Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

Unsur Hara Fosfor

Terdapat dua bentuk fosfor dalam tanah, yakni fosfor anorganik dan fosfor

organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineral-

mineral apatit, dari pupuk-pupuk buatan dan dekomposisi bahan organik.

Sebagian besar fosfat anorganik tanah berada dalam persenyawaan kalsium

(Ca-P), Alumunium (Al-P), dan besi (Fe-P) yang semuanya sulit larut di dalam

air. Fosfor organik tanah berada dalam tiga grup senyawa, yaitu : fitin dan

turunannya, asam nukleat, dan fosfolipida. Kadar fosfor organik tanah dijumpai

lebih besar pada lapisan tanah atas (top soil) dibandingkan dengan lapisan tanah

bawah (sub soil). Hal ini terjadi karena pada lapisan atas terdapat penumpukan

sisa-sisa tanaman atau bahan organik (Damanik et al., 2010).

Bentuk ion fosfat pada tanah-tanah masam akan bereaksi dengan Fe, Al,

dan Mn membentuk senyawa tidak larut (terfiksasi atau teradsorpsi secara kuat

dan mengendap) dan tidak tersedia bagi tanaman. Sebaliknya pada tanah-tanah

alkalin (pH tinggi), Ca dan Mg bereaksi dengan P, sehingga P juga kurang

tersedia (Tisdale et al, 1985).

Tanaman sebagian besar menyerap hara fosfat dalam bentuk ion

orthofosfat primer yaitu H2PO4- dan orthofosfat sekunder (HPO42-). Kemasaman

tanah (pH) sangat mempengaruhi keberadaan dari masing-masing bentuk ion

tersebut. Pada tanah-tanah di daerah tropis, bentuk ion H2PO4- lebih banyak

dijumpai daripada bentuk yang lain.

Universitas Sumatera Utara


Besarnya kemampuan tanaman dalam menyerap P dipengaruhi oleh

berbagai faktor, antara lain : jumlah liat, tipe liat, waktu aplikasi, aerasi,

pemadatan, kandungan air tanah, status P tanah, temperatur, hara lain, kemasaman

tanah, dan jenis tanaman (Winarso, 2005).

Setelah diserap oleh akar, P ditransportasikan ke bagian tanaman lain yang

membutuhkan. Tanaman menyimpan hara fosfat dalam jumlah kecil dari total

yang diserap oleh akar, oleh karena itu fosfat di dalam tanah harus berada dalam

jumlah besar. Tanaman yang tidak mampu menyerap P dalam jumlah optimal

akan terhambat pertumbuhannya. Untuk tanaman semusim, misalnya gandum,

warna daun tua yang hijau gelap dan ungu merupakan gejala defisiensi P.

Defisiensi P tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan tanaman tapi juga

menghambat pembentukan buah dan biji (Johnston, 2000).

Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang sangat penting

dalam beberapa hal, yaitu : sebagai pembawa dan penyimpanan energi dalam

bentuk ATP, berperan dalam fotosintesis dan respirasi, pembelahan dan

pembesaran sel, pembentukan lemak dan albumin, pembentukan bunga, buah, dan

biji, merangsang perkembangan akar, dan meningkatkan ketahanan tanaman

terhadap hama dan penyakit (Winarso, 2005; Damanik et al., 2010).

Tanah Andisol

Konsepsi pokok dari Andisol (ando, hitam) adalah tanah-tanah yang

gembur, ringan dan porous, tanah bagian atasnya berwarna gelap/hitam, berteksur

sedang (lempung, lempung berdebu), terasa licin seperti sabun (smeary) apabila

dipirik, dan secara khusus terbentuk dari bahan piroklastik yang kaya gelas volkan

(Subagyo et al., 2000).

Universitas Sumatera Utara


Andisol merupakan tanah yang memiliki sifat yang khas yang tidak

dimiliki oleh tanah lain. Sifat khas tersebut meliputi sifat morfologi, mineralogi,

dan fisika tanah. Secara morfologi Andisol memiliki warna gelap sampai hitam

yang sangat tebal pada lapisan atasnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan

organik yang tinggi. Andisol didominasi oleh liat amorf atau liat kristalin yang

terdiri atas alofan dan imogolit yang merupakan hasil hancuran iklim dari gelas

vulkanik. Di samping itu fraksi koloidal tanah Andisol mengandung hidrat silika

dan alumina yang bersamaan dengan alofan dan imogolit mengakibatkan

tesedianya banyak permukaan yang reaktif (Tan, 1984).

Data analisis Andisol dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa Andisol

memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat sampai berlempung kasar. Namun

sebagian besar tergolong berlempung halus sampai berlempung kasar. Reaksi

tanah umumnya agak masam. Kandungan bahan organik lapisan atas sedang

sampai tinggi, dan lapisan bawahnya umumnya rendah dengan rasio C/N rendah.

kandungan P dan K potensial bervariasi dari rendah sampai tinggi

(Subagyo et al., 2000).

Fosfor merupakan unsur yang menjadi faktor pembatas paling utama pada

tanah Andisol karena suplainya sangat rendah. Unsur P dierap sangat kuat oleh

mineral Al dan Fe nonkristalin yang menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi

tanaman. Hal tersebut dikenal dengan istilah retensi P (Shoji and Takahasi, 2002).

Andisol memiliki kapasitas retensi fosfat yang tinggi dan biasanya

memiliki retensi fosfat >85% (Neall, 2009). Retensi fosfat organik pada tanah

Andisol terjadi karena adanya pertukaran ligan yaitu ligan humus dengan ligan

fosfat, sehingga terjadi pengikatan Al-fosfat yang berakibat dalam pembebasan

Universitas Sumatera Utara


asam humik. Senyawa-senyawa organik yang bebas akan terdekomposisi cepat

(Nanzyo, 2002). Sedangkan menurut Tan (1984), retensi fosfat melalui reaksi

jembatan kemungkinan yang lebih besar daripada pertukaran ligan.

Jumlah Fosfat yang dapat diretensi dipengaruhi oleh pH tanah dan

kandungan Al dan Fe bebas. Umumnya dapat dilihat bahwa retensi fosfat akan

menurun dengan meningkatnya pH. Ketersediaan P optimum pada kisaran pH 6-7.

Pada pH di bawah 5,6 kelarutan Fe dan Al meningkat sehingga memfiksasi dan

mengendapkan P larutan membentuk Al-P dan Fe-P (Syers et al., 2008).

Tanah Ultisol

Konsepsi pokok dari Ultisol adalah tanah-tanah berwarna merah kuning

yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah

berpanampang dalam sampai sangat dalam (>2m), menunjukkan adanya kenaikan

liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horixon bawah

akumulasi liat (disebut horizon B argilik), dengan reaksi agak masam sampai

masam dengan kandungan basa-basa yang rendah (Subagyo et al., 2000).

Ultisol tergolong tanah mineral masam yang mempunyai sebaran cukup

luas. Di Indonesia, luas Ultisol diperkirakan sekitar 51 juta ha atau sekitar 29,7%

dari luas daratan Indonesia. Di mana sekitar 48,3 juta ha atau sekitar 95% berada

di luar Pulau Jawa (Munir, 1996).

Tanah ini sudah berkembang lanjut di bentang lahan yang tua dan stabil

atau bahan induk yang terlapuk lanjut. Ultisol mempunyai tingkat pelapukan

dan pembentukan yang berjalan cepat pada daerah-daerah yang beriklim humid

dengan suhu dan curah hujan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

Ultisol telah mengalami proses pencucian paling akhir sehingga menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


tingkat kejenuhan basa yang sangat rendah dan kadar mineral lapuknya juga

sangat rendah. Karena itu Ultisol miskin secara fisik dengan adanya horizon

argilik yang membatasi pertumbuhan dan penetrasi akar tanaman

(Munir, 1996; Sutanto, 2005).

Dari data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia

menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri reaksi tanah sangat masam

(pH 4,1-4,8). Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm),

umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan

N, P, dan K yang bervariasi sangat rendah, baik lapisan atas maupun lapisan

bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1

me/100 (Subagyo et al., 2000).

Selain itu Ultisol juga mempunyai kendala kemasaman tanah, kejenuhan

Al-dd tinggi, kapasitas tukar kation (KTK) rendah (< 24 cmol/kg tanah),

kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium yang rendah serta sangat peka terhadap

erosi (Munir, 2005). Kadar Al yang tinggi dapat menjadi racun bagi tanaman dan

menyebabkan fiksasi P (Hardjowigeno, 1993).

Pupuk SP-36

Sumber utama pupuk fosfat saat ini adalah batuan fosfat. Sumber lain

adalah tepung tulang. Deposit batuan fosfat tersebar di berbagai belahan dunia.

Amerika Serikat, Maroko, China, dan Tunisia merupakan negara-negara dengan

deposit fosfat terbesar di dunia. Untuk menghasilkan pupuk fosfat, batuan fosfat

diasamkan dengan berbagai bahan seperti asam sulfat, asam nitrat, atau asam

hidroklorit (Tisdale et al., 1985).

Universitas Sumatera Utara


SP-36 merupakan jenis pupuk fosfat tunggal yang mengandung 36% P2O5.

Pupuk ini dibuat melalui pengasaman batuan fosfat dengan H2SO4 dan memiliki

rumus kimia Ca(H2PO4)2 (Damanik dkk, 2009).

SP-36 merupakan pupuk yang disubsidi oleh pemerintah di Indonesia.

Penggunaan pupuk SP-36 di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Menurut Dirjen Pertanian (2012), jumlah permintaan pupuk SP-36 pada

tahun 2011 di sektor pertanian mencapai angka 1.000.000 ton dan diproyeksi akan

terus mengalami peningkatan.

