronis dari leukemia akut, di mana sel yang belum
dewasa mendominasi, dan karakteristik klinis yang tidak diobati menyebabkan
kematian dalam beberapa bulan. Terdapat dua jenis utama leukemia kronis
yaitu leukemia granulositik kronis (CGL, atau leukemia myelocytic kronis
[CML]) dan leukemia limfositik kronis (CLL), yang berbeda dalam hal sifat
alaminya, gambaran klinis, prognosis, dan perawatan.
D. Tanda Gejala
Tanda gejala yang dapat terjadi pada pasien ALL menurut Wolley et al,
tahun 2016 yaitu mengalami anemia (pucat, letargi, dan dispnea), kemuian
neutropenia (demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit, saluran
napas, perianus, atau bagian lain), Trombositopenia (memar spontan, purpura,
gusi berdarah, dan menoragia). Selain itu, nyeri sendi atau tulang, hilangnya nafsu
makan dan turunnya berat badan, pembesaran kelenjar limfe, batuk atau kesulitan
pernafasan, pembesaran hati atau limpa, pembengkakan muka dan tangan, sakit
kepala, dan muntah (Yenni, 2014). Demam dan juga konstipasi dapat terjadi pada
pasien ALL (lestasi et al, 2019.)
E. Penatalaksanaan
1. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi dilakukan untuk mengganti sumsum yulang yang rusak karena
dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu transplantasi sumsum
tulang berguna untuk mengganti sel sel darah yang rusak karena kanker.
2. Terapi suportif
Terapi ini berguna untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit
leukimia dan juga mengatasi efek samping obat, seperti transfusi darah dan
trombosit.
3. Radioterapi
Menggunakan sinar yang berenergi untuk membunuh sel sel leukimia, seperti
CT sacn, MRI (Adilistya, 2017).
4. Kemoterapi
Pengobatan dibrikan kepada penderita LLA pada umumnya dilakukan secara
bertahap, namun tidak semua fase dilakukan oleh semua orang. Kemoterapi
pada penderita LMA terdapat 2 fase yaitu yang pertama fase induksi dan
yang kedua yaitu fase konsolidasi. Fase induksi adalah ragimen kemoterapi
yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel sel leukimia secara
maksimal sehingga tercapai remisi yang komplit. Sedangkan fase konsolidasi
dilakukan sebagai upaya lanjutan dari fase induksi.
Kemoterapi pada penderita LLA:
Stadium 0 : limfositisis darah tepi dan sumsum tulang
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati
Stadium II : limfositosis dan spenomegali/hepatomegali
Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr / dll)
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia < 100.000/mm3
F. Patofisiologi
LEUKIMIA
Nyeri akut
G. Komplikasi
1. Masalah Gastrointestinal.: terjadinya mukosa bibir, terjadi mualdan muntah
2. Anemia
3. Perdarahan : dapat tejadi perdarahan akibat defisiensi trombosit
(trombositopenia), yang ditandai dengan Memar (ekimosis), Petekia (bintik
perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan
kulit). infeksi dan juga demam dapat memperberat terjadinya perdarahan
tersebut.
4. Infeksi : dapat terjadi karena kurangnya granulosit matur dan normal.
Sehingga dapat mengikat sesuai derajat netropenia dan juga disfungsi imun.
5. Pembentukan Batu Ginjal dan Kolik Ginjal : hal ini dapat terjadi akibat sel
secara besar-besaran hancurketika dilakukan kemoterapi sehingga
meningkatkan kadar asam urat dan diperlukan asupan cairan yang tinggi.
2. ESAS Quessionare
Tidak Nyeri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nyeri Tidak Tertahankan
Total Skor
A. Terapi Farmakologis
6. Analgesik non opioid
Anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga mengganggu konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin yang merupakan mediator nyeri. Obat ini umumnya bekerja
di perifer, kecuali parasetamol yang bekerja di susunan saraf pusat dengan
menghambat sintesis prostaglandin di hipotalamus (Wilmana, 1998).
7. Analgesik Opioid
Opioid merupakan pilihan utama pada nyeri keganasan sedang berat.
Terdapat 2 jenis opioid, yaitu opioid lemah seperti kodein dan tramadol;
sedangkan opioid kuat yaitu morfin, metadon, fentanil, dan heroin. Opioid
sedapat mungkin diberikan dalam bentuk oral, dan sebaiknya diberikan
secara rutin agar tercapai kadar opioid plasma yang stabil.23 Opioid tidak
memiliki standar dosis dan ceiling effect. Dosis yang diberikan sebaiknya
dititrasi sesuai dengan rasa nyeri yang dialami pasien. Opioid sering
menimbulkan efek samping, seperti sedasi, konstipasi, mual, muntah, dan
depresi pernapasan.
8. Terapi Ajuvan
Obat ajuvan dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu obat yang bekerja
sebagai ko-analgesik (meningkatkan kerja analgesik) dan obat yang
mengurangi efek samping atau toksisitas analgesik.7,15 Obat ko-analgesik,
mencakup anti depresan (seperti amitriptilin), anti konvulsan (seperti
karbamazepin dan diazepam), dan kortikosteroid.
B. Terapi Non Farmakologis
Intervensi non farmakologis yang sesuai umur dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri. Tindakan ini tidak dapat mengganti peran analgesik,
melainkan meningkatkan efektivitas terapi farmakologis. Distraksi atau
mengalihkan perhatian dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri yang
disebabkan tindakan medis, seperti pemasangan infus atau pemberian
sitostatik. Teknik lain yang dapat menenangkan anak adalah dengan
memegang, memijat, mengelus, dan mengayun (Farastuti, 2016)
2. Mananjemen Symptom
Keluhan yang sering dirasakan oleh orang yang mengalami leukemia
adalah nyeri, dyspenia, mual, muntah, demam, konstipasi, depresi. Nyeri
merupakan tanda dan gejala dengan prevalensi tertinggi pada pasien LLA
terutama pada fase induksi dan maintenance I. Pada leukemia akut anak,
nyeri pada tulang merupakan salah satu manifestasi klinis yang biasa terjadi
ketika sumsum tulang semakin melebar karena akumulasi leukosit
abnormal (Watanabe et al., 2015). Mual dan muntah terlihat cukup tinggi
pada fase induksi I LMA
3. Aspek Psikologis (Kristanto, 2017)
Kondisi dan penanganan pada penderita kanker akan dapat
menimbulkan stres, sehingga tidak saja mempengaruhi kondisi fisik tetapi
mempengaruhi kondisi psikologis pasien. Dampak fisik yang dialami Nafsu
makan berkurang, Penurunan berat badan, kerontokan rambut, terjadinya
nyeri di area panggul, perut bawah terasa sesak. Sedangkan dampak
psikologi yang muncul jika mengetahui dirinya menderita kanker maka
akan menampilkan reaksi takut akan kematian, ketidakmampuan,
ditelantarkan, ketergantungan, kehilangan kemandirin, diputuskan dari
hubungan fungsi peran, dan penipisan finansial. Selain itu, memiliki
perasaan kaget dan stres menjadi faktor yang muncul ketika subjek
didiagnosis penyakit kanker, dan memiliki anggapan bahwa kanker
merupakan penyakit yang parah dan sulit menemui kesembuhan dan akan
berujung pada kematian, pemilihan strategi coping dimunculkan subjek
untuk menghadapi kondisi stres tersebut, seperti mengisi kesibukan dan
memperbanyak kegiatan spiritual, dukungan sosial serta penerimaan
dirimenjadi titik penting bagi subjek dalam memaknai penyakit kanker yang
diderita, dukungan dari keluarga dianggap sebagai bentuk dukungan yang
paling berpengaruh bagi subjek, subjek yang bekerja sebagai buruh dan
guru kursus swasta, kendala biaya akan pengobatan merupakan masalah
yang sering muncul juga sehingga membuat masalah psikologis.
4. Aspek Keluaga (Susilawai, 2014)
Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan kepada anggota
keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasihat yang mampu
membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan
tenteram.Dukungan ini merupakan sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap penderita yang sakit. Dukungan keluarga yang diterima
salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga yang lainnya dalam
rangka menjalankan fungsifungsi yang terdapat dalam sebuah keluarga.
Bentuk dukungan keluarga terhadap anggota keluarga adalah secara moral
atau material.Adanya dukungan keluarga akan berdampak pada
peningkatan rasa percaya diri pada penderita dalam menghadapi proses
pengobatan penyakitnya . Dengan adanya dukungan keluarga
mempermudah penderita dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan
persoalan–persoalan yang dihadapinya juga merasa dicintai dan bisa
berbagi beban, mengekspresikan perasaan secara terbuka dapat membantu
dalam menghadapi permasalahan yang sedang terjadi. Jenis dukungan
keluarga memiliki beberapa fungsi yaitu dukungan informasional,
dukungan penilaian, dukungan instrumen dan dukungan emosional
Kecemasan pasien kanker yang paling besar berdasarkan faktor internal
adalah faktor maturitas, factor tipe kepribadian dan faktor keadaan fisik.
Faktor eksternal menunjukkan bahwa kecemasan pasien kanker yang paling
besar adalah faktor dukungan sosial dan dukungan keluarga.
4. Intervensi
DIAGNOSE INTERVENSI RASIONAL
Nyeri akut - Lakukan pengkajian yang - Agar lebih mengetahui apa
kompherensif yang meliputi yang dirasakan oleh pasien
lokasi, karakteristik,
frekuensi, kualitas,
intensitas/ beratnya nyeri
dan faktor pencetus
- Untuk mengetahui seberapa
- Observasi adanya penunjuk rasa tidak nyaman yang
nonverbal pasien alami
ketidaknyamanan terutama
pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara
efektif - Agar bisa mengurangi
- Tentukan akibat dari akibat lanjut yang akan
pengalaman nyeri terhadap terjadi
kualitas hidup pasien ( tidur,
nafsu makan, ) - Supaya dapat menentukan
- Gali faktor yang dapat tindakan yang tepat
memperberat dan
menurunkan nyeri - Agar pasien dapat istirahat
- kendalikan faktor dengan baik tanpa
lingkungan yang dapat terganggu
mempengaruhi respon ketidaknyamanan akibat
terhadap kenyamanan lingkungan sekitar
(suhu, pencahayaan, suara
bising) - Untuk mengurasi rasa nyeri
- ajarkan tehnik kapasien
nonfarmakologi seperti
relaksasi