Anda di halaman 1dari 29

Clinical Science Session

STROKE

Oleh :
Fauziyyah Ramadhani
Adinda Syarifah Noor
Novia Rizki Aisyah
Elta Sholihah Putri

Preseptor :
Dr. Paulus Anam Ong, dr., Sp.S(K)

BAGIAN ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
Anatomi dan Fisiologi Otak

Gambar 1. Anatomi dan fungsi dari otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi
meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak
dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak, terdiri
dari otak besar yang disebut cerebrum, otak kecil disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Otak
merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.
Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan
proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam
jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan.
Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan subkorteks
yang disebut struktur subkortikal. Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal,
interpretasi impuls sensosrik yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya suatu sensasi
rasa/indra tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik
selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya.
Struktur sub-kortikal :
a. Basal ganglia; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasi gerakan dasar, gerakan
halus atau gerakan trampil dan sikap tubuh.
b. Talamus; merupakan pusat rangsang nyeri
c. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat dalam pengolahan
perilaku insting seperti makan, minum, seks dan motivasi
d. Hipofise; Bersama dengan hipothalamus mengatur kegiatan sebagian besar kelenjar endokrin dalam sintesa
dan pelepasan hormon.
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemisfer cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura
longitudinalis. Hemisfer cerebri terbagi menjadi hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan dan kiri ini dihubungkan
oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobusfrontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis
yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya,
lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Cerebelum (Otak kecil) terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah
lapisan durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar 150
gr atau 8-8% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisfer cerebelli kanan dan
kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan
otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna.

Batang otak atau Brainstem terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan
tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung
dan pusat muntah, bersin dan batuk.

Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis vertebralis
mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I - II. Terdiri
dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medulla spinalis bagian cervical
keluar 8 pasang , dari bagian thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang
serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak, medula spinalispun terbungkus oleh selaput
meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera. Gambaran penampang medula
spinalis memperlihatkan bagian-bagian substansia grissea dan substansia alba.

Disepanjang medulla spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang
disebut sebagai jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut sebagai jaras desenden.
Subsatansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi
ke otak dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks
yang berpusat dimedulla spinalis. Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf puast yang bukan medulla spinalis,
pusat koordinasinya tidak di substansia grisea medula spinalis. Pada umumnya penghantaran impuls sensorik di
substansia alba medula spinalis berjalan menyilang garis tenga. Impuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan
dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik
dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang.

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem
saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya.
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri
atau batang otak yang seluruhnya dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron
(LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari
sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN maupun
LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan
UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar
untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan
kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia).
Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang. Sedangkan UMN bagian internal tetap berjalan
pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medulla spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas
bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot
rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-
otot sisi yang berlawanan.

Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Refleks adalah
jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik
dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang
disebut lengkung refleks.

Fungsi medula spinalis :


a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.
b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai
c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum
d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

Fungsi lengkung reflex :


a. Reseptor: penerima rangsang
b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks)
c. Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap
(hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)
d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka
eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak)
e. Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot
jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.
Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk
metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis.
Dan dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willis.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan
tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi
suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan
putamen basal ganglia, kapsula interna, korpuskolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis
serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis
dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.
Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaristerus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah
dan sebagian diensefalon. Arteriserebri posterior dan
cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatuskoklearis dan organ-organ vestibular. Darah di dalam
jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang
tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainaseke sinus
duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

Sistem Arteri Cerebral

Sistem Sistem
Karotid Vertebr

Anterior Posterior

Cerebrum Circle of Willis Cerebrum


Brain stem

Gambar 2. Vaskularisasi otak


Stroke

Definisi
Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah gangguan otak fokal ataupun global secara mendadak
yang disebabkan oleh gangguan vaskuler dan dapat menyebabkan kematian yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih.

Epidemiologi
Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil.
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI
Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta
(16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.
Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes serta yang didiagnosis nakes atau
gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1‰ dan 67,0‰).
Prevalensi stroke yang terdiagnosis nakes maupun berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki
dan perempuan. Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang
didiagnosis nakes (16,5‰) maupun diagnosis nakes atau gejala (32,8‰). Prevalensi stroke di kota lebih tinggi
dari di desa, baik berdasarkan diagnosis nakes (8,2‰) maupun berdasarkan diagnosis nakes atau gejala (12,7‰).
Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja baik yang didiagnosis nakes (11,4‰) maupun yang
didiagnosis nakes atau gejala (18‰).
Berdasarkan penelitian Gambaran Faktor Risiko Penderita Stroke Di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung Periode Januari - Desember 2011, terdapat 400 kasus stroke dengan 296 kasus stroke iskemik terbanyak,
penderita yang paling sering terserang stroke yaitu usia 50 - 59 tahun sebanyak 119 orang, jumlah penderita pria
lebih banyak, sebagian besar penderita stroke mempunyai faktor risiko tertinggi yaitu riwayat hipertensi sebanyak
388 pasien, 188 pasien riwayat dislipidemia, 127 pasien riwayat TIA, 76 pasien riwayat DM, 40 pasien riwayat
penyakit jantung, 31 pasien riwayat merokok, riwayat profil lipid yang paling berpengaruh adalah kadar kolestrol
HDL dan kolestrol total, dan angka mortalitas terbanyak pada 22 kasus stroke iskemik.
Dari penelitian tersebut didapatkan prevalensi kasus stroke terbanyak adalah stroke iskemik 74,0% dan
paling sering mengenai usia 50 - 59 tahun 29,8%. Jumlah penderita laki-laki lebih banyak 50,8% daripada
perempuan, 96,0% faktor risiko terbanyak adalah riwayat hipertensi, 47,0% riwayat dislipidemia, 31,8% riwayat
TIA, 19,0% riwayat DM, 10,0% penyakit jantung 10,0%, riwayat merokok 7,8%, 29% mempunyai kadar kolestrol
HDL rendah, 22,7% mempunyai kadar kolestrol total tinggi dan angka mortalitas tertinggi disebabkan oleh stroke
iskemik sebanyak 51,2%.

Klasifikasi
 Iskemia
 Merritt’s Neurology
- Aterosklerosis arteri besar
- Kardioemboli
- Infark arteri kecil (lakuner)

 Daily Practice Neurology


- Aterotrombotik
- Kardioemboli
- Tromboemboli

 Perdarahan
 Merritt’s Neurology
- Intraserebri
- Subaraknoid
- Malformasi arteri-vena

Faktor risiko
 Dapat dimodifikasi
 Mayor
- Hipertensi
- Penyakit jantung: atrial fibrilation, penyakit jantung koroner
- Diabetes melitus
 Minor
- Dislipidemia
- Merokok
- Alkohol
- Obesitas
- Hiperkolesterolemia
- Penggunaan kontrasepsi
- Kelainan darah: polycitemia vera
 Tidak dapat dimodifikasi
 Peningkatan usia
 Jenis kelamin (laki-laki lebih banyak dari wanita)
 Ras
- Iskemik: kulit hitam > kulit putih > Asia
- Perdarahan: kulit hitam > Asia > kulit putih
 Riwayat transient ischemic attack
 Riwayat stroke
 Riwayat keluarga dengan stroke
Stroke Infark
Definisi
 Stroke infark atau disebut juga infark serebri terjadi akibat dua proses patofisiologis yaitu hilangnya suplai
oksigen dan glukosa akibat sumbatan pembuluh darah, atau beberapa perubahan metabolisme selular yang
terjadi akibat adanya kelainan membran sel.
 Tingkat kejadian stroke infark lebih tinggi dibanding dengan stroke lainnya, yaitu sekitar 85% dengan
infark aterotrombotik 80% dan infark emboli 20%. Data di RS Hasan Sadikin Bandung periode 1 Januari
2004 – 30 Juni 2005 menunjukkan 37 pasien stroke kardioemboli (6,3%) dari 584 stroke infark.

Klasifikasi
 Adam dan Viktor kemudian membagi stroke infark menjadi dua bagian besar yaitu aterotrombotik dan
kardioemboli, perbedaan antara keduanya adalah pada infark thrombus awalnya pembuluh darah tidak
tersumbat seluruhnya pada permulaan pembentukkannya sedangkan pada saat emboli lepas dan
menyumbat pembuluh darah seluruh lumen pembuluh darah dapat tersumbat. Selain itu, stroke
aterotrombotik dapat dibedakan dengan stroke kardioemboli dari sumber embolinya. Stroke
aterotrombotik memiliki sumber aterogenik emboli dari plak karotis, hasil dari stenosis karotis,
aterosklerotik pada pembuluh darah intracranial dan arteri penetrans yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke otak. Sedangkan pada stroke kardioemboli diakibatkan oleh emboli yang berasal dari jantung
yang disebabkan oleh fibrilasi atrium atau terdapat kelainan katup jantung.
 Infark aterotrombotik merupakan thrombus yang disebabkan oleh plak aterosklerosis
 Infark kardioemboli merupakan emboli dari jantung yang biasanya disebabkan oleh gangguan irama
jantung seperti fibrilasi atrium; kelainan katup jantung seperti rheumatic heart disease, mitral stenosis,
mitral regurgitation, endocarditis, prolapse katup mitral; kelainan dinding jantung seperti AMI,
kardiomiopati.
 Infark tromboemboli merupakan emboli dari fragmen ateromatous plaque yang kemudian menyumbat
arteri yang lebih distal.
 Infark aterotrombotik merupakan thrombus putih yang tersusun atas platelet, fibrin, dan sedikit sel darah
merah. Sedangkan infark kardioemboli disebut juga thrombus merah karena berasal dari jantung, yang
tersusun atas sel darah merah dan fibrin.
Faktor risiko
a) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
Hipertensi, DM, penyakit jantung, merokok, TIA, kurang olahraga, kolesterol tinggi, atrial fibrilasi,
stenosis karotis, riwayat penyakit arteri, alkohol, dan penggunaan kontrasepsi.
b) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
 Umur
- Umur 50 tahun: 2 x resiko stroke
- Umur 65 tahun: 4 x resiko stroke
- Umur 75 tahun: 8 x resiko stroke
- Jenis kelamin terutama wanita
 Bangsa
- Stroke infark: black > white > asia
- Stroke perdarahan: black > asia > white
 Riwayat stroke / TIA
 Riwayat keluarga dengan stroke
c) Faktor risiko tinggi yang dapat menyebabkan stroke infark:
- Bising jantung tanpa gejala klinis dengan angka kejadian 1,5% per tahun
- Riwayat infark miokard dengan angka kejadian 1,5% per tahun
- Stenosis karotis tanpa gejala klinis dengan angka kejadian 2% per tahun
- Fibrilasi atrium non-katup dengan angka kejadian 5% per tahun
- Riwayat TIA dengan angka kejadian 6% per tahun
- Riwayat iskemik stroke sebelumnya dengan angka kejadian 10% per tahun

Patomekanisme
Otak merupakan organ yang sangat aktif metabolismenya, dimana glukosan dan oksigen merupakan
substrat penting untuk pembentukan energi (ATP). Tiap menitnya otak membutuhkan O 2 500 ml dan glukosa
75-100 mg. ATP diperlukan untuk mempertahankan integritas neuron dan mempertahankan ion Ca 2+ diluar
sel dan ion K+ di dalam sel. Aliran darah otak (Cerebral Blood Flow/CBF) normal sebanyak 53 ml/100gr
otak/menit. Kecepatan metabolisme otak untuk oksigen (Cerebral Metabolism Rate for Oxygen/CMRO2)
sebanding dengan konsumsi O2 otak, yaitu sebesar 3,5 ml/100 mg/menit.

Infark serebri terjadi akibat dua proses patofisiologis yaitu hilangnya suplai oksigen dan glukosa
akibat sumbatan pembuluh darah, atau beberapa perubahan metabolisme selular yang terjadi akibat adanya
kelainan membran sel. Mekanisme infark aterotrombotik dapat berupa thrombus in situ dan tromboemboli
(artery to artery embolus). Trombus emboli merupakan trombus yang lepas dari arteri proksimal menuju ke
arteri yang lebih distal dan menyumbat arteri distal tersebut. Bila terjadi gangguan CBF akibat tersumbatnya
aliran darah oleh thrombus, maka maksimum kompensasi CBF akan terlampaui. Proses yang terjadi bila CBF
15-18 ml/100 mg akan terjadi electrical failure, CBF <15ml/100 mg akan terjadi perubahan somato-sensory
evoked potential, CBF 10-15 ml/100 mg maka sel neuron tidak berfungsi, namun masih hidup, dan jika CBF
<10 ml/100 mg maka akan terjadi kegagalan ionik dimana terjadi peningkatan K + ekstraseluler, pelepasan
asam lemak bebas, dan penurunan ATP sehingga menimbulkan asidosis intraseluler dan pada akhhirnya
menyebabkan kematian neuron.
Kondisi iskemia pada otak kemudian dapat menyebabkan infark, di mana jaringan parenkim otak
membengkak dengan cepat akibat kandungan air yang berlebih baik di luar maupun di dalam sel. Efek dari
iskemia sendiri dapat bersifat reversible maupun ireversibel tergantung dari derajat keparahan dan durasinya.
Cerebral blood flow (CBF) yang mencapai 10-12 mL/100 g/min dapat menyebabkan infark, sedangkan CBF
yang mencapai 6-8 mL/100g/min menyebabkan serangkaian kejadian: deplesi ATP, peningkatan Ca2+
intraseluler, peningkatan K+ ekstraselular, FFA teraktivasi dan menghancurkan fosfolipid membran neuron
sehingga free radicals terakumulasi, serta protein dan enzim intraselular mengalami denaturasi, dan asidosis
selular yang kemudian menyebabkan sel nekrosis. Parenkim otak yang mengalami infark terbagi atas 3 daerah:
1) focus infark – daerah yang sudah mengalami nekrosis
2) penumbra – daerah iskemik di mana sel masih mendapat vaskularisasi dan viabel namun sudah tidak dapat
berfungsi
3) daerah edema local/hiperemis – sel masih hidup dan berfungsi.

Proses pembentukan thrombus dimulai dari adanya jejas endothelial yang kemudian menstimulasi
terjadinya inflammation healing yaitu di mana mediator inflamasi keluar dan terjadi pembentukan platelet
plug di lokasi jejas. Pada lokasi jejas beberapa mediator teraktivasi seperti prostasiklin, vasomodulin, dan
thromboxane A2 sedangkan protein inhibisi koagulasi berkurang seperti protein C dan homocysteine.
Kemudian terjadi agregasi platelet, pembentukkan thrombin dan perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Selain
itu, LDL juga terakumulasi di tunica media sehingga membentuk foam cell. Ketika thrombus yang terbentuk
menutupi >40% lumen pembuluh darah maka pembuluh darah sudah tidak dapat mengalami dilatasi sebagai
kompensasi sehingga lama kelamaan, thrombus dapat menutupi seluruh lumen dan menyebabkan iskemia.
Faktor risiko

Aterosklerosis di cerebral artery

Lumen menyempit (sklerosis)

Endotel rusak, muncul reaksi inflamasi

Trombus lepas
Adhesi platelet & fibrin ke dinding arteri membentuk clot

Trombus
lepas dari Emboli Oklusi Arteri : iskemik
area lain

Glukosa di neuron

Mitokondria gagal produksi ATP Produksi laktat meningkat

Pompa Na-K gagal bekerja Asidosis intrasel otak

Depolarisasi neuron

Glutamate dilepas dari Ca intrasel K intrasel


synaptic terminal

Aktivasi fosfolipase
Mengubah membrane Aktivasi enzim NOS  NO
sel Na, K, Ca
Menghancurkan lapisan
Penguraian dan
fosfolipid pada membrane neuron
Influx water kerusakan struktur vital

PG, leukotrien, radikal bebas proteolisis


Cytotoxic edema

Membrane & sitoskleteal breakdown

Neuronal cell death


Tanda dan Gejala
 Gejala klinik stroke berbeda dari kasus ke kasus, tergantung dari :
1) Luasnya lesi
2) Letak lesi
- Sistem karotis
- Sistem vertebrobasiler
 Berdasarkan letak lesi vaskuler, dibedakan dalam :
a) Gejala klinik sistem karotis :
1. Disfungsi motorik berupa hemiparese kontralateral, pada umumnya parese motorik saraf otak
sejajar/ipsilateral dengan parese ekstremitas, lainnya disartria.
2. Disfungsi sensorik berupa hemihipestesi kontralateral, hipestesi saraf otak sejajar dengan hipestesi
ekstremitas, dapat juga berupa parestesia.
3. Gangguan visual berupa hemianopsia homonim kontralateral (pada TIA dapat berupa amaurosis
fugax).
4. Gangguan fungsi luhur, seperti afasia (gangguan berbahasa, bila lesi pada hemisfer dominan,
umunya hemisfer kiri), agnosia (lesi pada hemisfer non dominan).
b) Gejala klinik sistem vertebrobasiler :
1. Disfungsi motorik berupa hemiparese alternans yaitu parese motorik saraf otak tidak
sejajar/kontralateral dengan parese ekstremitas, lainnya disartria.
2. Disfungsi sensorik berupa hemihipestesi alternans yaitu hipestesi saraf otak tidak sejajar dengan
hipestesi ekstremitas.
3. Gangguan visual berupa hemianopsia homonim, satu atau dua sisi lapang pandang, buta kortikal
(terkenanya pusat penglihatan di lobus oksipitalis)
4. Gangguan lainnya berupa gangguan keseimbangan, vertigo dan diplopia.
 Untuk membedakan gejala klinik fokal dan non fokal (global), Warlow et al (1996) menyusun sebagai
berikut:
a) Gejala klinik fokal :
1. Lumpuh sebelah tubuh
2. Bicara rero/mulut mencong
3. Baal-baal/kesemutan sebelah tubuh
4. Tidak dapat bicara atau tidak mengerti pembicaraan
5. Penglihatan menjadi ganda
6. Baal-baal sekitar mulut
7. Pusing berputar
8. Pandangan menjadi gelap sesaat
b) Gejala klinik non fokal (global)
1. Penurunan kesadaran
2. Nyeri kepala
3. Muntah
4. Kejang
 Gejala klinis yang sering dijumpai pada pasien stroke emboli jantung yaitu :
- Penurunan kesadaran pada saat onset stroke
- Onset yang terjadi tiba-tiba dengan gejala yang maksimal
- Bisa ditemukan segera gejala defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas)
- Tidak ditemukannya kejang ataupun nyeri kepala pada saat onset

Diagnosis
1) Anamnesis : sesuaikan dengan tanda dan gejala, serta arahkan kepada salah satu tipe stroke sesuai
dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya.
2) Pemeriksaan Fisik :
1. Kesadaran
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan kesadaran pada penderita
stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat hebat sehingga mampu menekan bagian
ARAS yang merupakan pusat kesadaran. Penurunan kesadaran menjadi tolok ukur pada penentuan
jenis stroke dengan menggunakan skoring baik dengan Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada
Stroke Score.
2. Tekanan darah
Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade Hipertensi :
 Mild : 140-159/90-99 mmHg
 Moderate : 160-179/100-109 mmHg
 Severe : 180-209/110-109 mmHg
 Malignant : >210/>120 mmHg
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya. Apakah terdapat
perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan terjadi kelainan pembuluh darah
(arteritis)
3. Denyut nadi
4. Heart rate
Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan dengan nadi yang
di ukur. Pulsus defisit terjadi jika perbedaan heart rate dan nadi ≥20 x/mnt. Pulsus derfisit dapat
ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus stroke.
5. Pernapasan
6. Suhu
7. Turgor dan gizi
Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk golongan obesitas (faktor
resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi dehidrasi atau tidak.
8. Status Interna :
 Kepala : Apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah karena kemungkinan akibat kelainan
jantungnya maka dapat berkomplikasi menjadi stroke.
 Leher : Apakah terdapat peningkatan JVP?, Terdapat Bruit? hal ini menunjukkan terdapat gangguan
aliran pada pembuluh darah yang dapat menjadi faktor pencetus stroke (emboli)
 Paru-paru : Penting pada pasien stroke yang sedang dirawat, karena komplikasi non neurologis
stroke salah satunya Pneumonia dan edema paru.
 Jantung : Apakah ada pembesaran jantung? Bunyi Murmur? Kelainan katup jantung.? (Penyakit
Jantung merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke).
 Pada pemeriksaan fisik stroke kardioemboli selalu ditemukan kelainan jantung berupa adanya
disritmia jantung (contoh: fibrilasi atrium, sick sinus syndrome), adanya bising jantung
(contoh: stenosis mitral, aorta stenosis kalsifikasi), gagal jantung kongestif (setelah AMI),
penyakit penyerta (contoh: SLE, endokarditis).
3) Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan

CT scan

 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan
stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran
hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
b. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).
c. Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler,
menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

Angiografi

d. Pemeriksaan penunjang lain : Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin,
komponen kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit
darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.
e. Sistem score untuk membedakan jenis stroke :
 Siriraj Stroke Score (SSS)

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma)
– 12
• Nilai SSS Diagnosa
• >1 Perdarahan otak
• < -1 Infark otak
• -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)
 Skor Gajah Mada (SGM)
Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu : Penurunan Kesadaran, nyeri kepala, dan refleks
babinski

Skor Gajah Mada (SGM)

 Skala klinis Davis & Hart untuk diagnosis stroke kardioemboli :


Karakteristik Skor
Sumber Utama Jantung
Fibrilasi Atrium 3
Sindroma Sick Sinus 3
Stenosis Mitral 4
Katup Protesis 4
Trombus Ventrikel Kiri 4
Infark Miokard Akut 4
Aneurisma Ventrikel Kiri tanpa trombus 3
Saat kejadian deficit neurologis maksimal dan mendadak (kurang 5 menit pada
1
pasien sedang aktif)
Tidak ada/sangat sedikit aterosklerosis pada pemeriksaan USG (di karotis) 1
Angiografi karotis
2
Infark kortikal atau subkortikal luas (klinis atau dengan CT Scan/MRI Kepala) 1
Infark kortikal sebelumnya pada suatu area vascular lain (Klinis atau dengan CT
1
Scan/MRI kepala)
Tidak didapatkan aterosklerosis pada arteriogram 3
Infark berdarah pada CT Scan 1
Tidak didapatkan hipertensi kronis 1
Hasil jumlah total :
4 – 5  Tersangka, 6 – 7  Lebih mungkin, >8  Sangat mungkin

Diagnosis Banding
 Diagnosa banding berdasarakan anamnesa

 Diagnosia banding Berdasarkan Gambaran Klinis


Thrombosis Emboli PIS PSA
Kesadaran Normal Normal Menurun Menurun
GCS ≥7 ≥7 ≤6 ≤6
Kaku Kuduk - - +/- ++++
Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Hemiplegia Hemiparese
Afasia ++/- ++/- - -
Conj. Deviasi - - + +/-
Parese III, IV, VI - - + +/-
Angiography Oklusi/Stenosis Oklusi/Stenosis Midline Shift AVM
Hipodens setelah Hipodens setelah
CT scan Hiperdens Hiperdens
4-7 hari 4-7 hari

Tatalaksana
Tatalaksana Umum Stroke Akut
• Tirah baring dengan posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat untuk mencegah postural hypertension
• Pemakaian kateter urin
• Diet rendah garam per NGT
• Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
• Penatalaksanaan hipertensi, hiperglikemi, hipoglikemi, dehidrasi
• Mobilisasi dan rehabilitasi dini

Tatalaksana Khusus Stroke Infark


 Obat antiplatelet  menghambat agregasi trombosit sehingga pembentukan thrombus tidak terjadi
i. Aspirin (asetosal, asam asetil-salisilat)
Dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4x pemberian. Sebagai anti trombosit dosis 325 mg dalam 24-48
jam setelah awitan stroke. PERDOSSI merekomendasikan dosis 80-320 mg/hari untuk pencegahan
sekunder stroke iskemik.
ii. Tiklopidin
Dewasa dan orang tua: 2x250 mg/hari diminum bersama makanan
 Obat antikoagulan :
i. Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal, menghentikan
perburukan deficit neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut.
ii. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke akut sedang-berat karena
meningkatnya resiko komplikasi perdarahan intracranial
iii. Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian intravena
rtPA tidak direkomendasikan.
iv. Secara umum, pemberian heparin LMWH, atau heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat.
Namun, beberapa ahli masih merekomedasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut
dengan resiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteria tau stenosis berat arteri karotis sebelum
pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar lebih dari 50%, hipertensi yang
tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
Stroke Perdarahan

Struk pendarahan merupakan struk yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Perdarahan
diklasifikasikan berdasarkan lokasi terjadinya. Pendarahan pada rongga epidural dan subdural seringkali
disebabkan oleh trauma. Pendarahan subaraknoid disebabkan karena trauma, atau pecahnya aneurisma
intrakranial atau malformasi arteri dan vena.
Patogenesis

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi


- Pendarahan Intraserebral
Terjadi pada 10% kasus stuk, dan 35-45% pasien meninggal pada bulan pertama. Insidensi tertinggi terjadi
pada Asia dan kulit hitam. Penyebab utama pendarahan intraserebral, diantaranya hipertensi, koagulopati,
obat simpatomimetik (kokain, metamfetamin), angiopati amiloid serebral. Peningkatan usia dan konsumsi
alkohol berlebih meningkatkan risiko, sedangkan penggunaan kokain dan metamfetamin merupakan
penyebab penting terjadinya struk pendarahan intraserebral pada usia muda.
Pendarahan Intraserebral Akibat Hipertensi
Biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri penetrasi kecil di bagian dalam otak. Lokasi yang paling sering
terjadi pada basal ganglia (terutama putamen), talamus, serebelum, dan pons. Arteri kecil pada lokasi
tersebut rentan terhadap hipertensi yang memicu kerusakan vaskular. Ketika pendarahan terjadi di lokasi
otak lain, dan tidak disertai dengan hipertensi, perlu dipertimbangkan penyebab lain seperi gangguan
pendaraham, neoplasma, malformasi vaskular dan angiopati amiloid serebral. Pendarahan dapat berupa
bekuan kecil, atau besar yang dapat menekan jaringan sekitarnya, menyebabkan herniasi dan kematian.
Darah juga dapat pecah ke ruang ventrikular yang dapat menyebabkan hidrosefalus.
Pada pendarahan intraserebral, defisit neurologis fokal, seperti hemiparesis kontralateral, terjadi tiba-tiba,
semakin memburuk dalam 30-90 menit, disertai dengan penurunan kesadaran, dan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, seperti sakit kepala dan muntah. Jika tergolong ringan, wajah akan deviasi ke satu arah
dalam 5-30 menit, bicara menjadi rero, lemah anggota gerak secara perlahan, dan mata deviasi ke arah
berlawanan dari sisi hemiparesis. Paralisis semakin parah sampai anggota gerak menjadi flasid atau ekstensi
secara kaku. Ketika pendarahan terjadi secara luas, tejadi penurunan kesadaran hingga sopor dan koma,
disertai dengan pernapasan iregular dan dalam, dilatasi dan fiksasi pupil ipsilateral, kekakuan deserebrasi.
Pendarahan Lobar
Defisit neurologis utama yang terjadi pada pendarahan oksipital adalah hemianopia, pada temporal kiri
adalah afasia dan delirium, pada parietal adalah gangguan hemisensori, dan pada frontal adalah lemah
anggota gerak. Pendarahan yang luas dapat menyebabkan sopor atau koma jika menekan talamus atau otak
tengah.
Penyebab lain dari pendarahan intraserebral
Angiopati amiloid serebral merupakan penyakit pada lansia dimana terjadi degenerasi dan deposit amiloid
di dinding arteri serebral. Angiopati amiloid merupakan penyebab utama terjadinya pendarahan lobar
pertama kali atau berulang pada lansia.
Kokain dan metamfetamin merupakan penyebab yang sering pada struk di usia muda (<45 tahun).
Pendarahan intraserebral, struk iskemik, pendarahan subaraknoid berkaitan dengan penggunaan obat-obatan
stimulan. Mekanisme obat simpatomimetik dengan struk masih belum diketahui, namun kokain memicu
aktivitas simpatetik yang menyebabkan hipertensi akut dan parah, sehingga menyebabkan pendarahan,
lebih dari ½ nya adalah pendarahan intraserebral, dan sisanya adalah pendarahan subaraknoid.
Trauma kepala sering juga menyebabkan pendarahan intrakranial. Lokasi paling sering adalah
intraparenkim, terutama lobus temporal dan inferior frontal, subaraknoid, subdural dan epidural. Trauma
harus dicurigai pada pasien dengan defisit neurologis akut, terutama ketika terjadi setelah pasien terjatuh.
Pendarahan intrakranial yang berkaitan dengan terapi anti koagulan dapat terjadi pada lokasi manapun,
terutama pada lobar dan subdural. Pendarahan intrakranial berkaitan dengan gangguan hematologi, seperti
leukemia, aplastik anemia, trombositopenia purpura, dapat terjadi di lokasi manapun dan berkaitan dengan
lokasi yang multipel. Pendarahan pada kulit dan membran mukosa dapat menjadi tanda adanya gangguan
hematologi.
Pencegahan
Hindari penyebab hipertensi, kurangi penggunaan alkohol, kokain dan metamfetamin.
Prognosis

- Pendarahan Subaraknoid
Disebabkan karena pecahnya saccular aneurysm, umunya terjadi pada :
1. Bagian proximal dari anterior communicating arteri
2. Posterior communicating arteri dari batang internal carotid
3. Cabang terbesar dari middle cerebral arteri
4. bifurkasi karotid terhadap middle dan anterior cerebral arteri.

Derajat berdasarkan World Federation of Neurologic Surgeon :

Interpretasi :
- Nilai maksimal 15 memiliki prognosis yang paling baik
- Nilai maksimal 3 memiliki prognosis yang paling buruk
- Nilai 8 keatas memiliki kemungkinan perbaikan
- Nilai 3-5 berpotensi fatal, terutama jika disertai dengan pupil terfiksasi
Derajat berdasarkan Hust-Hest-Grading:
- Derajat 1 : Asimtomatik atau dengan nyeri kepala dan kaku leher
- Derajat 2 : Nyri kepala berat dengan kaku kuduk tanpa adanya defisit neurologis fokal
- Derajat 3 : Penurunan kesadaran, dan defisit neurologis fokal
- Derajat 4 : Persisten sopor
- Derajat 5 : Koma dan kekakuan

- Malformasi Arteriovena (AVM)


Gangguan akibat malformasi arteriovena ini dapat berupa sakit kepala, kejang, dan pendarahan intrakranial.
AVM lebih sering terjadi pada laki-laki, usia 10-30 tahun, atau usia 50 tahun. AVM memiliki ukuran yang
bervariasi, dari ukuran yang kecil (diameter beberapa milimeter) hingga membentuk suatu masa yang besar
sehingga menyebabkan peningkatan keluaran jantung dan memicu terjadinya gagal jantung. Pembuluh
darah antara arteri dan vena berbentuk sangat tipis dan menunjukkan gambaran histologi yang sangat mirip
antara vena dan arteri. AVM dapat terjadi di seluruh bagian hemisfer serebral, batang otak dan medula
spinalis, namun paling sering terjadi pada setengah bagian posterior hemisfer otak.
Diagnosis
PEMERIKSAAN FISIK PADA PENDERITA STROKE
1. Kesadaran
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting dievaluasi. Penurunan kesadaran pada penderita
stroke terjadi karena tekanan tinggi intrakranial yang sangat hebat, sehingga mampu menekan bagian ARAS yang
merupakan pusat kesadaran. Penurunan kesadaran menjadi tolok ukur pada penentuan jenis struk dengan
menggunakan skoring, baik dengan Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke Score.
2. Tanda Vital
- Tensi (Tekanan darah)
Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade Hipertensi :
- Mild : 140-159/90-99 mmHg
- Moderate : 160-179/100-109 mmHg
- Severe : 180-209/110-109 mmHg
- Malignant : >210/>120 mmHg
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya, untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar, maka kemungkinan terjadi kelainan pembuluh darah
(arteritis).
- Nadi dan Heart Rate
Pengukuran kedua hal tersebut sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan dengan
nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika perbedaan heart rate dan nadi ≥20 x/mnt. Pulsus defisit dapat
ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus struk.
- Pernafasan
- Suhu

STATUS INTERNA
1. Kepala
Evaluasi apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah karena kemungkinan akibat kelainan jantung yang dapat
berkomplikasi menjadi struk, apakah terdapat memar akibat trauma yang dapat mencetus pendarahan intrakranial.
2. Leher
Evaluasi apakah terdapat peningkatan JVP, Vascular Bruit yang dapat hal ini menunjukkan ada tidaknya
gangguan aliran pada pembuluh darah yang dapat menjadi faktor pencetus stroke (emboli).
3. Paru-paru
Penting pada pasien struk yang sedang dirawat, karena komplikasi non neurologis stroke salah satunya pneumonia
dan edema paru.
4. Jantung
Evaluasi apakah ada pembesaran jantung, bunyi murmur, bunyi jantung tambahan, dan kelainan katup jantung
untuk mengetahui ada tidaknya penyakit jantung yang merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Untuk mengetahui defisit fokal dan neurologis yang terjadi. Terdiri dari :
- Pemeriksaan tanda meningeal
- Pemeriksaan saraf kranial I-XII, terutama saraf kranial VII, dan XII.
- Pemeriksaan refkleks fisiologis
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan refleks regresi
- Pemeriksaan motorik dan sensorik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan
• Pemeriksaan ini merupakan CT scan
pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.
• Pada stroke karena infark,
gambaran CT scannya secara
umum adalah gambaran
hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan
gambaran hiperdens.

2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).
3. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler,
menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

Angiografi

4. Pemeriksaan Penunjang Lain.


Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.
Laboratorium
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum, kreatinin,
asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, PT/PTT/INR.

TATALAKSANA STROKE
Tatalaksana Prahospital Pada Stroke Akut
1. Deteksi
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah pada diagnosis stroke antara lain hemiparesis, gangguan
sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disartria,
ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara mendadak. Untuk
memudahkan digunakan istilah FAST (facial movement, arm movement, speech, test all three).
2. Pengiriman pasien
Bila terdapat kecurigaan serangan stroke, maka segera panggil ambulans gawat darurat untuk pengiriman
pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke.
3. Transportasi
Utamakan transportasi untuk pengiriman pasien ke rumah sakit yang dituju. Petugas ambulans gawat
darurat harus mempunyai kompetensi dalam penilaian pasien stroke pra rumah sakit. Saat men-transport
pasien, digunakan ambulans dengan fasilitas memadai dan disertai dengan petugas medis yang kompeten
terutama dalam tatalaksana stabilisasi dan resusitasi pasien.

Yang harus diperhatikan oleh petugas saat melakukan transport pasien di ambulans:
 Jangan terlambat membawa ke rumah sakit yang tepat
 Jangan memberikan cairan berlebihan kecuali pada pasien syok dan hipotensi
 Hindari pemberian cairan glukosa/dekstrose kecuali pada pasien hipoglikemia
 Jangan menurunkan tekanan darah, kecuali pada kondisi khusus
 Catat waktu awitan serangan

Tatalaksana Stroke Akut di Ruang Gawat Darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
a. Anamnesis: mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas pasien saat serangan, gejala penyerta
seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik: meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher, thoraks, abdomen, kulit, dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke: saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik,
sikap dan cara jalan, reflex, koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke dianjurkan
dinilai dengan NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale).
2. Terapi umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Pemantauan tanda vital dalam 72 jam pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata
 Pemberian oksigen dianjurkan bila saturasi oksigen <95%
 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan
bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan nafas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (pO2 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg)
 Intubasi ETT (endotracheal tube) diperlukan pada pasien dengan hipoksia, syok atau berisiko
terjadi aspirasi
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2
minggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi
b. Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik)
 Optimalisasi tekanan darah
 Cardiac monitoring dilakukan dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke iskemik
c. Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
d. Pemeriksaan neurologi umum awal, meliputi derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor,
serta keparahan hemiparesis Pengendalian peninggian tekanan intracranial (GCS<9)
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang (diazepam)
g. Pengendalian suhu tubuh (acetaminophen)
h. Pemeriksaan penunjang (EKG, lab, LP, CT scan)

Di Ruang Rawat:
1. Cairan (isotonic NaCl 0.9%, electrolyte : Na, K, Ca, Mg)
2. Nutrisi (jika tidak bisa, berikan melalu NGT)
3. Pencegahan dan penanganan komplikasi

Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral


1. Tatalaksana Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan. Oksigen diberikan apabila saturasi <95%. Intubasi endotrakeal
dilakukan pada pasien yang mengalami hipoksia, syok, dan beresiko mengalami aspirasi.
b. Stabilisasi hemodinamik
Cairan kristaloid dan koloid intravena. Hindari cairan hipotonik
c. Pengendalian tekanan intracranial :
 Elevasi kepala 20-30o untuk mencegah postural hypertension
 Posisi pasien jangan menekan vena jugular
 Hindari pemberian cairan glukosa, cairan hipotonik, dan hipertermia.
 Jaga normovolemia
2. Tatalaksana medis perdarahan intakranial
a. Penggantian faktor koagulasi dan trombosit jika pasien mengalami defisiensi. Apabila terdapat gangguan
koagulasi dapat diberikan :
 Vitamin K 10 mg intravena pada pasien dengan INR menigkat.
 Plasma segar beku (fresh frozen plasma) 2-6 unit.
b. Heparin subkutan bisa diberikan apabila perdarahan telah berhenti sebagai pencegahan tromboemboli.
c. Control tekanan darah dan kadar glukosa darah
d. Pemberian anti epilepsi apabila terdapat kejang.
e. Prosedur /operasi
 Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial, atau dengan perdarahan
intraventikular yang luas atau hidrosefalus
 Pada pasien dengan bekuan darah di lobus dengan jumlah >30 ml dan terdapat di 1 cm dari
permukaan dapat dikerjakan kraniotomi standar untuk evakuasi perdarahan intracranial
supratentorial.

Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid (PSA)


1. Tatalaksana Umum
a. Tatalaksana pasien PSA derajat I atau II :
 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
 Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30 0 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang
dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3I/menit
 Pasang infus diruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan monitoring yang ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul.
b. Pasien PSA derajat III, IV, dan V perawatan harus lebih intensif.
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang Gawat darurat
 Perawatan sebaiknya dilakukan diruang intensif atau semi intensif.
 Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan nafas yang adekuat perlu dipertimbangkan intubasi
endotracheal dengan hati-hati terutama apabila didapat tanda-tanda tekanan tinggi intracranial.
Daftar Pustaka

1. Moore K, Dalley A, Agur A. Clinically oriented anatomy. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott
Williams & Wilkins; 2010.
2. Nouh A, Remke J, Ruland S. Ischemic Posterior Circulation Stroke: A Review of Anatomy, Clinical
Presentations, Diagnosis, and Current Management. Frontiers in Neurology. 2014;5.
3. Harrison’s Principle of Internal Medicine 19th ed.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. 2013.
5. Kartika D, Gambaran Faktor Risiko Penderita Stroke di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode
Januari-Desember 2011. Undergraduate thesis, Universitas Kristen Maranatha. 2012.
6. Ropper A, Samuels M. Adam and victor’s principle of neurology 10 th ed. New York: Mcgraw-Hill Medical;
2009.
7. Louis ED, Mayer SA, Rowland L. Merritt’s neurology. 13th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai