infeksi oleh karena mikroorganisme tertentu, faktor malabsorbsi dan faktor makanan. Serta
beberapa faktor yang mempengaruhi diare meliputi faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor
gizi, dan faktor sosial ekonomi (Suharyono, 2008). Faktor lingkungan yang paling dominan
yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare dan
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan
mudah dapat terjadi (Depkes, 2005). Faktor gizi juga ikut mempengaruhi diare, dimana
semakin buruk gizi seorang balita, ternyata semakin banyak episode diare yang dialami.
Selain itu, faktor lainnya adalah sosial ekonomi yang juga berpengaruh terhadap diare pada
balita. Dimana meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan kekayaan dan
fasilitasi (Suharyono,2008). Penelitian yang dilakukan Melina (2014) menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diare pada balita.
Tingkat pendidikan ibu yang rendah menjadikan mereka sulit diberitahu mengenai pentingnya
kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit menular,
yang salah satunya diare (Sander, 2005). Sedangkan hasil penelitian Sulistioratih (2002)
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara tingkat pendapatan dengan kejadian diare pada
balita. Keluarga dengan tingkat pendapatan rendah lebih banyak menderita diare
dibandingkan dengan keluarga yang tingkat pendapatannya tinggi.
2. Faktor Host
Beberapa faktor risiko pada diare yang berat dapat mencerminkan gangguan imunitas
host. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan imunitas inang
hingga dapat mengurangi risiko diare termasuk:
a. Imunisasi
- Imunisasi Rotavirus
Hampir semua bayi mendapatkan rotavirus diare di awal kehidupan, dan
rotavirus menyumbang setidaknya sepertiga dari episode diare berair yang
parah dan berpotensi fatal-terutama di negara-negara berkembang, di mana
diperkirakan 440.000 kematian rotavirus yang dapat dicegah dengan vaksin per
tahun terjadi. Vaksin rotavirus yang efektif akan memiliki efek besar pada
kematian diare di negara-negara berkembang (Keusch, 2006).
- Imunisasi Kolera
Kolera endemik terutama merupakan penyakit anak-anak, walaupun morbiditas
dan mortalitas dewasa adalah signifikan, terutama selama epidemi. Kematian
kolera disebabkan oleh konsekuensi fisiologis dari dehidrasi yang cepat dan
berat. Terapi rehidrasi oral telah sudah sangat mampu meningkatkan
kelangsungan hidup dan mengurangi biaya perawatan Vaksin kolera oral saat
ini tampak aman dan bisa cukup melindungi dalam jangka waktu terbatas.
Namun, pengguna utama vaksin ini adalah dikhusukan pada turis dari negara-
negara industri yang mungkin terpapar risiko kolera saat bepergian di daerah
endemis. Analisis wabah diare menunjukkan bahwa dosis tunggal sudah bisa
membatasi penyebaran kolera. Tetapi karena obat diare sangat murah dan
berguna dalam mencegah kematian, imunisasi bukanlah prioritas tinggi. Hanya
negara tetentu saja yang secara rutin menyebarkan vaksin kolera, seperti
Vietnam (Keusch, 2006)..
- Imunisasi Campak
Campak diketahui merupakan predisposisi penyakit diare sekunder akibat
imunodefisiensi. Cakupan imunisasi campak global kini mendekati 80 persen,
dan penyakit ini telah dieliminasi dari Amerika, meningkatkan harapan untuk
eliminasi global dalam waktu dekatdengan penurunan diare yang dapat
diprediksi juga (Keusch, 2006).
b. Suplementasi Vitamin A
Suplementasi vitamin A dosis tinggi membantu menjaga sistem kekebalan tubuh
yang kuat dan dapat mengurangi kasus diare hingga 15 persen. Meskipun
perbaikan dalam status vitamin A tidak secara signifikan mengurangi kejadian
diare dan penyakit anak-anak lainnya, suplemen vitamin A dapat mengurangi
frekuensi diare dan kematian yang parah. Anak-anak antara usia 6-59 bulan
harus dilindungi dengan 2 suplemen vitamin A dosis tinggi setiap tahun di
negara-negara dengan angka kematian balita yang tinggi atau di mana
kekurangan vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat..
c. Menerapkan perilaku hidup sehat
Hampir 60 persen kematian akibat diare di seluruh dunia disebabkan oleh air
minum yang tidak aman dan kebersihan dan sanitasi yang buruk. Mencuci tangan
dengan sabun saja dapat mengurangi risiko diare sedikitnya 40 persen dan secara
signifikan menurunkan risiko infeksi pernapasan. Lingkungan rumah yang bersih
dan kebersihan yang baik adalah penting untuk mencegah penyebaran pneumonia
dan diare, dan air minum yang aman dan pembuangan kotoran manusia yang
tepat, termasuk kotoran anak, sangat penting untuk menghentikan penyebaran
penyakit diare pada anak-anak dan orang dewasa.
d. Meningkatkan status gizi dengan mengonsunsi makanan yang sehat
Nutrisi yang baik mendukung sistem kekebalan yang kuat dan memberikan
perlindungan dari penyakit sehingga dapat mengurangi insidensi diare. Menurut
Keusch (2006), malnutrisi adalah prediktor risiko independen untuk frekuensi dan
tingkat keparahan penyakit diare. Ada lingkaran setan di mana penyakit diare
berurutan menyebabkan peningkatan penurunan gizi, gangguan fungsi kekebalan
tubuh, dan kerentanan host yang lebih besar terhadap infeksi. Siklus tersebut
dapat diputuskan oleh intervensi dengan mengurangi kejadian infeksi,
mengurangi malnutrisi, atau meningkatkan status gizi untuk mengurangi beban
infeksi. Kontaminasi mikroba dari makanan pelengkap dan diet yang kurang gizi
selama dan setelah episode diare meningkatkan risiko diare. Makanan
pendamping yang tidak difortifikasi yang tidak memenuhi semua persyaratan
mikronutrien esensial pun bisa juga berperan pada pemicu risiko diare.
Kontaminasi makanan pelengkap berpotensi dapat dikurangi dengan mendidik
pengasuh pada praktik higienis, meningkatkan penyimpanan makanan di rumah,
memfermentasi makanan untuk mengurangi multiplikasi patogen, atau menelan
mikroorganisme probiotik nonpathogenik yang menjajah usus dan membantu
melawan patogen.
e. Memperhatikan kebersihan makanan dan minuman
Mengedepankan 5 Kunci Keamanan Pangan dalam menangani makanan, yaitu
Pilih (Pilih bahan baku yang aman); Bersihkan (Jaga kebersihan tangan dan
peralatan); Pisahkan (Pisahkan makanan mentah dan matang); Masak (Masak
sampai matang); dan Suhu Aman (Simpan makanan pada suhu yang aman) untuk
mencegah penyakit yang terbawa melalui makanan. Minum hanya air matang
ataupun minuman dari sumber yang dapat dijamin. menghindari minuman dengan
es yang tidak diketahui asalnya.
f. Menjaga kebersihan pribadi
g. Menggunakan air bersih untuk kebutuhan air sehari-hari
h. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memulai sesuatu, terutama sebelum dan
sesudah menyiapkan makan, serta setelah buang air besar maupun kecil.
Promosi mencuci tangan mengurangi kejadian diare dengan rata-rata 33 persen.
Hal ini merupakan salah satu intervensi pada perubahan perilaku. Dianjurkan
untuk mencuci tangan setelah buang air besar atau memegang feses anak-anak
dan sebelum menangani makanan, tetapi hal itu memerlukan rata-rata 32 mencuci
tangan sehari dan mengonsumsi 20 liter air (Keush, 2006) Cuci tangan dengan
sabun cair dan air, dan gosok setidaknya selama 20 detik. Kemudian dibilas
dengan air dan keringkan dengan handuk kertas sekali pakai atau pengering
tangan. Jika fasilitas mencuci tangan tidak tersedia, atau ketika tangan tidak
terlihat kotor, kebersihan tangan dengan 70 hingga 80% antiseptik berbasis
alkohol adalah alternatif yang efektif. Jika sabun terlalu mahal, abu atau lumpur
dapat digunakan dengan tetap mengedepankan akses penggunaan air.
i. Membuang kotoran dengan aman, termasuk kotoran bayi.
Kotoran manusia adalah sumber utama patogen diare. Sanitasi yang buruk,
kurangnya akses ke air bersih, dan kebersihan pribadi yang tidak memadai
bertanggung jawab atas 90 persen diare pada masa kanak-kanak (WHO 1997).
Efek terbesar dari peningkatan sistem sanitasi akan berada di daerah dengan
kepadatan populasi tinggi dan di mana pun seluruh masyarakat, daripada rumah
tangga tunggal, mengadopsi intervensi. Teknologi saat ini dapat mahal dan sulit
untuk dipertahankan, dan dalam beberapa pengaturan itu tidak layak.
3. Faktor Lingkungan
Menjaga kebersihan lingkungan sebaik mungkin
Secara teratur bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti
furnitur, mainan dan barang-barang yang biasa digunakan bersama dengan 1:99
pemutih rumah tangga yang sudah diencerkan (pencampuran 1 bagian pemutih
5,25% dengan 99 bagian air), biarkan selama 15 hingga 30 menit, lalu bilas
dengan air dan tetap kering. Untuk permukaan logam, desinfektan dengan
alkohol 70%. menggunakan handuk sekali pakai penyerap untuk membersihkan
kontaminan yang jelas seperti muntah atau tumpahan kotoran. Kemudian
desinfektan permukaan dan daerah sekitarnya dengan 1:49 pemutih rumah
tangga yang diencerkan (pencampuran 1 bagian dari 5,25% pemutih dengan 49
bagian air), biarkan selama 15 hingga 30 menit dan kemudian bilas dengan air
dan tetap kering. Untuk permukaan logam, desinfektan dengan alkohol 70%.
mempertahankan ventilasi dalam ruangan dan lingkungan dengan baik.
memperbaiki kualitas sumber air yang dipakai untuk kebutuhan sehari-hari
pemutusan rantai penularan diare salah satu intervensinya adalah penyediaan air
bersih yang memenuhi syarat kesehatan termasuk lokasi sumber air bersih serta
tempat penyimpanan untuk mencegah terjadinya pencemaran khususnya oleh
tinja
memperbaiki kondisi jamban yang ada di rumah ataupun jamban umum di
masyarakat
mengupayakan perbaikan dan menjaga sanitasi lingkungan dan sistem drainase
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang segala hal terkait diare
hal ini bisa dilakukan dengan peran aktif tenaga kesehatan untuk memberikan
penyeluhan dan edukasi kepada masyarakat terhadap bahayanya diare dan upaya
pencegahannya
Penyakit diare saat ini lebih banyak dihubungkan dengan perilaku dibandingkan
dengan infrastruktur atau akses air. Saat ini teknologi sudah sangat pesat berkembang, hingga
selama ada air, maka kualitas dapat direkayasa agar memenuhi ambang batas konsumsi. Di
Indonesia, walaupun seringkali musim kemarau berkepanjangan melanda, tapi curah
hujannya pun tinggi. Jadi selama masyarakat mampu mempertahankan suplai airnya, maka
kualitas air dapat dipertahankan dengan menggunakan berbagai teknologi penyaringan (filter)
hingga membran. Oleh karena itu, komponen yang tersisa tinggal perilaku bersih dan sehat,
yang sering disingkat menjadi PHBS. Sebagian besar intervensi memang difokuskan ke
perilaku hidup bersih dan intervensi sumber air di rumah tangga, terakhir adalah intervensi
pengobatan.
Untuk masalah diare, upaya pencegahan haruslah terpadu dan tidak bisa
memfokuskan pada satu faktor karena ketiga faktor tersebut saling tumpang-tindih. Seperti
contoh, untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba patogen penyebab diare yang ada di
air sebaiknya dengan mencegah perilaku manusia untuk buang air besar sembarangan dan
meningkatkan kebersihan pribadi dan lingkungannya. Hal ini karena sangat susah untuk
melakukan eradikasi mikroba penyebab diare tersebut secara langsung. Sehingga satu satunya
hal yang bisa dilakukan adalah mengubah perilaku hidup manusia agar lebih sehat yang akan
berdampak pula pada kesehatan lingkungan.
KESIMPULAN:
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah diare pada masyarakat adalah dengan
vaksinasi untuk rotavirus, menyediakan air yang aman dan sanitasi dan pembuangan limbah
manusia yang memadai, memajukan program cuci tangan dengan sabun dan menyusui untuk
mengurangi paparan air yang terkontaminasi, mengobati dengan tepat dengan terapi rehidrasi
oral dan antibiotik, melatih penyedia layanan kesehatan dan petugas kesehatan masyarakat
tentang pengobatan diare, mendidik ibu dan pengasuh tentang merawat anak yang sakit dan
kapan harus mencari bantuan medis, membangun kemampuan diagnostik laboratorium dan
mengidentifikasi penyebab diare