Keterangan mengenai spesifikasi, sifat dan ciri-ciri SP-36 dapat dilihat

pada tabel :

Spesifikasi Kandungan
Kadar P2O5 total minimal 36%
Kadar P2O5 larut Asam Sitrat minimal 34%
Kadar P2O5 larut dalam air minimal 30%
Kadar air maksimal 5%
Kadar Asam Bebas sebagai H3PO4 maksimal 6%
Sifat dan Ciri Kriteria
Bentuk butiran
Warna abu-abu
Higroskopitas tidak higroskopis
Kelarutan dalam air mudah larut

Efisiensi Pemupukan

Pengertian efisien dalam produksi merupakan perbandingan antara output

dan input, berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input.

Marhasan (2005) menjelaskan bahwa efisiensi berhubungan dengan pencapaian

output maksimum dari penggunaan sumber daya tertentu. Jika output yang

dihasilkan lebih besar dibandingkan input yang digunakan berarti tingkat

efisiensinya lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara


Efisiensi pemupukan atau efisiensi penggunaan hara (nutrient use

efficiency) dapat diartikan sebagai kemampuan genotip atau varietas tanaman

tertentu untuk menyerap hara dari tanah dan mengubah hara tersebut menjadi

komponen – komponen tanaman (akar, batang, daun) serta produksi (biji dan

buah) (Baligar et al., 2001; Roberts, 2006). Ada beberapa pendekatan yang umum

digunakan dalam menghitung efisiensi pemupukan (Dobermann, 2007), yaitu :

− Efisiensi Serapan

Merupakan kemampuan tanaman dalam menyerap pupuk yang diberikan.

Efisiensi serapan bergantung pada keseimbangan antara kebutuhan tanaman

dengan hara yang dilepas oleh pupuk dan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

metode aplikasi pupuk (jumlah, waktu, bentuk, dan lokasi/tempat) dan faktor lain

yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi tanaman (genotip/varietas, iklim, kerapatan

tanaman, dan cekaman biotik dan abiotik)

− Efisiensi Fisiologis

Merupakan kemampuan tanaman untuk mengubah hara yang diserap dari

pupuk untuk menghasilkan produk (buah, biji, dll).

Sangat tergantung dari genotip/varietas tanaman, iklim, dan faktor pengelolaan.

Efisiensi Fisiologis yang rendah mengindikasikan pertumbuhan tanaman yang

tidak optimal (disebabkan kekurangan unsur hara, cekaman kekeringan, unsur

beracun, hama, dll).

− Efisiensi Agronomis

Merupakan peningkatan produk yang dihasilkan per jumlah pupuk yang

ditambahkan.

Universitas Sumatera Utara


Dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor pengelolaan, genotip/varietas

tanaman, serta faktor biotik dan abiotik lainnya.

Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah

padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok

kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan

industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan

maupun industri pakan ternak. Dengan semakin berkembangnya industri

pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakin

meningkat pula.

Dengan berkembangnya jagung hibrida, petani cenderung menggunakan

pupuk lebih banyak dari yang direkomendasi. Karena itu sudah selayaknya jumlah

pupuk yang digunakan oleh para petani harus berdasarkan jumlah pupuk yang

diperlukan tanaman untuk mencapai hasil sesuai potensi hasil varietas yang

digunakan (Bakhri, 2007).

Upaya peningkatan produksi jagung, baik melalui intensifikasi maupun

ekstensifikasi, selalu diiringi oleh penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik,

untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada prinsipnya, pemupukan dilakukan

secara berimbang, sesuai kebutuhan tanaman dengan mempertimbangkan

kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi,

dan keuntungan yang memadai bagi petani.

Pemupukan secara berimbang dan rasional merupakan kunci utama

keberhasilan peningkatan produktivitas jagung. Kadar unsur hara di dalam tanah,

jenis pupuk/hara yang sesuai, dan kondisi lingkungan fisik, khususnya pedo-

Universitas Sumatera Utara


agroklimat, merupakan faktor penting perlu diperhatikan dalam mencapai

produktivitas optimal tanaman. Analisis kimia tanah merupakan informasi yang

dapat membantu dalam mengevaluasi kondisi tanah bagi pertumbuhan tanaman

(Akil dan Hadijah dalam Litbang, 2010).

Selain takaran dan bentuk pupuk, waktu dan cara pemupukan juga

berperan penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Waktu

dan cara pemberian pupuk berkaitan erat dengan laju pertumbuhan tanaman

di mana hara dibutuhkan oleh tanaman dan kehilangan pupuk (dapat

terjadi melalui proses pencucian, penguapan, dan fiksasi). Hara N banyak

menguap dan tercuci, hara K banyak tercuci, sedangkan hara P terfiksasi

di dalam tanah. Pupuk P sebaiknya diberikan semuanya pada awal tanam, karena

memberikan hasil yang sama dengan pemberian secara bertahap. Pemberian P

secara larik lebih efektif dibanding secara tugal Pemberian 60 kg P2O5/ha secara

larik memberikan hasil yang setara dengan 120 kg P2O5 secara tugal

(Syafruddin et al., dalam Litbang, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai