Anda di halaman 1dari 21

LITERATURE REVIEW

MANAJEMEN POSISI KEPALA SETELAH PEMASANGAN


PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Stase


Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Program Profesi Ners pada Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Ari Aropah 220112180560
Dani Jaelani S 220112180510
Dita Nurhayati 220112180572
Fatimah Nur Faizah 220112180523
Husein Musawi 220112180515
Mukimah Dieni H 220112180581
Noer Endah Filaili 220112180580
Risa Utami 220112180519
Wilfi Agustin R 220112180508
Widi Sofiani A 220112180516

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
Manajemen Posisi Kepala Setelah Pemasangan PERCUTANEOUS
CORONARY INTERVENTION (PCI) (Percutaeous Coronary Intervention)

Head of Bed Positioning After PERCUTANEOUS CORONARY


INTERVENTION (PCI)(Percutaeous Coronary Intervention)
Mukimah Dieni¹, Fatimah Nur¹, Dita Nurhayati¹, Widi Sofiani¹, Risa Utami¹, Dani
Jaelani¹, Ari Aropah¹, Husein Musawi¹, Noer Endah¹, Wilfi Agustin¹, Aan Nuraeni², Rika³

¹Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran


²Dosen Akademik Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
³Koordinator Ruang Cardiac Intensive Care Unit RSUP Dr. Hasan Sadikin

ABSTRAK

Pendahuluan: Percutaeous Coronary Intervention (PCI) merupakan suatu teknik untuk


menghilangkan trombus atau melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit.
Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah
dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. Dampak
setelah dilakukan pemasangan percutaneous coronary intervention yaitu
ketidaknyamanan dan nyeri akibat imobilisasi. Manajemen posisi kepala merupakan salah
satu intervensi non-farmakologi yang dapat memberikan dampak positif terhadap
ketidaknyamanan dan nyeri setelah percutaeous coronary intervention. Tujuan: Untuk
mengetahui manajemen posisi kepala yang baik pada pasien setelah pemasangan
percutaeous coronary intervention. Metode: Metode yang digunakan adalah standard
systematic literature review method menggunakan 5 artikel jurnal yang relevan dengan
pencarian artikel jurnal menggunakan mesin pencari Google Scholar, Science Direct,
PubMed, dan National Center for Biotechnology Information (NCBI). Hasil: Empat dari
lima jurnal menyebutkan bahwa manajemen posisi kepala efektif dalam menurunkan
tingkat nyeri lumbar tanpa menyebabkan komplikasi vaskuler. Kesimpulan: Manajemen
posisi kepala dengan HOB (Head of Bed) 45º dengan modifikasi pergantian posisi supine
dan lateral pada setiap 6 jam direkomendasikan untuk diterapkan pada pasien setelah
percutaeous coronary intervention.

Kata Kunci: Percutaneous coronary intervention, Posisi kepala, Perubahan posisi

PPN 37 Fakultas Keperawatan UNPAD | i


ABSTRACT

Introduction: Percutaeous Coronary Intervention is a technique for removing thrombus


or dilating narrowed coronary arteries. This intervention can remove blockages
immediately, so that blood flow can be back normally and heart damage can be avoided.
The impact after percutaeous coronary intervention is discomfort and pain due to
immobilization. Head Positioning Management is the one of non-pharmacological
intervention that can provide positive effect for discomfort and pain after percutaeous
coronary intervention. Objective: To identify the best head positioning management for
patient after percutaeous coronary intervention Method: The method used is a standard
systematic literature review method by using 5 relevant journal articles by using Google
Scholar search engine, Science Direct, PubMed, and National Center for Biotechnology
Information (NCBI). Result: Four of the five journal articles mention that head
positioning management is effective in reducing back pain without causing vascular
complication and one journal articles mention that a modified head positioning can
reduce incidence of bladder disfunction in patient after percutaeous coronary
intervention. Conclusion: Head positioning management 15-45º HOB (Head of Bed)
with modified supine and lateral position change in 6 hour was recomended to be applied
for patients after percutaeous coronary intervention.

Keyword: Percutaneous coronary intervention, Head of Bed, Positioning, Position


Change.

PPN 37 Fakultas Keperawatan UNPAD | i


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Anugerah-Nya yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam
pembuatan literature review ini sehingga tugas ini dapat selesai dengan tepat
waktu. Literature review ini berjudul “Manajemen Posisi Kepala Setelah
Pemasangan Percutaneous Coronary Intervention”yang membahas hasil-hasil
penelitian mengenai posisi pasien setelah Percutaneous Coronary Intervention.
dapat menurunkan nyeri lumbal tanpa menyebabkan komplikasi vascular.
Literature review ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas di Stase
Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis PPN XXXVII Program Profesi Ners pada
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran. Kami sebagai penulis menyadari
bahwa literature review ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan
datang. Penulis memohon maaf atas segala hal yang kurang berkenan, kekurangan
dan kekhilafan selama berinteraksi. Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan
meridhoi dan menjadikan semua ini menjadi suatu bentuk amal ibadah.

