Anda di halaman 1dari 13

Referat

STRUMA

OLEH

Kevin M. Nugroho
15014101287

Supervisor Pembimbing
dr. Angel Wagiu, SpB

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul “Struma”

Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada Feb 2017

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Angel Wagiu, SpB


BAB I
PENDAHULUAN

Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya yang


dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari dua kali ukuran normal. Struma
merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi
metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.1
Anatomi dari kelenjar tiroid yang berhubungan erat dengan trakea, laring, dan
esofagus. Sehingga pertumbuhan abnormal dari kelenjar tiroid ini dapat menyebabkan
macam-macam sindrom kompresif.2
Di seluruh dunia, struma yang paling sering adalah yang disebabkan oleh
defisiensi yodium, atau yang disebut dengan goiter endemik. Diperkirakan 200 juta
dari 800 juta orang menderita penyakit ini. Data dari RSUD Dr. Soetomo
menunjukkan bahwa insiden kelainan pada kelenjar tiroid masih menjadi peringkat
teratas dibandingkan dengan kelainan-kelainan lain yang ditangani di divisi Bedah
Kepala Leher. Perbandingan penderita struma perempuan dengan laki-laki mencapai
4:1. 1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid
berukuran panjang 4 cm dan lebar 2 cm. Pada orang dewasa berat normalnya antara
15-20 gram.1
Pada sisi posterior melekat erat pada fasia pratrakea dan laring melalui kapsul
fibrosa, sehingga akan ikut bergerak kea rah cranial sewaktu menelan.1
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (m.
sternotiroid dan m. sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline. Pada
sebelah yang lebih superficial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan
superfisialis yang membungkus m. sternokleidomastoideus dan vena jugularis
eksterna. Sisi lateral berbatasan dengan a. karotis komunis, v. jugularis interna,
trunkus simpatikus dan arteri tiroidea inferior. Posterior dari sisi medialnya terdapat
kelenjar paratiroid, n. laringeus rekuren dan esophagus. Esofagus terletak di belakang
trakea dan laring, sedangkan n.laringeus rekuren terletak pada sulkus
trakeoesofagikus.1
Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit, kira-kira 50
kali lebih banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Arteri tiroidea
superior cabang dari arteri karotis eksterna dan memberi darah sebesar 15-20%.
Sebelum mencapai kelenjar tiroid, arteri ini bercabang dua menjadi ramus anterior
dan posterior, yang akan beranastomose dengan cabang arteri tiroidea inferior. Arteri
tiroidea inferior berasal dari arteri subklavia dan bercabang 2 yaitu ramus anterior dan
posterior yang beranastomose dengan cabang arteri tiroidea superior. Arteri tiroidea
ima berasal dari aorta untuk masuk ke ismus atau untuk menggantikan arteri tiroidea
inferior yang hilang. Drainase vena dari kelenjar tiroid berawal dari pleksus venosus
yang kemudian bergabung menjadi tiga percabangan yaitu vena tiroidea superior yang
menuju ke vena jugularis interna atau vena fasialis; vena tiroidea media ke vena
jugularis interna; vena tiroidea inferior menuju ke vena brakiosefalika.1,3
Tiroid mempunyai jaringan saluran getah bening yang menuju ke kelenjar
getah bening di daerang laring di atas ismus (Delphian node), KGB bagian depan
trakea, dan dari kelenjar-kelenjar tersebut bergabung alirannya diteruskan ke KGB
rantai jugular.1
Kelenjar tiroid mendapat inervasi saraf simpatik yang berasal dari ganglion
servikalis yang berjalan bersama dengan arteri, saraf ini berperan dalam mengatur
aliran darah sesuai kebutuhan produksi hormon.1

B. Fisiologi Hormon Tiroid


Kelenjar tiroid menghasilkan dua macam hormon tiroid utama, yaitu tiroksin
(T4) dan triiodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di
perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida anorganik
yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini
dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan
tiroid. Yodida anorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya
menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin
(MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau
dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid
kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di
dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani
daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin
pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin
(thyroxine binding prealbumine, TBPA).1,3,4
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative feedback
terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone
(TRH) dari hipotalamus.1,4
Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah,
yaitu:
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai
status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan
enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT
(monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan
juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi
dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada
dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.
Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,
dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan
dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan
kompleks golgi.

C. Struma
Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya dianggap
membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran kelenjar tiroid
sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan mengadakan penekanan
pada trakea, membuat dilatasi sistem vena serta pembentukan vena kolateral.1
Morfologi dari pembesaran kelenjar tiroid ada berbagai macam. Struma difus
adalah pembesaran yang merata dengan konsistensi lunak pada seluruh kelenjar tiroid.
Struma nodusa adalah jika pembesaran tiroid terjadi akibat nodul, apabila nodulnya
satu maka disebut uninodusa, apabila lebih dari satu, baik terletak pada satu atau
kedua sisi lobus, maka disebut multinodusa.1
Ditinjau dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi
hormon tiroksin, maka bisa kita bagi:1
1. Hipertiroid, sering juga disebut sebagai toksika bila produksi hormon tiroksin
berlebihan.
2. Eutiroid, bila produksi hormon tiroksin dalam batas normal
3. Hipotiroid, bila produksi hormon tiroksin kurang dari normal.
Pada struma yang tanpa ada tanda-tanda hipertiroid, disebut struma non toksika. Dari
aspek histopatologi kelenjar tiroid, maka timbulnya struma bisa kita jumpai akibat
proses hiperplasia, keradangan atau inflamasi, neoplasma jinak dan neoplasma ganas.1
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh:
1. Hiperplasi dan hipertrofi dari kelenjar tiroid1
Setiap organ apabila dipacu untuk bekerja lebih berat maka akan
berkompensasi dengan jalan hipertrofi dan hiperplasi. Demikian pula dengan
kelenjat tiroid pada saat masa pertumbuhan atau paa kondisi memerlukan
hormon tiroksin lebih banyak, misal saat pubertas, gravid dan sembuh dari
sakit parah.
a. Non toxic goiter: difus, noduler
b. Toxic goiter: noduler (Parry’s disease), difus (Grave’s disease)/Morbus
Basedow
2. Inflamasi atau infeksi kelenjar tiroid1
a. Tiroiditis akut
b. Tiroiditis sub-akut (de Quervain)
c. Tiroiditis kronis (Hashimoto’s disease dan struma Riedel)
3. Neoplasma1
a. Neoplasma jinak (adenoma)
b. Neoplasma ganas (adenocarcinoma) : papiliferum,folikularis,
anaplastik

D. Struma Difusa Toksik

Definisi

Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Pada penyakit
ini biasa ditemukan tiroktosikosis, goiter difus, dan kelainan-kelainan pada
ekstratiroidal seperti oftalmopati, dermopati, Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
orang muda dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya
toleransi terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan
menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis
sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga manifestasi
pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi
penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi
yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi
yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.3,5,6

Patofisiologi

Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan


system imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid
Receptor Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan
menstimulasinya secara berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati
reseptornya dan kadar hormone tiroid dalam tubuh menjadi meningkat.3,5

Gejala Klinis

Gejala klinis dari penyakit Grave dapat dibagi menjadi dua. Pertama, yang
berhubungan dengan hipertiroidisme. Gejala-gejala yang timbul adalah intoleransi
terhadap panas, sering haus dan berkeringat, dan turunnya berat badan walaupun
mendapat kalori yang adekuat. Gejala-gejala dari meningkatnya stimulasi adrenergik
adalah palpitasi, tegang, kelelahan, emosi labil, hiperkinesis, dan tremor. Gejala-
gejala gastrointestinal yang paling sering adalah diare. Pada pasien perempuan
biasanya terdapat amenorea, kesuburan menurun, ……. sedangkan pada anak-anak
biasanya mengalami maturitas tulang yang lebih cepat, dan pada orang tua dapat
muncul komplikasi-komplikasi kardiovaskular seperti atrial fibrilasi dan gagal
jantung kongestif.3

Gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit Grave berupa oftalmopati,


dalam hal ini eksoftalmus, dan dermopati, yang hanya berinsidensi 1-2%.
Ginekomasti sering dialami pada pasien laki-laki muda. Pada pemeriksaan fisik
kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris. Terkadang dapat juga ditemukan
bruit atau tril pada kelenjar tiroid.3

Tatalaksana

Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian keadaan


tirotoksisitas/hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU )
atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka
panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap
tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan radioaktif tidak
dapat diberikan.3,5

E. Struma Nodosa Toksik

Definisi

Struma nodosa toksik adalah kelnjar tiroid yang mengandung tiroid bernodul yang
berfungsi dan otonom, dan mengakibatkan hipertiroidisme. Nama lain penyakit ini
adalah penyakit Plummer yang dijelaskan pertama kali oleh Henry Plummer pada
tahun 1913. Penyakit Plummer juga merupakan penyebab hipertiroidisme tersering
kedua setelah penyakit Grave. Paling sering terjadi pada orang tua, terutama yang
memiliki riwayat struma nodosa non toksik.3,7

Patofisiologi

Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar


tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun seiring berjalannya
waktu akan dapat menimbulkan hipertiroidisme. 3

Gejala Klinis

Gejala dan tanda hampir sama dengan penyakit Grave, tetapi tidak terdapat
gejala ekstratiroideal, dan terdapat nodul pada pemeriksaan fisik tiroid.3

Tatalaksana

Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan
pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif
dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium
radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi
dilakukan terutama jika pengobatan dengan radioaktif tidak dapat diberikan.3,5

F. Struma endemik

Definisi

Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang diakibatkan oleh


berbagai macam penyebab terjadi di suatu daerah dengan prevalensi tertentu, biasanya
dikaitkan dengan lingkungan yang mengalami kekurangan yodium baik air minum
atau tanah, jenis mineral dalam nutrisi, atau zat goitrogenik dalam makanan. Disebut
struma endemik atau goiter endemik karena menyerang lebih dari 5% populasi.
Secara umum, struma endemik lebih banyak pada wanita.3,8,9

Patofisiologi

Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya defisiensi


intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan sintesis
hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter seperti intake
kalsium berlebihan maupun sayuran famili Brassica). Kurangnya iodin menyebabkan
kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu peningkatan
pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai efek
kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi
dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik.
Pembesaran ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik
tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi.9

Gejala Klinis
Survei epidemiologis untuk gondok endemik biasanya didasarkan atas
besarnya kelenjar tiroid dengan metode palpasi. Menurut WHO tahun 2001 kriteria
palpasi:9

 Grade 0: tidak terlihat atau teraba gondok


 Grade 1: gondok teraba tetapi tidak terlihat apabila leher dalam posisi
normal (tiroid tidak terlihat membesar). Apabila nodul tetap masuk dalam
grade ini, meskipun secara keseluruhan membesar
 Grade 2: pembengkakan di leher yang jelas terlihat dalam posisi normal.
Dalam palpasi tiroid memang membesar (membesar bila ukurannya lebih
dari volume falangs terimnal terakhir ibu jari yang diperiksa)

Sebagian besar pasien asimtomatik, walaupun beberapa pasien mengeluhkan sensasi


tekanan pada leher. Sejalan dengan bertambah besarnya struma, gejala kompresif
seperti dispnea dan disfagia.3

Tatalaksana

Sebagian besar pasien eutiroid dengan struma berukuran kecil tidak


membutuhkan penanganan. Penanganan pada struma endemik adalah pemberian
yodium. Tindakan pembedahan diberikan apabila (a) tetap meningkat walaupun T4
disupresi, (b) terdapat gejala obstruksi, (c) ekstensi substernal, (d) dicurigai keganasan
atau bila sudah dibuktikan dengan FNAB, (e) untuk alasan kosmetik.3

H. Karsinoma Tiroid

Definisi

Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Keganasan tiroid


dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, yaitu papiler, folikuler,
atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang berasal dari sel parafolikuler yang
mengeluarkan kalsitonin, dan karsinoma berdiferensiasi buruk/anaplastik.6

Klasifikasi karsinoma tiroid6

1 Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis
paling umum (50-60%) dari karsinoma tiroid. Bersifat kronik, tumbuh lambat, dan
mempunyai prognosis paling baik.
2 Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 25%
dari karsinoma tiroid, dan didapat terutama pada wanita setengah baya. Kadang
ditemukan adanya tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak atau humerus,
yang merupakan metastasis jauh.
3 Karsinoma meduler meliputi 5-10% keganasan tiroid dan berasal dari sel
parafolikuler, atau sel C yang memproduksi tirokalsitonin. Karsinoma meduler
berbatas tegas dan keras pada perabaan.
4 Karsinoma anaplastik jarang ditemukan dibandingkan karsinoma yang
berdiferensiasi baik, yaitu 20%. Tumor ini sangat ganas, terdapat terutama pada
usia tua, dan lebih banyak pada wanita. Sebagian tumor terjadi pada nodosa lama
yang kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering disertai nyeri dan nyeri
alih ke daerah telinga dan suara serak karena infiltrasi ke n.rekurens.
BAB IV

KESIMPULAN

Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat
penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat
untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda
keganasan yang dapat diketahui secara dini.

Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk


menentukan diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan menegakkan
diagnosis pasti maka kita dapat menentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma yang
dialami oleh pasien. Apakah memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup diberi
pengobatan dalam jangka waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wijayahadi, Y., Marwowinoto, M., Reksaprawira., Murtedjo, U. 2016. Kelenjar


Tiroid: Kelainan, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Seksi Bedah Kepala & Leher,
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: Jawi
Aji Surabaya
2. Mulinda JR. Goiter. 13 Juli 2016. Cited 7 Feb 2016. Available from:
www.emedicine.medscape.com/goiter
3. Lal G, Clark OH. 2010. Schwartz principles of surgery: thyroid, parathyroid, and
adrenal. McGraw-Hill.
4. Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.
5. Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam FKUI
6. Sjamsuhidajat., Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah: Sistem endokrin. Jakarta:
EGC
7. Orlander PR. Toxic nodular goiter. 14 Okt 2016. Cited 7 Feb 2016. Available
from: www.emedicine.medscape.com/toxicnodulargoiter
8. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Disorders of
the thyroid gland. Harrison’s principle of internal medicine, 17th edition.
McGraw-Hill
9. Pramono B, Purnomo LB, Sinorita H. 2014. Gondok endemik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit
Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai