Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keratitis ulseratif atau ulkus kornea adalah suatu kondisi inflamasi yang melibatkan disrupsi lapisan

epitel dan stroma kornea. Karakteristik keratitis ulseratif adalah progresivitasnya yang cepat,

keterlambatan dalam penanganan dapat menyebabkan kebutaan.

Destruksi kornea dapat terjadi secara komplit dalam waktu 24-48 jam pada infeksi bakteri yang sangat

virulen (Ferrari et al., 2009).

Hasil survei Riskesdas tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, prevalensi kebutaan nasional adalah sebesar 0,4%, jauh lebih kecil

dibanding prevalensi kebutaan tahun 2007 (0,9%).

Prevalensi kekeruhan kornea nasional adalah 5,5%. Prevalensi kekeruhan kornea tertinggi ditemukan di

Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%).

Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%)

(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Insidensi ulkus kornea di negsehingg adalah 2-11/100.000 per tahun,

dan cenderung meningkat karena penggunaan lensa kontak. Insidensi di negara berkembang dijumpai

jauh lebih tinggi. Studi retrospektif di India Selatan menunjukkan insidensi ulkus kornea adalah

113/100.000 per tahun (Gupta et al.2013).

Di Nepal angka tersebut diperkirakan mencapai 799/100.000 per tahun dan 6% di antaranya disebabkan

oleh jamur (Al-Mujaini et al., 2009).


Keratitis infeksi merupakan kondisi mengancam penglihatan yang bersifat progresif, penanganan yang

telah maksimal masih sering menyebabkan kondisi berlanjut menjadi ulserasi kornea, abses stroma,

bahkan ruptur bola mata.

Ulkus kornea menimbulkan morbiditas seperti rasa nyeri dan kemerahan pada mata. Kesulitan dalam

menentukan terapi antibiotik yang tepat dan efektif menyebabkan tingginya tingkat kegagalan terapi.

Pada kasus-kasus ulkus kornea yang tidak berespon terhadap terapi antibiotik, collagen cross-linking

(CXL) merupakan pilihan terapi adjuvan yang menjanjikan hasil yang baik (Alio et al., 2013).

Anda mungkin juga menyukai