Bandung, November 2019

Penulis

PPN 37 Fakultas Keperawatan UNPAD | iii


DAFTAR ISI

ABSTRACT...........................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iv
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................4
METODOLOGI.....................................................................................................................4
BAB III.................................................................................................................................6
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................................6
4.1 Simpulan...........................................................................................................14
4.2 Saran................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan
penyebab nomor satu kematian di dunia (WHO, 2015). Berdasarkan data dari
WHO tersebut, diketahui bahwa lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal
akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, atau sekitar 31% dari seluruh
kematian di dunia, sebagian besar atau sekitar 8,7 juta disebabkan oleh penyakit
jantung koroner. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskuler
yang disebabkan oleh penyumbatan pada arteri koroner oleh tumpukan plak,
polutan atau zat-zat kimia lingkungan yang biasanya masuk ke tubuh melalui
makanan, minuman atau berbentuk gas yang terkumpul pada dinding arteri
koronaria (Kiswarsiki, 2018). Hal ini membuat adanya kemungkinan
penggumpalan darah pada arteri yang menyempit, dengan begitu tidak ada lagi
darah yang bisa mengalir karena aliran arteri di blok oleh gumpalan darah yang
sudah menjadi keras (Iskandar, 2017).
Beragam teknik telah dikembangkan untuk membuka pembuluh darah dan
mengembalikan perfusi aliran darah melalui arteri koroner, salah satunya adalah
dengan Percutaneous Coronary Intervention (PCI). PCI adalah suatu tindakan
invasive dimana satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh
darah tertentu (Smeltzer & Bare, 2014). Menurut Boga & Oztekin (2018),
prosedur PCI berhubungan dengan cedera vaskular post prosedural karena sering
dilakukan pada arteri femoral, selain itu prosedur PCI melalui transfemoral dapat
menimbulkan komplikasi 5-10%, antara lain terjadinya hematom, infeksi,
pseudoaneurisma, arteri vena fistula atau perdarahan retroperineal (Hermayetty
dkk, 2017).
Pengurangan komplikasi paska PCI dapat dilakukan dengan imobilisasi
seperti tidur terlentang di tempat tidur selama 6-8 jam. Pengaruh imobilisasi yang
lama paska PCI ini sering menimbulkan back pain dan nyeri pada kaki, hipotensi
orthostatik dan kesemutan (Hermayetty dkk, 2017 dalam Syam (1992)). Adanya
keluhan back pain terjadi karena pemicu reseptor nyeri (nociceptor)

Fakultas Keperawatan UNPAD | 1


mempengaruhi keluarnya bradikinin, histamin dan prostaglandin, bahan yang
bersifat sensitif terhadap nyeri. Sinyal nyeri ini akan diteruskan oleh neuron
sensori di spinal cord, memicu keluarnya glutamat sebagai neurotransmiter yang
menghantarkan sinyal nyeri dari satu neuron ke neuron lain, sehingga nyeri ini
akan diterima oleh thalamus, kemudian diteruskan ke somatosensory cortex di
cerecbrum dimana nyeri akan dilokalisir, sehingga melalui proses ini pasien post
PCI akan merasakan nyeri dan rasa tidak nyaman pada bagian belakang tubuh
akibat dari imobilisasi (Hermayetty dkk, 2017).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi nyeri pada pasien post PCI
seperti pasien diberikan posisi lateral (miring kiri) yang dimodifikasi dengan
elevasi kepala mengurangi nyeri punggung (Hermayetty dkk, 2017). Intervensi
lain yang sudah diterapkan yaitu dengan pemberian kompres dingin selama 20
menit sebelum dan setelah pelepasan kateter pada prosedur PCI (Kristiyan, 2019).
Berdasarkan temuan mahasiswa Program Profesi Ners Universutas
Padjadjaran yang sedang berdinas di Ruangan CICU (Cardiiac Intensive Care
Unit) Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sejak tanggal 31 Oktober 2019 hingga
tanggal 6 November 2019, menemukan bahwa pasien yang masuk ke ruangan
CICU yaitu pasien dengan diagnose medis CAD (Coronary Artery Disease) yang
rata-rata pasien datang dengan keluhan nyeri dada, seperti ditusuk terasa panas.
Nyeri dada tersebut datang secara tiba-tiba sehingga menimbulkan sesak dan
mengganggu aktifitas pasien sehinnga pasien menjadi lemah dan tidak berdaya.
Kemudian pasien tersebut dilakukan tindakan PCI dan mengalami imobilisasi
sehingga beresiko untuk terjadinya nyeri pada daerah punggung.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis melakukan analisis jurnal
literature riview mengenai manajemen posisi kepala setelah prosedur
Percutanious Coronary Intervention (PCI).

1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam literature review ini yaitu bagaimana manajemen posisi kepala
setelah pemasangan percutaneous coronary intervention.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Fakultas Keperawatan UNPAD | 2


Tujuan literature review ini adalah untuk mengidentifikasi efektivitas
manajamen posisi kepala setelah dilakukan pemasangan Percutaneous Coronary
Intervention.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang pengertian Percutaneous Coronary Intervention


(PCI).
2. Mengetahui dampak dari Percutaneous Coronary Intervention (PCI).
3. Mengetahui manajemen posisi kepala untuk pasien setelah pemasangan
Percutaneous Coronary Intervention (PCI).

1.4 Manfaat
Manfaat dari literature review ini adalah untuk mengetahui bagaimana
manajemen posisi kepala untuk pasien setelah pemasangan Percutaneous
Coronary Intervention (PCI) yang efektif untuk mengurangi nyeri dan
ketidaknyamanan pasien.

Fakultas Keperawatan UNPAD | 3


BAB II

METODOLOGI

Literature review merupakan uraian analisis kritis berupa temuan, teori,


dan bahan penelitian untuk acuan landasan penelitian dan penyusunan kerangka
pikir dari rumusan masalah yang akan diteliti. Pencarian jurnal literature review
ini menggunakan mesin pencari yaitu ScienceDirect, PubMed, Google Schoolar,
dan National Center fot Biotechnology Information (NCBI). Keyword yang
digunakan yaitu, percutaneous coronary interventon, head of bed with
percutaneous coronary interventon, position chang. Perncarian artikel dilakukan
menggunakan kata “AND” dan “OR”. Pemilihan tpik yang digunakan dalam
literature review ini yaitu secara umum mengenai percutaneous coronary
interventon, dan secara khusus topik yang digunakan yaitu mengenai manajemen
posisi kepala pada pasien setelah tindakan invasif percutaneous coronary
interventon. Kriteria inklusi pada literature review ini yaitu, 1) publikasi artikel
antara tahun 2015-2019, 2) artikel tersedia dalam bentuk full text dan tidak
berbayar, 3) artikel mengenai manajemen posisi kepala pada pasien setelah
tindakan invasif percutaneous coronary interventon, 4) pasien telah dilakukan
tindakan affsheet, 5) akses puncture dilakukan di area femoralis. Kriteria ekslusi
pada literature review ini yaitu, 1) artikel yang hanya dipublikasikan dalam
bentuk abstrak, 2) artikel terbitan sebelum tahun 2015. Berdaarkan pencarian di
situs pubmed dan google schoolar didapatkan hasil di pubmed 8 artikel dan
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dipilih 1 artikel, dan di google schoolar
diperoleh 20.500 kemudian dilakukan skrining berdasarkan kriteria inklusi dan
ekslusi didapatkan 4 artikel. Sehingga total artikel yang digunakan yaitu 4 artikel.
Alur analisis dan sistematis dapat dilihat pada tabel 2.1

Fakultas Keperawatan UNPAD | 4


Gambar 1. Alur Analisa dan Sintesis Literature Review

Artikel yang teridentifikasi melalui pencarian


database :

ScienceDirect (n=2)
NCBI/Pubmed (n=8)
Google Schoolar (n= 20.500)

Artikel full text yang Artikel full text yang


mendukung (n=6)
diekslusi karena alasan
(n=2)

Artikel yang sesuai


kriteria (n=4)

Fakultas Keperawatan UNPAD | 5


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan strategi pencarian, didapatkan 4 artikel yang sesuai dengan

kriteria inklusi. Keeempat artikel ini dipublikasikan pada tahun 2016, 2017, dan 2018

membahas tentang posisi pada pasien post percutaneous coronary intervention (PCI).

Penelitian ini dilakukan di berbagai negara diantaranya Cina, Turki, Korea, Mesir dan

Indoensia. Design penelitian yang digunakan oleh keempat artikel berupa randomized

controlled trial dengan jumlah responden ≥ 20 partisipan, yang kemudian dibagi

kedalam 2 kelompok. Kelima artikel ini menjelaskan bagaimana posisi yang baik pada

pasien post percutaneous coronary intervention. Berdasarkan keempat artikel tersebut,

dengan mengatur posisi pasien setelah percutaneous coronary intervention dapat

menurunkan nyeri pada bagian lumbar tanpa menyebabkan komplikasi vascular.

Melihat adanya beberapa perbedaan pada psosisi setelah percutaneous

coronary intervention (PCI) yang turut mempengaruhi hasil, tim penulis mencoba

untuk melihat kembali karakteristik dari intervensi yang dilakukan, berikut tabel hasil

analisis artikel yang kami peroleh.

Fakultas Keperawatan UNPAD | 6


Tabel 3.1 Hasil Analisis Artikel

Penulis & Tahun Judul Jurnal Metode Hasil


(Jurnal)
Tempat Subjek Penelitian Cara Kerja

Selda Mert Boğa, The Effect of Position Penelitian ini merupakan Pada kelompok kontrol Setelah prosedur di expemental group,
Seher Deniz Öztekin Change on Vital Signs, penelitian Randomised controlled dimasukkan posisi terlentang, di tekanandarahsistolik (T4-T6),
Back Pain, and Vascular quasi-experimental study. Subjek mana kepala tempat tidur lajukomplikasivaskular postprocedural
(2018) Complications following penelitian secara acak dibagi (HOB) dinaikkan menjadi 15°, (1%) dan skor nyeri punggung secara
Percutaneous Coronary menjadi 2 kelompok yaitu kaki pasien di sisi intervensi signifikan lebihrendah (antara T5-T6)
Intervention kelompok eksperimen (100) dan tetap lurus dan tidak bergerak daripadacontrol group, juga,
kelompok kontrol (100). Kriteria selama 6-10 jam. Pasien nyeripunggungadalahberada pada
inklusi untuk penelitian ini adalah kelompok experimen diberikan tingkatterendahpada posisisemifowler
sebagai berikut: peserta harus pada menit ke-5 pertama setelah pada jam ke-6 di mana HOB
berusia 18–80 tahun; a 6–7 F diposisikan terlentang di mana ditinggikan oleh45–60°. Temuan ini
kateter (F: Diameter Kateter, 1 F: HOB meningkat 15° (T1: menit menunjukan bahwa tekanan darah
0,33 mm) harus telah digunakan ke-5 HOB 15° SP), pada posisi sistolik dan nyeri punggung berada
dalam pengobatan; menggunakan jam pertama posisi terlentang pada level terendah dalam posisi semi
sandbags yang bisa digunakan di rendah diberikan posisi HOB fowlerpada jam ke-6 dengan HOB 45°-
area intervensi; pasien harus meningkat 15-30° (T2: jam 60° dan hasilnyasignifikansecaraklinis
seimbang secara hemodinamik pertama HOB 15-30° LFP), dan perubahan posisi ini menunjukkan
(tidak memiliki nyeri dada atau pada jam ke-3 posisi semi high penurunan nyeri punggung tanpa
aritmia) tidak memiliki hipotensi, fowler diberikan di mana HOB menyebabkan komplikasi vaskular.
hipertermia, atau hipotermia; tidak dinaikkan 30–45° (T3: jam ke-3
ada prosedur yang harus dilakukan HOB 30-45° SHFP), pada jam
pada pasien kecuali Percutaneous ke-4 tersisa atau posisi lateral
Coronary Intervention (PCI). kiri diberikan di mana HOB
Kriteria eksklusi untuk penelitian diangkat 15° (T4: HOB ke-4
ini adalah sebagai berikut: pasien jam 15° R + LLP), di posisi
harus tidak memiliki gangguan terlentang rendah jam ke-
koagulasi, gagal jantung 5diberikan di mana HOB
dekompensasi atau arteri femoralis dinaikkan 15-30° (T5: jam ke-5
ventral; 24 jam sebelum prosedur HOB 15–30° LFP), pada posisi
pasien harus menggunakan jam ke 6 unggas standar
analgesik, tranquiliser atau diberikan dimana HOB
antikoagulan; pasien harus meningkat 45–60° (T6: 6 jam

Fakultas Keperawatan UNPAD | 7


memiliki tekanan darah diastolik HOB 45-60° SFP).Perubahan
(DBP)> 100 mmHg dan tekanan posisi ini diterapkan antara jam
darah sistolik (SBP)> 180 mmHg; ke-1 dan ke-6. Selama 6 jam
urutan prosedur dan setiap awal, bantal tipis yang suportif,
komplikasi pembuluh darah di 4 × 40 × 100 cm ukuran,
unit-angio setelah prosedur, ditempatkan di antara bahu dan
kerusakan arteri femoralis setelah gluteal pasien; ini mengurangi
prosedur, penyakit apa pun yang tekanan pada jaringan lokal dan
meningkatkan perdarahan, indeks kelompok otot. Transisi dari
massa tubuh (BMI) ≥ 35 kg / m2, satu posisi ke posisi lain
pra-perawatan sakit punggung, membutuhkan total 20 menit, di
dengan penyakit sumsum tulang antaranya, 5 menit dihabiskan
belakang, pasien dengan penyakit untuk menghilangkan efek dari
cakram tulang belakang. upaya, dan 15 menit dihabiskan
untuk efek fisiologis dari posisi
yang baru diterapkan terjadi.
Pada jam ke-7 karung pasir
dilepas, pasien dan EG
dipindahkan dari tempat tidur
dan ditempatkan diposisi duduk
di kursi dekat tempat tidur
selama 10-15 menit untuk
mencegah hipertensi postural;
dalam 15 menit pasien berjalan
danmembantu memenuhi
kebutuhan perawatan pribadi.
Jika tidak ada komplikasi yang
terjadi perawatan itu berakhir.

Nam Hyun Cha, RN, Efects of Position K hospital, Partisipan sebanyak 48 pasien Penelitian ini merupakan Pada kedua kelompok subjek penelitian
PhD., Sohyune Sok, Change on Lumbar Pain Seoul, Korea. yang telah menjalani prosedur penelitian randomized terdapat perbedaan yang signifikan
RN, PhD. and Discomfort of percutaneous coronary controlled trial. Perubahan pada nyeri lumbar dan
Korean Patients After intervention posisi sebagai perlakuan ketidaknyamanan pada pasien setelah
2016 Invasif Percutaneous percobaan diurutkan sebagai tindakan invasif percutaneous coronary
Coronary Intervention: a berikut: posisi supine selama 1 intervention antara kelompok percobaan
RCT study jam setelah pelepasan kateter, dan kelompok kontrol. Serta tidak ada
posisi lateral 30º elevasi tempat pendarahan dan hematoma setelah
tidur selama 1 jam, posisi 30º intervensi dilakukan pada kedua grup.
elevasi tempat tidur selama 1

Fakultas Keperawatan UNPAD | 8


jam, dan terakhir posisi lateral Perubahan posisi merupakan intervensi
30º elevasi tempat tidur selama yang efektif untuk menurunkan nyeri
1 jam. Posisi 30º di maksudkan lumbar dan ketidaknyamanan pasien
untuk menekan area setelah tindakan invasive coronary
pembedahan. Pengukuran yang intervention. Profesional kesehatan
digunakan adalah karakteristik perlu mempertimbangkan berbagai
umum, Visual Analogue Scale metode termasuk perubahan posisi
untuk nyeri pada lumbar, dan untuk pasien setelah invasive coronary
skala ketidaknyamanan. intervention.

Harmayetty, Modifikasi Miring Kiri Sebanyak 20 pasien di rumah sakit Intervensi dilakukan setelah Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sriyono, Adi Cahyo Dan Elevasi Kepala Surabaya Internasional bulan satu jam paska tindakan ada pengaruh yang signifikan antara
Fajarianto 2017 Menurunkan Back Pain Oktober-November 2006.Subjek prosedur Percutaneous posisi lateral kiri dan
Post Percutaneous penelitian secara acak dibagi Coronary Intervention (PCI) kepalapeningkatan pengurangan nyeri
Coronary Intervention menjadi 2 kelompok yaitu dengan angioseal (vascular punggung dengan uji Mann Whitney U
(Modified Left Lateral kelompok perlakuan dan kelompok closure device), responden (p = 0,00) dan ada signifikansiefek dari
and Head Elevation control. Kriteria inklusi untuk diberikan posisi elevasi kepala modifikasi posisi lateral kiri dan
Reduces Post penelitian ini adalah pasien dewasa selama 6 jam dan posisi miring ketinggian kepala pada perubahan
Percutaneous Coronary berumur antara usia 30-60 tahun, kiri 2 kali dalam 6 jam. pulsasi dorsalis pedisdengan
Intervention Back Pain) pasien paska Percutaneous Pengumpulan data diperoleh Independent t-Test (p = 0,00).
Coronary Intervention (PCI) 1 melalui observasi. Responden
jam, tidak menggunakan obat diobservasi dengan dua jenis Pada kelompok perlakuan (yang
analgesik (morphine, dormicum), lembar observasi yaitu lembar diberikan posisi modifikasi miring kiri
area punksi pada arteri femoralis observasi skala nyeri (skala dan elevasi kepala) dan kelompok
kanan, tidak ada komplikasi dan nyeri Bourbonis) dan lembar kontrol pada menit ke-15 dan ke-45
pemakaian obat-obatan jantung pulsasi distal (setiap 15 menit didapatkan tidak ada perbedaan yang
(aspirin, plavix, cedocard). selama 1 jam). Data yang signifikan frekuensi arteri dorsalis pedis
diperoleh ditabulasi dan dengan hasil uji statistik Independent t-
dianalisis dengan menggunakan Test, sedangkan pada menit ke-30 dan
uji statistik Mann Whitney U menit ke-60 menunjukkan posisi
Test dengan α=0,05 untuk skala modifikasi miring kiri dan elevasi
nyeri dan uji statistik kepala berpengaruh terhadap frekuensi
Independent t-Test dengan arteri dorsalis pedis.
α=0,05 untuk pulsasi distal
arteri dorsalis pedis. Temuan ini menunjukan bahwa lateral
Pemberian posisi modifikasi dimodifikasiposisi dan ketinggian
miring kiri dan elevasi kepala kepala mengurangi nyeri punggung
paska Percutaneous Coronary pada pasien pasca intervensi koroner
Intervention (PCI) dengan perkutan. Studi lebih lanjut harus
vascular closure device dikembangkan untuk mengidentifikasi
pengaruh posisi lateral kiri dan kepala

Fakultas Keperawatan UNPAD | 9


merupakan kombinasi yang dimodifikasi peningkatan variabel
perubahan posisi saat nyeri dan stres lainnya.
imobilisasi pada pasien dengan
miring dan elevasi kepala 15-
45

Naglaa Abd Allah Effect of Changing Unit Sebanyak 40 pasien, Penelitian ini Pasien dalam kelompok kontrol Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Abd El Hafeez , Position on Patient Kardiologi merupakan penelitian Quasy menerima perawatan rumah tidak ada pasien yang diteliti yang
Marwa Khalil Hafez, Outcomes after Department Eksperimental.Subjek penelitian sakit rutin. Posisi pasien dalam mengalami komplikasi vaskular
Mohamed Transfemoral Diagnostic of Alexandria secara acak dibagi menjadi 2 kelompok eksperimen diubah (100%). Pasien pada kelompok
Sanhoury ,MD Cardiac Catheterization Main kelompok yaitu kelompok dan menggunakan perangkat eksperimen memiliki penurunan
(Smouha) perlakuan dan kelompok control. pendukung yaitu bantal kecil intensitas nyeri punggung yang secara
2018 University yang ditaruh di kepala, leher, signifikan lebih tinggi daripada kontrol
Hospital, lumbar, bahu, punggung, dan setelahnyakateterisasi (p = <0,001).
Egypt antara lutut) pada 2 jam Subjek percobaan juga mengalami
pertama, kedua dan ketiga peningkatan yang sangat signifikan
setelah prosedur. Intensitas secara statistictingkat kepuasan
nyeri punggung dan adanya daripada kontrol (p = <0,001). Temuan
komplikasi vaskular dinilai ini menunjukan bahwa mengubah posisi
secara berkala selama 6 jam pasien menurunkan intensitas nyeri
pertama setelah prosedur dan punggung danmeningkatkan tingkat
tingkat kepuasan setelah 6 jam kepuasan tanpa meningkatkan
kateterisasi. Kuesioner komplikasi vaskular.
terstruktur biososiodemografi,
dan lembar penilaian hasil
pasien, adalah digunakan untuk
pengumpulan data

Fakultas Keperawatan UNPAD | 10


Berdasarkan hasil analisis jurnal yang telah ditampilkan pada tabel diatas

(tabel 3.1). Satu dari 4 artikel menunjukan bahwa posisi lateral (miring kiri) yang

dimodifikasi dengan elevasi kepala mengurangi nyeri punggung pada pasien pasca

intervensi koroner perkutan. Sedangkan artikel lainnya menyatakan bahwa dengan

posisi semi fowler dan elevasi kepaladapat menurunkan nyeri punggung tanpa

menyebabkan komplikasi vascular, menurunkan nyeri lumbar, menurunkan

ketidaknyamanan pasien setelah tindakan invasive coronary intervention. Elevasi

kepala yang dilakukan dalam intervensi setiap artikel berada dalam rentang 30–

60°. Dilihat dari durasinya, pada 3 artikel yang ditemukan menyebutkan bahwa

intervensi dilakukan setelah satu jam paska tindakan prosedur Percutaneous

Coronary Intervention (PCI). Satu artikel menyebutkan bahwa intervensi

dilakukan setelah 2 jam prosedur Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dan

artikel lainnya menjelaskan bahwa intervensi dilakukan setelah 6 jam pasien

dilakukan prosedur Percutaneous Coronary Intervention (PCI).

Menurut Boga & Oztekin (2018), bahwa perubahan posisi Head of Bed

terbukti dapat menurunkan nyeri punggung, hemodinamik, dan kompilasi

pembuluh darah dengan posisi semifowler 45-60° pada jam ke 6 dengan pasien

Percutaneous Coronary Intervention (PCI) secara signifikan. Selain itu, dengan

pemberian bantal tipis diantara bahu dan gluteal pasien dapat mengurangi tekanan

pada jaringan lokal dan otot. Sedangkan, menurut (Cha & Sok, 2016)

menyebutkan bahwa perubahan posisi pasca PIC dapat menurukan nyeri lumbar

dan ketidaknyamanan pasca pemberian invansif PIC dengan diberikan posisi

supine, lateral, dan elevasi 30° masing-masing selama 1 jam. Perubahan tersebut

secara signifikan dikatakan bahwa dapat menurunkan nyeri lumbar dan

Fakultas Keperawatan UNPAD | 11


ketidaknyaman pada pasien, serta tidak terjadi pendarahan dan hematoma setelah

diberikan intervensi. Nyeri lumbar meningkat karena ketegangan lumbar yang

disebabkan oleh posisi yang dipertahankan selama 30 menit hingga tiga jam

setelah prosedur untuk mencegah komplikasi perdarahan. Menurut Harmayetti,

(2017), pemberian posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala paska

Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dengan angioseal (vascular closure

device) merupakan kombinasi perubahan posisi saat imobilisasi pada pasien

dengan miring dan elevasi kepala 15-45, membantu menurunkan keluhan back

pain dan membantu memenuhi kebutuhan pasien seperti makan, minum dan

kebutuhan eliminasi pasien (Benson dalam Harmayeti, 2017).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, posisi headof bed yang paling

baik untuk bisa diterapkan pada pasien diruang perawatan intensif yang telah

dilakukan tindakan invasif percutaneous coronary intervention adalah

berdasarkan artikel yang ditulis oleh Boğa & Öztekin (2018). Pada artikel ini,

pasien diberikan intervensi dengan sudut head of bed yang berbeda-beda setiap

jam nya, sehingga dapat di bandingkan antara satu sudut dan sudut elevasi

lainnya. Sudut elevasi yang diberikan yaitu pada menit ke-5 HOB 15 °posisi

supine, pada jam pertama HOB dinaikan menjadi 15-30°(low fowler’s position),

pada jam ke-3 posisi semi high fowler diberikan di mana HOB dinaikkan 30–45 °,

pada jam ke-4 dimiringkan ke posisi lateral kiri atau kanan dan diberikan HOB

15°, di posisi terlentang jam ke-5, HOB dinaikkan kembali menjadi 15-30 °, pada

posisi jam ke 6, HOB ditingkatkan menjadi 45–60 °, dan pada posisi jam ke 7,

bantal pasir dilepas dan pasien diposisikan duduk di kursi selama 10-15 menit

untuk mencegah hipertensi postural. Selama 6 jam pemberian intervensi pasien

Fakultas Keperawatan UNPAD | 12


diberikan bantal tipis berukuran 4x40x100 cm yang ditempatkan di bahu dan

gluteal.

Pasien yang menjalani Percutaneous Coronary Intervention (PCI) sering

mengalami sakit punggung selama istirahat, pasien dapat mengalami iskemia

seluler dan nyeri akibat tekanan yang dihasilkan dari posisi itu sendiri yang

mempengaruhi pinggang pasien. Dari hasil penetilian artikel yang ditulis oleh

sistolik Boğa & Öztekin (2018), ditemukan bahwa dari beberapa perubahan posisi

seperti posisi lateral dan kenaikan sudut elevasi, pada posisi semi fowler 45-60 o

jam ke 5 dan jam ke 6 menunjukkan penurunan nyeri punggung yang signifikan

tanpa menyebabkan komplikasi vascular.Hasil penelitian ini didukung oleh

penelitian Younessi-heravi et al (2015), yang melaporkan adanya penurunan luar

biasa dalam nyeri punggung dengan posisi HOB pada 45 o. Kemudian didukung

juga oleh artikel yang ditulis oleh Menurut Harmayetti (2017), bahwa adanya

kombinasi posisi miring kiri selama 2 kali dalam 6 jam dan elevasi kepala 15-45

selama 6 jam, membantu menurunkan nyeri punggung. Posisi miring kiri elevasi

terbukti baik dalam penurunan nyeri karena beban gravitasi pada punggung pasien

terbagi sehingga tidak mengganggu mikrosirkulasi. Dengan demikian sirkulasi

tidak mengalami hambatan sehingga rangsangan nyeri tidak timbul.

Nyeri akibat tekanan pada daerah pinggang selama waktu yang

berkepanjangan dapat merangsang sistem saraf pusat dan katekolamin yang

menghasilkan respon neuroendokrin terhadap rasa sakit dengan peningkatan

denyut jantung, tekanan darah dan laju pernafasan manajemen posisi pada sudut

elevasi 45o dapat membantu mengembalikan tanda-anda vital pada nilai normal,

teurtama pada nilai tekanan darah sistolik Boğa & Öztekin (2018). Prosedur

Fakultas Keperawatan UNPAD | 13


Percutaneous Coronary Intervention (PCI) berhubungan dengan cedara vaskular

postprocedural karena sering dilakukan pada arteri femoral. Dari hasil penetilian

artikel yang ditulis sistolik Boğa & Öztekin (2018), tingkat komplikasi vaskular

pada pasien yang dilakukan perubahan posisi lebih rendah, oleh karena itu,

ditetapkan bahwa perubahan posisi aman untuk pasien Percutaneous Coronary

Intervention (PCI) karena tidak menyebabkan peningkatan komplikasi vaskular.

Maka dapat disimpulkan bahwa, selain berpengaruh pada penurunan nyeri,

manajemen posisi kepala pada pasien paska pemasangan Percutaneous Coronary

Intervention (PCI) juga dapat berpegaruh pada tanda vital, komplikasi pada

vaskularisasi, kepuasan dan kenyamanan pasien tentang posisi tubuh, dan fungsi

kandung kemih.

Fakultas Keperawatan UNPAD | 14


BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Hasil kajian literatur menunjukkan bahwa perubahan posisi pada pasien
pasca Percutaneous Coronary Intervention (PCI) memiliki efek yang positif,
yaitu dapat menurunkan nyeri punggung tanpa menyebabkan komplikasi vascular,
mengurangi insidensi ganguan berkemih dan menjaga fungsi kandung kemih
normal, meningkatkan tingkat kepuasan pasien setelah pemasangan Percutaneous
Coronary Intervention (PCI) tanpa meningkatkan komplikasi vascular. Posisi
yang disebutkan 3 dari 5 artikel yang dianalisis yaitu posisi semi fowler dengan
elevasi kepala dan 2 artikel lainnya yaitu posisi supine dengan elevasi kepala dan
posisi lateral (miring kiri) yang dimodifikasi dengan elevasi kepala. Adapun
elevasi kepala yang dilakukan dalam intervensi setiap jurnal berada dalam rentang
20-60º. Sehingga kami menyarankan untuk menggunakan posisi head of bed
berdasarkan artikel yang ditulis oleh Selda Mert Boğa dan Seher Deniz
Öztekin(2018), agar diterapkan di ruang perawatan yang telah dilakukan prosedur
invasive Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dengan cara pasien diberikan
intervensi dengan sudut head of bed yang berbeda-beda setiap jam nya, sehingga
dapat di bandingkan antara satu sudut dan sudut elevasi lainnya. Sudut elevasi
yang diberikan yaitu pada menit ke-5 HOB 15° posisi supine, pada jam pertama
HOB dinaikan menjadi 15-30° (low fowler’s position), pada jam ke-3 posisi semi
high fowler diberikan di mana HOB dinaikkan 30–45 °, pada jam ke-4
dimiringkan ke posisi lateral kiri atau kanan dan diberikan HOB diangkat 15°, di
posisi terlentang jam ke-5, HOB dinaikkan kembali menjadi 15-30° dan pada
posisi jam ke 6, HOB ditingkat kan menjadi 45–60°.
4.2 Saran
Perawat di ruang CICU diharapkan dapat mempertimbangkan untuk
menerapkan intervensi perubahan posisi pada pasien pasca Percutaneous
Coronary Intervention (PCI), mengingat intervensi ini dapat membantu
menurunkan nyeri punggung tanpa menyebabkan komplikasi vascular, sehingga
meningkatkan tingkat kenyamanan pasien saat dalam masa perawatan.

Fakultas Keperawatan UNPAD | 15


DAFTAR PUSTAKA

Abd, N., Abd, A., Hafeez, E., Hafez, M. K., & Sanhoury, M. (2018). Effect of
Changing Position on Patient Outcomes after Transfemoral Diagnostic
Cardiac Catheterization, 7(6), 32–42. https://doi.org/10.9790/1959-
0706013242
Bogai, S., Oztekin, S. (2018). The effect of position change on vital signs, back
pain and vascular complications following percutaneous coronary
intervention. Journal of Clinical Nursing, 28, 1135-1147. doi:
10.1111/jocn.14704
Cha, N, H., Sohyun, S. (2016). Efects of Position Change on Lumbar Pain and
Discomfort of Korean Patients After Invasif Percu-taneous Coronary
Intervention: a RCT study. The Journal of Physical Therapy Science, Vol. 28
No. 10: 2742–2747.doi: 10.1589/jpts.28.2742
Hafeez, N., Hafez, M., Sanhoury, M. (2018). Effect of Changing Position on
Patient Outcomes after Transfemoral Diagnostic Cardiac Catheterization.
Journal of Nursing and Health Science, 7(6), 32-42. doi: 10.9790/1959-
0706013242

Harmayetty., Sriyono., Fajarianto, A. (2017). Modifikasi Miring Kiri Dan Elevasi


Kepala Menurunkan Back Pain Post Percutaneous Coronary Intervention
(Modified Left Lateral and Head Elevation Reduces Post Percutaneous
Coronary Intervention Back Pain). Journal Ners, 2(2),
http://dx.doi.org/10.20473/jn.v2i2.4957

Iskandar., Hadi, A., Alfridayah. (2017). Faktor Resiko Terjadinya Penyakit


Jantung Koroner Pada Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda
Aceh.Jurnal AcTion: Aceh Nutrition Jurnal, Mei 2017.

Kiswarsiki, I. (2018). Gambaran karakteristik pada pasien Penyakit Jantung


Koroner di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Younessi-heravi et al. (2015). Effect of change in patient’s bed angles on pain


after coronary angiography according to vital signs.

World Health Organization. 2017. Cardiovascular diseases (CVDs). Retrived from


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovascular-diseases-
(cvds) diakses pada tanggal 5 November 2019

Fakultas Keperawatan UNPAD | 16

Anda mungkin juga menyukai