Anda di halaman 1dari 84

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

SS
DENGAN CAD 3 VD, APS CCS 2, HHD POST
CABG 4 GRAFT (LIMA-LAD) DI RUANG CICU
RS JANTUNG JAKARTA

OLEH :
NS. NI MADE DWIYANTI, S.KEP

HIMPUNAN PERAWAT CRITICAL CARE INDONEISA (HIPERCCI)


PT. RAYA CIPTA PROGRESSIA ASIA
JAKARTA
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. SS dengan CAD 3 VD, APS CCS
2, HHD Post CABG 4 Graft (LIMA-LAD) di Ruang CICU RS Jantung Jakarta”
dengan baik.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas Pelatihan
Keperawatan ICU Komprehensif : Cardiovascular Intensive Care Unit di Rumah
Sakit Jantunng Jakarta.
Tentunya, penulis tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini tanpa
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan
makalah ini :
1. DR. dr. Jusuf Rachmat, SpB, SpBTKV(K), MARS selaku direktur utama RS
Jantung Jakarta,
2. Ns. Rahayu Widiastuti, S.Kep selaku Penanggung Jawab dan Pembimbing
ruang CICU,
3. Perawat ruang Cardiac Intensive Care Unit (CICU) RS Jantung Jakarta yang
memberikan pengarahan dan bimbingan,
4. Staf pengajar TIM HIPERCCI yang telah memberikan ilmu-ilmu yang
bermanfaat dalam penulisan studi kasus ini,
5. PT. RAY PROASIA selaku penyelenggara pada pelatihan ini,
6. Teman-teman Peserta pelatihan dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian studi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi
penyusunan, analisis, maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu, penulis dengan rendah hati menerima segala saran dan kritik yanng
membangun agar dapat memperbaiki makalah ini.
Jakarta, Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................4
2.1 Konsep Teori Coronary Artery Disease (CAD).........................................4
2.1.1 Pengertian................................................................................................4
2.1.2 Klasifikasi................................................................................................5
2.1.3 Etiologi....................................................................................................5
2.1.4 Patofisiologi.............................................................................................7
2.1.5 Manifestasi Klinik...................................................................................8
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................9
2.1.7 Komplikasi...............................................................................................10
2.1.8 Penatalaksanaan.......................................................................................11
2.2 Konsep Coronary Artery Bypass Graft (CABG)........................................13
2.2.1 Pengertian................................................................................................13
2.2.2 Indikasi....................................................................................................13
2.2.3 Kontraindikasi..........................................................................................14
2.2.4 Klasifikasi................................................................................................14
2.2.5 Pemilihan Graft........................................................................................15
2.2.6 Manajemen Pasca CABG di ICU............................................................16
2.2.1 Komplikasi...............................................................................................18
WOC CABG.....................................................................................................20
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................21
2.3.1 Pengkajian................................................................................................21
2.3.2 Diagnosa..................................................................................................23
2.3.3 Perencanaan.............................................................................................23
2.3.4 Implementasi............................................................................................23
2.3.5 Evaluasi....................................................................................................23
Asuhan Keperawatan Berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI.............................24
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................37
3.1 Pengkajian...................................................................................................37
3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................49
3.3 Perencanaan................................................................................................51
3.4 Implementasi dan Evaluasi.........................................................................61
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................77
BAB V PENUTUP...........................................................................................79
5.1 Kesimpulan.................................................................................................79
5.2 Saran...........................................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................80

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau disebut juga Coronary Artery Disease (CAD)
merupakan suatu kondisi adanya penyumbatan pada pembuluh arteri koroner jantung
(pembuluh darah yang memberikan suplai darah dan oksigen ke otot jantung) yang
disebabkan oleh penumpukan plak lemak atau pengerasan yang berujung pada proses
peradangan di dinding pembuluh arteri koroner jantung. Proses ini menyebabkan
penyempitan pada pembuluh arteri koroner sehingga otot jantung tidak mendapatkan
suplai darah maupun oksigen yang dibutuhkan. Jika proses penyempitan ini terus
berlangsung, pembuluh arteri koroner akan tersumbat total sehingga terjadi suatu kondisi
yang dinamakan serangan jantung (Ikhsan, 2023).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2019 menyebutkan bahwa PJK
merupakan penyebab utama kematian di dunia. Sekitar 17,9 juta orang meninggal akibat
PJK pada tahun 2019. Angka ini merepresentasikan 32% dari seluruh kematian di dunia.
Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di Indonesia pada tahun 2018,
angka kejadian penyakit kardiovaskular terus menunjukkan kecenderungan yang semakin
meningkat, yang setidaknya melibatkan 15 dari 1000 orang. Di Indonesia, PJK
merupakan penyebab utama dari seluruh kematian, yaitu sebesar 26,4%, yang mana
empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker (6%).
Sehingga dengan kata lain, satu dari empat orang yang meninggal di Indonesia
disebabkan oleh PJK (Ikhsan, 2023).
Salah satu penatalaksanaan untuk memperbaiki keadaan pembuluh arteri koroner pada
PJK adalah prosedur Coronary Artery Bypass Graft (CABG). CABG adalah operasi
mayor yang dilakukan untuk memperbaiki arteri yang tersumbat dan menyempit dengan
memotong dan mengganti arteri coroner yang tersumbat tersebut dari pembuluh sehat
yang disebut "graft" yang diambil dari kaki, lengan, atau dada (Pahlawi & Sativani,
2021). CABG memberikan manfaat yang besar bagi pasien, namun juga berisiko
menimbulkan komplikasi yang berat sehingga penanganan kondisi pasien paska operasi
sangat penting.
Setelah operasi, pasien akan ditempatkan di ruang ICU agar dapat dipantau dan
dievaluasi secara ketat fungsi jantung dan paru-paru, hemodinamik, intake dan output,
serta fungsi organ lainnya selama kurang lebih 1-2 hari tergantung kondisi pasien.

1
Perawat di ruang ICU berperan penting dalam mendampingi dan memberikan asuhan
yang tepat sehingga pasien dapat melalui paska operasi dengan baik, lancar dan tanpa
komplikasi.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan pada pada pasien CAD post CABG di ruang ICU.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan asuhan keperawatan
pada pasien CAD post CABG dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut
“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien CAD post CABG di ruang CICU
Rumah Sakit Jantung Jakarta?”

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk :
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien CAD post CABG secara
komprehensif di ruang CICU Rumah Sakit Jantung Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar CAD dan prosedur CABG.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien CAD post CABG.
c. Melaksanakan asuhan keperawatan kasus kelolaan pada pasien CAD post CABG.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Bagi Penulis
Sebagai persyaratan menyelesaikan pelatihan ICU Komprehensif dan acuan untuk
menambah pengetahuan serta pengalaman secara langsung dalam meberikan asuhan
keperawatan kritis pada pasien CAD post CABG.
2. Bagi Tempat Pelatihan
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya penerapan asuhan keperawatan pada pasien CAD
post CABG.

2
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai masukan bagi perawat guna menambah literatur atau referensi untuk
kelengkapan pelatihan dan perkuliahan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Coronary Artery Disease (CAD)


2.1.1 Pengertian
Coronary Artery Disease (CAD) atau penyakit jantung koroner
merupakan penyakit yang mengacu pada perubahan patologis di dalam dinding arteri
koroner (pembuluh darah arteri yang menyuplai darah ke otot jantung dengan
membawa O2 yang banyak) yang mengakibatkan berkurangnya alirandarah yang
melalui pembuluh ini (Fikriana, 2018).
Coronary Artery Disease (CAD) adalah kondisi penyempitan atau
penyumbatan arteri koroner yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila
aliran darah melambat, jantung tak mendapat cukup O2 dan zat nutrisi. Hal ini akan
mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner
tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung dan kerusakan pada otot
jantung (Antara et al., 2019).
Arteri koroner sendiri dibagi menjadi 2 bagian, yakni arteri koroner
kanan (Right Coronary Artery/RCA) dan arteri koroner kiri (Left Main / LM). Arteri
koroner kiri (LM) memiliki 2 cabang, yaitu arteri desendens anterior kiri (Left Anterior
Desendens / LAD) dan arteri sirkumfleksa kiri (Left Circumflex / LCX). LAD
memperdarahi dinding anterior ventrikel kiri. LCX memperdarahi dinding lateral
ventrikel. Sementara RCA memperdarahi ventrikel dan atrium kanan (Hastuti &
Mulyani, 2019).

Gambar 2.1 Arteri Koroner Contributed by Patrick J. Lynch, medical illustrator derivative
work (Shahoud et al, 2023)

4
2.1.2 Klasifikasi
CAD dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Chronic Stable Angina (Angina Pektoris stabil (APS))
Merupakan bentuk awal dari penyakit jantung koroner yang berkaitan dengan
berkurangnya aliran darah ke jantung, ditandai dengan rasa tidak nyaman didada
atau nyeri dada, punggung, bahu, rahang, atau lengan tanpa disertai kerusakan sel-
sel pada jantung. Stress emosi atau aktivitas fisik biasanya bisa menjadi pencetus
APS namun itu bisa dihilangkan dengan obat nitrat. Pada penderita ini gambar
EKG tidak khas, melainkan suatu kelainan.
2) Acute Coronary Syndrome (ACS)
Merupakan suatu sindrom klinis yang bervariasi. ACS dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Unstable Angina (UA) atau Angina Piktoris Tidak Stabil (APTS)
Sifat nyeri yang timbul lebih berat dari APS atau semakin sering muncul pada
saat istirahat, nyeri pada dada yang timbul pertama kalinya. Kadang akan
terdapat kelainan dan kadang juga tidak pada gambaran EKG penderita.
b. Acute Non ST Elevasi Myocardinal Infarction (NSTEMI)
Ditandai keluarnya enzim CKMB, CK, Trop T, dan lain-lain yang merupakan
tanda terdapat kerusakan pada sel otot jantung. Tidak ada penguatan ST elevasi
yang baru pada gambran EKG.
c. Acute ST Elevasi Myocardina Infarction (STEMI)
Sudah ada kelainan pada gambaran EKG berupa timbulnya Bundle Branch
Block yang baru atau ST elevasi baru. Kelainan ini hampir sama dengan
NSTEMI.
2.1.3 Etiologi
CAD terjadi karena terbentuk plak akibat dari terkumpulnya
kolesterol dalam jangka waktu yang cukup lama. Proses ini disebut
aterosklerosis. Kondisi tersebut menyebabkan otot jantung melemah dan
menimbulkan komplikasi seperti gagal jantung dan gangguan irama jantung
(Suyanti & Rahayu, 2020). Faktor risiko CAD dapat dibagi menjadi:
a. Faktor yang Tidak Dapat Diubah
1) Usia

5
Bertambahnya usia meningkatkan risiko arteri yang rusak dan menyempit
karena terjadi perubahan fungsi pembuluh darah sehingga terjadi hilangnya
elastisitas pembuluh darah. Pada laki- laki biasanya risiko meningkat setelah
umur 45 tahun sedangkan pada wanita umur 55 tahun.
2) Jenis Kelamin
Laki-laki berisiko 2 hingga 3 kali lipat lebih besar terkena CAD dibanding
perempuan. Sedangkan perempuan yang menopause, cenderung memiliki
risiko lebih cepat terkena PJK dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan
karena hormon estrogen dan endogen pada perempuan yang bersifat
protektif membuat risiko tersering penyakit jantung lebih rendah.
3) Riwayat Keluarga
Jika ayah terkena serangan jantung pada usia <60 tahun atau ibu terkena <65
tahun, maka keturunannya berisiko lebih besar terkena CAD.
b. Faktor yang Dapat Diubah
1) Hipertensi
Hipertensi yang terjadi secara terus-menerus menyebabkan sistem pembuluh
darah rusak dengan perlahan-lahan. Hipertensi menjadi penyebab utama CAD.
Pada mulanya, terjadi hipertropi dari tunika media, lalu hialinisasi setempat
serta penebalan fibrosis dari tunika intima, lalu berakhir dengan terjadinya
penyempitan pembuluh darah.
2) Hiperlipidemia
Adalah peningkatan lipid serum, yang meliputi: kolesterol > 200 mg/dl,
trigliserida > 200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, HDL < 35 mg/dl. Peningkatan
kolesterol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan meningkatnya
risiko koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan kadar
kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan
cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian
diekskresi.
3) Diabetes Mellitus
Penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang
lebih tinggi karena viskositas darahnya meningkat sehingga aliran darah

6
melambat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya plak dan terjadi
aterosklerosis.
4) Merokok
Kandungan nikotin dan karbon monoksida dalam asam rokok dapat
membebani kerja jantung, dengan memacu jantung bekerja lebih cepat. Kedua
senyawa tersebut juga meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah.
Senyawa lain dalam rokok juga dapat merusak dinding arteri jantung dan
menyebabkan penyempitan.
5) Obesitas
Risiko CAD meningkat jika berat badan tidak ideal. Kelebihan jumlah lemak
pada tubuh >19% dan >21% pada perempuan dikategorikan obesitas. Obesitas
dapat meningkatkan kadar kolesterol dan seringkali berbarengan dengan DM
dan hipertensi.
6) Stres
Tekanan darah dan katekolamin dapat meningkat jika seseorang mengalami
stres berkepanjangan, sehingga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh
darah arteri.
2.1.4 Patofisiologi
CAD biasanya disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu sumbatan pada arteri
koroner oleh plak lemak dan fibrosa (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Plak
atheroma pembuluh darah koroner dapat pecah akibat perubahan komposisi plak dan
penipisan fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk thrombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Thrombus ini akan menyumbat lubang pembuluh darah
koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner (PERKI, 2018). Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan
iskemia miokardium. Ketika kebutuhan oksigen miokardium lebih besar dibanding
yang dapat disuplai oleh pembuluh yang tersumbat sebagian, sel miokardium menjadi
iskemik dan berpindah ke metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob menghasilkan
asam laktat yang merangsang ujung saraf otot, menyebabkan nyeri. Selain itu,
penumpukan asam laktat mempengaruhi permeabilitas membran sel, yang melepaskan
zat seperti histamine, kinin, enzim khusus yang merangsang serabut saraf terminal
diotot jantung dan mengirimkan impuls nyeri ke sistem saraf pusat. Nyeri berkurang

7
saat suplai oksigen kembali dapat memenuhi kebutuhan miokardium LeMone, Burke,
& Bauldoff, 2016). Sementara, ketika suplai oksigen berhenti dalam waktu kurang
lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard)
(PERKI, 2018). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Sumbatan sub total yang disertai vasokonstriksi yang dinamis juga
dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis miokard. Selain nekrosis, iskemia
juga menyebabkan gangguan kontraktilitas miokardium (setelah iskemia hilang), serta
distrimia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel).
(Pathway terlampir).
2.1.5 Manifestasi Klinis
Pasien yang sudah mengalami CAD bisa saja tidak timbul gejala apapun. Semakin
besar sumbatan yang ada di dalam pembuluh darah, maka aliran darah yang dapat
melewatinya semakin sedikit, dan kemungkinan untuk timbulnya gejala semakin
besar. Pasien biasanya baru mengetahui adanya CAD setelah timbul gejala. Gejala-
gejala yang dapat timbul akibat CAD antara lain:
a. Nyeri dada
Gejala yang paling sering terjadi akibat CAD adalah adanya nyeri dada atau biasa
disebut dengan angina pektoris. Nyeri dada ini dirasakan sebagai rasa tidak
nyaman atau tertekan di daerah dada, sesuai dengan lokasi otot jantung yang tidak
mendapat pasokan oksigen. Nyeri dapat menjalar ke daerah bahu, lengan, leher,
rahang, atau punggung. Keluhan akan dirasakan semakin memberat dengan adanya
aktivitas.
b. Sesak.
Jika jantung tidak mampu memompakan darah ke seluruh tubuh akibat adanya
gangguan pada kontraktilitas jantung, dapat mengakibatkan penumpukan darah di
jantung sehingga terjadi aliran balik ke paru-paru. Hal ini menyebabkan timbulnya
penumpukan cairan di dalam paru-paru sehingga akan mengalami sesak napas.
c. Aritmia
Adalah gangguan irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi
sebagai bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel misalnya
perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.

8
d. Mual muntah
Nyeri yang dirasakan pada pasien dengan penyakit jantung adalah di dada dan di
daerah perut khususnya ulu hari tergantung bagian jantung mana yang bermasalah.
Nyeri pada ulu hati bisa merangsang pusat muntah. Area infark merangsang
refleks vasofagal.
e. Keringat dingin
Pada fase awal infark miokard terjadi pelepasan ketekolamin yang meningkatkan
stimulasi simpatis sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah perifer sehingga
kulit akan menjadi berkeringat, dingin dan lembab.
f. Lemah dan tidak bertenaga
Dapat terjadi disebabkan karena jantung tidak mampu memompakan darahnya
keseluruh tubuh sehingga suplai oksigen ke jaringan berkurang sehingga seseorang
merasakan kelemahan.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan tekanan darah, tes darah dan tes
kadar gula/protein dalam air seni, dan pemeriksaan terkait lainnya mencakup (AHA,
2020):
1. Elektrokardiogram (EKG) pada uji latih beban jantung.
Terjadinya perubahan segmen ST yang diakibatkan oleh plak aterosklerosis
memicu terjadinya repolarisasi dini pada daerah yang terkena infark atau iskemik.
Hal tersebut mengakibatkan oklusi arteri koroner yang mengambarkan ST elevasi
pada jantung sehingga disebut STEMI. Penurunan oksigen di jaringan jantung juga
menghasilkan perubahan EKG termasuk depresi segmen ST. dimana gelombang T
menggalami peningkatan, dan amplitudo gelombang ST atau T yang menyamai
atau melebihi amplitudo gelombang QRS (Sari, 2019).
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Perubahan enzim jantung, isoenzim, troponin T dan troponin I
1) CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6
jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 48-72 jam.
2) LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam 48-72 jam dan
kembali normal dalam 7-14 hari.

9
3) Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark miokard akut, mulai
meningkat 3-12 jam, puncak selama 12 jam-2 hari, kembali normal 5-14
hari.
4) Troponin-I mulai meningkat 3-12 jam, puncak selama 24 jam, kembali
normal 5-10 hari.
b. Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl, trigliserida >200
mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL <35 (faktor risiko CAD).
c. Echokardiografi
Digunakan untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya > 55 %), gerakan segmen
dinding, volume sistolik dan diastolik ventrikel, regurgitasi katup mitral karena
disfungsi otot papiler dan untuk mendeteksi adanya thrombus mural, vegetasi
katup, atau cairan perikardial.
d. Angiografi koroner
Angiografi koroner adalah salah satu pemeriksaan invasif untuk
menggambarkan keadaan arteri koroner jantung dengan cara memasukkan
kateter pembuluh darah ke dalam tubuh dan menginjeksikan cairan kontras
untuk memberikan gambaran pembuluh darah koroner pada pencitraan sinar-X
segera setelah kontras diinjeksikan. Pemeriksaan ini yang paling akurat dan
sesuai standar untuk mengidentifikasi penyempitan pembuluh darah yang
berhubungan dengan proses aterosklerosis di arteri koroner jantung. Selain itu,
angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling andal untuk
memberikan informasi anatomi koroner pada pasien penyakit jantung koroner
pasca pengobatan medik maupun revaskularisasi, seperti Percutaneous
Coronary Intervention (PCI), or Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
Angiografi koroner dilakukan jika hasil pemeriksaan non invasif kurang
informatif atau karena ada kontraindikasi pemeriksaan non invasif.
2.1.7 Komplikasi
CAD dapat menyebabkan angina pektoris, dimana jika tidak ditangani dengan
tepat dan cepat dapat memicu terjadinya sindrom koroner akut, gagal jantung, bahkan
hingga kematian mendadak (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Komplikasi yang
terjadi tergantung pada seberapa banyak otot jantung rusak yang merupakan akibat
langsung dari arteri koroner tersumbat dan berapa lama arteri ini tersumbat. Jika

10
penyumbatan memengaruhi sejumlah besar otot jantung, jantung tidak akan memompa
secara efektif dan dapat membesar, yang mungkin menyebabkan gagal jantung. Jika
penyumbatan menutup aliran darah ke sistem kelistrikan jantung, irama jantung
mungkin terpengaruh, kemungkinan mengarah ke aritmia dan kematian mendadak
(henti jantung) (Sweis & Jivan, 2019).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, penyumbatan pada arteri koroner dapat
menyebabkan beberapa komplikasi sebagai berikut (AHA, 2016):
a. Nyeri dada (Angina Pektoris). Hal ini terjadi ketika penyempitan arteri koroner
menjadi lebih parah dan memengaruhi pasokan oksigen ke otot-otot jantung,
terutama selama dan setelah olahraga berat.
b. Serangan jantung (Infark Miokard). Hal ini terjadi ketika aliran darah benar-benar
terhalang sepenuhnya. Kekurangan darah dan oksigen akan menyebabkan
kerusakan permanen pada otot jantung.
c. Gagal jantung (Congestive Heart Failure/CHF). Jika beberapa area otot jantung
kekurangan pasokan darah atau rusak setelah terjadinya serangan jantung, maka
jantung tidak akan bisa memompa darah melalui pembuluh darah ke bagian tubuh
lainnya. Hal ini akan memengaruhi fungsi organ lainnya pada tubuh.
d. Aritmia. Yaitu gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi
sebagai bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel misalnya
perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada CAD menurut LeMone et al (2019) terbagi menjadi
pengobatan farmakologi, non farmakologi dan revaskularisasi miokardium. Perlu
diketahui bahwa tidak ada satupun cara pengobatan sifatnya menyembuhkan. Dengan
kata lain diperlukan modifikasi gaya hidup agar dapat mengatasi faktor penyebab yang
memicu terjadinya penyakit. Penatalaksanaan yang perlu dilakukan meliputi :
1. Pengobatan Farmakologi
a. Nitrat; digunakan untuk mengatasi serangan angina dan mencegah angina.
Nitrat mengurangi kerja miokardium dan kebutuhan oksigen melalui dilatasi
vena dan arteri sehingga mengurangi preload dan afterload. Selain itu juga
dapat memperbaiki suplai oksigen miokardium dengan mendilatasi pembuluh
darah kolateral dan mengurangi stenosis.

11
b. Aspirin; Aspirin dosis rendah (80 hingga 325 mg/hari) seringkali diprogramkan
untuk mengurangi risiko agregasi trombosit dan pembentukan trombus.
c. Beta blocker; menghambat efek perangsang jantung norepinefrin dan epinefrin,
mencegah serangan angina dengan menurunkan frekuensi jantung,
kontraktilitas miokardium, dan tekanan darah sehingga menurunkan kebutuhan
oksigen miokardium.
d. Calcium Channel Blocker; mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan
meningkatkan suplai darah dan oksigen miokardium. Selain itu juga
merupakan vasodilator koroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai
oksigen.
e. Statin; dapat menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis sebesar 30% yang
terjadi pada pasien angina. Statin juga dapat berperan sebagai anti trombolitik,
anti inflamasi, dan lainnya.
2. Pengobatan Nonfarmakologi
a. Memodifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahraga ringan.
b. Mengontrol faktor resiko yang menyebabkan terjadinya CAD, seperti pola
makan, merokok, dan lainnya.
c. Mengelola stress dengan melakukan teknik distraksi dengan cara
mendengarkan musik dan relaksasi dengan cara nafas dalam.
d. Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung.
3. Revaskularisasi miokardium
Hambatan aliran darah akibat lesi arterosklerotis pada arteri koroner bisa
diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran dan bagian yang tersumbat
dengan suatu cangkok pintas atau dengan cara meningkatkan aliran di dalam
pembuluh yang mengalami sakit melalui pemisahan mekanik serta kompresi atau
pemakaian obat yang dapat merilisiskan lesi. Cangkok pintas ini disebut dengan
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Pembedahan untuk penyakit jantung
koroner melibatkan pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan
antara aorta dan arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan
darah untuk mengaliri bagian iskemik jantung. Apabila pada katerisasi jantung
ditemukan adanya penyempitan yang cukup signifikan misalnya sekitar 80%,

12
maka dokter jantung biasanya menawarkan dilakukannya balonisasi dan
pemasangan stent.

2.2 Konsep Coronary Artery Bypass Graft (CABG)


2.2.1 Pengertian
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) adalah sebuah teknik pembedahan
yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah menuju jantung. CABG sudah
dikenal sejak tahun 1960an dan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi keluhan,
memperbaiki kualitas hidup dan meningkatkan angka harapan hidup pada pasien
dengan sumbatan pembuluh darah coroner (Kemenkes, 2019).
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) tindakan bedah yang dilakukan
untuk memperbaiki aliran darah ke otot jantung dengan membuat jalur pintas (bypass)
baru dari bagian pembuuh darah yang tersumbat ke otot jantung. Jalur baru tersebut
menggunakan pembuluh darah sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien
(Heartology, 2023).
2.2.2 Indikasi
Sesuai dengan American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Assosciation (AHA), indikasi CABG adalah:
1) Stenosis >50% pada pembuluh darah utama koroner kiri.
2) Stenosis >70% pada daerah proksimal pembuluh darah left anterior descending
(LAD) dan circumflex (LCX).
3) Sumbatan pada 3 cabang pembuluh darah koroner pada pasien yang asimtomatik
atau pada mereka dengan keluhan angina yang ringan atau stabil.
4) Pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk dengan sumbatan pada 3 cabang
pembuluh darah koroner dan stenosis di daerah proksimal LAD.
5) Pasien dengan keluhan angina yang stabil dan sumbatan di 1 atau 2 pembuluh
darah koroner dengan daerah miocardium viabel yang luas pada area yang berisiko
tinggi.
6) Stenosis >70% pada daerah proksimal LAD dengan fraksi ejeksi <50% atau tanda-
tanda iskemik yang jelas pada evaluasi non-invasif.
7) Gejala angina yang berat.

13
8) Iskemia yang progresif pada kasus non-STEMI yang tidak responsif terhadap
terapi medikamentosa.
9) Fungsi ventrikel kiri yang buruk namun dengan kondisi miokardium yang masih
viable pada daerah defek anatomi yang dapat direvaskularisasi.
2.2.3 Kontraindikasi
Secara relatif, CABG dikontraindikasikan bila terdapat berbagai faktor yang akan
memperberat atau meningkatkan risiko selama dan sesudah operasi, seperti :
1) Faktor usia yang sudah sangat tua.
2) Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes mellitus
dan EF yang sangat rendah <15%.
3) Sklerosis aorta yang berat.
4) Struktur arteri koroner yang tidak mungkin untuk disambung.
2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan waktunya, CABG dapat dibagi menjadi:
1) CABG elektif : CABG yang dilakukan terjadwal pada kasus-kasus bukan
kegawatdaruratan misalnya pada pasien simptomatik yang telah gagal terapi
medikamentosa.
2) CABG urgen : CABG yang dilakukan terjadwal pada kasus urgen misalnya infark
miokadium yang masih berlangsung yang tidak responsif pada terapi
medikamentosa maksimal, kegagalan PCI, syok kardiogenik akibat sumbatan
pembuluh darah koroner.
3) CABG emergensi: CABG yang dilakukan pada kasus emergensi yaitu pasien
dengan proses iskemia yang masih berlangsung, komplikasi mekanik pada infark
miokardium, misalnya: ruptur intraventrikular septum, kecelakaan prosedur
angiografi, atau kondisi anatomi koroner jantung yang tidak sesuai untuk primary
PCI. CABG emergensi diasosiasikan dengan angka mortalitas dalam rumah sakit
dan kejadian tidak diinginkan yang lebih tinggi dibandingkan jenis CABG lainnya.
Berdasarkan tekniknya, CABG dapat digolongkan menjadi:
1) CABG on-pump: CABG yang dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin
pintas jantung-paru.
2) CABG off-pump: CABG yang dilakukan tanpa menggunakan bantuan mesin
pintas jantung-paru.

14
3) CABG total endoscopic: CABG yang dilakukan menggunakan bantuan robot dan
tanpa bantuan mesin pintas jantung-paru.
4) Teknik hybrid: kombinasi CABG dan PCI.
2.2.5 Pemilihan Graft
Pembuluh darah vena maupun arteri dapat digunakan sebagai
konduit CABG. Pembuluh darah yang paling sering digunakan untuk
konduit CABG adalah vena saphena magna dan arteria mammaria interna.
Selain itu, arteri radialis dan gastroepiploica juga dapat dipakai
sebagai konduit.
Penggunaan pembuluh darah tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Penggunaan vena saphena magna sebagai
konduit BPAK memiliki tingkat patensi yang lebih rendah. Terbukti
10-20% pembuluh darah tersebut dapat terjadi oklusi 1 tahun setelah
pembedahan akibat kesalahan teknis, thrombosis, dan hiperplasia
intima. Sekitar 1-2% dari graft vena mengalami oklusi setiap tahun
dari 1-5 tahun setelah pembedahan dan 4-5% mengalami oklusi tiap
tahun sejak 6-10 tahun setelah pembedahan. Sekitar 10 tahun pasca
pembedahan, hanya sekitar 50-60% dari graft saphena vena magna yang
paten dan hanya 50% dari graft tersebut yang bebas dari proses
aterosklerosis.
Tidak seperti graft vena di atas, graft dengan arteria mammaria
interna memiliki tingkat patensi yang sangat stabil. Pada saat 10 tahun
pasca operasi, lebih dari 90% graft tersebut masih paten. Oleh sebab
itu, graft arteri ini merupakan konduit yang harus digunakan ketika
bedah pintas arteri koroner dilakukan pada LAD.

15
Gambar 2.2 Anatomi Internal Mammary Artery (IMA)

Gambar 2.3 Anatomi Vena Saphena

Gambar 2.4 Anatomi Radialis Artery


2.2.6 Manajemen pasca CABG di ICU
Perawatan pasien pasca operasi cukup menantang karena perubahan dapat
terjadi dengan cepat. Kondisi pra operasi pasien serta kejadian intraoperatif harus
dipertimbangkan dalam perawatan pasca operasi. Penting bagi perawat untuk
mengantisipasi komplikasi yang mungkin terjadi sehingga intervensi yang sesuai
dimulai pada waktu yang tepat memastikan hasil yang positif bagi pasien.
Aktivitas perawat saat pasien masuk ruang pemulihan / ICU antara lain;
perawat yang merawat menghubungkan pasien dan jalur invasif ke peralatan
sementara anggota perawat lain menghubungkan perangkat drainase dengan tepat.
Perawat ruang operasi dan ahli anestesi melaporkan kondisi pasien kepada perawat
ICU. Ada beberapa manajemen yang harus ditangani pasca CABG (Rochfika, 2022) :
1) Manajemen Paru Pasca Operasi
Disfungsi paru dan hipoksemia dapat terjadi pada 30% sampai 60% pasien
setelah CABG. Riwayat pasien dan faktor intraoperatif harus dipertimbangkan,
terutama riwayat merokok, penyakit paru obstruktif, penggunaan steroid, penyakit
gastroesophageal reflux, gagal jantung, dan nutrisi yang buruk dapat meningkatkan
komplikasi paru pasca operasi. Meskipun ada beberapa variasi dalam protokol ini,
kebanyakan pasien akan diintubasi dan diberi ventilasi mekanis saat tiba di ruang
pemulihan.

16
Perawat harus menilai kesiapan pasien ekstubasi dini. Ekstubasi harus
dipertimbangkan ketika pasien terangsang, mampu mengikuti perintah, stabil
secara hemodinamik, dan memulai ventilasi spontan tanpa pernapasan berlebihan,
dukungan ventilasi secara bertahap dan pasien harus menopang ventilasi spontan.
Penilaian fisik ventilasi efektif, dan analisis laboratorium gas darah arteri dan
parameter ventilasi spesifik harus diselesaikan sebelum ekstubasi. Selama proses,
perawat harus menilai pasien untuk peningkatan pernapasan dan atau detak
jantung.
2) Manajemen Hemodinamika Pasca Operasi
Gerakan pasien dari ruang operasi ke ruang pemulihan / ICU dapat
membuat hemodinamik ketidakstabilan, dan dengan demikian pemantauan
peralatan pada waktu yang tepat adalah yang terpenting.
Pasien harus diletakkan dalam posisi terlentang dengan kaki ditinggikan
untuk memungkinkan Blood Pressure (Tekanan Darah) meningkat sampai
penyebab BP rendah bisa ditentukan dan tindakan korektif diambil. Penting bagi
perawat untuk melakukan pemantauan secara hati-hati dan ketat, Perawat harus
menghangatkan kembali pasien setelah operasi jika hipotermia berlanjut. Efek
negatif dari hipotermia termasuk depresi miokardium, disritmia ventrikel,
vasokonstriksi, dan depresi faktor pembekuan (meningkatkan risiko perdarahan
pasca operasi). Jika pasien mengalami hipotermia, penghangatan kembali dapat
dilakukan dengan penggunaan selimut hangat.
3) Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Operasi
Periode pasca operasi mungkin dipersulit oleh pendarahan yang berlebihan.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan saat menilai potensi perdarahan pasien.
Perawat harus memantau pasien bila ada tanda-tanda perdarahan. Hemoglobin dan
hematokrit harus dipantau secara berkala selama pasca operasi.
4) Manajemen Neurologis Pasca Operasi
Pasien yang membutuhkan operasi bypass arteri koroner berada pada
peningkatan risiko komplikasi neurologis. Stroke dapat disebabkan oleh
hipoperfusi atau emboli selama atau setelah operasi. Perawat harus sangat pandai
dalam menilai neurologis pada periode pasca operasi. Pupil harus dinilai pada
awalnya. Selama beberapa jam pertama setelah operasi, hasil penilaian neurologis

17
harus meningkat bertahap. Pada saat pasien siap ekstubasi, dia harus mengikuti
perintah dan memiliki gerakan dan kekuatan yang sama dari ekstremitas dengan
fungsi neurologis pasien mendekati normal. Perawat harus memberikan
kenyamanan, sedapat mungkin pasien diberikan orientasi terhadap orang, tempat,
waktu, dan keadaan sekitar.
5) Penatalaksanaan Ginjal Pasca Operasi
Ada potensi disfungsi ginjal pasca operasi jantung. Perawat harus
memantau setidaknya keluaran urin setiap jam selama periode pasca operasi awal.
Urin harus dinilai warna dan karakteristiknya serta jumlahnya.
6) Gastrointestinal pasca operasi
Perawat harus memantau pasien apakah ada bising usus, perut distensi, dan
mual dan muntah. Perawat harus memberikan antiemetik seperti yang
diinstruksikan dokter jika pasien mual.
7) Manajemen Nyeri Pasca Operasi
Perawat harus dapat melakukan penilaian nyeri, mobilisasi, gangguan, dan
teknik relaksasi di antara beberapa metode manajemen nyeri. Kontrol nyeri
biasanya dicapai dengan intravena narkotika saat pasien diintubasi, atau narkotika
intravena dapat digunakan setelah ekstubasi. Perawat harus menyeimbangkan
kebutuhan akan pengendalian nyeri tanpa depresi pernapasan dengan kebutuhan
pasien untuk meminimalkan rasa sakitnya.
Perawat di ruang ICU harus mampu melakukan interpretasi keadaan klien, mendeteksi
perubahan-perubahan fisiologis yang dapat mengancam jiwa serta dapat melakukan
tindakan keperawatan mandiri.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi segera setelah operasi maupun dalam waktu yang
lebih lama antara lain :
1) Komplikasi kardiovaskuler meliputi disritmia, penurunan curah jantung dan
hipotensi persisten.
2) Komplikasi hematologi meliputi perdarahan dan pembekuan.
3) Komplikasi ginjal dapat terjadi gagal ginjal ketika terjadi penurunan curah jantung.
4) Komplikasi paru termasuk atelektasis, pneumonia, edema pulmonal, hemothorax /
pneumothorax.

18
5) Komplikasi neurologi dapat muncul sangat jelas termasuk stroke dan
encephalopathy, delirium, cerebrovascular accident.
6) Disfungsi gastrointestinal seperti stress ulcer, ileus paralitik.
7) Rapid Restenosis Graft (dalam waktu 6 bulan) atau vena graft kolaps.

19
WOC CABG Aterosklerosis,
thrombosis, konstriksi CAD
arteri koroner
Hipotermia
CABG

Penggunaan mesin pintas Berisiko cedera sel


jantung paru, manajemen otot jantung
Off Pump Sternotomi On Pump hipotermia, pemberian (iskemia) dan cedera
kardioplegia reperfusi
Relaksasi otot-otot Efek pemberian Luka insisi dan anastomose aorta dan arteri koroner
pernapasan anastesia umum Perubahan Perubahan
elektrofisiologi status volume
Trauma saraf di Port d’entry Resiko jantung cairan tubuh
Intubasi dan Gangguan
sekitar area mikroorganisme Perdarahan (aritmia) dan elektrolit
penggunaan ventilator penyapihan
operasi
ventilator
Resiko Infeksi Penurunan
Merangsang
produksi Nyeri Akut curah jantung
Risiko
sputum
ketidakseimbangan
cairan
Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif Risiko
ketidakseimbangan
elektrolit

20
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Tahap pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dan tahap
yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi pada
tahap ini akan menentukan diagnosa keperawatan. Perawat mengumpulkan informasi
(data-data) dari pasien yang meliputi unsur bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif
secara lengkap dan relevan agar dapat memberikan arahan tindakan keperawatan yang
tepat. Pengkajian pasien meliputi :
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, nomor rekam medis, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal dan jam masuk rumah sakit, tanggal dan jam
pengkajian.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama ditulis singkat dan jelas, dua atau tiga yang merupakan keluhan
yang sangat dirasakan pasien pada saat pasien meminta bantuan pelayanan
kesehatan. Pada pasien post CABG keluhan utama berupa nyeri.
b) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan penjelasan dari permulaan pasien
merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah sakit. Pasien post CABG
mengeluh nyeri pada area luka operasi dan bagian tubuh yang terpasang alat
medis, sesak napas, palpitasi dan cemas.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu yang ditanyakan adalah tentang penyakit-penyakit
yang pernah dialami pasien sebelumnya. Kaji riwayat DM karena DM memicu
aterosklerosis, menghambat penyembuhan luka, dan predisposisi infeksi luka.
Hipertensi dan obesitas meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu, riwayat
tindakan pembedahan sebelumnya, alergi, dan obat-obatan yang dikonsumsi
pasien juga perlu dikaji.
d) Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat penyakit keluarga yang ditanyakan adalah tentang penyakit yang
pernah dialami oleh keluarga, seperti DM, hipertensi, penyakit jantung koroner.

21
e) Riwayat psikologis
Pasien yang akan dilakukan CABG dapat mengalami kecemasan sampai
ketakutan akan kematian.
3) Pengkajian keperawatan post operasi
a) Status neurologi
Tingkat responsivitas, ukuran pupil, dan reaksi terhadap cahaya, reflek, gerakan
ekstremitas dan kekuatan otot.
b) Status jantung
Frekuensi dan irama jantung, CVP, curah jantung, tekanan darah baik invasive
maupun invasive, tekanan arteri paru, PAWP, saturasi oksigen arteri paru,
drainage rongga dada, status serta fungsi pacu jantung.
c) Status respirasi
Alat bantu jalan napas yang digunakan, gerakan dada, suara napas, setting
ventilator (mode, frekuensi, volume tidal, fraksi oksigen, PEEP, I : E ratio).
d) Status pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir dan cuping telinga,
suhu, edema, kondisi balutan, dan akses invasif.
e) Fungsi ginjal
Jumlah urine output, warna urine, berat jenis urine, dan osmolaritas.
f) Status cairan dan elektrolit
Intake dan output cairan, nilai laboratorium untuk elektrolit (kalium, natrium,
kalsium, dan magnesium), monitoring perdarahan (jumlah perdarahan dari luka
post op maupun drainase dan nilai laboratorium).
g) Nyeri
Karakteristik, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgetik. Pasien yang
menjalani CABG dengan arteri mamaria interna dapat mengalami parastesis
sementara atau menetap nervus ulnaris pada sisi yang sama dengan graft yang
diambil. Pasien yang menjalani CABG dengan arteri gastroepiploik dapat
mengalami ileus selama beberapa waktu dan akan mengalami nyeri abdomen
pada tempat insisi selain nyeri dada.

22
2.3.2 Diagnosa
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018) Diagnosis
yang mungkin muncul pada pasien post CABG meliputi:
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
(D.0001).
2) Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0002).
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung (D.0008).
4) Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah (D.0131).
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) (D.0078)
6) Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037).
7) Risko ketidakseimbangan cairan (D. 0036).
8) Risiko perdarahan (D. 0012).
9) Risiko infeksi (D.0142).
2.3.3 Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosis keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Standar luaran keperawatan
akan menjadi acuan bagi perawat dalam menetapkan kondisi atau status kesehatan
seoptimal mungkin yang diharapkan dapat dicapai oleh pasien setelah pemberian
intervensi keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
2.3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangakaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju
status kesehatan sesuai kriteria hasil yang ditetapkan (Suwignjo et al, 2022).
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan
yang menjelaskan bahwa tujuan dari tindakan keperawatan telah tercapai atau
memerlukan pendekatan lain (Suwignjo et al, 2022).

23
Asuhan Keperawatan (Nursing Care Plan) berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI
No SDKI SLKI SIKI
1 (D.0001) Bersihan jalan napas (L.01001) Bersihan Jalan Napas (I.01011) Managemen Jalan Napas
tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
dengan hipersekresi jalan selama 1 x 24 jam, diharapkan bersihan jalan 1) Monitor pola napas.
napas. napas meningkat dengan kriteria hasil : 2) Monitor bunyi napas tambahan.
- Batuk efektif meningkat. 3) Monitor sputum.
- Produksi sputum menurun. Terapeutik :
- Mengi menurun. 1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
- Wheezing menurun. chin-lift.
- Dispnea menurun. 2) Posisikan semi fowler atau fowler.
- Ortopnea menurun. 3) Lakukan fisioterapi dada.
- Sulit bicara menurun. 4) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
- Sianosis menurun. 5) Lakukan hiperoksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal.
- Gelisah menurun. 6) Berikan oksigen, jika perlu.
- Frekuensi napas membaik. Edukasi :
- Pola napas membaik. 1) Ajarkan teknik batuk efektif, bila pasien sadar.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mokulitik, jika perlu.

24
(I.01014) Pemantauan Respirasi
Observasi:
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas.
2) Monitor pola napas.
3) Monitor kemampuan batuk efektif.
4) Monitor adanya produksi sputum.
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
6) Auskultasi bunyi napas.
7) Monitor saturasi oksigen.
8) Monitor nilai AGD.
9) Monitor hasil x-ray toraks.
Terapeutik :
1) Dokumentasi hasil pemantauan.
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
2 (D.0002) Gangguan (L.01002) Penyapihan Ventilator (1.01021) Penyapihan Ventilasi Mekanik
penyapihan ventilator Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
berhubungan dengan hambatan selama 1 x 24 jam, diharapkan penyapihan 1) Periksa kemampuan untuk disapih (meliputi: hemodinamik
upaya napas. ventilator meningkat dengan kriteria hasil : stabil, kondisi optimal, bebas infeksi).
- Frekuensi napas membaik. 2) Monitor predictor kemampuan untuk mentolerir

25
- Kesingkronan bantuan ventilator penyapihan (mis. Tingkat kemampuan bernapas, kapasitas
meningkat. vital, Vd/Vt, MVV, kekuatan inspirasi, FEV1, tekanan
- Nilai gas darah arteri membaik inspirasi negatif).
3) Monitor tanda-tanda kelelahan otot pernapasan (misal:
kenaikan PaCO2 mendadak, napas cepat dan dangkal,
Gerakan dinding abdomen paradoks), hipoksemia, dan
hipoksia jaringan saat penyapihan).
4) Monitor status cairan dan elektrolit.
Terapeutik :
1) Posisikan semi-fowler (30 – 45 derajat).
2) Lakukan pengisapan jalan napas, jika perlu.
3) Berikan fisioterapi dada, jika perlu.
4) Lakukan ujicoba penyapihan (30 – 120 menit dengan napas
spontan yang dibantu ventilator).
5) Gunakan teknik relaksasi, jika perlu.
6) Hindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan
penyapihan.
7) Berikan dukungan psikologis.
Edukasi :
1) Ajarkan cara pengontrolan napas saat penyapihan
Kolaborasi :

26
1) Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan
jalan napas dan pertukaran gas.
(I.01014) Pemantauan Respirasi
Observasi:
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas.
2) Monitor pola napas.
3) Monitor kemampuan batuk efektif.
4) Monitor adanya produksi sputum.
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
6) Auskultasi bunyi napas.
7) Monitor saturasi oksigen.
8) Monitor nilai AGD.
9) Monitor hasil x-ray toraks.
Terapeutik :
1) Dokumentasi hasil pemantauan.
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
3 (D.0008) Penurunan curah (L.02008) Curah Jantung ( I.02075) Perawatan Jantung
jantung berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
perubahan irama jantung. selama 1 x 24 jam, diharapkan curah jantung 1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung.

27
meningkat dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
- Kekuatan nadi perifer meningkat. jantung.
- Ejection fraction (EF) meningkat. 3) Monitor tekanan darah.
- Cardiac index (CI) meningkat. 4) Monitor intake dan output cairan.
- Stroke volume index (SVI) meningkat. 5) Monitor saturasi oksigen.
- Bradikardia meningkat. 6) Monitor keluhan nyeri dada.
- Takikardia menurun. 7) Monitor EKG 12 sadapan.
- Gambaran EKG aritmia cukup 8) Monitor aritmia.
menurun. 9) Monitor nilai laboratorium jantung.
- Lelah menurun. 10) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
- Edema menurun. sesudah aktivitas.
- Distensi vema jugularis menurun. 11) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
pemberian obat.
Terapeutik :
1) Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman.
2) Berikan diet jantung yang sesuai.
3) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat.
4) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika
perlu.

28
5) Berikan dukungan emosional dan spiritual.
6) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >
94%.
Edukasi :
1) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi.
2) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap.
3) Anjurkan berhenti merokok.
4) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu.
2) Rujuk ke program rehabilitasi jantung.
4 (D.0131) Hipotermia (L.14134) Termoregulasi (I.14507) Manajemen Hipotermia
berhubungan dengan terpapar Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
suhu lingkungan rendah. selama 1 x 24 jam, diharapkan termoregulasi 1) Monitor suhu tubuh.
membaik dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi penyebab hipotermia (misal: terpapar suhu
- Menggigil menurun lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
- Suhu tubuh membaik penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan).
- Suhu kulit membaik 3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (misal:
hipotermia ringan: takipnea, disartria, menggigil,
hipertensi, diuresis; hipotermia sedang: aritmia, hipotensi,

29
apatis, koagulopati, refleks menurun; hipotermia berat:
oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam-basa
abnormal).
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang hangat (misal: atur suhu
ruangan, inkubator).
2) Ganti pakaian dan/atau linen yang basah.
3) Lakukan penghangatan pasif (mis: selimut, menutup
kepala, pakaian tebal).
4) Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis: kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode
kangguru).
5) Lakukan penghangatan aktif internal (mis: infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan
hangat).
Edukasi
1) Anjurkan makan/minum hangat.
5 (D.0078) Nyeri akut (L.08066) Tingkat Nyeri (L.08238) Manajemen nyeri
berhubungan dengan agen Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
pencedera fisik (prosedur selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
operasi). menurun dengan kriteria hasil : intensitas nyeri.

30
- Keluhan nyeri menurun. 2) Identifikasi skala nyeri.
- Meringis menurun. 3) Identifikasi respon nyeri non verbal.
- Sikap protektif menurun. 4) Identifikasi faktor yang dapat memperberat dan
- Gelisah menurun. memperingan nyeri.
- Kesulitan tidur menurun. 5) Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Ketegangan otot menurun. Terapeutik :
- Frekuensi nadi membaik. 1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri.
- Pola nafas membaik. 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
- Tekanan darah membaik. 3) Fasilitasi istirahat dan tidur.
- Nafsu makan membaik. Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
2) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri.
3) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian analgesik.

(I.08243) Pemberian Analgesik


Observasi :
1) Identifikasi karakteristik nyeri.
2) Identifikasi riwayat alergi obat.

31
3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan tingkat
keparahan nyeri.
4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik.
5) Monitor efektivitas analgesik.
Terapeutik :
1) Tetapkan target efektifitas analgesik
2) Dokumentasikan respon terhadap analgesik.
Edukasi :
1) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi.
6 (D.0037) Risiko (L.03021) Keseimbangan Elektrolit (I.03122) Pemantauan Elektrolit
ketidakseimbangan elektrolit. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
selama 3 x 24 jam, diharapkan 1) Monitor kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
keseimbangan elektrolit meningkat dengan elektrolit.
kriteria hasil : 2) Monitor kadar elektrolit serum.
- Serum natrium membaik. 3) Monitor mual, muntah, diare.
- Serum kalium membaik. 4) Monitor kehilangan cairan.
- Serum klorida membaik. 5) Monitor tanda dan gejala hipokalemia.

32
- Serum kalsium membaik. 6) Monitor tanda dan gejala hiperkalemia.
- Serum magnesium membaik. 7) Monitor tanda dan gejala hiponatremia.
8) Monitor tanda dan gejala hipernatremia.
9) Monitor tanda dan gejala hipokalsemia.
10) Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia.
11) Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia.
12) Monitor tanda gan gejala hipermagnesemia.
Terapeutik :
1) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien.
2) Dokumentasikan hasil pemantauan.
Kolaborasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
7 (D. 0036) Risiko (L.03020) Keseimbangan Cairan (I.03098) Manajemen Cairan
ketidakseimbangan cairan. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, diharapkan 1) Monitor status hidrasi (misal: frekuensi nadi, kekuatan
keseimbangan cairan meningkat dengan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor
kriteria hasil : kulit, tekanan darah).
- Asupan cairan meningkat. 2) Monitor berat badan harian.
- Membrane mukosa lembab meningkat. 3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misal:

33
- Turgor kulit membaik. hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin, BUN).
- Output urin meningkat. 4) Monitor status hemodinamik (misal: MAP, CVP, PAP,
PCWP, jika tersedia).
Terapeutik
1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam.
2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan.
3) Berikan cairan intravena, jika perlu.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
8 (D. 0012) Risiko perdarahan. (L.02017) Tingkat perdarahan (I.02067) Pencegahan Perdarahan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat 1) Monitor tanda dan gejala perdarahan.
perdarahan menurun dengan kriteria hasil : 2) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
- Membran mukosa lembab meningkat. kehilangan darah.
- Kelembaban kulit meningkat. 3) Monitor tanda-tanda vital ortostatik.
- Hematuria menurun. 4) Monitor koagulasi (misal: prothrombin time (PT), partial
- Hemoglobin membaik. thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin
- Hematokrit membaik. dan/atau platelet).
Terapeutik
1) Pertahankan bed rest selama perdarahan.
2) Batasi tindakan invasif, jika perlu.

34
3) Gunakan kasur pencegah dekubitus.
4) Hindari pengukuran suhu rektal.
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan.
2) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi.
3) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan.
4) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K.
5) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
perlu.
2) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu.
3) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu.
9 (D.0142) Risiko infeksi. (L.14137) Tingkat Infeksi (I.1459) Pencegahan Infeksi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat infeksi 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.
menurun dengan kriteria hasil : Terapeutik :
- Kebersihan tangan dan badan 1) Batasi jumlah pengunjung.
meningkat. 2) Berikan perawatan kulit pada area edema.
- Demam, kemerahan, nyeri, bengkak, 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

35
letargi menurun. dan lingkungan pasien.
- Cairan berbau busuk, sputum berwarna 4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi.
hijau, menggigil menurun. Edukasi :
- Nafsu makan, hasil kultur dan hasil sel 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
darah putih membaik. 2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
3) Ajarkan etika batuk.
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi.
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.

36
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. SS
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
MRN : 082896
Tanggal Masuk : 23 Januari 2024; Jam 13.25 WIB
Tanggal Pengkajian : 23 Januari 2024; Jam 14.00 WIB
Ruangan Rawat Inap : Cardiovascular Intensive Care Unit (CICU)
Diagnosa : CAD 3 VD, APS CCS 2, HHD Post CABG 4 Graft (LIMA-
LAD)
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama :
Nyeri dada.
b. Riwayat Penyakit sekarang :
Nyeri dada hilang timbul disertai keringat dingin sejak beberapa bulan lalu namun
membaik dengan istirahat. Nyeri dada dirasakan seperti tertindih benda berat di
dada kiri dan menjalar ke punggung. Pasien juga mengatakan merasa mudah lelah
saat beraktivitas. Skala nyeri 6/10.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
TB pada tahun 1996 (pengobatan tuntas selama 6 bulan) dan hipertensi sejak kurang lebih
5 tahun yang lalu. Riwayat merokok sejak usia 23 tahun sebanyak 12-24 batang
per hari dan baru berhenti merokok sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat
alergi makanan maupun obat-obatan. Vaksinasi Covid-19 sebanyak 4 kali.
Sebelum operasi pasien sudah scalling gigi, tambal 1 gigi, dan cabut 1 gigi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Jantung koroner (ayah pasien) dan Diabetes Mellitus (ibu pasien).

37
3. Pengkajian Pola Kesehatan
a. Pola Persepsi Kesehatan
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
b. Pola Nutrisi
Sebelum MRS tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi
post operasi. BB 61 kg, TB 163,5 kg, BMI 22,8. Terpasang IV line Gelofusin 500
ml dalam 2 jam.
c. Pola Eliminasi
Sebelum MRS tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi
post operasi. Saat ini pasien terpasang kateter urin ukuran 16 Fr dengan fiksasi
water for injection 30 ml. Jumlah urin di ruang OK 170 ml, warna urin kuning
bening.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
f. Pola Persepsi Kognitif
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
h. Pola Fungsi Peran dan Hubungan
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
j. Pola Mekanisme Koping dan Stres
Tidak dapat dikaji karena pasien masih dibawah pengaruh anestesi post operasi.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Pasien beragama Islam.

4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Dibawah pengaruh anestesi.
Tingkat kesedaran : Dibawah pengaruh anestesi.

38
Berat Badan : 61 Kg.
Tinggi Badan : 163,5 Cm.
Tanda-tanda vital : TD : 105/50 mmHg, MAP 70 mmHg, HR :72 x/menit, Suhu :
34,8⁰C, CVP 4 cmH2O SpO2 : 100% terpasang ventilator mode
PC dengan setting RR 12, PEEP 5, FiO2 40%, PC/PS 10/30, I:E
ratio 1:2, trigger +2.0.
a. Kepala
Rambut : Berwarna hitam, bersih, tidak ada luka pada area kepala.
Mata : Pupil kanan dan kiri simetris 1/1, refleks cahaya +/+, konjungtiva
pink, dan sklera putih.
Hidung : Simetris, terpasang NGT ukuran 16 Fr di nostril kanan. Tidak ada
perdarahan dari hidung.
Ekspresi wajah: Tenang, warna kulit normal, tidak tampak pucat.
Leher : Tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
b. Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan tinggi dada normal, pengembangan dada simetris,
tampak luka post operasi di bagian midsternal dengan 3 selang drain
(minidrain produksi 0 ml, mediastinal produksi 65 ml warna merah, dan
pleura 10 ml warna merah). Terdapat akses CVC pada subclavia sinistra.
- Palpasi : Pengembangan dada simetris.
- Perkusi : Ukuran, bentuk dan batas paru normal, terdapat suara sonor.
- Auskultasi : Suara napas normovesikuler +/+, tidak terdapat suara napas
tambahan.
c. Jantung
- Inspeksi : Bentuk dan tinggi dada normal, pengembangan dada simetris,
tampak luka post operasi di bagian midsternal dengan 3 selang drain
(minidrain produksi 0 ml, mediastinal produksi 65 ml warna merah, dan
pleura 10 ml warna merah). Ictus cordis tidak tampak.
- Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS V midclavicula sinistra.
- Perkusi: Terdapat suara pekak (dullness) pada area jantung.
- Auskultasi: Terdapat bunyi jantung S1 S2 tunggal regular. Tidak ada bunyi
jantung tambahan.

39
d. Abdomen
- Inspeksi : Tidak distensi maupun asites.
- Papasi : Teraba lunak, tidak teraba distensi, tidak ada undulasi.
- Perkusi : Terdapat suara timpani.
- Auskultasi : Bising usus normal terdengar 5 kali per menit.
e. Genital : Pasien berjenis kelamin laki-laki, tidak ada perdarahan, terpasang kateter
urin ukuran 16 Fr. Produksi urine di ICU dalam 1 jam pertama 400 ml (urine
output 6,5 cc/kg/jam).
f. Ekstremitas : Tidak ada kelainan bentuk dan lesi, terdapat akses vena perifer pada
tangan kanan, vena dalam pada radial dextra, arterial line pada radialis sinistra dan
femoralis sinistra. Terdapat luka post operasi vena grafting pada kedua
ekstremitas bawah bagian dalam dan tertutup kasa.
g. Kulit : turgor kulit elastis, CRT < 3 detik, tidak ada hematoma di sekitar insersi
drain, luka operasi, CVC dan akses arterial line, vena dalam dan IV perifer. Kulit
masih teraba dingin, akral masih teraba dingin.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
 Pre operasi
20 Januari 2024
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 15,5 13,0-16,0 g/dL
Hematokrit 45 40-48 %

Leukosit 7137 5000-10000 (/uL)


Trombosit 255200 150000-400000 (/uL)
MCV 89 80,0-95,0 fL
MCH 31 26,0-34,0 pg
MCHC 35 32,0-36,0
Ureum 36 13-43 mg/dL
Creatinin 0,97 0,6-1,2 mg/dL
Calcium 9,8 9,0-10,5 mg/dL

40
Glukosa sewaktu 144* <140 mg/dL
Magnesium 2,05 1,8-2,6 mg/dL
PT 9,5* 9,8-12,6 detik
INR 0,91
HBsAg Nonreaktif Nonreaktif
Anti HCV Nonreaktif Nonreaktif
Anti HIV Nonreaktif Nonreaktif
Natrium 138,3 135-147 mEq/L
Kalium 4,37 3,5-5,0 mEq/L
Chlorida 104,6 95-105 mEq/L
SGPT 27 <50 U/L
SGOT 33 <50 U/L
Golongan Darah AB
Rhesus Rhesus (+)
Albumin 4,60 3,4-4,8 g/dL
APTT Actin 23,4 21,8-28,0 detik

 Post operasi (saat tiba di CICU)


23 Januari 2024 Jam 13:54
Analisa Gas Darah dengan mode ventilator PC dengan setting RR 12, PEEP 5, FiO2 40%,
PC/PS 10/30, I:E ratio 1:2, trigger +2.0. Suhu : 35,2⁰C.
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
pH 7,300* 7,35-7,45 mm/Hg
PCO2 40,2 35.00-45. 00 mm/Hg

SO2 99,3* 95-98 %


TCO2 21,8* 22,0-29,0 mmol/L
HCO3 20,5* 21.00 – 28.00 mmol/L
PO2 176,3* 83.00 – 108.00 mm/Hg
Laktat 7,5* 0.7 - 2.5 mmol/L
Be -5,7* 83.00 - 108.00 mm/Hg
Natrium 141,3 132 – 145 mEq/L
Kalium 3,21* 3,1 – 5,1 mEq/L
Clorida 106,0 98 – 106 mmol/L

41
Calcium 1,19 1,09-1,30 mmol/L
Magnesium ion 0,64* 0.45 - 0.60 mmol/L
Glukosa sewaktu 291* <140 mg/dL
Hematologi Rutin
Hemoglobin 12,2* 13,0-16,0 g/dL
Hematokrit 35,4* 40-48 %
Leukosit 19310* 5000-10000 (/uL)
Trombosit 179200 150000-400000 (/uL)
MCV 87 80,0-95,0 fL
MCH 30 26,0-34,0 pg
MCHC 34 32,0-36,0
Ureum 29 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,96 0,6-1,2 mg/dL
Protrombin Time (PT) 10,6 9,8-12,6 detik
INR 1,02
APTT Actin 22,7 21,8-28,0 detik

b. Radiologi :
 Pre Operasi : tanggal 13 Oktober 2023

Foto Thorax PA
Cor : membesar dengan CTR 61%.
Pulmo : Infiltrat di paracardial kanan, penebalan fisura minor kanan.

42
Sinus costophrenicus kanan tumpul, kiri tajam.
Diafragma kanan kiri tampak baik.
Tulang-tulang dan soft tissue yang tervisualisasi tampak baik.
Kesan : bronchopneumonia, suspect efusi pleura kanan minimal, cardiomegaly.
 Post operasi : tanggal 23 Januari 2023

(Tidak terdapat bacaan expertise radiology)


Interpretasi perawat : Proyeksi AP klavikula tidak mendatar, tidak ada deviasi
trakea, hillus tidak melebar, sinus kostofrenikus tumpul, CTR ± 63%, terdapat
multiple sternal wire, ETT tip di ICS 2, CVC tip di ICS 6 substernal sinistra,
drain di mediastinal (ICS 6) dan pleura (ICS 6 sinistra).
c. EKG :
Tanggal 20 Januari 2024 Jam 13:00

43
Interpretasi : Irama sinus, tidak regular, HR 90 x/menit (jumlah gel R selama 6
detik adalah 9), gel P normal (tinggi 0,1 mV, lebar 0,06 detik), kompleks QRS
0,12 detik, interval PR 0,16 detik, normal axis deviation, ST segmen elevasi di V1-
V3, Q patologis di I, avL, V3, T inverted di V5-V6, LVH (R di V5 + S di V1 =
38), M shape di lead III, avL, V3, V4. Kesimpulan : Sinus aritmia dengan ST
elevasi di anteroseptal dan LVH ditandai dengan T inverted di V5 dan V6.
d. Echocardiography :
Tanggal 2 Desember 2023
Conclusion : LV dilatasi, Fungsi LV menurun, LVEF 38%. Fungsi RV baik.
Valves normal. LVH eksentrik dengan disfungsi diastolik kesan grade 1. RWMA
sesuai CAD.
e. Coronary angiography :
Tanggal 8 November 2023 di RS Pertamedika
LM : stenosis 40-50% ostial distal
LAD : stenosis 70-95% osteal to mid part
LCX : stenosis 80-90% proximal to mid part, OM1 subtotally occluded proximal
part (large calibre)
RCA : stenosis 50-80% proximal to distal part, PDA totally occluded osteal part
received collateral from LAD
Conclusion : Calcified CAD LM 3VD, CTO at PDA
Suggestion : CABG

44
6. Laporan Pembedahan
CPB time 86 menit. AOX time 68 menit.
Tindakan naratif : CABG x 4 Graft (LIMA-LAD)
Penemuan : Jantung kontraksi sedang, SVG 2,6 mm, LAD 1,65 mm, PDA 1,65 mm,
RCA 1,65 mm, OM 1,65 mm.
Tindakan operasi :
Pasien dalam posisi terlentang dengan anestesi umum, terpasang monitor lengkap.
Tindakan antisepsis daerah operasi. HR 70x/menit, SpO2 100%, ABP 85/53 (65)
mmHg. Selanjutnya dilakukan pengambilan SVG pada kaki kiri dan kanan. Insisi
median sternotomy. Dilakukan harvesting LIMA. Selanjutnya pericardium dibuka dan
difiksasi ke tepi luka. Heparin diberikan. Kanulasi pada Ao dan RA. Setelah nilai ACT
tercapai, mesin pintas jantung paru segera dijalankan (on bypass), suhu diturunkan.
Klem silang aorta segera dipasang. Cairan kardioplegia diberikan secara antegrade,
jantung segera asistol. Selanjutnya dilakukan identifikasi daerah target graft.
Anastomosis SVG distal ke RCA distal dan PDA (sequential), anastomosis SVG distal
ke OM. Kemudian anastomosis 2 SVG proksimal ke aorta. Dilanjutkan anastomosis
LIMA ke LAD. Suhu dinaikkan kembali, deairing jantung kiri melalui kanul
kardioplegia, klem silang aorta dilepas. Irama jantung sinus rhytm. Kemudian deairing
graft. Hemodinamik stabil, mesin jantung paru dihentikan (off bypass). Dekanulasi
kanul RA. Protamin diberikan dilanjutkan dengan dekanulasi kanul aorta. Perdarahan
dirawat. Dipasang 1 buah drain di mediastinal, 1 buah drain di pleura kiri, dan 1 buah
minidrain NGT di intrapericard. Sternum ditutup kembali dengan steel wire. Luka
ditutup lapis demi lapis. Operasi selesai. Pasien ditransfer ke ICU dengan
hemodinamik HR 85x/menit, SpO2 100%, ABP 95/49 (66) mmHg, CVP 5 mmHg.
Komplikasi : Tidak ada. Perdarahan 100 ml.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Pre operasi
Digoxin 1 x 0,25 mg PO, Spironolactone 1 x 25 mg PO, Furosemide 1 x 40 mg
PO, Nitrokaf 3 x 2,5 mg PO.
b. Post operasi

45
- Support post operasi : Dopamin 5 mcg/kg/menit, Adrenalin 0,03 mcg/kg/menit,
Fetanyl 0,5 mcg/kg/jam, Dexmedetomidine 0,2 mcg/kg/jam.
- Obat-obatan lainnya :
 IV : Cefuroxime 3 x 750 mg, Ranitidine 2 x 50 mg
 PO : Aspirin 1 x 100 mg, Atorvastatin 1 x 20 mg, Bisoprolol 1 x 2,5 mg,
Ramipril 1 x 2,5 mg, Spironolactone 1 x 25 mg, Furosemide 2 x 20 mg,
Paracetamol 4 x 1 gr.

8. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS : CABG Gangguan
Pasien dibawah pengaruh anestesi penyapihan
Pemberian anestesi umum
DO : ventilator
Relaksasi otot-otot
- Pasien terintubasi dan terpasang
pernapasan
ventilator mode PC dengan
Intubasi (ETT) dan
setting RR 12, PEEP 5, FiO2
penggunaan ventilator
40%, PC/PS 10/30, I:E ratio
Ventilasi spontan belum
1:2, trigger +2.0.
adekuat post prosedur
- Hasil pemeriksaan AGD post
Gangguan penyapihan
operasi : pH 7,300, PCO2 40,2
ventilator
mmHg, PO2 176,3 mmHg, SO2
99,3%, TCO2 26,8 mmol/L,
HCO3 20,5 mmol/L, BE -5,7
mmol/L, Lactate 7,5 mmol/L.
- Terpasang IV drip
Dexmedetomidine 0,2
mcg/kg/jam.
2 DS : CABG Penurunan curah
Pasien dibawah pengaruh anestesi jantung
Penggunaan mesin pintas
DO : jantung paru
- TD : 105/50 mmHg, MAP 70
Manajemen hipotermia dan
mmHg, HR :72 x/menit, Suhu : pemberian kardioplegia

46
34,8⁰C, CVP 4 cmH2O SpO2 : Perubahan fisiologis sirkulasi
dan keadekuatan perfusi
100% on ventilator.
- Produksi urine di ICU dalam 1 Fluktuasi volume darah dan
aliran balik vena, perubahan
jam pertama 400 ml (urine
kontraktilitas
output 6,5 cc/kg/jam).
Penurunan curah jantung
- Terpasang support inotropik
Dopamin 5 mcg/kg/menit,
Adrenalin 0,03 mcg/kg/menit.
3 DS : CABG Hipotermia
Pasien dibawah pengaruh anestesi
Penggunaan mesin pintas
DO : jantung paru
- Suhu : 34,8⁰C.
Manajemen hipotermia dan
- Kulit dan akral teraba dingin. pemberian kardioplegia

Hipotermia
4 DS : CABG Risiko
Pasien dibawah pengaruh anestesi ketidakseimbangan
Penggunaan mesin pintas
DO : jantung paru cairan
- Pasien post CABG on pump.
Manajemen hipotermia dan
- CVP 4 cmH2O. pemberian kardioplegia
- TD : 105/50 mmHg, MAP 70
Perubahan fisiologis sirkulasi
mmHg, HR :72 x/menit. dan keadekuatan perfusi
- Produksi urine di ICU dalam 1
Perubahan status volume
jam pertama 400 ml (urine cairan
output 6,5 cc/kg/jam).
Risiko ketidakseimbangan
cairan
5 DS : CABG Risiko
Pasien dibawah pengaruh anestesi ketidakseimbangan
Penggunaan mesin pintas
DO : jantung paru elektrolit
- Pasien post CABG on pump
Manajemen hipotermia dan
- Nilai kalium 3,21 mEq/L. pemberian kardioplegia

Perubahan fisiologis sirkulasi


dan keadekuatan perfusi

47
Perubahan status elektrolit

Risiko ketidakseimbangan
elektrolit
6 DS : CABG Risiko infeksi
Pasien dibawah pengaruh anestesi
Sternotomi dan pemasangan
DO : akses invasif
- Terdapat luka post operasi di
Port d’entry mikroorganisme
midsternal dan kedua
Risiko infeksi
ekstremitas bawah.
- Terpasang ETT, CVC, arterial
line, akses vena dalam dan
perifer, chest tube, NGT, dan
kateter urin.
Diagnosa baru tanggal 24 Januari 2024 Pukul 15.05
7 DS : CABG Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri seperti
Sternotomi dan pemasangan
tertusuk-tusuk di bagian tengah drain
dada saat menarik napas dalam,
Trauma saraf di area sekitar
skala nyeri 8, berlangsung lama insisi dan insersi drain
dan tidak membaik walaupun
Nyeri akut
sudah beristirahat dan tidak
menarik napas dalam lagi.
DO :
Pasien tampak meringis kesakitan,
memegangi area post op, N 131
x/menit, TD 135/64 (85) mmHg,
RR 35 x/menit.
Diagnosa baru tanggal 25 Januari 2024 Pukul 14.00
8 DS : CABG Risiko perfusi
- perifer tidak efektif
Sternotomi dan pemasangan
DO : drain
- Pasien tampak pucat.
Risiko terjadi perdarahan di
sekitar area operasi

48
- CRT 3 detik.
Risiko penurunan
- Akral hangat.
konsentrasi hemoglobin
- Hb (dari AGD vena pukul
Risiko perfusi perifer tidak
13.47) 7,8 mg/dL.
efektif
- Total drain sejak post op :
drain mediastinal 440 ml, drain
pleura 720 ml.
- TTV TD 83/46 (53) mmHg, N
88 x/m, T 36,9⁰C, RR 20 x/m,
SpO2 96% NC 2 lpm.

3.2 Diagnosis Keperawatan


1) (D.0002) Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan pasien dibawah pengaruh anestesi, terintubasi dan terpasang ventilator
(mode PC dengan setting RR 12, PEEP 5, FiO2 40%, PC/PS 10/30, I:E ratio 1:2, trigger
+2.0), hasil pemeriksaan AGD post operasi : pH 7,300, PCO2 40,2 mmHg, PO2 176,3
mmHg, SO2 99,3%, TCO2 26,8 mmol/L, HCO3 20,5 mmol/L, BE -5,7 mmol/L, Lactate
7,5 mmol/L, dan terpasang IV drip Dexmedetomidine 0,2 mcg/kg/jam.
2) (D.0008) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload, afterload, dan
kontraktilitas jantung ditandai dengan TD : 105/50 mmHg, MAP 70 mmHg, HR :72
x/menit, Suhu : 34,8⁰C, CVP 4 cmH2O SpO2 : 100% on ventilator, produksi urine di ICU
dalam 1 jam pertama 400 ml (urine output 6,5 cc/kg/jam), terpasang support inotropik
Dopamin 5 mcg/kg/menit, Adrenalin 0,03 mcg/kg/menit.
3) (D.0131) Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah ditandai
dengan suhu : 34,8⁰C, kulit dan akral teraba dingin.
4) (D. 0036) Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan prosedur pembedahan
mayor CABG.
5) (D.0037) Risiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan efek samping prosedur
CABG on pump.
6) (D.0142) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur CABG.
Tambahan diagnosa baru tanggal 24 Januari 2024 Jam 15:05.

49
7) (D.0078) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri seperti tertusuk-tusuk di bagian tengah dada saat menarik
napas dalam, skala nyeri 8, berlangsung lama dan tidak membaik walaupun sudah
beristirahat dan tidak menarik napas dalam lagi, asien tampak meringis kesakitan,
memegangi area post op, N 131 x/menit, TD 135/64 (85) mmHg, RR 35 x/menit.
Tambahan diagnosa baru tanggal 25 Januari 2024 Jam 14:00.
8) (D.0015) Risiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan trauma pembedahan
CABG.

50
3.3 Perencanaan
No SDKI SLKI SIKI
1 (D.0002) Gangguan (L.01002) Penyapihan Ventilator (1.01021) Penyapihan Ventilasi Mekanik
penyapihan ventilator Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
berhubungan dengan hambatan selama 1 x 24 jam, diharapkan penyapihan 1) Periksa kemampuan untuk disapih (meliputi: hemodinamik
upaya napas ditandai dengan ventilator meningkat dengan kriteria hasil : stabil, kondisi optimal, bebas infeksi).
pasien dibawah pengaruh - Frekuensi napas membaik. 2) Monitor predictor kemampuan untuk mentolerir
anestesi, terintubasi dan - Kesingkronan bantuan ventilator penyapihan (mis. Tingkat kemampuan bernapas, kapasitas
terpasang ventilator (mode PC meningkat. vital, Vd/Vt, MVV, kekuatan inspirasi, FEV1, tekanan
dengan setting RR 12, PEEP 5, - Nilai gas darah arteri membaik inspirasi negatif).
FiO2 40%, PC/PS 10/30, I:E 3) Monitor tanda-tanda kelelahan otot pernapasan (misal:
ratio 1:2, trigger +2.0), hasil kenaikan PaCO2 mendadak, napas cepat dan dangkal,
pemeriksaan AGD post operasi gerakan dinding abdomen paradoks), hipoksemia, dan
: pH 7,300, PCO2 40,2 mmHg, hipoksia jaringan saat penyapihan).
PO2 176,3 mmHg, SO2 4) Monitor status cairan dan elektrolit.
99,3%, TCO2 26,8 mmol/L, Terapeutik :
HCO3 20,5 mmol/L, BE -5,7 1) Posisikan semi-fowler (30 – 45 derajat).
mmol/L, Lactate 7,5 mmol/L, 2) Lakukan pengisapan jalan napas, jika perlu.
dan terpasang IV drip 3) Berikan fisioterapi dada, jika perlu.
Dexmedetomidine 0,2 4) Lakukan ujicoba penyapihan (30 – 120 menit dengan napas
mcg/kg/jam. spontan yang dibantu ventilator).

51
5) Gunakan teknik relaksasi, jika perlu.
6) Hindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan
penyapihan.
7) Berikan dukungan psikologis.
Edukasi :
1) Ajarkan cara pengontrolan napas saat penyapihan.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan
jalan napas dan pertukaran gas.
(I.01014) Pemantauan Respirasi
Observasi:
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas.
2) Monitor pola napas.
3) Monitor kemampuan batuk efektif.
4) Monitor adanya produksi sputum.
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
6) Auskultasi bunyi napas.
7) Monitor saturasi oksigen.
8) Monitor nilai AGD.
9) Monitor hasil x-ray toraks.
Terapeutik :

52
1) Dokumentasi hasil pemantauan.
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
2 (D.0008) Penurunan curah (L.02008) Curah Jantung ( I.02075) Perawatan Jantung
jantung berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
perubahan preload, afterload, selama 1 x 24 jam, diharapkan curah jantung 1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung.
dan kontraktilitas jantung meningkat dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
ditandai dengan TD : 105/50 - Kekuatan nadi perifer meningkat. jantung.
mmHg, MAP 70 mmHg, - Ejection fraction (EF) meningkat. 3) Monitor tekanan darah.
HR :72 x/menit, Suhu : - Gambaran EKG sinus rhytm. 4) Monitor intake dan output cairan.
34,8⁰C, CVP 4 cmH2O SpO2 : - Takikardia menurun. 5) Monitor saturasi oksigen.
100% on ventilator, produksi - Bradikardia menurun. 6) Monitor keluhan nyeri dada.
urine di ICU dalam 1 jam 7) Monitor EKG 12 sadapan.
pertama 400 ml (urine output 8) Monitor aritmia.
6,5 cc/kg/jam), terpasang 9) Monitor nilai laboratorium jantung.
support inotropik Dopamin 5 10) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
mcg/kg/menit, Adrenalin 0,03 pemberian obat.
mcg/kg/menit. Terapeutik :
1) Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman.

53
2) Berikan diet jantung yang sesuai.
3) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika
perlu.
4) Berikan dukungan emosional dan spiritual.
5) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >
94%.
Edukasi :
1) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi.
2) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap.
3) Anjurkan berhenti merokok.
4) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu.
2) Rujuk ke program rehabilitasi jantung.
3 (D.0131) Hipotermia (L.14134) Termoregulasi (I.14507) Manajemen Hipotermia
berhubungan dengan terpapar Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
suhu lingkungan rendah selama 1 x 24 jam, diharapkan termoregulasi 1) Monitor suhu tubuh.
ditandai dengan suhu : 34,8⁰C, membaik dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi penyebab hipotermia (misal: terpapar suhu
kulit dan akral teraba dingin. - Menggigil menurun lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
- Suhu tubuh membaik penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan).

54
- Suhu kulit membaik 3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (misal:
hipotermia ringan: takipnea, disartria, menggigil,
hipertensi, diuresis; hipotermia sedang: aritmia, hipotensi,
apatis, koagulopati, refleks menurun; hipotermia berat:
oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam-basa
abnormal).
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang hangat (misal: atur suhu
ruangan, inkubator).
2) Ganti pakaian dan/atau linen yang basah.
3) Lakukan penghangatan pasif (mis: selimut, menutup
kepala, pakaian tebal).
4) Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis: kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode
kangguru).
5) Lakukan penghangatan aktif internal (mis: infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan
hangat).
Edukasi
1) Anjurkan makan/minum hangat.
4 9) (D. 0036) Risiko (L.03020) Keseimbangan Cairan (I.03098) Manajemen Cairan

55
ketidakseimbangan cairan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
dibuktikan dengan selama 3 x 24 jam, diharapkan 1) Monitor status hidrasi (misal: frekuensi nadi, kekuatan
prosedur pembedahan keseimbangan cairan meningkat dengan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor
mayor CABG. kriteria hasil : kulit, tekanan darah).
Risiko perfusi perifer tidak - Asupan cairan meningkat. 2) Monitor berat badan harian.
efektif dibuktikan dengan - Membrane mukosa lembab meningkat. 3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misal:
trauma pembedahan CABG. - Turgor kulit membaik. hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin, BUN).
- Output urin meningkat. 4) Monitor status hemodinamik (misal: MAP, CVP, PAP,
PCWP, jika tersedia).
Terapeutik
1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam.
2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan.
3) Berikan cairan intravena, jika perlu.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
5 (D.0037) Risiko (L.03021) Keseimbangan Elektrolit (I.03122) Pemantauan Elektrolit
ketidakseimbangan elektrolit Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
dibuktikan dengan efek selama 3 x 24 jam, diharapkan 1) Monitor kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
samping prosedur CABG on keseimbangan elektrolit meningkat dengan elektrolit.
pump. kriteria hasil : 2) Monitor kadar elektrolit serum.
- Serum natrium membaik. 3) Monitor mual, muntah, diare.

56
- Serum kalium membaik. 4) Monitor kehilangan cairan.
- Serum klorida membaik. 5) Monitor tanda dan gejala hipokalemia.
- Serum kalsium membaik. 6) Monitor tanda dan gejala hiperkalemia.
- Serum magnesium membaik. 7) Monitor tanda dan gejala hiponatremia.
8) Monitor tanda dan gejala hipernatremia.
9) Monitor tanda dan gejala hipokalsemia.
10) Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia.
11) Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia.
12) Monitor tanda gan gejala hipermagnesemia.
Terapeutik :
1) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien.
2) Dokumentasikan hasil pemantauan.
Kolaborasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
6 (D.0142) Risiko infeksi (L.14137) Tingkat Infeksi (I.1459) Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan efek Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
prosedur CABG. selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat infeksi 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.
menurun dengan kriteria hasil : Terapeutik :
- Kebersihan tangan dan badan 1) Batasi jumlah pengunjung.

57
meningkat. 2) Berikan perawatan kulit pada area edema.
- Demam, kemerahan, nyeri, bengkak, 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
letargi menurun. dan lingkungan pasien.
- Cairan berbau busuk, sputum berwarna 4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi.
hijau, menggigil menurun. Edukasi :
- Nafsu makan, hasil kultur, dan hasil sel 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
darah putih membaik. 2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
3) Ajarkan etika batuk.
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi.
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.
Tambahan diagnosa keperawatan 24 Januari 2024 Jam 15:05
7 (D.0078) Nyeri akut (L.08066) Tingkat Nyeri (L.08238) Manajemen nyeri
berhubungan dengan agen Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
pencedera fisik (prosedur selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
operasi) ditandai dengan pasien menurun dengan kriteria hasil : intensitas nyeri.
mengeluh nyeri seperti - Keluhan nyeri menurun. 2) Identifikasi skala nyeri.
tertusuk-tusuk di bagian - Meringis menurun. 3) Identifikasi respon nyeri non verbal.
tengah dada saat menarik - Sikap protektif menurun. 4) Identifikasi faktor yang dapat memperberat dan

58
napas dalam, skala nyeri 8, - Gelisah menurun. memperingan nyeri.
berlangsung lama dan tidak - Kesulitan tidur menurun. 5) Monitor efek samping penggunaan analgetik
membaik walaupun sudah - Ketegangan otot menurun. Terapeutik :
beristirahat dan tidak menarik - Frekuensi nadi membaik. 1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri.
napas dalam lagi, asien tampak - Pola nafas membaik. 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
meringis kesakitan, - Tekanan darah membaik. 3) Fasilitasi istirahat dan tidur.
memegangi area post op, N - Nafsu makan membaik. Edukasi :
131 x/menit, TD 135/64 (85) 1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
mmHg, RR 35 x/menit. 2) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri.
3) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian analgesik.

(I.08243) Pemberian Analgesik


Observasi :
1) Identifikasi karakteristik nyeri.
2) Identifikasi riwayat alergi obat.
3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan tingkat
keparahan nyeri.
4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian

59
analgesik.
5) Monitor efektivitas analgesik.
Terapeutik :
1) Tetapkan target efektifitas analgesik
2) Dokumentasikan respon terhadap analgesik.
Edukasi :
1) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi.
Tambahan diagnosa keperawatan 25 Januari 2024 Jam 14:00
8 (D.0015) Risiko perfusi perifer (L.02011) Perfusi Perifer (I.02068) Pencegahan Syok
tidak efektif dibuktikan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
trauma pembedahan CABG. selama 3 x 24 jam, diharapkan perfusi perifer 1) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan
meningkat dengan kriteria hasil : nadi, frekuensi napas, TD, MAP).
- Kekuatan nadi perifer meningkat 2) Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD).
- Warna kulit pucat menurun 3) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit,
- Pengisian kapiler membaik CRT).
- Akral membaik 4) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
- Turgor kulit membaik Terapeutik :
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >

60
94%.
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab/faktor risiko syok.
2) Jelaskan tanda dan gejala awal syok.
3) Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan
gejala awal syok.
4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

3.4 Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Waktu Diagnosa Implementasi Respon Pasien Evaluasi
Keperawatan
23 14.00 1,2,3,4,5,6 1. Mencuci tangan dan memantau Pasien masih dalam pengaruh S: Masih terintubasi.
Januari hemodinamik, posisi, nilai AGD obat sedasi, posisi semifowler, O: keadaan umum: tampak lemah
2024 post operasi, dan balans cairan. TTV TD 108/60 (69) mmHg, N E4VXM6, akral hangat, nadi
82 x/menit, S 34,8⁰C, RR teraba kuat, CRT 2 detik, bunyi
12x/menit, SpO2 100% jantung S1S2 normal. Irama
terpasang ventilator dengan EKG monitor SR. TTV TD
mode PC FiO2 40%, RR 12, I:E 104/50 (63) mmHg, N 88

61
1:2, PEEP 5, PC/PS 10/30 x/menit, RR 22 x/menit, SpO2
trigger +2,0. TV 372 ml, MV 100%, S 36,8⁰C. TV 438 ml,
4,6 L/menit, hasil AGD asidosis MV 5,9 L/menit. Balans cairan
metabolik (pH 7,3; PCO2 40,2; +500,33 ml (UOP 1,5
HCO3 20,5; PO2 176,3; Lactat cc/kgBB/jam, produksi drain 5
7,5; K+ 3,21; Ca2+ 1,19), ml/jam), CVP 8 cmH2O. Nilai
balans cairan – 161,59 ml (UOP K+ 5,04 mmol/L; Ca2+ 1,10
6,5 cc/kgBB/jam dan produksi mmol/L. Terapi support :
drain 75 ml/jam) CVP 4 Dopamin 5 mcg/kgBB/menit,
cmH2O. Milrinone 0,2
14:10 2,3,4,5 2. Melanjutkan pemberian cairan mcg/kgBB/menit, Fentanyl 0,5
intravena Gelafusin 200 ml/jam dan mcg/kgBB/jam.
Ca Gluconas 1 gram IV, A:
memberikan KCL drip 2 mEq/jam 1) Gangguan penyapihan
selama 6 jam, melanjutkan ventilator belum teratasi.
pemberian penghangatan eksternal 2) Penurunan curah jantung
(warmer blanket) 40⁰C, dan belum teratasi.
weaning ventilator SIMV FiO2 3) Hipotermia teratasi.
30%, PS 11, RR 10. 4) Risiko ketidakseimbangan
15.00 1,2,3,4,5,6 3. Memantau hemodinamik dan balans Pasien masih dibawah pengaruh cairan teratasi.
cairan. obat sedasi. Irama EKG monitor 5) Risiko ketidakseimbangan

62
SR. TTV TD 159/70 (95) elektrolit teratasi.
mmHg, N 88 x/menit, RR 18 6) Risiko infeksi teratasi.
x/menit, SpO2 100%, S 33,8⁰C. P: Pertahankan kondisi pasien,
TV 365 ml, MV 7,1 L/menit. lanjutkan observasi dan
Balans cairan – 499,18 ml intervensi.
(UOP 8,3 cc/kgBB/jam dan
produksi drain 45 ml/jam), CVP
2 cmH2O.
15.05 2,3,4,5 4. Memberikan cairan intravena RL
500 ml/2 jam, mempertahankan
suhu warmer blanket, weaning
ventilator PS 10, RR 8.
16.00 1,2,3,4,5,6 5. Memantau hemodinamik dan balans Pasien masih dibawah pengaruh
cairan dan melakukan oral hygiene. obat sedasi. Irama EKG monitor
SR. TTV TD 128/60 (73)
mmHg, N 72 x/menit, RR 14
x/menit, SpO2 100%, S 35,3⁰C.
TV 381 ml, MV 5,5 L/menit.
Balans cairan -312,51 ml (UOP
1,8 cc/kgBB/jam, produksi
drain 20 ml/jam), CVP 5

63
cmH2O.
16.10 2,3,4,5 6. Memberikan tambahan cairan
intravena Ringerfundin 500 ml/2
jam, mempertahankan suhu blanket
warmer.
17.00 1,2,3,4,5,6 7. Memantau hemodinamik dan balans Pasien sadar, compos mentis,
cairan. GCS E4VXM6. Irama EKG
monitor SR. TTV TD 127/59
(68) mmHg, N 68 x/menit, RR
10 x/menit, SpO2 100%, S
36,1⁰C. TV 492 ml, MV 4,6
L/menit. Balans cairan .+76,16
ml (UOP 1,3 cc/kgBB/jam,
produksi drain 50 ml/jam), CVP
8 cmH2O.
17.03 3,6 8. Menghentikan pemberian warmer
blanket, memberikan antibiotik
Cefuroxime 750 mg IV.
17:05 2,5 9. Melakukan perekaman EKG 12 Irama sinus dan reguler, rate 71
lead. x/menit (1500/21KK), gel P 2
KK (0,08 detik), PR interval 5

64
KK (0,20 detik), kompleks QRS
1,5 KK (0,06 detik), ST
Segmen elevasi di inferior
(II,III,avF), T invertid tidak ada,
Q patologis tidak ada.
Kesimpulan : Sinus rhytm
dengan ST elevasi di inferior.
18.00 1,2,3,4,5,6 10. Memantau hemodinamik dan Pasien sadar, compos mentis,
balans cairan, menghentikan tampak tenang, GCS E4VXM6.
pemberian dexmedetomidine IV Irama EKG monitor SR. TTV
drip, memberikan Milrinone 0,375 TD 120/53 (59) mmHg, N 72
mcg/kgBB/menit. x/menit, RR 17 x/menit, SpO2
100%, S 36,1⁰C. TV 402 ml,
MV 5,8 L/menit. Balans cairan .
+200,83 ml (UOP 1,3
cc/kgBB/jam, produksi drain 10
ml/jam), CVP 8 cmH2O.
Pasien sadar, compos mentis,
tampak tenang, GCS E4VXM6.
19.00 1,2,3,4,5,6 11. Memantau hemodinamik dan Irama EKG monitor SR. TTV
balans cairan, memberikan TD 109/50 (65) mmHg, N 74

65
Dopamin 5 mcg/kgBB/menit. x/menit, RR 22 x/menit, SpO2
100%, S 36,1⁰C. TV 377 ml,
MV 5,3 L/menit. Balans cairan
+388,88 ml (UOP 1,7
cc/kgBB/jam, produksi drain 20
ml/jam), CVP 8 cmH2O.
19.50 1,5 12. Melakukan pemeriksaan AGD dan pH 7,45; PCO2 29,0 mmHg;
elektrolit PO2 112,5 mmHg; SaO2
98,4%; K+ 5,04 mmol/L; Ca2+
1,10 mmol/L, Lactat 2,0
mmol/L.
19.58 1 13. Menghentikan pemberian KCL IV
drip dan melakukan penyapihan
ventilator ke mode CPAP, FiO2
30%, PS 8, PEEP 5.
20.00 1,2,3,4,5,6 14. Memantau hemodinamik dan Pasien sadar, compos mentis,
balans cairan, menurunkan dosis tampak tenang, GCS E4VXM6.
Milrinone 0,2 mcg/kgBB/menit, Akral teraba hangat, nadi teraba
melakukan oral hygiene. kuat, CRT 2 detik.Bunyi
jantung S1S2 normal. Irama
EKG monitor SR. TTV TD

66
104/50 (63) mmHg, N 88
x/menit, RR 22 x/menit, SpO2
100%, S 36,8⁰C. TV 438 ml,
MV 5,9 L/menit. Balans cairan
+500,33 ml (UOP 1,5
cc/kgBB/jam, produksi drain 5
ml/jam), CVP 8 cmH2O.
Terapi support : Dopamin 5
mcg/kgBB/menit, Milrinone 0,2
mcg/kgBB/menit, Fentanyl 0,5
mcg/kgBB/jam.
20.15 2,4,5 15. Memberikan Ca Gluconas 1 gram
IV dan Furosemide 20 mg IV.
24 14.00 1,2,7 1. Memantau hemodinamik dan Pasien mengeluh nyeri seperti S: Pasien mengatakan nyeri
Januari balans cairan, melanjutkan tertusuk-tusuk di bagian tengah membaik skala 2, nyeri
2024 Fentanyl 0,5 mcg/kgBB/jam. dada terutama saat menarik memburuk saat menarik napas
napas dalam, skala 4, tampak dalam dan menetap lama.
sedikit meringis dan O: Pasien tampak tidur, irama
memegangi area tengah dada. EKG monitor SR, akral hangat,
Pasien sudah terekstubasi, nadi teraba kuat, CRT 2 detik,
menggunakan NC 2 lpm, irama bunyi jantung S1S2 normal,

67
EKG monitor ST, TTV TD TTV N 95x/menit, TD 100/50
132/51 (73) mmHg, N 104 (62) mmHg, RR 19 x/menit, S
x/menit, S 36⁰C, RR 35 36,3⁰C, SpO2 96% NC 3 lpm.
x/menit, SpO2 96%, CVP 8 Balans cairan +816,42 ml.
cmH2O. Balans cairan +610,86 Balans kumulatif +1481,85 ml.
ml. Balans kumulatif +1276, UOP 0,6 cc/kgBB/jam. CVP
29 ml. UOP 1,4 cc/kgBB/jam. 11 cmH2O. Terapi support :
14.05 2,7 2. Memberikan obat Bisoprolol 1,25 Pasien mengatakan nyeri Dopamin 5 mcg/kgBB/menit,
mg PO dan Paracetamol 1 gram membaik, skala 3. Noradrenaline 0,03
PO. mcg/kgBB/menit, Heparin 10
14.58 1, 5, 6 3. Melakukan pemeriksaan AGD, Alkalosis respiratorik iu/kgBB/jam, Fentanyl 0,5
memandikan pasien dan oral terkompensasi penuh dengan mcg/kgBB/jam.
hygiene. hipoksemia (pH 7,44; PCO2 A:
30,7 mmHg; PO2 69,0 mmHg, 1) Gangguan penyapihan
HCO3 21,3 mmol/L, BE -1,4 ventilator teratasi.
mmol/L, K+ 4,22 mmol/L, 2) Penurunan curah jantung
Ca2+ 1,15 mmol/L. belum teratasi.
15.00 2,7 4. Memantau hemodinamik dan Pasien mengeluh nyeri lagi 3) Hipotermia teratasi.
balans cairan. skala 8, berlangsung lama dan 4) Risiko ketidakseimbangan
tidak membaik walaupun sudah cairan teratasi.
beristirahat dan tidak menarik 5) Risiko ketidakseimbangan

68
napas dalam lagi, pasien tampak elektrolit teratasi.
meringis kesakitan, memegangi 6) Risiko infeksi teratasi.
area post operasi, irama EKG 7) Nyeri akut belum teratasi.
monitor ST, TTV N 131 P: Pertahankan kondisi pasien,
x/menit, TD 135/64 (85) lanjutkan observasi dan
mmHg, RR 35 x/menit, S 36⁰C, intervensi.
SpO2 99% NC 3 lpm. Balans
cairan +702,44 ml. UOP 0,8
cc/kgBB/jam. CVP 8 cmH2O.
15.10 7 5. Memberikan obat Ibuprofen 400 Pasien mengatakan nyeri
mg PO. membaik skala 4.
16.00 2,7 6. Memantau hemodinamik dan Pasien mengatakan nyeri
balans cairan. membaik skala 2-3, pasien
tampak relaks, bisa tidur, irama
EKG monitor SR, TTV N
100x/menit, TD 110/60 (71)
mmHg, RR 32 x/menit, S 36⁰C,
SpO2 99% NC 3 lpm. Balans
cairan +649,02 ml. UOP 0,4
cc/kgBB/jam. CVP 9 cmH2O.
17.00 2,7 7. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak tidur, irama

69
balans cairan, memberikan EKG monitor SR, TTV N
Dopamin 5 mcg/kgBB/menit. 100x/menit, TD 80/43 (72)
mmHg, RR 30 x/menit, S 36⁰C,
SpO2 99% NC 3 lpm. Balans
cairan +884,88 ml. UOP 0,6
cc/kgBB/jam. CVP 9 cmH2O.
17.05 2,6,7 8. Memberikan cairan intravena RL
200 ml/jam dan obat Cefuroxime
750 mg IV dan Ranitidine 50 mg
IV.
17.30 9. Membantu pasien makan. Pasien mampu menghabiskan 1
porsi bubur dan minum air
putih, tidak ada mual muntah,
tidak ada nyeri.
18.00 2,7 10. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak tenang, irama
balans cairan, memberikan EKG monitor SR, TTV N
Noradrenaline 0,03 92x/menit, TD 95/48 (60)
mcg/kgBB/menit. mmHg, RR 20 x/menit, S
36,3⁰C, SpO2 95% NC 3 lpm.
Balans cairan +826,05 ml. UOP
1 cc/kgBB/jam.

70
19.00 2,7 11. Memantau hemodinamik dan Pasien mengeluh nyeri lagi
balans cairan. skala 5, tampak meringis dan
memegangi dada bagian tengah,
irama SKG monitor SR, TTV N
95x/menit, TD 105/50 (65)
mmHg, RR 30 x/menit, S
36,3⁰C, SpO2 97% NC 3 lpm.
Balans cairan +868,28 ml. UOP
0,3 cc/kgBB/jam. CVP 9
cmH2O.
19.05 7 12. Memberikan obat Paracetamol 1 Pasien mengatakan nyeri
gram IV. membaik skala 2.
20.00 2,7 13. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak tidur, irama
balans cairan. EKG monitor SR, akral hangat,
nadi teraba kuat, CRT 2 detik,
bunyi jantung S1S2 normal,
TTV N 95x/menit, TD 100/50
(62) mmHg, RR 19 x/menit, S
36,3⁰C, SpO2 96% NC 3 lpm.
Balans cairan +816,42 ml.
Balans kumulatif +1481,85 ml.

71
UOP 0,6 cc/kgBB/jam. CVP 11
cmH2O. Terapi support :
Dopamin 5 mcg/kgBB/menit,
Noradrenaline 0,03
mcg/kgBB/menit, Heparin 10
iu/kgBB/jam, Fentanyl 0,5
mcg/kgBB/jam.
20.05 2,4 14. Memberikan obat Atorvastatin 20
mg PO dan Furosemide 20 mg PO.
25 14.00 2,7 1. Memantau hemodinamik dan Pasien mengatakan masih S: Pasien mengatakan nyeri
Januari balans cairan. sering merasa nyeri namun membaik skala 3, nyeri hilang
2024 tidak seperti kemarin, skala 2-3 timbul.
dan terkontrol, makan selalu O: Pasien tampak tidur setelah
habis 1 porsi dan tidak ada mual minum paracetamol, irama
muntah. Pasien tampak pucat, EKG monitor ST, akral hangat,
CRT 3 detik, akral hangat. Hb nadi teraba kuat, CRT 2 detik,
(dari AGD vena pukul 13.47) bunyi jantung S1S2 normal,
7,8 mg/dL. Total drain sejak TTV N 107 x/menit, TD
post op : drain mediastinal 440 133/69 (84) mmHg, RR 33
ml, drain pleura 720 ml. x/menit, S 36,5⁰C, SpO2 98%
Golongan darah AB rhesus (+). NC 2 lpm. Balans cairan +785

72
TTV TD 83/46 (53) mmHg, N ml. Balans kumulatif +1820
88 x/m, T 36,9⁰C, RR 20 x/m, ml. UOP 0,4 cc/kgBB/jam.
SpO2 96% NC 2 lpm. Akses Terapi support : Dopamin 3
arterial line, vena perifer, dan mcg/kgBB/menit, Heparin 12,5
vena dalam sudah dilepas. Nilai iu/kgBB/jam, Fentanyl 0,5
APTT 39,7 dengan nilai kontrol mcg/kgBB/jam.
26,0 (1,49XK). Balans cairan A:
+96,65 ml, kumulatif +1131,71 1) Gangguan penyapihan
ml. Pasien terpasang IV drip : ventilator teratasi.
Dopamin 3 mcg/kg/menit, 2) Penurunan curah jantung
Fentanyl 0,5 mcg/kg/jam, dan belum teratasi.
Heparin 12,5 iu/kg/jam. 3) Hipotermia teratasi.
14.05 7 2. Memberikan obat Paracetamol 1 4) Risiko ketidakseimbangan
gram PO. cairan teratasi.
14.10 8 3. Memberikan transfusi PRC 1 Kolf Tidak ada tanda-tanda reaksi 5) Risiko ketidakseimbangan
200ml, golongan darah AB+ alergi dari transfusi. TTV TD elektrolit teratasi.
(240074311) selama 2 jam, tidak 105/62 (74) mmHg, T 36,1⁰C, 6) Risiko infeksi teratasi.
ada premedikasi. RR 20 x/menit, N 87 x/menit. 7) Nyeri akut belum teratasi.
15.00 2,6, 7,8 4. Memantau hemodinamik dan Pasien kooperatif, irama EKG 8) Risiko perfusi perifer tidak
balans cairan, memandikan pasien monitor SR, akral hangat, nadi efektif teratasi.
dan oral hygiene. teraba kuat, CRT 3 detik, TTV P: Pertahankan kondisi pasien,

73
N 95x/menit, TD 115/55 (67) lanjutkan observasi dan
mmHg, RR 20 x/menit, S intervensi.
36,1⁰C, SpO2 97% NC 2 lpm.
Balans cairan +151,13 ml.
Drain 10 cc/jam. UOP 0,8
cc/kgBB/jam.
16.00 2,7,8 5. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak tenang dan
balans cairan. relaks, irama EKG monitor SR,
akral hangat, nadi teraba kuat,
CRT 3 detik, TTV N 90x/menit,
TD 95/55 (65) mmHg, RR 22
x/menit, S 36,3⁰C, SpO2 98%
NC 2 lpm. Balans cairan +225,6
ml. UOP 0,6 cc/kgBB/jam.
16.10 8 6. Memberikan transfusi PRC 1 Kolf Tidak ada tanda-tanda reaksi
207ml, golongan darah AB+ alergi dari transfusi. TTV TD
(233591701) selama 2 jam, tidak 98/62 (71) mmHg, T 36,3⁰C,
ada premedikasi. RR 20 x/menit, N 94 x/menit.
17.00 2,7,8 7. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak tenang dan
balans cairan. relaks, irama EKG monitor SR,
akral hangat, nadi teraba kuat,

74
CRT 3 detik, TTV N 95x/menit,
TD 101/59 (68) mmHg, RR 22
x/menit, S 36,3⁰C, SpO2 99%
NC 2 lpm. Balans cairan
+448,25 ml. UOP 0,7
cc/kgBB/jam.
18.00 2,78 8. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak tenang dan
balans cairan. relaks, irama EKG monitor SR,
akral hangat, nadi teraba kuat,
CRT 3 detik, TTV N 90x/menit,
TD 100/58 (70) mmHg, RR 22
x/menit, S 36,3⁰C, SpO2 99%
NC 2 lpm. Balans cairan
+565,45 ml. UOP 0,5
cc/kgBB/jam.
19.00 2,7,8 9. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak tenang dan
balans cairan. relaks, irama EKG monitor SR,
akral hangat, nadi teraba kuat,
CRT 3 detik, TTV N 100
x/menit, TD 105/62 (74)
mmHg, RR 25 x/menit, S

75
36,4⁰C, SpO2 98% NC 2 lpm.
Balans cairan +626,65 ml. UOP
0,6 cc/kgBB/jam.
19.30 8 10. Melakukan pemeriksaan AGD Hb 9,6 mg/dL. Hct 30%.
vena.
20.00 2,7,8 11. Memantau hemodinamik dan Pasien tampak meringis,
balans cairan. mengeluh nyeri skala 4, irama
EKG monitor ST, akral hangat,
nadi teraba kuat, CRT 2 detik,
TTV N 107 x/menit, TD 133/69
(84) mmHg, RR 33 x/menit, S
36,5⁰C, SpO2 98% NC 2 lpm.
Balans cairan +785 ml. Balans
kumulatif +1820 ml. UOP 0,4
cc/kgBB/jam. Terapi support :
Dopamin 3 mcg/kgBB/menit,
Heparin 12,5 iu/kgBB/jam,
Fentanyl 0,5 mcg/kgBB/jam.
20.05 2,7 12. Memberikan obat Atorvastatin 20 Pasien mengatakan nyeri skala
mg PO, Furosemide 20 mg PO, 3.
Paracetamol 1 gram PO

76
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Pengkajian Keperawatan
Proses pengkajian pada pasien dengan Post CABG dilakukan dengan metode
operan (handover) dengan perawat ruang CICU yang menerima operan pasien sebelum
pasien masuk ruang operasi dan setelah pasien keluar dari ruang operasi. Selain itu, juga
dilakukan pemeriksaan fisik langsung kepada pasien serta melihat data dari rekam medis
pasien. Pelaksanaan pengkajian mengacu pada teori yang telah dicantumkan di BAB II,
akan tetapi ada beberapa hal yang berbeda. Tidak semua tanda dan gejala yang dimuat di
dalam teori muncul dan tampak dalam pelaksanaan pengkajian pada Tn. SS.
Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 23 Januari 2024 di ruang CICU Bed
7 lantai 4 RS Jantung Jakarta ditemukan beberapa data seperti pasien dengan keluhan nyeri
dada hilang timbul disertai keringat dingin sejak beberapa bulan lalu namun membaik
dengan istirahat. Riwayat penyakit dahulu TB, hipertensi, dan merokok sejak usia 23 tahun
sebanyak 12-24 batang per hari yang baru berhenti sejak 6 bulan yang lalu. Pasien dengan
EF 38% dan hasil coronary angiography menunjukkan (LM) stenosis 40-50% ostial distal,
(LAD) stenosis 70-95% osteal to mid part, (LCX) stenosis 80-90% proximal to mid part,
OM1 subtotally occluded proximal part (large calibre), (RCA) : stenosis 50-80% proximal
to distal part, PDA totally occluded osteal part received collateral from LAD sehingga
disarankan CABG. Pasien tiba di ruang CICU pada pukul 13.25 masih dibawah pengaruh
obat sedasi dan terintubasi dengan support double inotropic.
Setelah seluruh data terkumpul kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
keperawatan yang terjadi pada pasien. Prioritas masalah juga dilakukan untuk menentukan
intervensi keperawatan yang tepat.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data yang di peroleh dari hasil pengkajian post CABG pada
tanggal 23 Januari 2021 pada Tn. SS, penulis menemukan delapan diagnosa keperawatan
menurut SDKI, SLKI, dan SIKI yaitu :
1) (D.0002) Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hambatan upaya
napas.

77
2) (D.0008) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload, afterload,
dan kontraktilitas jantung.
3) (D.0131) Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah.
4) (D. 0036) Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan prosedur pembedahan
mayor CABG.
5) (D.0037) Risiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan efek samping
prosedur CABG on pump.
6) (D.0142) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur CABG.
Tambahan diagnosa baru tanggal 24 Januari 2024 Jam 15:05.
7) (D.0078) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi).
Tambahan diagnosa baru tanggal 25 Januari 2024 Jam 14:00.
8) (D.0015) Risiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan trauma pembedahan
CABG.

3. Intervensi Keperawatan
Secara umum rencana tindakan keperawatan untuk delapan diagnosa berdasarkan
SDKI, SLKI dan SIKI intervensi yang penulis gunakan disesuaikan berdasarkan kondisi
pasien dan situasi pasien saat pengkajian.

4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Pada tahap implementasi, terdapat beberapa kesulitan dalam melaksanakan rencana
tindakan keperawatan karena keterbatasan waktu dan lain-lainnya. Hal ini menyulitkan
penulis untuk melihat seberapa besar keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan pada pasien. Namun, berkat kerjasama dengan perawat ruangan yang kooperatif
dan dokumentasi yang baik, semua rencana tindakan keperawatan dari delapan diagnosa
keperawatan yang ada dapat dilakukan secara optimal.
Berdasarkan evaluasi dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan selama tiga
hari perawatan dapat ditemukan hasil atau capaian yaitu dari delapan masalah yang terjadi
pada Tn. SS : enam masalah sudah teratasi dan dua masalah yang masih belum teratasi.
Penulis hanya dapat melakukan beberapa asuhan keperawatan pada Tn. SS selama tiga hari
dikarenakan waktu yang terbatas.

78
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Bedah pintas arteri koroner atau yang sering disebut Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) merupakan salah satu penanganan Penyakit Jantung Koroner (PJK) yaitu
penyakit penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah arteri koroner jantung, dengan
cara operasi (pembedahan) dengan tujuan revaskularisasi (membuat saluran baru)
melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan sehingga
terdapat aliran darah baru yang membawa oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Saluran
baru yang dibuat dapat berasal dari arteri atau vena yang sehat dari tubuh bagian lain,
yang nantinya dicangkokkan/dihubungkan ke arteri koroner yang menyempit atau
tersumbat. Risiko komplikasi CABG yang mungkin terjadi meliputi: perdarahan, infeksi
(infeksi paru-paru, infeksi luka operasi di lokasi sayatan), ketidakstabilan hemodinamik
(tekanan darah sangat rendah, gangguan irama jantung, syok kardiogenik, gangguan
pernapasan dan stroke karena gumpalan darah/gelembung udara yang masuk selama
proses pemasangan selang mesin jantung paru), serta gagal ginjal (karena sirkulasi darah
pada mesin jantung paru yang tidak sesempurna kerja jantung manusia bisa menyebabkan
iskemia pada ginjal, karena beban kerja ginjal meningkat untuk menyaring komponen
darah yang rusak selama melewati mesin jantung paru). Oleh karena itu, pasien akan
dirawat dan dipantau secara ketat di ruang ICU setelah prosedur.

5.2 Saran
Perawat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien post operasi CABG agar dapat meminimalkan risiko
terjadinya komplikasi. Perawat di ruang ICU harus mampu melakukan interpretasi
keadaan pasien, mendeteksi perubahan-perubahan fisiologis yang dapat mengancam jiwa
serta dapat melakukan tindakan keperawatan mandiri.

79
DAFTAR PUSTAKA

Bradlee J. Bachar; Biagio Manna. Last Update 8 August 2023. Coronary Artery Bypass Graft.
National Library of Medicine. Tersedia online di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507836/. Diakses tanggal 6 Januari 2024.
Ikhsan, Muhammad. 2022. Kenali Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung
Koroner Sedari Dini. Jakarta : Buletin Bicara Sehat Edisi 2 RSUI. Tersedia online di
https://rs.ui.ac.id/umum/berita-artikel/buletin. Diakses tanggal 7 Januari 2024.
James S. Shahoud; Manoj Ambalavanan; Vijai S. Tivakaran. 2023. Cardiac Dominance. USA
: StatPearls Publishing LLC. Tersedia online di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537207/. Diakses tanggal 7 Januari 2024.
LeMone, Priscilla; Keren M. Burke, Dan Gerene Bauldoff. 2016. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah: Gangguan Kardiovaskuler Edisi 5. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2019. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular : Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2022. Panduan Prevensi
Penyakit Kardiovaskular Aterosklerosis Edisi Pertama. Tersedia online di
https://www.inaheart.org/storage/guideline/d14e4316bb1608b200e47523f364f6b1.p
df. Diakses tanggal 7 Januari 2024.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
Rochfika, 2022. Asuhan Keperawatan Pasien Pasca Bedah Coronary Artery Bypass Graft di
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tersedia online di
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/894/asuhan-keperawatan-pasien-pasca-
bedah-coronary-artery-bypass-graft-di-rsup-dr-wahidin-sudirohusodo-makassar.
Diakses tanggal 7 Januari 2024.
Rohit Shahani. Last Update 28 March 2022. Coronary Artery Bypass Grafting Periprocedural
Care. Emedicine Medscape. Tersedia online di

80
https://emedicine.medscape.com/article/1893992-periprocedure?form=fpf. Diakses
tanggal 6 Januari 2024.
Suwignjo, P., Maidartati, Asmara, L. N., Saputra, A., & Khasanah, U. 2022. Gambaran
Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kota Bandung. Jurnal Keperawatan BSI.

81

Anda mungkin juga menyukai