Anda di halaman 1dari 28

CASE STUDY

PERUBAHAN HEMODINAMIK BLOOD PRESSURE PASCA


ANESTESI DENGAN TEKNIK REGIONAL ANESTESI
SPINAL DUDUK DAN LATERAL PADA PASIEN SECTIO
CAESARIA

ALFRIANDO WALEWANGKO

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2024

i
CASE STUDY
PERUBAHAN HEMODINAMIK BLOOD PRESSURE PASCA
ANESTESI DENGAN TEKNIK REGIONAL ANESTESI
SPINAL DUDUK DAN LATERAL PADA PASIEN SECTIO
CAESARIA

Diajukan untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Terapan Kesehatan (S.Tr.Kes)
Pada Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali

Diajukan Oleh:
ALFRIANDO WALEWANGKO
NIM. 2314301144

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2024

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sectio caesarea merupakan suatu tindakan pembedahan untuk
melahirkan janin melalui insisi di dinding abdomen dan dinding uterus.
Tentunya tidak telepas dari tindakan anestesi. Umumnya pada tindakan
section caesarea dilakukan teknik anestesi regional yaitu teknik anestesi
spinal dan anestesi epidural (Wijaya, 2021), . Namun pada kondisi darurat
dapat dipertimbangkan dengan bius total atau general anestesi. Standar
rata-rata operasi Sectio Caesarea (SC) sekitar 5-15%. Dari data WHO
Global Survey on Maternal and Perinatal Health di tahun 2011
menunjukkan 46,1% dari seluruh kelahiran melalui SC. berdasarkan
statistik tentang 3.509 kasus SC yang disusun oleh Peel dan Chamberlain,
indikasi untuk SC yaitu disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%,
Plasenta previa 11%, pernah SC 11%, kelainan letak janin 10%, pre
eklampsia dan hipertensi 7%. (World Health Organization, 2019).
Hasil penelitian didapatkan bahwa adanya perbedaan perubahan
hemodinamik teknik anestesi spinal posisi duduk dan lateral pada pasien
SC dengan status hemodinamik dimenit ke 15 dan 30 pada teknik spinal
posisi duduk dan lateral dengan hasil (p value >0,05) (Suleman, 2021).
Berdasarkan data (RIKESDAS, 2018), jumlah persalinan dengan metode
Section Caesarea di Indonesia sebesar 17,6%. Indikasi dilakukannya
persalinan secara Sectio Caesarea disebabkan oleh beberapa komplikasi
dengan presentasi sebesar 23, 2% diantaranya posisi janin
melintang/sunsang 3,1%, perdarahan 2,4%, kejang 0,2%, ketuban pecah
dini 5,6%, partus lama 4,3%, lilitan tali pusat 2,9%, plasenta previa 0,7%,
plasenta tertinggal 0,8%, hipertensi 2,7%, dan lainnya 4,6%. Menurut data
dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyatakan
angka kejadian persalinan di Indonesia dengan metode SC sebanyak

1
(17%) dari total jumlah kelahiran difasilitas Kesehatan. Menunjukan
terjadi peningkatan angka persalinan melalui metode sectio caesarea
(Kemenkes RI, 2017).
Anestesi spinal adalah salah satu teknik pilihan prosedur tindakan
anestesi yang memiliki komplikasi pasca tindakan salah satunya adalah
perubahan hemodinamik yang dapat diketahui sejak dini dengan
monitoring tekanan darah, Mean Aterial Pressure (MAP), dan laju nadi
Anestesi spinal dapat mengakibatkan penurunan tajam pada tekanan darah
ibu yang akan mempengaruhi keadaan ibu dan bayi. Hipotensi akibat
anestesi spinal adalah masalah yang serius pada operasi sectio caesaria
dengan insidensi yang tinggi. Tejadi hipotensi berkaitan dengan kejadian
hipotensi setelah anestesia spinal pada wanita hamil yang menjalani
section casaria (Ma’ruf, Nabhani, Hafiduddin, 2022). Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan pada menit 1, 5, 10, dan 15 tekanan darah, denyut
jantung dan MAP pada semua partisipan mengalami perubahan setelah
pemberian spinal anestesi dengan posisi lateral. Satu dari lima partisipan
mengalami hippotensi. (Kirstanti, Adianta, Tresna, 2021). Dari hasil
penelitian bahwa rata-rata tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP pada
menit 6 dan 8 setelah anestesi spinal secara signifikan lebIh rendah pada
pasien dalam posisi duduk dibandingkan pada pasien dalam posisi lateral
(Manochehrian, 2021).
Perubahan hemodinamik yang signifikan dapat terjadi pada awal
pasca induksi hingga periode pemeliharaan anestesi. Hipotensi pasca
anestesi spinal pada pasien sectio caesarea paling sering terjadi. Apabila
hipotensi tidak ditangani, maka dapat menyebabkan mual muntah, dan
jangka Panjang hipotensi berat dapat menyebabkan ketidaksadaran,
aspirasi, hipoksia, asidosis, serta neurologis janin cedera akibat penurunan
aliran darah uteroplasenta (Muliawan, 2022). Hasil penelitian yang
diperoleh adalah kejadian hipotensi pada 5 sampai 10 menit setelah blok
spinal anestesi terjadi peningkatan kejadian hipotensi 61 responden
menjadi 88 responden. Pada 15 menit sampai 30 menit kejadian hipotensi

2
terjadi pada 5 sampai 19 responden. Kejadian hipotensi Kembali
meningkat pada 35 sampai 40 menit terjadi pada 28 sampai 38 responden.
Kejadian hipotensi berangsur menurun pada 45 sampai 55 menit terjadi
pada 2 sampai 6 responden. Pada 60 menit setelah blok spinal anestesi
kejadian hipotensi tidak ditemukan (Saputra, 2022).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum
diberikan obat anestesi spinal, nilai tekanan darah sistolik, diastolik dan
MAP masih dalam rentang normal. Sedangkan sesudah diberikan obat
anestesi spinal, nilai tekanan darah sistol, diastole dan MAP mengalami
penurunan pada menit kelima sampai sepuluh menit berkaitana dengan
onset kerja obat anestesi spinal golongan bupivakain, bahwa onset kerja
obat adalah lima sapai sepuluh menit, dan efek dari pemberian obat
tersebut dapat menurunkan nuilai hemodinamik terutama nilai tekanan
darah pada pasien section caesarea (Dewi, 2021). Menurut data dari Dinas
Kesehatan Sulawesi Utara tahun (2015), data di provinsi Sulawesi utara,
faktor resiko ibu saat melahirkan atau dioperasi sectio caesarea yaitu
13,4% karena ketuban pecah dini 5,49%, preeklampsia 5,14, perdarahan
4,40 %, karena jalan lahir tertutup dan 2,3% karena rahim sobek.
Berdasarkan data awal di RSU GMIM Bethesda Tomohon
didapatkan ibu yang melahirkan sectio caesarea berjumlah 168 partisipan
dihitung dari jumlah pasien sectio caesarea bulan juli-september 2023
Mengingat dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi dibidang
anestesiologi yaitu persalinan Sectio Caesarea (SC) maka, angka
persalinan dengan section caesarea mengalami peningkatan sehingga
perlu adanya pencegahan perubahan hemodinamik blood pressure pasca
anestesi dengan teknik regional anestesi spinal duduk dan lateral pada
pasien sectio caesaria. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui
perubahan hemodinamik blood pressure pasca anestesi dengan teknik
regional anestesi spinal duduk dan lateral pada pasien sectio caesaria di
RSU GMIM Bethesda Tomohon.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka peneliti
merumuskan masalah “Bagaimana perubahan hemodinamik blood
pressure pasca anestesi dengan teknik regional anestesi spinal duduk dan
lateral pada pasien sectio caesaria?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini untuk menilai perubahan
hemodinamik blood pressure pasca anestesi dengan teknik regional
anestesi spinal duduk dan lateral pada pasien sectio caesaria
2. Tujuan Khusus
a. Menilai perubahan hemodinamik blood pressure pasca anestesi
dengan teknik regional anestesi spinal duduk pada pasien sectio
caesarea
b. Menilai perubahan hemodinamik blood pressure pasca anestesi
dengan teknik regional anestesi spinal lateral pada pasien section
caesarea

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapakn dapat digunakan sebagai bahan ajar tau
tambahan pengetahuan informasi serta pengalaman dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai acuan dalam
melaksanakan case study lebih lanjut yang berkaitan dengan perubahan
hemodinamik blood pressure pasca anestesi dengan teknik regional
anestesi spinal duduk dan lateral pada pasien sectio caesaria

4
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapakan dapat digunakan untuk menambah
wawasan bagi kepentingan Pendidikan dan tambahan kepustakaan
dalam pengembangan ilmu dijurusan keperawatan Anestesiologi
tentang perubahan hemodinamik blood pressure pasca anestesi
dengan teknik regional anestesi spinal duduk dan lateral pada
pasien sectio caesaria
b. Bagi Penata Anestesi
Dapat mmemberikan pengetahuan tambahan bagi penata anestesi
sehingga dapat mencegah, mengurangi maupun masalah terkait
perubahan hemodinamik blood pressure pasca anestesi dengan
teknik regional anestesi spinal duduk dan lateral pada pasien sectio
caesaria
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
Menyusun prosedur preventif berkaitan dengan perubahan
hemodinamik blood pressure pasca anestesi dengan teknik regional
anestesi spinal duduk dan lateral pada pasien sectio caesaria
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan
penelitian lebih mendalam berkaitan dengan perubahan
hemodinamik blood pressure pasca anestesi dengan teknik regional
anestesi spinal duduk dan lateral pada pasien sectio caesaria.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemodinamik blood Pressure


1. Hemodinamik
a. Pengertian Hemodinamik
Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi
darah, fungsi jantung, dan karakteristik fisiologi vascular perifer.
Pemantauan hemodinamik dapat dikelompokkan menjadi invasif
dan non invasif. Pengukuran hemodinamik penting untuk
menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai,
dan pemamntauan respons terhadap terapi yang diberikan.
Pengukuran hemodinamik ini terutama dapat membantu untuk
mengenali syok sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan
tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi. (Hidayati, et.al,
2018)
Pemantauan hemodinamik bertujuan untuk mengenali dan
mengevaluasi perubahan-perubahan fisiologis hemodinamik pada
saat yang tepat, agar segera dilakukan terapi koreksi. Alat-alat
untuk monitoring sistem kardiovaskuler terdiri dari non invasif
seperti kuf tekanan darah dan EKG sampai yang invasive seperti
kateter swan-ganz. Parameter yang digunakan untuk menilai
pemantauan hemodinamik noninvasif diantaranya mengukur tanda-
tanda vita (Rahmanti,2021). Tekanan darah (blood pressure)
merupakan tekanan pada dinding pembuluh darah arteri. Tekanan
darah sistolik adalah tekanan darah yang dihasilkan sewaktu
jantung memompakan darah ke sirkulasi sitemik atau saat katub
aorta membuka, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan
darah yang dihasilakan saat katub aorta menutup (Suling, 2020)

6
b. Tujuan Pemantauan Hemodinamik
Tujuan pemantauan hemodinamik yaitu untuk mendeteksi
mengindektifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau
pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi
keseimbangan hemeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik
bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi
kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan
klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yan tepat. Dasar
dari pemamntauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang
adekuat, seperti keseimbangan antara supply oksigen dengan
demand, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh, dan keseimbangan
elektrokimiawai sehingga manifestasi klinis dari gangguan
hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak
ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi
organ mutipel. (Hidayati, et.al, 2018)

2. Blood Pressure (Tekanan Darah)


a. Pengertian Blood Pressure
Tekanan darah (blood pressure) merupakan tekanan pada
dinding pembuluh darah arteri. Tekanan darah sistolik adalah
tekanan darah yang dihasilkan sewaktu jantung memompakan
darah ke sirkulasi sitemik atau saat katub aorta membuka,
sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah yang
dihasilakan saat katub aorta menutup (Sirait, 2020). Tekanan darah
adalah tekanan dari darah yang dipompas oleh jantung terhadap
dinding arteri. Tekanan darah merupakan kekuatan pendorong bagi
darah agar dapat beredar ke seluruh tubuh untuk memberikan darah
segar yang mengandugn oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh.
Tekanan darah bervariasi pada berbagai keadaan, salah satunya
adalah perubahan posisi (Amiruddin, et.al, 2015).

7
b. Pemeriksaan Blood Pressure
Metode klasik memeriksa tekanan darah dengan menentukan tinggi
kolom cairan yang memproduksi tekanan yang setara dengan
tekanan yang diukur. Alat yang mengukur tekanan darah dengan
metode manometer. Alat klinis yang biasa digunakan dalam
mengukur tekanan darah adalah sphygmomanometer. dua tipe
tekanan gauge dipergunakan dalam sphygmomanometer. pada
manometer merkuri, tekanan diindikasikan dengan tinggi kolom
merkuri dalam tabung kaca. Pada manometer aneroid, tekanan
mngubah tbaung fleksiber tertutup, yang mengakibatkan jarum
bergerak ke angka.
c. Prinsip Pengukuran
Tekanan darah diukur menggunakan sebuah manometer berisi air
raksa. Alat itu dikaitkan pada kantong tertutup yang dibalutkan
mengelilingi lengan atas (bladder & cuff). Tekanan udara dalam
kantong pertama dinaiikan cukup diatas tekanan sistolik dengan
pemompaan udara kedalamnya. Ini memutuskan aliran arteri
brachial dalam lengan atas, memutuskan aliran darah ke dalam
arteri lengan bawah. Dan udara dilepaskan secara perlahan-lahan
dari akntong selagi setetoskop digunakan untuk mendengarkan
kembalinya denyut dalam lengan bawah.
d. Jenis blood pressure
- Tekanan darah sistolik yaitu tekanan maksimum dinding arteri
pada saat kontraksi ventrikel kiri.
- Tekanan darah diastolic yaitu tekanan minimum dinding arteri
pada saat relaksasi ventrikel kiri
- Tekanan arteri atau tekanan nadi yaitu selisih antara tekanan
sistolik dan diastolik.

8
Pengukuran tekanan darah merupakan gambaran resistensi
pembuluh darah, cardiac output, status sirkulasi dan keseimbangan
cairan. Tekanan darah ini dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
aktivitas fisik, status emosional, nyeri, demam atau pengaruh kopi
dan tembakau. Perubahan tekanan darah ada dua macam, yaitu
tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tekanan darah rendah
(hipotensi)

e. Prosedur pemeriksaan
- Pemilihan sphygmomanometer (blood pressure cuff)
Sphygmomanometer merupakan alat yang digunakan untuk
pengukuran tekanan darah yanterdiri daru cuff, bladderdan alat
ukur air raksa. Dalam melakukan pemeriksaan ini harus
diperhatikan:
1. Lebar dari bladder kira-kira 40% lingkar lengan atas (12-14
cm pada dewasa)
2. Panjang bladder kira-kira 80% lingkar lengan atas
3. Sprhygmomanometer harus dikalibrasi secara rutin
- Persiapan pengkuran tekanan darah
Pada saat akan memulai pemeriksaan, sebaiknya:
Pasien dalam kondisi tenang, pasien dimintah untuk tidak
merokok atau minum yang mengandung kafein minimal 30
menit sebelum pemeriksaan, istirahat sekitar 5 menit setelah
melakukan aktivitas fisik ringan, lengan yang diperiksa harus
bebas dari pakaian, raba arteri brachialis dan pastikan bahwa
pulsasinya cukup, pemeriksaan tekanan darah bisa dilakukan
dengan posisi pasien berbaring, duduk, maupun berdiri
tergantung dari tujuan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut
dipengaruhi oleh posisi pasien, posisikan lengan sedemikian
sehingga arteri brachialis kuran glebih pada level setinggi
jantung, jika pasien duduk letakkan lengan pada meja sedikit

9
diatas pinggang dan kedua kaki menapak di lantai, apabila
menggunakan tensimeter air raksa, usahakan agar posisi
manumeter selalu vertical dan pada waktu membaca hasilnya,
mata harus berada segaris horizontal dengan level air raksa dan
terakhir pengulangan pengukuran dilakukan beberapa menit
setelah pengukuran pertama (Harioputro, et.al, 2018)
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tekanan darah
Faktor yang mempenharuhi adalah faktor keturunan, usia, jenis
kelamin, stress fisik dan psikis, kegemukan (obesitas), pola makan
tidak sehat, komsumsi garam yang tinggi, kurangnya aktivitas
fisik, konsumsi alcohol, komsumsi kafein, penyakit lain dna
merokok (Sasmalinda, et.al, 2015).

B. Regional Anestesi Spinal duduk dan lateral


1. Pengertian Regional Anestesi Spinal
Anestesi regional adalah suatu metode yang lebih bersifat sebagai
analgesik.. anestesi hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap
dalam keadaan sadar, oleh sebab itu, teknik ini tidak memenuhi trias
anestesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri saja. Adapun
Jenis-jenis anestesi regional yaitu:
- Anestesi spinal
Anestesi spianal adalah salah satu blok neuraksial dengan
memasukan obat anestesi lokasl ataupun ajuvan ke rongga
subaraknoid (Rehatta, et.al. 2019). Penyuntikan anestesi local ke
dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal 3-4 atau lumbal 4-5.
Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal menembus kulit
subkutan lalu menembus ligamentum supraspinosum, ligament
interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, durameter, dan
ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid adalah
dengan keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS).

10
Anestesi spinal menjadi pilihan utnuk operasi abdomen
bawah dan ekstermitas bawah. Teknik anestesi ini popular karena
sederhana, efektif, aman terhadap system saraf, konsentrasi onat
dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai analgesi
yang kuat namun pasien masih tetap sadar, relaksasi otot cukup,
perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi dengan lambung
penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat.
Beberapa komplikasi dari anestesi spinal yaitu hipotensi
terjadi 20-70% pasien, nyeri punggung 25% pasien, kegagalan
tindakan spinal 3-17% pasien dan post dural puncture headache di
Indonesia insidensinya seikitar 10% pada pasien paska spinal
anestesi.
- Anestesi Epidural
Anestesi yang menempatkan obat diruang epidural
(peridural, ekstradural). Ruang ini berada di antara ligamentum
flavum dan durameter. Bagian atas perbatasan dengan foramen
magnum di dasar tengkoral dan dibagian bawah dengan selaput
sakrokosigeal. Kedalaman ruang rata-rata 5mm dan dibagian
posterior kedalaman maksimal terletak dibagian lateral. Onset kerja
anestesi epidural lebih lambat disbanding anestesi spinal. Kualitas
blockade sensoris dan motoriknya lebih lemah.
- Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari raung epidural dan obat
ditempatkan diruang kaudal melalui hiatus sakralis, hiatus sakralis
ditutup oleh ligamentum sakrokosigeal. Runag kaudal berisi saraf
sacral, pleksus venosus, felum terminale, dan kantong dura. Teknik
ini biasanya dilakukan pada pasien anak-anak karena bentuk
anatominya yang lebih mudah ditemukan diabandingkan daerah
sekitar perineum dan anorectal, misalnya hemoroid dan fistula
perianal. (Pramono, 2017).

11
2. Teknik Spinal Anestesi
- Lokasi penyuntikan
Secara anatomis dipih segmen L2 kebawah pada penusukan oleh
karena ujung bawah daripada medulla spinalis setinggi L2 dan
ruang intersegmental dengan segmen-segmen lainya. Lokasi
interspace ini dicari dengan cara menghubungkan crista iliaca kiri
dan kanan, maka titik pertemuan dengan segmen lombal
merupakan processus spinosus L4 atau interspace L4-L5.
- Persiapan dalam spinal anestesi
Daerah sekitar tusukanditeliti apakah akan menimbulkan kesulitan
misalnya kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu
diperhatikan hal-hal ini yaitu: izin dari pasien (informed consent),
pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan
tulang punggung, pemeriksaan laboratorium anjuran HB, Ht, PT
(protombin time) dan PTT (Partial Thromboplastine Time), dan
obat-obat spinal anestesi.
- Obat-obat spinal anestesi:
Obat-obat anestesi berdasarkan barisitas dan sesitas dapat
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:
a. Hiperbarik adalah sediaan obat local anestesi dengan berat
jenis obat lebih besar daripada berat jenis airan serebrospinal,
sehingga dapat terjadi perpindahn obat ke dasar akibat gaya
gravitasi. Agar obat anestesi benar-benar hiperbarik pada
semua pasien maka baritas paling rendah harus 1,0015 gr/ml
pada suhu 37ºC. contohnya: buvipakain 0,5%
b. Hipobarik adalah sediaan obat local anestesi dengan berat
jenis lebih rendah dari berat jenis cairan serebrospinal

12
sehingga obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas.
Densitas cairan serebrospinal pada suhu 37ºC adalah 1,003
gr/ml. variasi normal cairan serebrospinal sehingga obat yang
sedikit hipobarik belum tentu menjadi hipobarik bagi pasien
yang lainnya. Contohnya: terakain, dibukain
c. Isobarik adalah obat anestesi local isobaric bila desitasnya
sama dengan densitas cairan serebrospinal pada suhu 37º.
Tetapi karena terdapat variasi desnsitas cairan serebrospinal,
maka obatnya akan menjadi isobarik untuk semua pasien jika
densitasnya berada pada rentang standar deviasi 0.999-
1,001gr/ml. contohnya: levobupikain 0.5%.

3. Anestesi Spinal Duduk dan Lateral


Posisi pasien dapat di lakukan dengan posisi duduk dan posisi
lateral yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Posisi Duduk (Sitting Position) merupakan salah satu teknik yang
dapat digunakan untuk melakukan injeksi spinal anestesi, pasien
diposisikan duduk dengan siku bertumpu pada paha atau meja
samping tempat tidur, atau mereka dapat memeluk bantal. Fleksi
tulang belakang (melengkung punggung) memaksimalkan area
membawa tulang belakang lebih dekat ke permukaan kulit.
b. Posisi Lateral merupakan teknik injeksi spinal anestesi dengan
memposisikan pasien berbaring miring dengan lutut ditekuk dan
ditarik tinggi ke perut atau dada, dengan istilah “posisi janin”.
Seseorang asisten atau penatan anestesi dapat membantu psien
mengambil dan mempertahankan posisi ini. Pada umumnya kepada
diberi bantal setebal 7,5-10 cm, lutut dan paha fleksi mendekati
perut, kepala kearah dada.

C. Sectio Caesarea
1. Pengertian

13
Sectio casarea merupakan pengeluaran hasil konsepsi dengan
melakukan sayatan pada permukaan perut dan lapisan rahim.
Persalinan dengan cara pemebedahan dilakukan jika janin tidak dapat
dilahirkan secara spontan sehingga dibantu dengan cara mengeluarkan
dari dinding perut. Melahirkan janin dengan operasi bertujuan untuk
menyelamatkan ibu maupun bayi (Sitopu, et.al, 2022). Sectio caesarea
adalah suatu persalinan buatan dimana Janis dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Amelia, 2022).
Sectio caesarea merupakan suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus.

2. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi dari section casarea yaitu sebagai berikut:
a. Insisi Uterus
Dapat dinilai melalui insisi garis Tengah atau segmen bawah
tranversa:
- Sectio Caesarea klasik yaitu dengan melakukan sayatan
vertical sehingga memungkinkan ruangan yang lebih besar
untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenins ini sudah sangat
jarang dilakukan karena sangat berisiko terhadap terjadinya
komplikasi
- Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sayatan mendatar dibagian atar dari kandugn kemih Sangat
umum dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini
meminimalkan resiko terjadinya pendarahan dan cepat
penyebuhannya.
- Insisi Kronig-gelhon-beck
Insisi ini adalah insisi garis tengah pada segemen bawah yang
digunakan pada proses kelahiran yang premature. Apabila
segmen bawah terbentuk dengan buruk atau dalam keadaan

14
terdapatnya perluasan ke segmen uterus bagian atas yang
dilakukan untuk banyak akses insisi ini lebih sedikit komplikasi
dari pada section casarea secara klasik.

b. Histerektomi Caesarea
Merupakan bedah caesarea diikuti dengan pengangkatan rahim.
Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit
tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim
c. Insisi abdominal
pada dasarnya insisi ini merupakan garis tengah subumblilikal dan
insisi abdominal transversa
d. Insisi garis tengah subumbilikal
Insisi garis tengah subumnilikal merupakan operasi yang dilakukan
dibawah segmen kulit, bekas luka tidak terlihat, tersapat banyak
ketidaknyamanan pasca operasi dan luka jahitan lebih cenderung
muncul dibadingkan dengan insisi tranversa.insisi garis tengah
subumilikal ini lebih mudah dan cepat, dengan pendarahan
minimal, tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal. Tindakan ini dilakukan dengan
membuat saytan melintang konkat pada segmen bawah rahim low
servical transversal kira-kira 10cm. Adapun kelebihan sayatan ini
adalah membuat penjahitan luka menjadi lebih mudah, dan
penutupan luka dengan reperitonealisasi yang lebih baik.
e. Insisi Transversa adalah jenis operasi section casarea yang
menimbulkan sedikit jahitan dan sedikit ketidaknyamanan,
memungkinkan mobilitas pasca operasi yang lebih baik. Insisi
secara teknis lebih sulit khususnya pada operasi yang lebih baik.
Insisi ini memberikan akses yang lebih sedikit. Kelegihan sayatan
ini adalah mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang
prosimal atau distal

15
f. Sectio Caesarea extraperitoneal
SC yang berulang pada seorang pasien yang sebelumnya
melakukan section casarea. Biasanya dilakukan dilakukan diatas
bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi
dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah
kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga dapa
dibuka secara extraperitoneum (Purwoastuti dan Walyani, 2015).

3. Indikasi
Indikasi section caesarea bisa indikasi absolut atau relative. Setiap
keadaan membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana
merupkan indikasi absolut untuk section abdominal. Di antaranya
adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yan
gmenyumbat jalan lahir. Pada indikasi relative, kelahiran lewat vaigna
bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedek=mikian rupa sehingga
kelahiran lewat section casarea akan lebih aman bagi ibu, anak
ataupun keduanya.
- Indikasi Mutlak
Untuk indikasi Ibu:
a. Panggul sempit absolut
b. Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang
adekuat stimulasi
c. Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
d. Stenosis serviks atau vagina
e. Placenta previa
f. Disproposi sefalopelvik
g. Ruptur uteri membakat

Untuk indikasi janin


a. Kelainan letak
b. Gawat janin

16
c. Prolapsus plasenta
d. Perkembangan bayi yang terhambat
e. Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklampsia

- Indikasi Relatif’
a. Riwayat section casarea sebelumnya
b. Presentasi bokong
c. Distosia
d. Fetal distress
e. Preeklampsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
f. Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
- Indikasi Sosial
a. Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman
sebelumnya
b. Wanita yang ingin section caesarea elektif karena takut
bayinya mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan
atau mengurangi resiko kerusakan dasar panggul
c. Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan.

4. Manifestasi Klinis
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Disporsi sefalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan ukuran panggul
d. Rupture uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia serviks
h. Preeklamsia dan hipertensi

17
i. Malpresentasi janin: letak lintang, letak bokong, presentasi dahi
dan muka (letak defleksi), presentasi rangkap jika reposisi tidak
berhasil, dan gemelli (Sugito, Ta’adi, dan Ramlan, 2022).

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada post operasi section caesarea
antara lain resiko terjadi perlukaan pada vesika urinary yang
mengakibatkan perdarahan selama proses pembedahan, infeksi
puerperalis, dan infeksi jahitan luka operasi yang biasanya disebabkan
oleh ketuban pecah dini yang terlalu, atonia uteri damapk dari
perdarahan yang tidak bisa dikontrol yang akhirnya mengakibatkan
kondisi syok hipovolemik, resiko tinggi terjadi plasenta previa pada
kehamilan berikutnya. Nyeri post caesarea mengakibatkan syok
neurogenik jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat.

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan rancangan
multiple case study. Multiple case study adalah penelitian studi kasus yang
menggunakan beberapa kelompok kasus yang serupa. Metode ini dipilih
karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu perubahan hemodinamik
blood pressure pasca anestesi dengan teknik regional anestesi spinal
duduk dan lateral pada pasien sectio caesaria.dengan menggunakan empat
partisipan dimana pastisipan akan diambil data dari blood pressure. Pada
case study ini peneliti dapat meneliti beberapa kasus untuk mengetahui
persamaan atau perbedaan diantara kasus.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di ruangan OK RSU GMIM Bethesda
Tomohon
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dimulai Januari sampai Februari 2024

C. Objek Penelitian/Partisipan
1. Partisipan Penelitian

19
Partisipan pada penelitian ini adalah pasien sectio caesarea dengan
teknik spinal anestesi duduk dan lateral di RSU GMIM Bethesda
Tomohon
2. Jumlah Partisipan
Jumlah partisipan pada penelitian ini adalah empat partisipan karena
untuk desain penelitian yang digunakan adalah multiple case study

3. Kristeria Pemilihan Partisipan


Kriteria sanpel dibedakan menjadi dua yaitu kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi:
a. Kriteria Inklusi
1. Pasien dengan ASA II
2. Umur 20-35 tahun
3. Pasien spinal anestesi dengan teknik duduk dan lateral
4. Pasien elektif
5. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed
consent
b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien menolak menjadi partisipan
2. Pasien dengan penyakit kardiovaskular

D. Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Data yang telah dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari
observasi langsung. Metode pengumpulan data pada penelitian ini
adalah data primer yaitu observasi yang dilakukan saat pasca anestesi
spinal duduk dan lateral. Metode ini dipakai untuk membantu
mengumpulkan data atau informasi yang akan diteliti dilapangan.
Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
a. Observasi

20
observasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunkan indra
jadi, tidak hanya dengan pengamatan menggunakan mata saja. Yang
melakukan pengamatan terhadap suatu objek penelitian (Sinaga,
2023). Dalam penelitian ini melakukan observasi terhadap nilai blood
pressure pasca teknik anestesi spinal duduk dan lateral.
Langkah-langkah pengumpulan data:
1. Harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Dekan
Fakultas Kesehatan Program Studi DIV Keperawatan
Anestesiologi Institut Teknologi dan Kesehatan Bali Denpasar
sesuai dengan tempat penelitian yang telah ditentukan
2. Setelah mendapatkan surat persetujuan selanjutnya peneliti
mengajukan permintaan kepada RSU GMIM Bethesda Tomohon
untuk mengumpulkan data
3. Melakukan pemilihan partisipan yang sesuai dengan kriteria
inklusi
4. Melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari hasil observasi
pada pasien section caesare kemudian dicatat pada lembar
observasi.

2. Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi, dan bed side monitor yang sudah dikalibrasi

E. Analisa Data
Pada penelitian ini menggunakan case analysis yang merupakan
penelitian yang membahas satu kasus dan cross-case analysis adalah data
kasus yang membandingkan dengan teori yang ada dan dituangkan dalam
opini pembahasan. Data penelitian ini disajikan dengan uraian tentang
temuan dalam bentuk narasi. Teknik Analisa data penelitian ini terdiri dari
3 tahap:
1. Mereduksi data

21
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Hardani, et.al,2020).
Reduksi data dapat dilakuan secara terus menerus selama penelitian
berlangsung bahkan sebelum data benar-benar terkumpul.

2. Penyajian data
Penyajian dara disesuaikan dengan case study data. Data
dikelompokkan menjadi bagian dan sub bagian sesuai dengan
informasi yang diperoleh dilapangan, kemudian akan disajikan secara
terstruktur dalam bentuk narasi. Data hasil obervasi akan diuraikan
secara rinci tentang situasi, kejadian, interaksi, dan tingkah laku yang
diamati oleh peneliti.
3. Penarikan kesimpulan/Verifikasi
Analisis pada tahap ini yaitu menarik sebuah kesimpulan dan
verifikasi. Analisis yang dilakukan selama proses pengumpulan data
dan ssesudah pengumpulan data digunakan untuk menarik kesimpulan
sehingga dapat menemukan pola tentang peristiwa yang terjadi.

F. Etika Penelitian
Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian adalah manusia
sehingga, peneliti harus memahami hak dsar manusia sebelum melakukan
penelitian makan peneliti harus mendapat persetujuan dari Fakultas
Kesehatan Program Studi DIV Keperawatan Anestesiologi Institut
Teknologi dan Kesehatan Bali Denpasar untuk diberikja di RSU GMIM
Bethesda Tomohon. Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau
penegumpulan data yaitu sebagai berikut:
1. Informed Consent
Informend consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dengan
partisipan dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

22
diberikan mencantumkan mengenai partisipan, tujuan penelitian,
manfaat dan kerahasiaan partisipan. Peneliti memberikan informed
consent sebelum partisipan melakukan tindakan operasi section
caesarea atau saat partisipan berada di ruang pre operasi

2. Anonymity (Tanpa Nama)


Peneliti tidak memberikan dan mencantumkan nama partisipan pada
lembar observasi dan hanya menuliskan Inisial pada lembar
pengumpulan data. Peneliti juga menjelaskan kepada partisipan bawah
di lembar obervasi, peneliti hanya mengisis nama dengan inisial saja
minimal dua huruf sehingga, kerahasiaan data partisipan akan tetap
terjaga
3. Beneticence (Berbuat baik)
Beneficence berarti hanya melakuakn sesuatu yang baik dan setiap
tindakan yang diberikan kepada klien harus bermanfaat bagi klien.
Saat proses penelitian, dipengisian informed consent peneliti telah
memberikan penjelasan tetang manfaat penelitian serta keuntungan
bagi partisipan.
4. Confidentialy (Kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi klien harus dijaga
dan memberikan jaminan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah lainnya semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya tetang identitias, nilai blood pressure partisipan tidak
akan dibocorkan.

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, S. &. (2022). Hubungan Kelainan Letak Janin, Preeklampsia dan


Ketuban Pecah Dini dengan Sectio Caesaria di RSUD Dr. H. Mohamad
Rabain Muara Enim.

Amiruddin, D. L. (2015). Analisa Hasil Pengukuran Tekanan Darah Antara


Posisi Duduk Dan Posisi Berdiri Pada Mahasiswa Semester VII (Tujuh)
TA. 2014/2015 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

Dewi, N. K. (2021). Perubahan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Anestesi


Spinal pada Pasien SC di RSU Kertha Usada Singaraja Tahun 2021.

Dinkes, S. (2015). Profil angka pemberian tindakan sectio caesarea.

Hardani. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: CV.


Pustaka Ilmu Group Yogyakarta.

Harioputro, S. S. (2018). Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Basic Physical


Examination: Pemeriksaan Tanda VItal. Surakarta.

Hidayati, A. &. (2018). Gawat Darurat Medis Dan Bedah. Pusat Penerbitan dan
Percetakan (AUP).

Kristanti, A. W. (2021). Gambaran Perubahan Hemodinamik Saat Tindakan


Spinal Anestesi Dengan Posisi Lateral Decubitus Pada Pembedahan
Seksio Sesarea DI RSUD BULELENG .

Manochehrian, M. &. (2021). Comparative Study of Effect of Spinal Anesthesia in


Sitting and Lateral Positions on the Onset Time of Sensory Block and
Hemodynamic Condition in Cesarean Section: A Randomized Clinical
Trial.

MIkhail, M. &. (2013). Clinical anesthesiology Fifth Edition (J. F. Butterworth,


D. C. Mackey, & J. D. Wasnick (eds.).

Moh. Ma'ruf, N. H. (2022). Pengaruh Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan


Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Sectio Caesaria Pasien Dengan
Obesitas , Volume 20, No 1.

Muliawan, I. W. (2022). Studi Kasus Deskriptif: Gambaran Hemodinamik Pre


dan Pasca Anestesi Spinal pada Pasien Sectio Caesarea di Ruang Operasi
RSU Kertha Usada Kabupaten Buleleng.

25
Pranomo, A. (2017). Buku Kuliah Anestesi. Jakarta: EGC.

Purwoastuti, E. W. (2015). Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial untuk kebidanan.


Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI: Katalog dam Terbitan: Pustaka
Baru Press.

Rahmanti. (2021). Manjemen Keselamatan Pasien Kritis. Purbalingga: Penerbit


CV. Eureka Media Aksara.

Rehatta, N. H. (2019). Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta: PT GRamedia


Pustaka Utama.

RIKESDAS. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar .

Saputra, I. P. (2022). Gambaran Hipotensi Pada Pasien Sectio Caesarea Dengan


Spinal Anestesi Menggunakan Obat Bupivacaine Di Rumah Sakit Umum
Kertha Usada Singaraja .

SInaga, D. (2023). Buku Ajar Metode Penelitian (Penelitian Kualitatif). Jakarta:


UKI Press.

Sirait, H. (2020). Buku Ajar Pemantauan Hemodinamik Pasien. Jakarta: UKI


Press.

Sitopu, S. &. (2020). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat


Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea.

Suleman. (2021). Perbandingan Perubahan Hemodinamik Teknik Anestesi Spinal


Posisi Duduk dan Lateral Kiri Pada Pasien Sectio Cuesarea diInstalasi
Bedah Sentral Rumah Sakit Tani dan Nelayan Kabupaten Boalemo.

Ulfa, E. (2020). EFEKTIVITAS ANESTESI SPINAL MENGGUNAKAN


BUPIVACAINE 0,5% HIPERBARIK DOSIS 7,5 MG + FENTANYL 25
MCG DENGAN BUPIVACAINE 0,5% HIPERBARIK DOSIS 5 MG +
FENTANYL 25 MCG PADA PASIEN OPERASI SECTIO CESARIA .

Wijaya, I. N. (2021). Gambaran Kejadian Hipotensi Pada Intra Operasi Pasien


Sectio Caesarea Dengan Blok Spinal Anestesi Di Ruang Operasi R.S.U
Kertha Usada Kabupaten Buleleng.

World Health Organization. (2019). WHO Statement on Caesarean Section Rates.


Human Reproductive Program.

26

Anda mungkin juga menyukai