Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Pendahuluan ini memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulis yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Serta menjelaskan

manfaat bagi pelayanan kesehatan, perkembangan keilmuan keperawatan di IBS,

dan penelitian.

A. Latar Belakang

Proses kelahiran bayi seringkali tidak semudah yang dibayangkan dan

diharapkan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu tidak bisa menjalani

persalinan secara normal (pervagina), maka Sectio Caesarea seringkali

menjadi pilihan terahir. Menurut Maryunani (2016) Sectio Caesarea

merupakan tindakan pembedahan dengan cara membuka dinding perut dan

dinding rahim untuk menlahirkan janin.

Menurut World Health Organization (WHO) angka persalinan dengan

sectio sesarea di dunia mencapai 10 % sampai 15 %. Di Indonesia, operasi

seksio sesarea hanya dilakukan atas dasar indikasi medis tertentu dan

kehamilan dengan komplikasi. Berdasarkan data rekam medis di IBS RS

Wongsonegoro Semarang pada bulan Mei 2019 pasien dengan Sectio Caesarea

sebanyak 60 pasien.

Angka kejadian Sectio Caesarea yang tinggi seringkali disebabkan oleh

berkembangnya indikasi, makin kecilnya resiko dan mortalitas pada Sectio

Caesarea. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknik operasi, anestesi, serta

ampuhnya antibiotik (Mochtar 2012). Sectio Caesare dilakukan dengan tujuan

1
2

agar keselamatan ibu dan bayi dapat tertangani dengan baik, dalam

pelaksanaanya sebelum dilakukan tindakan pembedahan Sectio Caesarea

pasien memperoleh anestesi spinal / epidural. Anestesi spinal mempunyai efek

samping, salah satunya yaitu kejadian Hipotermia pada pasien. Kejadian

Hipotermia pada pasien yang menjalankan anestesi spinal / epidural sekitar 33

– 56,7 % (Oyston, 2014).

Pada tindakan anestesi spinal terjadi blok pada sistem simpatis sehingga

terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan perpindahan panas dari kompartemen

sentral ke perifer, hal ini menyebabkan Hipotermia (Oyston, 2014). Hipotermia

adalah suatu kondisi dimana suhu bagian dalam tubuh dibawah 36OC, hal ini

disebabkan karena mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan

mengatasi tekanan suhu dingin (Smith, 2013).

Hipotermia apabila tidak tertangani akan menyebabkan gangguan irama

jantung, takipnea, perdarahan dan juga syok. Selain itu efek samping lain

termasuk peningkatan tingkat infeksi, peningkatan kehilangan darah,

penyembuhan luka yang tertunda dan peningkatan masa inap di rumah sakit

(Smith, 2013). Terjadinya Hipotermia bisa sesaat setelah tindakan-tindakan

anestesi, dipertengahan jalan operasi maupun diruang pemulihan. Observasi di

saat pre intra dan post operatif perlu dilakukan agar kondisi klien tetap stabil

sampai di bawa kembali ke ruang perawatan.

Untuk mencegah agar tidak terjadi Hipotermia pada intra dan post

operatif maka disiapkan saat pre operatif diberi tindakan pemberian cairan

infus hangat. Pemberian cairan infus yang dihangatkan bertujuan untuk

mempertahankan temperatur inti tubuh, mencegah hipotermia dan kejadian


3

menggigil dengan mengaktifkan terjadinya mekanisme termoregulasi refleks

dan semi refleks pada manusia, dimana respon tersebut dapat mencakup adanya

perubahan dari otonosomatik, endokrin dan perilaku. Pemberian cairan infus

yang dihangatkan dapat diterapkan pada pasien pre sampai post operasi dengan

metode yang mudah, murah dan aman.

Berdasarkan EBN yang ditemukan yaitu penelitian Virgianti (2014)

bahwa pemberian cairan infus hangat dapat digunakan sebagai metode yang

efektif untuk mencegah dan mengatasi mengigil pada klien SC teknik anestesi

spinal. Sedangkan penelitian lain dari Rini Minarsih (2015) membuktikan

Hipotermia pasca bedah ternyata dapat diatasi secara efektif dan meyakinkan

sejak 10 menit post pembedahan, dengan mengatur cairan intravena pada suhu

37˚C melalui suatu alat penghangat cairan intravena. Dengan penggunaan alat

ini klien yang menjalani pembedahan, khususnya bedah caesarea menerima

suplai cairan yang sudah sesuai dengan suhu inti (core temperature) dan

mengalir ke seluruh tubuh sehingga efektif dalam mengurangi atau

meminimalisir gejala Hipotermiaa pada klien pasca operasi. Penelitian lain

oleh Campbell (2015) menyatakan bahwa pemberian cairan infus hangat lebih

efektif mencegah hipotermia dan menggigil.

Berdasarkan hasil observasi singkat yang telah dilakukan dari tanggal 6-

12 Mei 2019 di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD K.R.M.T Wongsonegoro

terdapat sejumlah 19 orang klien yang dilakukan operasi, yang ditemukan

bahwa terdapat 7 klien mengalami kejadian menggigil, dengan jumlah 5 klien

menggigil di intra operatif, dan 2 klien saat di ruang pemulihan. Tindakan yang

dilakukan selama ini untuk mengatasi permasalahan hipotermia tersebut


4

dengan metode pemanasan eksternal pasif yaitu pemberian selimut biasa di

ruang operasi sedangkan di ruang pemulihan sudah disediakan selimut elektik

untuk menghangatkan pasien post operatif.

Melihat dampak yang ditimbulkan dari tindakan anestesi berupa

hipotermia yang menyebabkan terjadinya efek serius apabila tidak segera

ditangani, dan hasil observasi di ruang IBS dimana klien yang mengalami

hipotermia di intra operatif hanya diberikan pemanasan eksternal pasif berupa

selimut biasa, juga dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli

mengenai penanganan hipotermia perioperatif menggunakan terapi cairan

infus hangat, maka penulis tertarik untuk melakukan pemberian terapi cairan

infus hangat untuk mengatasi masalah resiko hipotermia perioperatif di Ruang

Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang.


5

B. Rumusan Masalah

Sectio Caesarea merupakan tindakan pembedahan dengan cara

membuka dinding perut dan dinding rahim untuk menlahirkan janin. Tindakan

pembedahan Sectio Caesarea pasien memperoleh anestesi spinal / epidural.

Anestesi spinal mempunyai efek samping, salah satunya yaitu kejadian

hipotermia pada pasien. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan

resiko hipotermia perioperatif pada intra dan post operatif maka disiapkan saat

pre operatif diberi tindakan pemberian cairan infus hangat.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan

masalah risiko hipotermia perioperatif pada pasien Sectio Caesarea di

Instalasi Bedah Sentral RSUD K.R.M.T Wongsonegoro.

2. Tujuan Khusus

Penulis mampu memberikan gambaran penatalaksanaan asuhan

keperawatan dengan risiko hipotermia perioperatif pada pasien Sectio

Caesarea , meliputi :

a. Identifikasi data-data terkait masalah risiko hipotermia perioperatif

pada pasien Sectio Caesarea di Instalasi Bedah Sentral RSUD

K.R.M.T Wongsonegoro.

b. Analisa masalah terkait permasalahan yang ada pada pasien sectio

caesarea dengan anestesi spinal.


6

c. Perencanaan keperawatan dalam mengatasi masalah risiko hipotermia

perioperatif pada pasien Sectio Caesarea di Instalasi Bedah Sentral

RSUD K.R.M.T Wongsonegoro.

d. Intervensi keperawatan melalui pemberian terapi cairan infus hangat

untuk mengatasi masalah resiko hipotermia perioperatif pada pasien

Sectio Caesarea di Instalasi Bedah Sentral RSUD K.R.M.T

Wongsonegoro.

e. Evaluasi setiap tindakan keperawatan dengan masalah risiko

hipotermia perioperatif pada pasien Sectio Caesarea di Instalasi Bedah

Sentral RSUD K.R.M.T Wongsonegoro.

D. Manfaat

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait

gambaran pemberian asuhan keperawatan dengan masalah risiko

hipotermia perioperatif pada pasien Sectio Caesarea di Instalasi Bedah

Sentral.

2. Perkembangan Keilmuan Keperawatan Bedah

Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

Instalasi Bedah Sentral terhadap pengelolaan Hipotermia sehingga

penelitian ini dapat diterapkan sebagai dasar untuk memberikan pelayanan

yang tepat dalam menangani Hipotermia pada pasien Sectio Caesarea .


7

3. Bagi Penelitian

Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lanjutan

di bidang keilmuan keperawatan khususnya di kamar bedah untuk

mengatasi masalah resiko hipotermia perioperatif di Instalasi Bedah Sentral

pada pasien Sectio Caesarea .

Anda mungkin juga menyukai