Anda di halaman 1dari 20

MARI BELAJAR

MENJADI ORGANIS GEREJA


TAHAP PERTAMA
- Pemahaman Mendasar tentang Musik Liturgi
- Mengenal Organ dan Memahami Tugas Organis
- Ilmu Harmoni Dasar untuk Main Organ dengan Sistem Akor

Disusun oleh
Beatus Sitompul

PAROKI ST. PETRUS DAN PAULUS, BATU LIMA –


PEMATANGSIANTAR
27 – 28 Oktober 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 2

Daftar Isi

Daftar Isi....................................................................................................................................... 2
Sekilas Musik Liturgi................................................................................................................... 3
1. Dokumen Gereja mengenai Musik Liturgi.............................................................................3
2. Martabat Musik Liturgi.......................................................................................................... 3
3. Musik Jenis Apa Yang Tergolong Musik Liturgi?.....................................................................4
Panduan Praktis Bagi Organis Dalam Liturgi................................................................................... 5
1. Alat Musik Liturgi.................................................................................................................. 5
2. Jenis Organ........................................................................................................................... 5
3. Spesifikasi Organ.................................................................................................................. 5
4. Perlengkapan Organ Dan Penggunaannya............................................................................6
5. Organis Memiliki Kepekaan Terhadap Citarasa Musik...........................................................7
6. Standar Kemampuan Organis............................................................................................... 7
7. Fungsi Organ Dan Organis.................................................................................................... 8
8. Keseimbangan Volume Suara Alat Musik dengan Nyanyian Umat......................................11
9. Membedakan Jenis Nyanyian.............................................................................................. 11
10. Penggunaan Organ Pada Masa Adven Dan Prapaska..........................................................11
11. Organis Bukan Pemimpin Nyanyian.................................................................................... 12
Nyanyian dalam Liturgi Ekaristi dan Ibadat Sabda........................................................................13
Urutan Nyanyian Liturgi Ekaristi.................................................................................................... 14
Ilmu Harmoni sebagai Pembentuk Pola Iringan Organ Gereja.......................................................15
12. Pengertian Ilmu Harmoni.................................................................................................... 15
13. Tangga Nada....................................................................................................................... 15
14. Tangga Nada Diatonis Mayor dan Minor.............................................................................. 15
15. Pembentukan Harmoni / Akor Dari Tangganada Diatonis Mayor.........................................16
A. Sejarah perkembangan musik dari satu suara (monofoni) menjadi polifoni.......................................................16
B. Akor................................................................................................................................................................... 17
C. Perbedaan Mayor dan Minor............................................................................................................................18
D. Akor Primer dan Sekunder................................................................................................................................18
E. Akor Tersier.......................................................................................................................................................19
F. Kedudukan Akor................................................................................................................................................20
16. Fungsi dan Peranan Akor.................................................................................................... 20
17. Menyusun Akor-akor dalam Alunan Melodi.........................................................................21
18. Teknik Penjarian Akor.......................................................................................................... 24
19. Memadukan Akor dengan Melodi........................................................................................ 29
20. Pedal Bass (Bas Kaki).......................................................................................................... 31

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 3

Main Organ / Keyboard Dengan Iringan Akor

1. Harmoni dan Akor


Secara umum harmoni dimengerti sebagai keseimbangan, keserasian, kekompakan, kesesuain dan
keselarasan. Kalau diaitkan dengan music, maka nada yang harmonis adalah nada-nada yang dibunykan
secara serentak dalam suatu bentuk keseimbangan, keserasian, kekompakan, kesesuaian dan keselarasan.
Harmoni akan menghasilkan keindahan dalam musik. Dari sini dapat dimengerti bahwa Ilmu harmoni adalah
salah satu cabang teori musik yang mempelajari cara menyusun, mengkombinasikan dan menggabungkan
not-not secara simultan atau serempak untuk menghasilkan gabungan nada yang seimbang, serasi, selaras,
kompak. Gabungan not tersebut pada saat didengarkan akan menghasilkan bunyi disebut sebagai akor. Jadi
harmoni identik dengan akor (not yang dibangun atau dikonstruksikan). Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana
merangkai akor secara berturut-turut dan menghasilkan suatu pergerakan dari akor yang satu ke akor yang
lain, agar bunyi dalam suatu lagu menjadi selaras dan enak didengar.

2. Akor Terbentuk dari Nada-Nada Yang Tersusun dalam Tangga Nada.


Nada-nada yang akan dibunyikan secara serentak itu bersumber dari tangga nada. Nada-nada tertentu
diambil untuk dijadikan berbunyi secara serentak. Oleh karena itu jenis tangga nada akan mempengaruhi
jenis-jenis akor yang akan terbentuk. Terdapat berbagai macam tangga nada. Akor yang akan kita pelajari dan
mainkan hanyalah akor yang bersumber dari tangga nada Diatonis Mayor.

3. Tangga Nada Diatonis Mayor dan Minor


Harmoni lagu yang dalam tradisi musik Barat dan yang menjadi standar menentukan harmoni umumnya
diambil dari tangga nada Diatonis Mayor dan Minor. Tangga Nada Diatonis artinya tangga nada yang
memiliki tujuh nada dan mempunyai jarak 1 dan ½ laras. Jarak ini disebut sebagai tone dan semitone, atau
jarak 1 nada dan ½ nada, dengan ukuran demikian.

C – D – E – F – G – A – B – C’
do re mi fa sol la si do
1 2 3 4 5 6 7 i

1 1 ½ 1 1 1 ½

Bicara tangga nada, yang terlintas dalam pikiran adalah bahwa urutan nada-nada tersebut dimulai
dengan nada do. Hal itu disebabkan karena nada do merupakan nada yang biasa dipakai untuk membentuk
suatu tangga nada. Namun sebenarnya, tangga nada ada juga yang dimulai dengan la. Tangga nada yang
dimulai dengan nada la disebut dengan Tangga Nada Diatonis Minor.

C – D – E – F – G – A – B – C’
la si do re mi fa sol la
6 7 1 2 3 4 5 6

1 ½ 1 1 ½ 1 1

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 4

Jarak-jarak tersebut menjadi pola yang mutlak, dan disebut pola jarak mutlak. Dalam pola itu terdapat
dua jenis jarak, yaitu satu laras (1) dan setengah (½) laras. Hal ini menunjukkan bahwa di antara nada yang
berjarak satu laras masih ada nada. Nada antara yang berjarak satu laras tersebut dinamai nada kromatis.
Dengan kata lain, nada kromatis adalah nada di antara nada-nada pokok yang berjarak satu laras.
Dalam organ, nada-nada kromatis itu diberi warna hitam. Seperti halnya nada mutlak masing-masing
mempunyai nama, demikian juga nada kromatis masing-masing mempunyai nama. Masing-masing nada
kromatis memiliki dua nama, yaitu nama berdasarkan penaikannya (kres) dan nama berdasarkan
penurunannya (mol). Dengan demikian nada kromatis dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu berkres dan
bermol. Nada berkres ialah nada kromatis yang penamaannya berawal dari nada pokok sumber penaikannya
½ laras, sementara nada bermol ialah nada kromatis yang penamaannya berawal dari nada pokok sumber
penurunannya ½ laras. Nama nada berkres selalu berawal dari nada pokok tambah akhiran –is, sementara
nama nada bermol selalu berawal dari nada pokok tambah akhiran –es (s). Nama nada kromatis itu
selengkapnya digambarkan sebagai berikut:

cis dis fis gis ais


C -----|---- D -----|---- E ---- F ----|----- G ----|----- A -----|---- B ---- C
Des es ges as bes

Dari gambaran di atas terlihat beberapa nada yang mempunyai dua nama, namun ketinggiannya
sama, yaitu cis = des, dis = es, fis = ges, gis = as, ais = bes. Nada-nada yang mempunyai dua nama tapi
ketinggiannya sama disebut nada enharmonis.
Dalam notasi angka, hal tersebut juga dapat kita perhatikan sebagai berikut:
di ri fi sel li (le)
/1 /2 /4 /5 /6
1 -----|---- 2 -----|---- 3 ---- 4 ----|----- 5 ----|----- 6 -----|---- 7 ---- i
\2 \3 \5 \6 \7
ra ma sèl le(lo) sa
Dalam papan nada organ, nada kromatis itu ditempatkan sebagai berikut:
cis dis fis gis cis dis fis gis
ais ais
des es ges as des es ges as
bes bes

C D E F G A cB d e f g a b
c1

4. Pembentukan Harmoni / Akor Dari Tangganada Diatonis Mayor

A. Akor
Akor ialah tiga buah nada atau lebih yang dibunyikan serentak. Nada-nada yang dipergunakan tidak
sembarang pilih, melainkan melalui aturan atau syarat agar terwujud suatu kepaduan atau harmoni.
Akor secara mendasar terdiri dari tiga buah nada. Nada pertama disebut prime menjadi root atau basis nada.
Nada kedua ialah terts, yaitu nada ketiga dari root. Nada ketiga disebut kwint, yaitu nada kelima dari root.
Untuk lebih jelasnya, digambarkan dalam rentang interval nada berikut ini!

Do – re – mi – fa – sol – la – si – do
1 1 ½ 1 1 1 ½
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 5

Prime = do – do = dari nada pertama ke nada itu sendiri : interval 0 laras


Second = do – re = dari nada pertama ke nada kedua : interval 1 laras
Tertz = do – mi = dari nada pertama ke nada ketiga : interval 2 laras
Quartz = do – fa = dari nada pertama ke nada keempat : interval 2 ½ laras
Qwint = do – sol = dari nada pertama ke nada kelima : interval 3 ½ laras
Sext = do – la = dari nada pertama ke nada keenam : interval 4 ½ laras
Septime= do – si = dari nada pertama ke nada ketujuh : interval 5 ½ laras
Octave = do – do = dari nada pertama ke nada kedelapan : interval 6 laras
1 oktaf : 6 laras = 12 semitone.

Dengan menggabungkan tiga buah nada atau lebih berdasarkan aturan: Prim – terts – kuint, akor
dapat dibeda-bedakan berdasarkan tingkatannya dalam tangga nada sebagai berikut:

Tingkat Susunan Nada Nama Sifat interval C = do


I 1 3 5 Tonika Mayor (besar) 2–1½ C
II 2 4 6 Supertonika Minor (kecil) 1½ –2 Dm
III 3 5 7 Median Minor (kecil) 1½ –2 Em
IV 4 6 1 Subominan Mayor (besar) 2–1½ F
V 5 7 2 Dominan Mayor (besar) 2–1½ G
VI 6 1 3 SubMedian Minor (kecil) 1½ –2 Am
VII 7 2 4 Leading tone Diminished (berkurang) 1½ –1½ Bdim

Ketujuh akor dalam tabel di atas merupakan akor dasar. Seluruh susunan akor yang lain merupakan
turunan dari akor-akor ini. Dalam tabel juga tampak ada tiga sifat akor, yaitu mayor, minor, dan diminished.
Namun yang paling mendasar adalah akor mayor dan minor. Karena itu bahasan utama adalah akor mayor
dan minor.

B. Perbedaan Mayor dan Minor


Perbedaan sifat akor terjadi karena perbedaan jarak laras interval tertz dalam susunan akor. Jarak
Interval itu ialah jarak laras dari nada pertama ke nada ketiga. Kalau jarak tertz dalam suatu akor adalah 2
laras maka sifat akor yang terbentuk adalah mayor, sementara jika jarak tertznya 1 ½ laras, sifatnya adalah
minor. Jarak 1 – 3, 4 – 6, 5 – 7, masing-masing adahal 2 laras, maka sifat akor yang terbentuk adalah mayor.
Sementara jarak 2 – 4, 3 – 5, 6 – 1 masing-masing adalah 1½ laras. Karena itu sifat akor yang terbentuk adalah
adalah minor.
Akor mayor menghasilkan bunyi yang kalau dibandingkan dengan akor minor, ia bersifat gembira, tegas,
lantang, sukacita, percaya diri, lincah dan tegar. Sementara itu akor minor menghasilkan bunyi yang
membawa kesan sedih, pilu, lembut, dukacita, merana, minta tolong dan sejenisnya.
Akor-akor dasar di atas dapat disusun dalam nada dasar yang berbeda-beda. Dalam tabel berikut ini
ditampakkan akor-akor dasar yang diterapkan pada nada dasar – nada dasar yang berbeda-beda.

C. Akor Primer dan Sekunder


Akor primer adalah 3 akor utama yang mengiringi suatu lagu. Akor Sekunder adalah 3 akor pembantu
yang paralel dengan akor utama. Kalau lagu bersifat mayor maka akor primernya adalah Tonika, Subominant
dan Dominan. Lalu akor sekundernya adalah SubMedian, Supertonika dan Median. Sebaliknya jika lagunya
bersifat minor maka akor utamanya adalah SubMedian, Supertonika dan Median. Maka Tonika, Subominant
dan Dominan menjadi akor pembantu.
Interval nada-nada pembentuk akor primer dan sekunder adalah
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 6

 Mayor : ---- 2 ---- 1 ½ -----


 Minor : ---- 1 ½ --- 2 ----

AKOR AKOR PARALEL (sejajar dan saling membantu)


Sifat Mayor Minor
tonika Subominan dominan subMedian Supertonika Median
(paralel dgn (paralel dgn (paralel dgn
Nama
tonika) subdominan) dominan)

Tingkat I IV V VI II III
T 1 3 5 S 4 6 1 D 5 7 2 sm 6 1 3 st 2 4 6 m 3 5 7
T S D m
Kedudukan 3 5 1 3 6 1 4 7 2 5 1 3 6 4 6 1 5 7 3
3 3 3
Akor
T S D m
5 1 3 5 1 4 6 2 5 7 3 6 1 6 2 4 6 2 4
5 5 5

C F G Am Em Dm
Jika
C/G F/A G/B Am/C Em/F Dm/G
C = do
C/G F/C G/D Am/E Em/A Dm/B
Keterangan : C/G dibaca C on G, artinya Akor yang berbunyi adalah C tetapi nada paling
rendahnya (bas) adalah nada G

D. Akor Tersier
Yang termasuk akor tersier adalah akor- akor yang disebut janggal atau disonan, yaitu
a. Akor yang mengalami penambahan jumlah nada pembentuk menjadi 4 nada, disebut akor septime.
Nada keempat itu diambil dari nada ketujuh (septim kecil).
Maka interval nada pembentuk akor septime adalah 2 – 1 ½ – 1½ contohnya: I7 : 1 – 3 – 5 – 7\
Dalam akor mutlak (huruf) dituliskan seperti ini: C7, D7, Es7, Fdim, G7, As7 dsb.
b. Akor-akor yang mengalami perubahan jumlah interval pada nada-nada pembentuknya sehingga
berubah sifat menjadi:
1) Berkurang (diminished). Interval nada pembentuknya : 2 – 1, contohnya : IV0 : 4 – 6\ – 1>
Dalam akor mutlak (huruf) dituliskan seperti ini: Cdim, Ddim, Esdim, Fdim, Gdim, Asdim dsb.
atau C0 , D0 , Dis0 , Es0 , G0 , A0 .
2) Bertambah (augmented), interval nada pembentuknya : 2 – 2, contohnya : I+ : 1 – 3 – 5/
Dalam akor mutlak (huruf) dituliskan seperti ini: Caug, Daug, Esaug, Faug, Gaug, Asdim dsb. atau
C+ , D+ , Dis+ , Es+ , G+ , A+ .
3) Ditahan (suspended), interval nada pembentuknya : 2½ – 1, contohnya : V4-3 : 5< – 1 – 2
Dalam akor mutlak (huruf) dituliskan seperti ini: Csus , Dsus4, Essus4, Fsus4, Gsus4, Assus4 dsb. atau
4

C4 3 , D4 3 , Dis4 3 , Es4 3 , G4 3 , A4 3 .

c. Akor Mayor Diminorkan Dan Akor Minor Dimayorkan


Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa akor tingkat II, III dan VI bersifat minor. Akan tetapi akor-akor
tersebut dapat diubah menjadi mayor. Pengubahan ini penting karena banyak juga lagu gerejawi yang
membutuhkan akor tersebut tetapi mesti mayor. Cara mengubah akor tersebut adalah dengan
mengubah interval terts suatu akor. Mengubah dari mayor ke minor berarti mengubah interval terts
dari 2 laras menjadi 1 ½ laras. Mengubah minor ke mayor berarti mengubah interval terts dari 1 ½
menjadi 2 laras. Hal ini dijabarkan sebagai berikut.
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 7

Nama akor mutlak dalam


Nama Akor Tingkat Diubah menjadi Perubahan nada Tangga Nada C = do (T.N.
Netral)
Tonika I Tonika minor (i atau Im) 1 – 3 – 5  1 – 3\ – 5 C menjadi Cm
Supertonika ii Supertonika mayor (IIM) 2 – 4 – 6  2 – 4/ – Dm menjadi D
6
Median iii Median Mayor (v atau Vm) 3 – 5 – 7  3 – 5/ – Em menjadi E
7
Subominan IV Subominan minor (IIM) 4 – 6 – 1>  4 – 6\ F menjadi Fm
–1
Dominan V Dominan Minor (Vm) 5 – 7 – 2  5 – 7\ – 2 G menjadi Gm
SubMedian vi SubMedian Mayor (VIM) 6 – 1 – 3  6 – 1/ – Am menjadi A
3

d. Akor Tambahan lainnya


Akor merupakan satuan nada yang dibunyikan secara serentak dan berfungsi mengiringi lagu,
memainkan musik, serta improvisasi. Sebenarnya masih banyak akor tambahan. Namun akor-
akor tambahan selain yang sudah disebut di atas tidak lazim digunakan dalam iringan
nyanyian gerejawi. Lagu dengan irama pop, rock, keroncong, dangdut, dan klasik pun
biasanya diiringi oleh putaran akor C - F - Dm - G - Am - E atau A - A7 - D7 - E7, disertai
tambahan-tambahan singkat berupa dominan septime, diminished, augmented dan
suspended. Sementara untuk iringan lagu jazz, bluez dan sejenisnya lebih sering menggunakan
akor-akor 4 atau lebih, misalnya
 C5 :C–G
 C6 :C–E–G–A
 C9 : C – D – E – G - Bes
 C11 : C – D – F – Bes
 C13 : C – D – A – Bes
 CM7 :C–E–G–B
 CM9 :C–D–E–B
 CM11 :C–E–F–B
 C13 : C – D – A – Bes
 Cadd9 :C–D–E–G
 Cm6 : C – Es – G – A
 Cm9 : C – D – Es – G - Bes
 Cm11 : D – Es – F – Bes
 Cm13 : C – Es – A – Bes
 Cm7 : C – Es – G – B
 Cmadd9 : C – D – E – G
 Dan lain-lain

E. Kedudukan Akor
Kedudukan akor pada akor dasar belum ada variasi, hal ini berarti ketentuan membunyikan akor nada alas
harus didahulukan (khususnya untuk bas).

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 8

Sedangkan pada akor balikan / inversi dapat digunakan untuk memvariasi khususnya nada bas. Nada alas
pada akor balikan tidak lagi dijadikan bas, akan tetapi nada bas dapat dipindah ke nada terts atau kwint.
Penggunaan akor balikan ini amat penting ketika kita ingin membuat harmoni SATB dalam koor maupun
membuat iringan organ dengan sistem SATB. Aturan atau cara menentukan pembalikan-pembalikan akor
merupakan pembahasan pada tingkat selanjutnya.

5. Fungsi dan Peranan Akor


Akor berfungsi sebagai pengiring melodi agar mendapatkan citarasa musik yang lebih indah. Akor
berbunyi mengiringi melodi. Akor yang dipilih berdasarkan alunan melodi. Maka penentu dalam pemilihan
akor adalah melodi. Melodi itu ibarat kalimat manusia, dimana ada tanda-tanda misalnya, koma, titik dan
sebagainya. Demikian pula melodi punya alunan nada yang seakan-akan terasa seperti koma, seperti titik dan
sebagainya. Akorpun harus turut pada kondisi kalimat melodi. Dengan mempelajari dan mengetahui peranan
dan fungsi akor, maka kita tidak akan ragu-ragu dalam memberikan nuansa bunyi musik pada suatu lagu.
Kita akan tahu benar bagaimana cara memberikan langkah-langkah akor (progresi akor atau chord
progression), sifat-sifat akor, karakter akor dan warna bunyinya jika masuk atau menuju ke akor yang lain,
memberikan jembatan akor dengan benar, bahkan jika kita juga ingin memberikan bunyi disonan, tanpa ragu-
ragu kita masukkan saja akor disonan pada suatu lagu. Mengapa? Karena kita sudah tahu aturannya, kita
sudah tahu peranan dan fungsi dari masing-masing akor dalam ilmu harmoni.
Pengelompokan akor berdasarkan fungsinya
1. Akor primer, kelompok akor primer adalah sebagai berikut :
 akor I (T=tonika)
akor Tonika jenis mayor 1-3-5 yang mempunyai sifat stabil, tenang, dan bulat yang berperan
sebagai penutup lagu mayor, (b) akor Tonika jenis minor 6-1-3 yang mempunyai sifat tenang, bulat,
stabil, berperan sebagai penutup lagu minor.
 Akor V (D=dominan)
akor Dominan jenis mayor 5-7-2 yang mempunyai sifat tidak tenang, ingin menjadi Tonika dan
berperan sebagai titik balik dari Tonika, (b) akor Dominan minor 3-5-7 yang mempunyai sifat
kurang stabil ingin menjadi t.
 akor IV (S=Subdominan)
Subdominan mayor 4-6-1 yang mempunyai sifat kurang stabil, ingin menjadi t, tetapi keinginan ini
lemah, perogresif terhadap t, (b) sub Dominan minor 2-4-6- yang mempunyai sifat kurang stabil,
ingin menjadi t, tetapi keinginannya lemah.
2. Akor sekunder, kelompok akor yang membantu mengalirnya akor menjadi lebih mulus
 Akor pembantu pada tangga nada mayor. Yang termasuk dalam jajaran akor pembantu adalah
akor-akor VI, II dan III. Akor Tonika (I) dibantu oleh akor VI atau Subominan dibantu oleh akor II,
dan akor V atau Dominan dibantu oleh akor III.
 Akor pembantu pada tangga nada minor. Jika kita perhatikan pada akor-akor pembantu tangga
nada mayor berjenis minor, maka untuk akor bantu pada tangga nada minor tentunya dapat
dibalik bahwa akor mayor dapat menjadi akor pembantu akor minor, hal ini disebabkan karena
persaudaraan antar akor.
3. Akor-akor janggal (disonan), kelompok akor yang membentuk suasana dalam “ketegangan dan
desakan” untuk secepatnya menuju akor berikutnya. Akor janggal setidaknya memuat satu nada yang
tidak selaras. Adapun yang termasuk akor janggal, antara lain :
 akor-akor septim
Akor yang ditambahkan nada ketujuh (septim kecil), disimbolkan misalnya : I7, V7 dalam akor
mutlak dituliskan misalnya C7, G7
 berkurang (diminished),
Akor yang mengalami pengurangan ½ laras atas interval keseluruhan menjadi 3 laras. Disimbolkan
misalnya : I0 atau Idim, dalam akor mutlak dituliskan misalnya Cdim, Gdim dan sebagainya.
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 9

 akor augmented (bertambah)


akor yang mengalami penambahan ½ laras interval keseluruhan menjadi 4 laras. Disimbolkan
misalnya : I+ atau Iaug. Dalam akor mutlak dituliskan, misalnya Caug, G Aug dan sebagainya.
 akor suspended/voorhalt (ditahan)
Akor yang mengalami penahanan nada, biasanya nada keempat (kuart) ditahan lalu masuk ke
nada ketiga (terts). Disimbolkan misalnya : V4-3, dalam akor mutlak dituliskan misalnya Csus4,
Gsus4

6. Menyusun Akor-akor dalam Alunan Melodi


1. Memahami Dan Merasakan Kadens
POLA MENGALIRNYA AKOR MENGIKUTI KALIMAT MUSIK YANG BERJIWA. JIWA MUSIK
DAPAT KITA HARUS KITA IKUTI DENGAN PEMAHAMAN DAN PERASAAN
Kadens adalah suatu konsep di dalam musik yang artinya perjalanan akhir sebuah kalimat musik.
Oleh karena kalimat musik dipahami dalam arti bentuk musik, maka kadens bisa terdapat pada
akhir kalimat pertanyaan maupun kalimat jawaban. Kadens adalah suatu konsep musik dalam
bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari kata cadence. Sedangkan cadence berasal dari
kata cadere (bahasa latin) yang artinya jatuh ke bawah. Secara umum macam kadens dapat
digolongkan menjadi kadens sempurna atau perfect, kadens plagal, dan kadens setengah atau half.
Masing-masing macam kedens tersebut dibagi ke dalam beberapa jenis kadens. Seperti kadens
perfect misalnya terdiri dari kadens murni sempurna atau authentic perfect, dan kadens tidak
sempurna
Dengan kata lain, perubahan yang terjadi secara terus – menerus antara T, D, S atau variasi lainnya
pada saat bernyanyi dan diiringi sebuah alat musik. Perubahan tersebut akan menjadikan musik
hidup dan bergairah. Berikut beberapa kemungkinan perubahan untuk mengakhiri suatu gerakan
(kadens), antara lain:
a. Penggolongan Kadens
1) Kadens Tidak Sempurna
Kadens ini terjadi jika lagu berhenti dengan akor Dominan yang didahului oleh akor Tonika
(T ke D), sehingga situasi ketegangan yang terkesan bahwa kalimat musik belum selesai
(dalam bahasa: seperti koma).
2) Kadens Otentik
Kadens ini terjadi pada lagu yang berhenti dengan akor T yang didahului D, sehingga
terciptalah suasana lega kembali, kesannya bahwa kalimat musik di sini selesai, seperti titik
diakhir kalimat.
3) Kadens Subominant
Kadens terjadi pada lagu yang berhenti pada S yang didahului T (T ke S) ,sehingga
terciptalah suatu situasi ketegangan, kesannya kalimat musik di sini belum selesai. Hal ini
biasanya terjadi pada puncak lagu (biasanya tidak berhenti di S tetapi langsung mengayun
kembali).
4) Kadens Plagal
Kadens ini terjadi bila lagu berhenti dengan akor T yang didahului akor S (S keT), sehingga
terciptalah suasana lega kembali, meskipun langkah ini kurang meyakinkan kalau
dibandingkan dengan kadens biasa.
5) Kadens Sempurna (Lengkap)
Kadens ini merupakan rangkaian kadens otentik dan plagal. (T ke S ke T ke D ke T), yaitu
kadens bergerak berhenti pada T yang didahului S dan D. Bandul bergerak dari tengah
mengayun ke kiri dulu dan melalui tengah sampai ke ujung kanan hingga akhirnya
berhenti di tengah. Jalan ini seringkali diperpendek menjadi T ke S ke D ke T.

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 10

2. Menyusun progresi akor dalam kadens-kadens suatu lagu.


Untuk menyusun progresi akor, kita harus memahami peran akor-akor dalam suatu lagu.
i. PERANAN AKOR PRIMER
sebagai kadens, baik untuk mayor maupun minor.
ii. PERANAN AKOR SEKUNDER
Sebagai jembatan akor, yang berarti menghubungkan satu akor (akor primer) ke akor
berikutnya (akor yang dituju). Jembatan akor berfungsi sebagai pelengkap dan penghias atau
variasi terhadap akor dasar lagu, sehingga lagu-lagu yang menggunakan jembatan akor akan
terdengar lebih mengalir atau progresif.
1. Peranan akor SubMedian
Progresi akor: VI – II , VI – III , VI – IV , atau VI – V. Dalam progresi akor, akor SubMedian
ini punya beberapa peranan. Ia berperan sebagai variasi sesudah akord Tonika mayor
ketika akor mayor ini seharusnya diulangi. Untuk mengurangi kebosanan, ia digantikan
oleh akor SubMedian (VI). Selain itu, akor VI tersebut berperan sebagai wakil akor Tonika
mayor. Jiwa suat penggalan melodi yang diulangi, saudaranya, akord SubMedian VI,
mewakili atau menggantikannya. Akor SubMedian ini dipakai juga menjelang akhir suatu
lagu ketika dua akord Dominan disusul dua kali oleh dua akord Tonika. Sebelum
memainkan akord Tonika untuk mengakhiri suatu lagu, Anda bisa menggantikan akord
Tonika pertama dengan suatu akord SubMedian.
2. Peranan Supertonika
Progresi Supertonika juga mempunyai peranan menggantikan Subominan jika terjadi
pengulangan pada suatu motif melodi lagu. Untuk mengurangi kebosanan, ia digantikan
oleh akor Supertonika (II). Tapi akord VI tidak bisa dipakai di akhir suatu baris atau kalimat
lagu. Pemakaian akor Submedian sebagai pengganti akord Tonika (I) di akhir kalimat
musik ini keliru. Akord pembantu VI karena itu harus diganti dengan akord Tonika C
mayor.
Akord Supertonika adalah suatu akor pembantu akord Subominan. Ia bersifat tidak tenang,
tapi progresinya ke akor diatonik lain kurang pasti. Dalam harmoni tradisional Barat, akor
ini bisa menuju akord diatonik mana saja kecuali akord Tonika. Salah: IIm-I. Betul: II-III, II-
IV, II-V, II-VI, II-VII0.
Biasanya, akor Supertonika berperan sebagai variasi ketika akord Subominan bila terjadi
pengulangan pola melodi. Contoh berikut dalam tangganada diatonik mayor C
memperjelas peranan ini.
Pertama : I-IV-VI-V7-I.
Kedua : I-II-VI-V7-I.
Dalam prakteknya progresi akor pertama dan kedua bisa digabungkan, menjadi I-IV-VI-
V7-I-II-VI-V7-I.
Selain itu, akor Supertonika berperan sebagai pengganti akord Subominan yang
mendahului akord Dominan.
Pertama : I-IV-V-I.
Kedua : I-II-V-I.
Kita bisa menggabungkan progresi akord asli dan variasinya: I-IV-G-I-II-V-I.
3. Peranan Median
Akord ini disebut "Median" karena berada kira-kira di tengah akord Tonika dan Dominan.
Ia juga suatu akord minor. Ia pun bersifat tidak tenang, tapi arah progresinya kurang jelas.
Dalam harmoni tradisional Barat, akor Median bisa berubah ke akord diatonik mana saja
kecuali ke akord Tonika atau akor yang dibentuk berdasarkan leading tone (diminished).
Contoh yang salah : III-I atau III-VII0).
Contoh yang benar: III-II, III-IV, III-V, atau III-VI.
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 11

Sering akor Median berperan sebagai variasi ketika akord Dominan diulangi.
Pertama : VI-V-IV-V-II-V7-I.
Kedua : VI-V-IV-III-II-V7-I.
iii. PERAN AKOR TERSIER
1. Peranan akor mayor yang diminorkan
 Sebagai penghubung antara akor Subominant ke Tonika
IV --- ke --- I, tambah akor penghubung, menjadi: IV – IVm – I
 Sebagai Modulasi. (Penghubung untuk mengganti/menaikkan nada dasar ke
tingkat second berikutnya):
Misalnya dari tangga nada C = do ke D = do: I – VIM – IIM (IIM sekarang menjadi
Tonika baru)
2. Peranan akor minor yang dimayorkan
 Sebagai penghubung antara Tonika ke akor Supertonika mayor
I --- ke --- II M, tambah akor penghubung, menjadi: I – VIM – IIM
 Sebagai penghubung antara Tonika ke SubMedian atau ke SubMedian mayor.
I --- ke --- VI, ditambah akor penghubung, menjadi: I – IIIM – VI (VIM)
 Sebagai penghubung antara akor Tonika ke Dominan
I --- ke ---- V, ditambah akor penghubung, menjadi : I – IIM – V
3. Peranan Leading Tone
Posisi not ketujuh dalam tangganada diatonik mayor disebut leading tone. Nada atau not
yang menuntun. Menuntun ke mana? Ke puncak terakhir tangganada diatonik mayor
sejauh setengahnada. Ini berarti leading tone menuju Tonika satu oktaf lebih tinggi dari
Tonika paling bawah atau paling rendah; jarak antara kedua posisi not ini memang
setengahnada. Dalam tangganada diatonik mayor C, leading tone adalah B (si); ia menuju
C (do) paling tinggi.
Dalam aturan harmoni tradisional Barat, akor yang memakai leading tone sebagai not
basnya bisa berubah ke akord diatonik mana saja kecuali ke akord Supertonika atau
Subominan. Salah: VII0-IIm, VII0-IV. Betul: VII0-I, VII0-IIIm, VII0-V, B0-Am. Akor leading
tone bisa dipakai sebagai variasi akor Dominan ketujuh balikan pertama sebelum akord
Tonika. Balikan pertama akor Dominan ketujuh dalam tangganada diatonik mayor C
adalah B-D-F-G (si-re-fa-sol).
Jika iringan lagu dibuat dengan tiga nada akor di tangan kiri dan melodi di tangan
kanan, leading tone ini sulit dirasakan, kalau tidak pakai bas kaki. Kalau organnya
hanya manual, Leading tone akan jelas jika permainannya menggunakan sistem
harmoni SATB, karena dengan sistem ini nada bas jelas terdengar.
4. Peranan Akor-Akor Janggal / Disonan
a. Peranan akor Septime
I ---- ke ---> IV, tambah akor penghubung, menjadi: I - I7 - IV
I ---- ke ---> VI, tambah akor penghubung, menjadi: I – IIIM7 – VI
I ---- ke ---> II, tambah akor penghubung, menjadi : I – VIM7 - II
b. Peranan akor Diminished
 Untuk memberi suasana tegang sebagai pemutus suatu penggalan dengan
penggalan lainnya dalam suatu lagu: I --- IV --- I0 --- I
 Untuk menghubungkan Tonika ke Supertonika : I – V0 – II
 Untuk menghubungkan Tonika ke SubMedian : I – IIIM – VI
Antara I – IIIM juga masih bisa disisipkan VIIm, menjadi : I – VIIm – IIIM – VI
c. Peranan akor Augmented
Sebagai jembatan antara akor I --- ke --- VI, tambah akor penghubung, menjadi I --- I +
--- VI
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 12

7. Teknik Penjarian Akor


Cara yang paling sederhana dalam mengiringi lagu gereja adalah memadukan melodi dengan akor.
Melodi dimainkan dengan jari-jari tangan kanan pada klavir atas, sementara akor dimainkan dengan jari-jari
tangan kiri pada klavir bawah. Sementara itu kaki kiri menginjak pedal bas yang pada dasarnya merupakan
root dari akor yang sedang dimainkan. Perhatikan gambar tuts organ di bawah ini!

tombol jenis suara tombol-tombol suara


dan irama organ

klavir atas
tangan kanan

klavir
bawah
tangan kiri

klavir bawah
pedal bas tangan kiri
(root dari akor
dengan kaki
kiri)

Jika organ yang tersedia hanya memiliki satu klavir saja maka baik melodi maupun akor dimainkan
pada papan nada yang sama. Sementara bas tidak dimainkan kecuali dengan memakai fasilitas auto-bas

ako melo
r di
Untuk tingkat lanjut, bas dapat dimainkan dengan tangan kiri, sementara melodi dan aransemen suara
variasi ataupun paduan akornya dimainkan di tangan kanan, seperti digambarkan berikut ini.

bas
variasi melod
i
Tangan Tangan kanan
kiri
Kalau buku nyanyian yang dimainkan adalah buku koor, dimana terdapat partitur sopran, alto, tenor
dan bas, organis sebaiknya mengikuti alur partitur itu dengan cara merangkum nada sopran, alto, tenor dan
bas secara vertical menjadi akor tiga atau empat suara di tangan kiri. Untuk masing-masing birama. Dalam
satu birama dapat dibuat 1 akor atau lebih tergantung alunan melodi.

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 13

Sebaiknya memang lagu-lagu yang sudah memiliki SATB dibunyikan SATB di organnya, dengan pola umum,
yaitu tangan kanan memainkan sopran dan alto, sementara tangan kiri memainkan tenor dan bas. Cara ini
tentu belum dapat dilakukan oleh organis pemula. Sekarang hal itu tidak kita bahas. Yang kita bahas adalah
penjarian akor di tangan kiri, dengan 2 cara yaitu Penjarian Absolut (Tetap) dan Penjarian Variabel (Tidak
tetap).

1. Penjarian Tetap
Dalam penjarian mutlak, kelima jari tangan kiri memiliki pasangan tetap untuk tuts-tuts yang telah
ditentukan dan berlaku untuk semua nada dasar. Dengan demikian jari-jari tersebut harus
dipasangkan terhadap not-not huruf (balok) sebagai berikut:

Jari tangan kiri Tuts yang Pada


ditekan Oktaf Ke-
Jempol D, Dis/Es, E II
Telunjuk C, Cis II
Tengah B, Bes/Ais I
Manis A, As/Gis I
Kelingking F, Fis/Ges I

Oktaf Oktaf Oktaf III dan


I II seterusnya

ako melo
r di
Dalam pola ini, akor-akor dinamai dengan simbol huruf seperti C, D, Am, Cm, C 7, G7 dan lain-lain.
Dengan cara ini, semua akor dalam semua nada dasar dimainkan dengan posisi jari yang tetap. Semua
akor dimainkan dalam rentang tuts F oktaf I sampai E oktaf II. Sesungguhnya penjarian seperti ini
berpadanan dengan sistem melodi notasi balok, dimana lagunya ditulis dengan nada mutlak: c – d – e
– f – g – a – b – c’ dan sebagainya. Berikut ini adalah contoh-contoh penjarian akor dengan sistem
Penjarian Tetap.

C Cm C7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
Cis/Des Cism/Desm Cis 7/Des7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 14

D Dm D7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
Dis/Es Dism/Esm Dis 7/Es7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
E Em E7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E F D E Fm D E Fm 7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
Fis/Ges Fism/Gesm Fis 7/Ges7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
G Gm G7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
Gis/As Gism/Asm Gis 7/As7

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 15

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
A Am A7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
Ais/Bes Aism/Besm Ais 7/Bes7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
B Bm B7

F G A B C F G A B C F G A B C
D E D E D E
Pola penjarian mutlak seperti ini bagi kebanyakan pemula yang ingin cepat dapat bermain organ,
agaknya sulit. Tetapi untuk standar yang lebih baik, pola itu harus diketahui dan diterapkan.

2. Penjarian Tidak Tetap


Pola penjarian ini lebih mudah dan praktis. Pola penjarian ini tidak menggunakan huruf sebagai
lambang akor, melainkan angka romawi besar: I, II, III, IV, V, VI dan VII. Masing-masing jari tidak
memiliki pasangan tetap dengan nada-nada tertentu. Sudah tentu lebih mudah mengingat
pasangan jari dengan tujuh akor di atas daripada harus dipasangkan dengan puluhan akor huruf
dalam pola penjarian mutlak. Di sini kita cukup memadankannya dengan susunan tingkatan akor
untuk masing-masing nada dasar sebagai berikut:

untuk menghasilkan
Jari tangan kiri
bunyi:
Kelingking Si, Do,
Manis Re,
Tengah Mi
Telunjuk Fa
Jempol Sol, la

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 16

Dengan demikian penjarian untuk masing-masing tingkatan akor mempunyai bentuk (susunan jari)
yang sama untuk setiap lagu dari nada dasar apa pun. Perhatikan posisi (jarak) jari-jari untuk keenam
tingkat akor sebagai berikut:

Tingkat Nada Pertama Nada Ketiga Nada Kelima


Akor (root) (terts) (quint)
Tonika (I) Kelingking [do] Tengah [mi] Jempol [sol]
Supertonika (II) Manis [re] Telunjuk [fa] Jempol [la]
Median (III) Kelingking [si] Tengah [mi] Jempol [sol]
Subominan (IV) Kelingking [do] Telunjuk [fa] Jempol [la]
Dominan (V) Kelingking [si] Manis [re] Jempol [sol]
SubMedian (VI) Kelingking [do] Tengah [mi] Jempol [la]

Praktekkanlah posisi jari dalam susunan akor di atas. Letakkanlah jari-jari pada oktaf kedua, kecuali
nada si (7) berada pada oktaf pertama. Mulailah dengan nada dasar C=do. Perhatikan dan sesuaikan
dengan gambar berikut!

Oktaf Oktaf Oktaf III, IV, V


I II dst.

C Melodi
lagu

C = do
Sekali lagi, keuntungan pola penjarian seperti ini adalah bahwa entah nada apapun nada dasar (kunci)
suatu lagu, akornya dapat disusun berdasarkan tingkat-tingkat akor.
Dalam hal ini apa keistimewaan KELINGKING? Lihat dan ketahui nada dasar suatun lagu yang akan
dimainkan. Posisi dasar dari kelingking menjadi posisi nada dasar (kunci). Contoh, C = do, maka
kelingking terletak pada tuts C. Sesudah itu letakkanlah jari seperti gambar di atas.
Perhatikan pula nada dasar G = do berikut ini.
Oktaf Oktaf II Oktaf III
I

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 17

C = do
Cara seperti ini tergolong mudah karena hanya memakai akor-akor dasar yaitu tujuh tingkatan. Untuk
mengiringi lagu-lagu liturgi, cara seperti ini cukup memadai.

8. Memadukan Akor dengan Melodi


Sebenarnya, tanpa banyak teori banyak orang yang dapat menentukan akor yang tepat untuk
mengiringi melodi. Seperti pemain gitar amatir, dapat mengiringi lagu tertentu tanpa belajar memilih akor.
Sama halnya dengan pemain gitar, ada banyak pemain organ yang dapat memainkan akor yang tepat tanpa
belajar secara teoritis memilih akor. Karena musik itu sebenarnya sudah ada di dalam jiwa kita. Tapi kalau
tidak diasah, jiwa musik itu tidak akan tajam, dan tidak bisa digunakan untuk “memotong atau membelah.”
Mengasah jiwa musik adalah dengan mendalami teori-teori seperti yang kita bahas ini dengan
mempraktekkannya langsung dengan alat musik (organ.)
Pemaduan akor dengan melodi dapat diterangkan dengan langkah-langkah berikut ini:
1. Ketahui dahulu jenis tangga nada suatu lagu, tangga nada mayorkah atau minor.
a. Berdasarkan nada dasar yang tertulis. Kalau nada dasar dipersamakan dengan do (contohnya,
C=do) berarti lagu itu menggunakan tangga nada mayor. Kalau nada dasarnya dipersamakan
dengan la (contohnya, C=la) maka lagu tersebut menggunakan tangga nada minor. Dengan
demikian yang menjadi do adalah es, maka es = do.
b. Berdasarkan nada awal, nada terakhir dan nada terakhir dari penggalan-penggalan kalimat
lagu
i. Jika nada awal atau terakhir adalah do, pasti menggunakan tangganada mayor. Namun
ada juga lagu mayor yang berawal ataupun berakhri di nada mi.
ii. Jika nada awal atau terakhirnya adalah la, pasti menggunakan tangganada minor.
Namun ada juga lagu yang bertangga nada minor yang berawal ataupun berakhir
dengan nada mi.
c. Dengan cara menyanyikan lagu berulang-ulang. Terutama jika lagu tidak memiliki not, kitapun
dapat mengetahui sifat lagu tersebut. Kalau lagu dinyanyikan dengan sungguh-sungguh,
alunan melodi dapat digolongkan ke dalam dua kemungkinian:
i. Mayor = Kalau terasa alunannya riang, gembira, tegas, atau umum (common sense),
maskulin.
ii. Minor = Kalau terasa alunannya sedih, melankolis, memelas, feminim.
2. Kalau lagu tersebut suatu lagu mayor, akor primer adalah:
a. prime (I)
b. Subominan (IV)
c. dominan (V)
Sementara itu akor pembantunya adalah:
a. second (II)
b. Median (III)
c. subMedian (VI)
3. Kalau lagu tersebut suatu lagu minor, akor utamanya adalah:
a. second (II)
b. Median (III)
c. subMedian (VI)
Sementara itu akor pembantunya adalah:
a. prime (I)
b. Subominant (IV)
c. dominant (V)
4. Dalam tangga nada mayor, nada dasar suatu lagu menjadi dasar pembentukan akor Tonika. Sebagai
contoh, jika nada dasar suatu lagu adalah C=do, maka akor C menjadi Tonika.
Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 18

5. Dalam tangga nada minor, nada dasar suatu lagu menjadi dasar pembentukan akor SubMedian.
Sebagai contoh, jika nada dasar suatu lagu adalah C=la, maka akor C menjadi SubMedian.
6. Setelah mengetahui akor Tonika suatu lagu, kita dengan mudah menentukan akor-akor lainnya.
Sebagai contoh, untuk nada dasar C=do, dimana C adalah akor prime-nya, dengan mudah ditentukan:
a. Dm adalah akor Supertonika (II)
b. Em adalah akor Median (III)
c. F adalah akor Subominan (IV)
d. G adalah akor Dominan (V)
e. Am adalah akor Subominant (VI)
f. Bdim adalah akor Leadingtone (VII)
7. Akor ditempatkan atau dimainkan tepat pada pukulan kuat (tesis) yaitu pada pukulan pertama dan
pukulan ketiga untuk birama perempatan. Untuk birama pertigaan cukup pada pukulan pertama saja.
Perhatikan kembali potongan lagu ini:
I IV V IV I
_== __== _== _==
5 6 . 5 3 5 | 1> 2> . 1> 6 . | 7 7 . 1> 2> 3> | 1> 7 . 6 5 . |
Ye-sus memanggil…………..
8. Seluruh nada dalam masing-masing birama menjadi dasar pemilihan akor. Himpunan nada itu jika
diurutkan akan membentuk suatu akor. Tetapi ada kalanya suatu atau beberapa nada dalam suatu
birama dihitung sebagai nada ampiran. Dengan kata lain, nada itu “gugur” untuk membentuk suatu
akor dasar (primer maupun sekunder).
Perhatikan contoh potongan lagu ”Trimalah Ya Bapa” dan “Ya Hati Yesus Raja Cinta” berikut ini:
_== _____ _____ ______ __== ___ __==
__==
3. 4 | 5 5 3 5 4 4 2 4 | 3 3 2 1 | 2 5< . 5< | 1 . 1 | 2 .
3 1 . 2 | 3 . | .

I V7 I V
I V
Nada 2 adalah nada ampiran yang

Adapula kalanya dalam satu birama terdapat dua akor atau lebih, seperti dalam lagu ini:
Akornya: I V I V I V I
___ ___ ___ ____
4/4 5< | 1 7< 1 2 1 2 | 3 5 5 4 | 3 4 2 1 2 | 1 . 0
Ya ha- ti Ye- sus ra- ja cin-ta di-tem-bus-i tombak be-ngis,
9. Untuk lagu yang berbirama pertigaan, contohnya ¾, pada umumnya akor hanya ditempatkan pada
bagian pukulan pertama dari setiap birama (tesis). Namun demikian, ada kalanya birama-birama
tertentu, oleh karena susunan nada ataupun karena penekanan syairnya, akor muncul di ketukan
kedua ataupun ketiga. Perhatikan contoh berikut ini!
I I I I V V
5 . 6 5 | 3 . . | 5 . 6 5 | 3 . . | 2> . 2> | 7 . . dst.
Ma-lam ku- dus su- nyi se- nyap…………………………..

9. Pedal Bass (Bas Kaki)


Pedal bass, atau bas kaki merupakan tuts-tuts besar yang dimainkan dengan cara menginjaknya
dengan kaki ujung telapak kaki kiri maupun kanan. Suara yang dihasilkan merupakan nada yang sangat
rendah (bas) yang menghasilkan suasana hikmat, teduh.

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 19

Pedal-pedal bas kaki dimainkan berdasarkan akor. Root dari setiap akor atau tingkatan akor menjadi
nada bas kaki. Tetapi untuk tingkat selanjutnya. Nada bas kaki tidak hanya root (prime) tapi dapat juga terts
dan kuintnya, yang disebut dengan pembalikan akor (inversi akor). Hal ini telah disinggung dalam
pembahasan mengenai kedudukan akor. Perhatikan tabel berikut ini.

Nada Pedal Bass


Akor Nama
Dasar Pembalikan Pembalikan
tingkat penyusun
pertama kedua
I 1–3–5 1 3 5
II 2–4–6 2 4 6
III 3–5–7 3 5 7
IV 4–6–1 4 6 1
V 5–7–2 5 7 2
VI 6–1–3 6 1 3
VII 7–2–4 7 2 4

Bagaimana menentukan penggunaan nada bas, nada pokok, pembalikan pertama atau pembalikan kedua,
sangat bergantung pada progresi akor. Nada terts dan kuint dalam pedal bas
Untuk lagu-lagu tertentu, selain nada prime (root) ada kalanya nada kuint (urutan kelima dalam tiga nada
pembentuk akor) dibunyikan. Hal ini bertujuan membentuk variasi agar kesan hampa menjadi hilang. Nada
kuint dibunyikan pada ketukan-ketukan bertekanan, misalnya: pada bagian subtesis (misalnya dalam birama
perempatan), bagian suku kata bertekanan kuat. Namun nada kuint juga bisa menggantikan nada root di
bagian tesis demi mengalirnya nada bas secara berurutan.
Demikian pula nada terts ada kalanya menjadi nada bas. Nada terts jadi nada bas dimaksudkan sebagai
variasi bas. Nada terts ini member kesan progress, menekan akor untuk segera masuk ke akor tujuan
berikutnya,misalnya dari tingkat satu menuju tingkat IV. Tingkat I tersebut dapat dibuat basnya menjadi nada
tertsnya.

Perhatikan contoh penggungaan pedal bas berikut ini!


F = do MAROLOP-OLOP TONDINGKI
Akornya: I I I7 IV V
Pedal basnya: I I5 I I5 I IV IV3 V
____ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___
4/4 | 1 3 5 . 3 2 3 | 1 3 5 . 3 | 2 1 4 4 4 . 3 2 1
| 2 . .
Marolop- o- lop tondingki dung jumpang Je- sus Tuhanki……

Dalam memainkan bas kaki ini, perlu diindahkan hal-hal berikut ini:
 Bas kaki berfungsi untuk memberi tekanan (tesis) dalam birama-birama lagu.
 Untuk lagu-lagu gerejawi pada umumnya cukup dibunyikan pada bagian tesis atau subtesis yang
terdapat pada alunan irama lagu.
 Untuk sebagian lagu gereja yang bercorak inkulturasi, diperlukan pola irama bas.
 Nada bas kaki tidak sama dengan suara bas manusia dalam koor, menurut buku iringan organ Madah
Bakti. Untuk itu, janganlah setiap nada dalam melodi diberi iringan bas kaki. Hal ini akan membuat
gaduh dan tidak jelas lagi irama atau pola lagu. Hal ini tentu terkait dengan penggunaan organ
electone yang biasanya basnya sangat kuat dan rendah.

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018
Mari Belajar Menjadi Organis Gereja - Tahap Pertama 20

 Namun menurut Buku Iringan Organ Puji Syukur, nada bas organ sama dengan nada bas koor, dapat
dimainkan dengan tangan kiri, ataupun dengan pedal bas kaki. Dengan pengandaian penggunaan
buku koor PS atau buku Organ PS yang memang nada-nada basnya sudah diatur secara seimbang.

Paroki St. Petrus dan Paulus, Batu Lima - Pematangsiantar – Beatus Sitompul – Nopember 2018

Anda mungkin juga menyukai