2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia–Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tinjauan
kepustakaan Subbagian Reumatologi dengan judul “Peran Long-Acting
Somatostatin pada Hipoglikemi akibat Penyakit Hati Kronik”.
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................6
DAFTAR TABEL....................................................................................................7
DAFTAR SINGKATAN.........................................................................................8
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................10
4
BAB III PERAN LONG-ACTING SOMATOSTATIN PADA HIPOGLIKEMIA
3.1 Somatostatin............................................................................................36
Hati Kronik........................................................................................................39
BAB IV PENUTUP...............................................................................................41
4.1 Kesimpulan..............................................................................................41
4.2 Saran........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR TABEL
7
DAFTAR SINGKATAN
CCK : Cholecystokinin
GH : Growth hormone
GK : Glucokinase
8
IGF2 : Insulin-like growth factor 2
PEP : phosphenolpyruvate
PFK-1 : Phosfofructokinase-1
PK : Piruvat kinase
PP : Polipeptida pankreas
PRL : Prolaktin
SST : Somastostatin
9
BAB I PENDAHULUAN
sumber energi utama bagi otak dan penurunan kadar glukosa plasma
darah rendah yang abnormal dan memiliki konsekuensi klinis yang signifikan jika
Pada pasien dengan penyakit hati kronik misalkan seperti sirosis hati,
merupakan hal yang normal tetapi penyerapan glukosa yang distimulasi insulin ke
10
dalam otot rangka terganggu. Selain itu, baik massa hepatosit berkurang atau
Gangguan homeostasis glukosa pada pasien sirosis hati disebabkan oleh defek
glucose uptake baik ke dalam jaringan hati maupun otot rangka. Sedangkan pada
akibat dari hipersekresi insulin oleh pancreatic islet β-cell tumor (insulinoma).4, 5
protein prekursor SST yang diproses menjadi beberapa hormon peptida, antara
lain SST-14, SST-28, dan neuronostatin. SST merupakan salah satu penghambat
utama sekresi hormon endokrin dan eksokrin pada manusia. STT menghambat
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Konsentrasi glukosa darah normal pada individu sehat biasanya pada rentang 90
glukosa endogen dan pembuangan glukosa dari aliran darah, yang secara dinamis
diatur oleh sinyal hormonal dan nutrisi. Sumber jaringan utama untuk produksi
glukosa endogen adalah hati dan dalam beberapa kondisi merupakan tugas ginjal.
Pembersihan glukosa dari aliran darah merupakan hasil konsumsi bersih terutama
dalam bentuk glikogen. Sekitar 80% dari produksi glukosa endogen dilakukan
oleh hati dan sisanya oleh ginjal. Splanchnic bed pada hati dan usus menyumbang
~25% dari glucose utilization dalam kondisi puasa dan 35% setelah oral glucose
load. Ketika nutrisi tersedia, seperti yang terjadi setelah makan, konsentrasi
glukosa darah meningkat. Efek glukosa tinggi pada hati merupakan kondisi 'dual'.
glukosa GLUT2. Ketika nutrisi dalam tubuh berkurang, bahkan setelah beberapa
12
jam puasa, hati melepaskan glukosa ke darah dengan mengatur dua jalur
mencapai produksi atau uptake net glucose, enzim pada pathway ini harus
diregulasi dengan ketat. Regulasi pathway ini terutama dilakukan oleh insulin dan
glukoneogenesis ketika nutrisi tidak tersedia. Produksi glukosa oleh hati juga
penghasil glukosa atau organ penyimpan glukosa dapat dibagi menjadi dua
kategori yaitu kondisi akut maupun jangka panjang. Sementara efek akut terutama
protein atau efektor alosterik, sedangkan efek jangka panjang terutama disebabkan
oleh perubahan tingkat ekspresi mRNA dari enzim kunci dalam pathway
glikolisis/glukoneogenesis. Baik efek jangka pendek dan jangka panjang pada net
hepatic glucose output merupakan regulasi hormonal, yaitu insulin dan glukagon.2
13
Langkah utama dalam mengontrol produksi glukosa hepatik adalah dengan
glukoneogenik, hati dapat beralih dari net hepatic glucose storage ke glucose
output. Dari 10 reaksi dalam glikolisis, 7 bersifat reversibel dan dapat digunakan
baik pada glikolisis maupun glukoneogenesis. Tiga reaksi yang tersisa, terdiri dari
enzim tertentu. Jika reaksi berlawanan ini bekerja pada laju yang sama, akan
terjadi siklus yang sia-sia yang mengakibatkan pengeluaran energi yang sia-sia.
Regulasi enzim glukoneogenik dan rekan glikolitiknya baik oleh efektor alosterik,
pada tingkat ekspresi gen atau dengan modifikasi kovalen, merupakan mekanisme
di mana fluks net menuju glukoneogenesis atau glikolisis dicapai di hati (Gambar
2.1).11
14
Gambar 2.1. Fluks metabolit dalam kontrol HGP
Gambaran skematik enzim dan metabolit kunci yang terlibat dalam regulasi
glukoneogenesis dan hepatic glucose output (HGP). Fluks melalui metabolit ini
Proses insulin (biru) atau glukagon (merah) mempengaruhi enzim dan metabolit
yang menghasilkan G6P. Dalam bentuk terfosforilasi, glukosa tidak dapat lagi
hidrolisis G6P. G6P merupakan substrat titik cabang yang dapat dimetabolisme
15
fosforilase. Sama seperti pada glikolisis/glukoneogenesis, aktivitas enzim-enzim
ini diatur oleh regulasi alosterik dan hormonal. Fosforilasi glikogen sintase,
Siklus substrat F-6-P/F-1,6-P2 merupakan penentu utama fluks glikolitik atau net
dimodulasi oleh hormon dan status nutrisi. Kondisi fisiologis yang mendukung
16
PKA, dan pada awalnya dianggap bahwa modifikasi ini mengontrol aktivitas
enzim ini.14
Langkah terakhir dalam glikolisis, konversi PEP menjadi piruvat dikatalisis oleh
17
mengontrol ekspresi enzim ini, dan regulator transkripsi ini dikendalikan oleh
sinyal hormonal yang mengatur respons hati terhadap keadaan makan atau puasa.
dan G-6-Pase dapat mempengaruhi HGP baik pada hepatosit primer yang dikultur
maupun in vivo.16
pada tikus sangat berkurang, hal tersebut mendukung pentingnya PEPCK dalam
menunjukkan glukosa darah puasa normal karena kompensasi dari jaringan ekstra-
18
Gambar 2.2 Regulasi transkripsi HGP
mengontrol ekspresi gen glukoneogenik dalam hepatosit diatur oleh insulin dan
glukosa sebagai glikogen serta sintesis lipid. Reseptor insulin terdiri dari dua
subunit alfa dan dua beta, di mana subunit beta memiliki aktivitas katalitik tirosin
kinase yang secara alosterik dihambat oleh subunit alfa. Setelah insulin mengikat
beta terjadi. Substrat reseptor insulin (IRS1 dan IRS2) selanjutnya difosforilasi
dan dikaitkan dengan PI3K melalui subunit pengatur p85 yang mengarah pada
aktivasi dan fosforilasi PDK1 dan Akt berikutnya. Pentingnya respons hati yang
(Michael et al., 2000). Diketahui bahwa insulin menekan ekspresi enzim kunci
glukoneogenik baik secara in vivo maupun pada hepatosit terisolasi, tetapi efektor
19
20
2.1.2.2. Peroxisome proliferator-activated receptor γ coactivator-1a (PGC-1α)
kadar mRNA PGC-1α di hati meningkat secara dramatis, dan dalam kondisi ini
glukoneogenik dan produksi glukosa hati. Selain FoxO1, PGC-1α juga terbukti
(HNF4α).19
21
memfosforilasi CREB di Ser133 dan fosforilasi CREB merangsang aktivitasnya
(CRTC2) yang diatur oleh CREB. CRTC2 mengalami fosforilasi oleh salt
dimediasi PKA dari SIK2 dan defosforilasi yang dimediasi kalsineurin, yang pada
gen tertentu. Di hati, CREB mengikat daerah promotor gen glukoneogenik Pck1
aktivitas transkripsi CREB terhadap gen ini. Inhibitor CREB negatif dominan
dimediasi CREB.22
22
2.1.3. Efek indirek insulin pada keluaran glukosa hepatik
menekan sekresi glukagon dari sel terutama dengan mengubah potensial membran
sel. Mekanisme indirek lain dimana insulin menekan HGP adalah dengan
mengurangi substrat glukoneogenik yang dipasok oleh jaringan adiposa dan otot.
Pelepasan asam amino dari otot rangka mensuplai hati dengan substrat
fluks substrat yang berasal dari otot. Dalam jaringan adiposa, insulin menekan
(NEFA). NEFA yang dipasok ke hati menyebabkan oksidasi asam lemak dan
mekanisme utama dari kontrol tidak langsung insulin pada HGP. Tindakan insulin
hipotalamus mengurangi HGP terlepas dari tingkat sistemik insulin dan glukagon,
dan memproduksi glukosa endogen dari penyimpanan glikogen di hati, hal ini
berkontribusi untuk menjaga kadar glukosa darah normal. Selain itu, otot rangka
23
juga berperan penting dalam menjaga homeostasis glukosa.1 Umumnya,
penurunan deposisi glukosa pada otot rangka dan peningkatan produksi glukosa
pasien dengan DM tipe 2. Sirosis hati ditunjukkan oleh penurunan massa hepatosit
dan otot rangka selama perkembangan penyakit, dan sirosis hati dengan diabetes
merupakan hal yang normal tetapi penyerapan glukosa yang distimulasi insulin ke
dalam otot rangka terganggu pada pasien dengan sirosis hati. Selain itu, baik
massa hepatosit berkurang atau shunt portosystemic pada pasien sirosis dapat
untuk sekresi insulin pankreas dan akhirnya mengarah kepada DM. Mekanisme
molekuler yang tepat dari gangguan aktivitas insulin pada otot rangka pasien
sirosis masih belum jelas. Namun, kondisi tersebut mungkin tergantung pada
Infeksi virus hepatitis merupakan salah satu penyebab utama penyakit hati.
hepatitis C (HCV) memiliki prevalensi diabetes yang lebih tinggi daripada pasien
24
yang lebih tinggi di antara pasien dengan infeksi HCV, HCV itu sendiri
menyarankan bahwa efek langsung dari infeksi HCV di hati, yaitu promosi
insulin. Selain itu, Pazienza dkk. melaporkan bahwa genotipe HCV yang berbeda
menentukan perbedaan dalam tingkat resistensi insulin.27 Oleh karena itu, derajat
faktor tetapi terutama pada derajat keparahan penyakit hati kronis, volume otot
rangka, dan adanya portosystemic shunt. Penurunan fungsi hati dan hilangnya otot
rangka merupakan kondisi patologis yang umum dari sirosis hati. Kehilangan otot
rangka berdampak buruk pada outcome klinis pasien dengan penyakit hati kronis,
terutama karena malnutrisi, tetapi mekanisme kerjanya yang tepat masih belum
diketahui. Gangguan homeostasis glukosa pada pasien sirosis hati disebabkan oleh
defek glucose uptake baik ke dalam jaringan hati maupun otot rangka. Selain itu,
DM tipe 2 itu sendiri diketahui sebagai faktor risiko penyakit hati kronis karena
menyebabkan cacat pada metabolisme glukosa otot rangka. Baik sirosis maupun
diabetes tidak menunjukkan gejala selama tahap awal penyakit dalam beberapa
situasi, sehingga keduanya mungkin saling memberi umpan balik dalam vicious
cycle yang mengganggu metabolisme glukosa dan fungsi hati selama perjalanan
alami sirosis hati. Akhirnya, pada pasien sirosis dengan DM yang nyata, sulit
langka yang biasanya muncul sebagai akibat dari hipersekresi insulin oleh
25
pancreatic islet β-cell tumor (insulinoma). Namun, TIH juga dapat disebabkan
Tabel 2.1 Mekanisme patogenik dan jenis tumor yang berkaitan dengan tumor-induced
hypoglycemia
Gambar 2.3). Pada kasus ini, penyebab utama hipoglikemia adalah pelepasan
precursor (big IGF2). Mekanisme lain untuk NICTH adalah sekresi tumor IGF1,
produksi autoantibodi terhadap insulin atau reseptornya, atau lebih jarang, sekresi
ektopik oleh non-islet-cell tumor juga telah dilaporkan secara luar biasa.
26
Gambar 2.3 Algoritma diagnostik untuk pasien dengan dugaan hipoglikemia tumor.
(insulinoma)
sering diamati pada dekade kelima kehidupan dan dengan sedikit dominasi pada
tidak terkontrol oleh tumor biasanya terjadi pada keadaan puasa (73%). Namun,
27
hipoglikemik juga dapat muncul hanya dalam keadaan postprandial (6%) dan di
kedua keadaan puasa dan postprandial (21%). Diagnosis yang benar sering
tertunda sampai 2 tahun dari timbulnya gejala karena fakta bahwa, pada banyak
Pertambahan berat badan dan obesitas sebagai konsekuensi dari sering makan
kecil untuk menghindari gejala hipoglikemik adalah tanda klinis insulinoma yang
paling terkenal.5
Gambar 2.4. Gambar CT scan abdomen dengan kontras pada wanita dengan 1,5 cm insulinoma
jinak (panah putih) yang terletak di kepala pankreas (A). CT scan abdomen dengan kontras
menunjukkan tiga gambar kecil (panah hitam) yang kompatibel dengan beberapa insulinoma di
kepala pankreas pada pasien wanita (B). CT scan tanpa kontras abdomen menunjukkan beberapa
metastasis hati pada pasien wanita dengan insulinoma maligna (C).
28
mmol/l) pada 30 min setelah 1 mg iv glukagon, skrining sulfonilurea negatif dalam
plasma dan/atau urin dan tidak ada antibodi yang bersirkulasi terhadap insulin.
Ketika trias Whipple belum ditemukan pada pasien dengan bukti klinis sugestif
dilakukan, pasien harus menjalani tes cepat 72 jam yang diawasi dengan tujuan
hanya pembedahan yang bersifat kuratif. Oleh karena itu, setelah tumor
tubuh atau ekor pankreas dapat memperoleh manfaat yang lebih baik dari
29
pasien simtomatik dengan tumor yang tidak dapat direseksi dan bagi mereka yang
bukan kandidat untuk perawatan bedah atau menolak operasi. Pilihan alternatif
simtomatik yang membutuhkan reseksi ekstensif dan bagi kandidat bedah yang
buruk.29
NICTH karena IGF2 awalnya dilaporkan oleh Daughaday et al. (1988) pada
seorang wanita berusia 67 tahun yang datang dengan hipoglikemia berat berulang
dan leiomyosarcoma toraks besar yang sembuh setelah reseksi tumor. Tumor
bentuk molekul prekursor besar, dan fraksi serupa dari IGF2 dengan berat
molekul tinggi dalam serum pasien. Sejak laporan pertama, terdapat banyak kasus
klinis NICTH sekunder akibat hipersekresi tumor IGF2 oleh jenis tumor lain
(Tabel 2.2). Mekanisme patogen ini adalah penyebab utama NICTH dan istilah
berlebih dari gen IGF2 (secara struktural homolog dengan gen insulin) oleh tumor
yang dikaitkan dengan sekresi tumor dari prekursor IGF2. IGF2 besar menekan
penekanan sekresi GH, sintesis dan sekresi IGF1 dan IGF-binding protein 3
(IGFBP3) juga menurun. Meskipun kadar serum total IGF2 mungkin normal, baik
30
rasio pro-IGF2:IGF2 dan IGF2:IGF1 dapat meningkat. Dalam satu penelitian,
rasio IGF2:IGF1 berkisar antara 16,4 hingga 64,2 dengan rata-rata 35,0±2,2 pada
kelompok pasien dengan NICTH dengan IGF2 besar. Terakhir, kadar insulin
basal-imunoreaktif rendah pada pasien ini (Tabel 2.2). Bioavailabilitas yang tinggi
dari IGF2 besar dan bebas meningkatkan konsumsi glukosa perifer dan
hipoglikemia.31
Tabel 2.2. Mekanisme patogen dan jenis tumor yang berkaitan dengan tumor-induced
hypoglycemia.
European Association for the Study of Diabetes adalah ketika kadar glukosa darah
<70 mg/dL.3
31
Telah ditunjukkan dalam sebuah studi epidemiologi di India Selatan
bahwa 23% dari kontrol normal memiliki kadar glukosa darah postprandial
kurang dari 70 mg/dL saat puasa. Angka 70 mg/dL ini merupakan batas bawah
regulasi diaktifkan pada orang nondiabetes. Selain itu, kadar glukosa darah
berikutnya dan oleh karena itu kriteria ini menetapkan batas bawah konservatif
yang menyebabkan tanda atau gejala yang dapat dibuktikan. Tanda atau gejala ini
dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 2.3. Sedangkan pada Tabel 2.4
plasma.34
32
Tabel 2.3. Klasifikasi hipoglikemia
singkat dan merespon secara spontan. Beberapa penyebab penting dan mereka
33
yang berisiko tinggi mengalami hipoglikemia dirangkum dalam Tabel 2.5. Gejala
agen hipoglikemik oral perlu diketahui, dan kemungkinan konsumsi toksik harus
34
dipertimbangkan. Tanyakan apakah pasien sedang mengonsumsi obat baru.
Mendapatkan riwayat medis yang akurat mungkin sulit jika status mental pasien
lainnya, atau operasi perlu diketahui. Selain itu tanyakan apabila terdapat
penurunan berat badan, kelelahan, mengantuk, mual dan muntah, dan sakit kepala.
dengan sistem saraf pusat dan otonom. Kaji tanda-tanda vital untuk hipotermia,
gastrointestinal mungkin termasuk mual dan muntah, dispepsia, dan kram perut.
35
Pada pemeriksaan penunjang, perlu dilakukan pemeriksaan glukosa serum.
Glukosa serum harus sering diukur dan digunakan untuk memandu pengobatan,
Jika penyebab hipoglikemia selain agen hipoglikemik oral atau insulin pada
pemeriksaan fungsi hati, kadar kortisol dan tiroid (jika ada indikasi klinis).35
36
Protokol pada Gambar 2.6 disarankan pada individu dengan rekurensi
hipoglikemia, dimana penggunaan obat dan perubahan gaya hidup saja tidak dapat
37
BAB III PERAN LONG-ACTING SOMATOSTATIN PADA
HIPOGLIKEMIA AKIBAT PENYAKIT HATI KRONIK
3.1 Somatostatin
prekursor SST yang diproses menjadi beberapa hormon peptida, antara lain SST-
14, SST-28, dan neuronostatin. SST merupakan salah satu penghambat utama
sekresi hormon endokrin dan eksokrin pada manusia. SST asli tidak berguna
dalam praktik klinis karena memiliki waktu paruh yang sangat singkat yaitu 1-3
plasma dan jaringan. Setelah karakterisasi SST, beberapa analog sintetik SST
(SSA) dengan waktu paruh yang lebih lama dikembangkan. Sampai saat ini, tiga
di antaranya telah disetujui dalam praktik klinis yaitu lanreotide dan octretide
dianggap sebagai SSA generasi pertama, dan pasireotide dianggap sebagai SSA
generasi kedua. Penggunaan klinis utama mereka telah dievaluasi dalam Uji klinis
Fase III, dan beberapa kegunaan lain telah dievaluasi dalam studi prospektif.7
SST juga menghambat sekresi eksokrin amilase kelenjar saliva yaitu asam
klorida, pepsinogen, dan faktor intrinsik mukosa gastrointestinal serta enzim dan
38
dan asam amino dihambat oleh SST. SST juga memodulasi motilitas
kandung empedu, dan memperpanjang waktu transit usus halus, tetapi juga
varises), menghambat sekresi retina dan memiliki efek antidiuretik pada manusia.
Selain itu, diyakini bahwa SST memodulasi aktivitas sistem saraf pusat yang
oleh zat seperti epidermal growth factor (EGF) dan insulin-like growth factor 1
Gambar 3.1. Mekanisme kerja somatostatin synthetic Analog (SSA). (A). Efek antisekresi terjadi
melalui penghambatan enzim adenilil siklase (AC), penghambatan saluran kalsium yang
bergantung pada tegangan dan stimulasi saluran kalium yang bergantung pada tegangan. (B). Efek
antiproliferatif. (B.1) Efek antiproliferatif langsung terjadi melalui aktivasi Src Homology 2
Domain Phosphatase-1 (SHP-1) dan Src Homology 2 Domain Phosphatase-2 (SHP-2). SHP-1
39
memicu sinyal pro-apoptosis intraseluler dengan induksi p53 dan Bax, sementara SHP-2
mengaktifkan tirosin kinase Src yang menginduksi phosphorylation of protein tyrosine
phosphatase receptor type J (PTPRJ), yang selanjutnya, mendefosforilasi fosfatidilinositol 3-
kinase (PI3K/Akt) dan protein kinase 1 dan 2 yang diatur sinyal ekstraseluler (ERK1/2), sehingga
mengganggu proliferasi sel. (B.2 dan B.3). Efek antiproliferatif tidak langsung terjadi melalui
penghambatan faktor pertumbuhan yang bersirkulasi seperti VEGF, IGF-1, IGF-2 (B.2) dan
melalui penghambatan angiogenesis tumor dengan mengubah pelepasan oksida nitrat (NO) (B.3).
Gambar 3.2 Mekanisme kerja SST pada sekresi insulin. SST akan berikatan dengan SSTR pada sel
beta dan menghambat kanal kalsium dan kanal kalium. Proses ini akan menyebabkan
berkurangnya cAMP dan pada akhirnya sekresi insulin akan berkurang
Analog SST sintetis pertama (SSA) yang disetujui oleh Food and Drug
dipasarkan sebagai Sandostatin® (50, 100, dan 200 mcg subkutan setiap 8-12
jam). Obat ini tersedia dalam injeksi long-acting release (LAR) konvensional dan
dalam mikrosfer polimer dan tersedia untuk injeksi intramuskular dengan dosis
10, 20, atau 30 mg setiap 28 hari. Kapsul Octreotide, formulasi oral baru yang
40
tampaknya efektif dan aman untuk pengobatan akromegali, belum disetujui untuk
digunakan dan studi Fase III baru saat ini sedang dilakukan. Octreotide
SST analog memiliki efek anti proliferatif, antisekresi, dan anti angiogenik
yang dapat berperan dalam berbagai penyakit pada sistem pencernaan, endokrin
dan juga saraf. Rerata waktu paruh dari SST hanya berkisar pada 1-3 menit dan
akan langsung didegradasi oleh peptidase dari jaringan dan juga plasma sehingga
Ocreotide merupakan analog SST yang pertama kali disetujui oleh FDA
dengan nama sandostatin dan tersedia juga sebagai bentuk kerja lama sandostatin
LAR. Ocreotide tersusun dari 4 rantai asam amino esensial yang membuatnya
90-120 menit melalui injeksi subkutan dan memiliki waktu kerja sekitar 8-12 jam.
Ocreotide akan berikatan dengan reseptor SST yang secara spesifik memberikan
efek yang berbeda. Ocreotide memiliki efek potensi 40 kali lebih tinggi
dibandingkan inhibisi SST pada GH. Pengembangan SST analog jangka panjang
saat ini masih dilakukan dengan pertimbangan efektivitas dan perbaikan kualitas
hidup yang hanya memerlukan 1 kali injeksi per minggu atau bahkan per bulan.36
41
3.1.2 SSA Dalam Praktis Klinis
berbagai kondisi. SSA terutama digunakan untuk diagnosis dan pengobatan GEP-
42
langsung dan tidak langsung, dan imunomodular, SSA juga digunakan di bidang
perubahan kadar gula dalam darah melalui mekanisme feedback negative. Sebagai
sebaliknya. Proses sekresi insulin dapat dipengaruhi juga oleh SST. Mekanisme
molekular dibalik regulasi ini masih tidak diketahui secara pasti namun ada
beberapa hipotesis yang mungkin dapat terjadi. SST14 dan SST28 merupakan
bentuk paling aktif dari SST. SST14 lebih berperan dalam proses regulasi dari
regulasi insulin dari sel beta. Namun terapi SST pada pasien-pasien dengan
dari sel beta pankreas sehingga akan mencegah sekresi dari hormon insulin. SST
(SSTR) tipe 1 sampai dengan 5 yang banyak di ekspresikan di dalam sel beta.
seperti inhibisi adenil siklase, aktivasi fosfotirosine fosfatase dan modulasi proses
akhirnya akan saling bekerja sama untuk memberikan efek hambatan pada kanal
kalsium tipe L. Pada beberapa studi molekular yang dilakukan, pada sel beta yang
43
siap mensekresikan insulin, ketika terjadi peningkatakan kadar calcium dalam
selnya, akan menyebabkan berkuranngya eksresi dari insulin dari dalam sel beta.37
umum digunakan sebagai terapi lini kedua hiperinsulinemia. Ocretide ini memiliki
waktu paruh yang pendek berkisar 100 menit sehingga administrasinya harus
kualitas hidup pasien karena tidak memerlukan ocreotide jangka pendek, namun
belum banyaknya studi yang meneliti penggunaan long acting somatostatin, terapi
Pada beberapa studi yang ada, penggunaan long acting somatostatin pada
tiap 4-6 minggu sekali mengikuti panduan penggunaannya pada pasien dengan
44
menyebabkan inhibisi dari growth hormone. Hal tersebut akan menyebabkan
gangguan output glukosa dari liver dan penurunan absorbsi glukosa pada mukosa
usus. Penggunaan analog somatostatin pada pasien dengan ukuran tumor yang
besar dan metastatis hepar multipel memiliki risiko lebih besar mengalami hal
hipoglikemia pasien mungkin telah diperburuk oleh infiltrasi tumor ganas hati
glukoneogenesis.37
mungkin menjadi penentu penting dari perubahan kadar glukosa darah. Efektivitas
terapi octreotide tergantung pada jumlah dan afinitas reseptor somatostatin, SSTr2
setelah pemberian octreotide tampaknya lebih tinggi pada pasien yang memiliki
sedikit SSTr2 dan SSTr5. Setelah pemberian octreotide, pasien dengan insulinoma
45
menyebabkan hipoglikemia yang memburuk. Sebaliknya, pasien dengan
perbaikan gejala.6
kemoterapi) dan dapat menjadi pilihan terapi alternatif pada insulinoma ganas dan
46
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Saat ini penelitian yang membahas peran long-acting SSA pada hipoglikemia
akibat penyakit hati kronik masih jarang, oleh karena itu diperlukan studi lebih
lanjut.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European
Association for the Study of Diabetes (EASD). Diabetologia. 2012;
55(6):1577–1596.
12. Iynedjian PB. Molecular physiology of mammalian glucokinase. Cellular
and molecular life sciences : CMLS. 2009; 66(1):27–42.
13. van Poelje PD, Potter SC, Erion MD. Fructose-1, 6-bisphosphatase
inhibitors for reducing excessive endogenous glucose production in type 2
diabetes. Handbook of experimental pharmacology. 2011; (203):279–301.
14. Clark MG, Kneer NM, Bosch AL, Lardy HA. The fructose 1,6-
diphosphatasephosphofructokinase substrate cycle. A site of regulation of
hepatic gluconeogenesis by glucagon. The Journal of biological chemistry.
1974; 249(18):5695–5703.
15. Pilkis SJ, Granner DK. Molecular physiology of the regulation of hepatic
gluconeogenesis and glycolysis. Annu Rev Physiol. 1992; 54:885–909.
16. She P, Shiota M, Shelton KD, Chalkley R, Postic C, Magnuson MA.
Phosphoenolpyruvate Carboxykinase Is Necessary for the Integration of
Hepatic Energy Metabolism. Molecular and Cellular Biology. 2000;
20(17):6508–6517.
17. Mutel E, Gautier-Stein A, Abdul-Wahed A, Amigo-Correig M, Zitoun C,
Stefanutti A, Houberdon I, Tourette JA, Mithieux G, Rajas F. Control of
blood glucose in the absence of hepatic glucose production during
prolonged fasting in mice: induction of renal and intestinal gluconeogenesis
by glucagon. Diabetes. 2011; 60(12):3121–3131.
18. Saltiel AR, Kahn CR. Insulin signalling and the regulation of glucose and
lipid metabolism. Nature. 2001; 414(6865):799–806.
19. Yoon JC, Puigserver P, Chen G, Donovan J, Wu Z, Rhee J, Adelmant G,
Stafford J, Kahn CR, Granner DK, Newgard CB, Spiegelman BM. Control
of hepatic gluconeogenesis through the transcriptional coactivator PGC-1.
Nature. 2001; 413(6852):131–138.
49
20. Rodgers JT, Haas W, Gygi SP, Puigserver P. Cdc2-like kinase 2 is an
insulin-regulated suppressor of hepatic gluconeogenesis. Cell Metab. 2010;
11(1):23–34.
21. Screaton RA, Conkright MD, Katoh Y, Best JL, Canettieri G, Jeffries S,
Guzman E, Niessen S, Yates JR 3rd, Takemori H, Okamoto M, Montminy
M. The CREB coactivator TORC2 functions as a calcium- and cAMP-
sensitive coincidence detector. Cell. 2004; 119(1):61–74.
22. Herzig S, Long F, Jhala US, Hedrick S, Quinn R, Bauer A, Rudolph D,
Schutz G, Yoon C, Puigserver P, Spiegelman B, Montminy M. CREB
regulates hepatic gluconeogenesis through the coactivator PGC-1. Nature.
2001; 413.
23. Gelling RW, Morton GJ, Morrison CD, Niswender KD, Myers MG Jr.
Rhodes CJ, Schwartz MW. Insulin action in the brain contributes to glucose
lowering during insulin treatment of diabetes. Cell Metab. 2006; 3(1):67–
73.
24. Krssak M, Brehm A, Bernroider E, Anderwald C, Nowotny P, Dalla Man C,
Cobelli C, Cline GW, Shulman GI, Waldha¨ usl W, Roden M. Alterations in
postprandial hepatic glycogen metabolism in type 2 diabetes. Diabetes.
2004;53(12):3048–3056.
25. Shmueli E, Record CO, Alberti KG. Liver disease, carbohydrate metabolism
and diabetes. Baillieres Clin Endocrinol Metab. 1992;6(4):719–743.
26. Huang JF, Dai CY, Hwang SJ, Ho CK, Hsiao PJ, Hsieh MY, Lee LP, Lin
ZY, Chen SC, Hsieh MY, Wang LY, Shin SJ, Chang WY, Chuang WL, Yu
ML. Hepatitis C viremia increases the association with type 2 diabetes
mellitus in a hepatitis B and C endemic area: an epidemiological link with
virological im- plication. Am J Gastroenterol. 2007;102(6):1237–1243.
27. Pazienza V, Cle´ment S, Pugnale P, Conzelman S, Foti M, Mangia A,
Negro F. The hepatitis C virus core protein of genotypes 3a and 1b
downregulates insulin receptor substrate 1 through genotype-specific
mechanisms. Hepatology. 2007;45(5):1164–1171.
50
28. Carey PE, Halliday J, Snaar JE, Morris PG, Taylor R. Direct assessment of
muscle glycogen storage after mixed meals in normal and type 2 diabetic
subjects. Am J Physiol Endocrinol Metab. 2003;284(4): E688–E694.
29. de Groot J, Rikhof B, van Doorn J, Bilo H, Alleman M, Honkoop A, et al.
Non-islet cell tumour-induced hypoglycaemia: a review of the literature
including two new cases. Endocr Relat Cancer. 2007;14:979-93.
30. Chan J, Cheuk W, Ho L, Wen J. Recurrent meningeal hemangiopericytoma
with multiple metastasis and hypoglycemia: a case report. Case Rep Med.
2012;2012:628756.
31. Chan J, Cheuk W, Ho L, Wen J. Recurrent meningeal hemangiopericytoma
with multiple metastasis and hypoglycemia: a case report. J Clin Endocrinol
Metab. 2012;2012:628756.
32. Yale J-F, Paty B, Senior PA. Hypoglycemia. Can J Diabetes. 2018;42:S104-
S8.
33. Vasan SK, Ramachandran P, Mathew M, Natraj CV,Antonisamy B, Thomas
N, et al. Post-absorptive glucose lowering in normal healthy individuals: An
epidemiological observation. Diabetes Res Clin Pract 2014;104:e5-7.
34. Esterson YB, Carey M, Piette JD, Thomas N, Hawkins M. A systematic
review of innovative diabetes care models in low-and middle-income
countries (LMICs). J Health Care Poor Underserved 2014;25:72-93.
35. Standards of medical care in diabetes-2017: Summary of revisions. Diabetes
Care 2017;40 Suppl 1:S4-5.
36. Lamberts S.W.J., van der Lely A.J., Hofland L.J. New somatostatin analogs:
Will they fulfil old promises? Eur J Endocrinol. 2002;146:701–705.
37. Vezzosi D., Bennet A., Rochaix P., Courbon F., Selves J., Pradere B.,
Buscail L., Susini C., Caron P. Octreotide in insulinoma patients: Efficacy
on hypoglycemia, relationships with Octreoscan scintigraphy and
immunostaining with anti-sst2A and anti-sst5 antibodies. Eur J Endocrinol.
2005;152:757–767.
51
38. Tirosh A., Stemmer S.M., Solomonov E., Elnekave E., Saeger W., Ravkin
Y., Nir K., Talmor Y., Shimon I. Pasireotide for malignant insulinoma.
Horm Athens Greece. 2016;15:271–276.
52