Anda di halaman 1dari 48

DETERMINAN PEMBELAJARAN

METODE PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMBELAJARAN

DI

OLEH :

LIZA BELLA AZIZ


RAHMATIKA YANA
ARNIATI SARI
DEVI SUSANTI
RUSDI

UNIVERSITAS ABULIYATAMA FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
ACEH BESAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

banyak kesehatan dan kesempatan untuk penulis, sehingga penulis mampu

menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah

tentang Determinan Pembelajaran Metode Pengkajian Kebutuhan

Pembelajaran, pastinya makalah ini tidak pernah terlepas dari kesalahan ataupun

kekurangan. Maka, penulis mohon maaf atas kekurangannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen pembimbing


yang telah membimbing dalam penulisan makalah ini dan tidak lupa pula kepada
teman-teman yang telah ikut berpartisipasi. Sehingga makalah ini dapat selesai
dengan baik.

Penulis

Kelompok
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………...

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………………..


B. Tujuan …………………………………………………………………………
BAB II TINJAUAN TEORITIS……………………………………………………...
A. Komunikasi Informatif………………………………………………….........
B. Wawancara Terstruktur……………………………………………………...
C. Focus Grup Disscution………………………………………………………..
D. Kuesioner………………………………………………………………………
E. Tes……………………………………………………………………………...
F. Observasi ……………………………………………………………………...

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….
B. Saran…………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….....
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kemampuan anak memiliki kekuatan spriritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti

proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan

atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai kebutuhan (Sanjaya,

2009 ).

Selanjutnya menurut Miarso Yusufhadi (2015) bahwa pendidikan pada

hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang berakibat

terjadinya perubahan pada diri pribadinya. Prinsip ini mengandung arti bahwa yang

harus diutamakan adalah “kegiatan belajar anak didik” bukannya “sesuatu yang

diberikan kepada anak didik”.

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar terlebih dahulu kita akan

ditanya kenapa manusia itu melakukan proses pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan

tujuan dari orang atau manusia itu sendiri dalam mengikuti proses pembelajaran.

Atau dapat dikatakan ini adalah sebuah kebutuhan yang secara lahiriah maupun

batiniah harus tercapai.


Dalam proses pembelajaran peserta didik juga memiliki kebutuhan agar

dalam proses pembelajaran berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang

direncanakan. Tujuan dari peserta didik untuk belajar tentunya untuk menjadi lebih

baik sehingga kelak ilmu yang mereka peroleh melalui proses belajar mengajar dapat

diterapkan dalam kehidupannya.

Belajar diartikan sebagi proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu

menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi

terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi

lingkungan maupun individu itu sendiri (Trianto, 2009: 16).

Kebutuhan dalam proses belajar sangat diperlukan, karena kebutuhan dalam

belajar merupakan dasar yang menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang

diinginkan oleh peserta didik atau keadaan belajar yang sebenarnya. Setiap peserta

didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda hal ini perlu diidentifikasi untuk

menentukan kebutuhan mana yang dimiliki peserta didik yang akan menjadi potensial

dan pada akhirnya menjadi kebutuhannya.

Dalam upaya untuk mencapai proses pembelajaran yang diinginkan oleh

peserta didik, maka peran pendidik (guru) dalam mengajar akan menjadikan suatu

faktor penentu keberhasilan tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran.

Seorang pendidik perlu melakukan identifikasi terlebih dahulu kepada masing-masing


peserta didiknya, hal ini berguna untuk apa yang telah disampaikan oleh pendidik

dalam proses pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh peserta didik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kebutuhan belajar?

2. Fungsi analisis kebutuhan belajar?

3. Apa saja model-model kebutuhan belajar?

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk

a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebutuhan belajar.

b. Mengetahui fungsi dari kebutuhan belajar.

c. Mengetahui model-model kebutuhan belajar.

D. Manfaat Peulisan

Diharapkan mahasiswa dapat mempelajari tentang analisis kebutuhan dalam

pembelajaran dengan tujuan agar dapat menerapkan kebutuhan dalam pembelajarn

dengan baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Informatif

Perlu diketahui, bahwa memberi bentuk tertentu terhadap isi suatu pesan pada

khalayak tertentu, dengan sendirinya akan menghasilkan efek tertentu pula. Dalam

dunia Publisistik atau komunikasi massa dikenal salah satu bentuk pesan yang

bersifat informatif, yaitu suatu bentuk isi pesan, yang bertujuan mempengaruhi

khalayak dengan jalan (metode) memberikan penerangan.

Penerangan berarti menyampaikan sesuatu apa adanya, apa sesungguhnya,

diatas fakta-fakta dan data-data yang benar serta pendapat-pendapat yang benar pula.

Atau seperti ditulis oleh jawoto dalam bukunya marhaeni fajar.

1. Memberikan informasi tentang facts semata-mata juga facts berisi control

versial.

2. Memberikan informasi dan menuntun umum kearah suatu pendapat.

Jadi dengan penerangan berarti, pesan-pesan yang dilontarkan itu, berisi tentang

fakta-fakta dan pendapat-pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya, sehingga bagi komunikan dapat diberi kesempatan untuk menilai

menimbang-nimbang dan mengambil keputusan atas dasar pemikiran-pemikiran yang

sehat. Metoda informatif ini, lebih ditujukan pada penggunakan akal pikiran hal akan
dilakukan dalam bentuk berupa: keterangan, penerangan, berita dan sebagainya,

(Marhaeni Fajar, 2010).

Komunikasi informatif adalah suatu pesan yang disampaikan kepada orang atau

sejumlah orang tentang hal-hal baru yang efek tertentu pula. Dalam dunia Publisistik

atau komunikasi massa dikenal salah satu bentuk pesan yang bersifat informatif, yaitu

suatu bentuk isi pesan, yang bertujuan mempengaruhi khalayak dengan jalan

(metode) memberikan penerangan.

Penerangan berarti menyampaikan sesuatu apa adanya, apa sesungguhnya, diatas

fakta-fakta dan data-data yang benar serta pendapat-pendapat yang benar pula. Atau

seperti ditulis oleh jawoto dalam bukunya marhaeni fajar.

a) Memberikan informasi tentang facts semata-mata juga facts berisi control versial,

b) Memberikan informasi dan menuntun umum kearah suatu pendapat.

Jadi dengan penerangan berarti, pesan-pesan yang dilontarkan itu, berisi

tentang fakta-fakta dan pendapat-pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya, sehingga bagi komunikan dapat diberi kesempatan untuk menilai

menimbang-nimbang dan mengambil keputusan atas dasar pemikiran-pemikiran yang

sehat. Metoda informatif ini, lebih ditujukan pada penggunakan akal pikiran

khalayak, dan dilakukan dalam bentuk berupa: keterangan, penerangan, berita dan

sebagainya, (Marhaeni Fajar, 2010).

Komunikasi informatif adalah suatu pesan yang disampaikan kepada orang

atau sejumlah orang tentang hal-hal baru yang sajikan kepadanya. Tanpa tahu apa

yang harus dikatakan kita sulit untuk menjadi penyampai yang baik.
a) Mempunyai suatu tujuan khusus

Untuk menjadi efektif, suatu tujuan haruslah dinyatakan dalam istilah- istilah

penerima atau pendengar. Apakah yang dikehendaki orang lain atau yang

diingini diketahuinya, pertanyaan ini merupakan suatu tindakan mencapai tujuan.

b) Memiliki pengetahuan yang banyak tentang suatu msalah itu.

Mengetahui banyak tentang sesuatu masalah yang sedang disampaikan akan

membuat kemampuan menyampaikan pesan lebih terjamin. Penyampai merasa

aman tentang apa yang disampaikannya karena dia betul- betul tahu banyak

tentang yang dibicarakan.

c) Kesanggupan untuk menempatkan diri di dalam tempat penerima.

Kesanggupan ini dapat disebut empati yaitu kemampun memproyeksikan diri

kepada orang lain, kemampuan diri di tempat orang lain, dan berfikir serta

merasa bersama orang lain, kemampuan menghayati perasaan orang lain, atau

merasakan apa yang dirasakan orang lain, (Mulyana, Deddy , 2010).

B. Wawancara Terstruktur

Tipe Wawancara ini disebut juga wawancara terkendali, yang dimaksudkan

adalah bahwa seluruh wawancara didasarkan pada suatu sistem atau daftar pertanyaan

yang ditetapkan sebelumnya. Wawancara terstruktur ini mengacu pada situasi ketika

seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan kepada responden berdasarkan

kategori-kategori jawaban tertentu atau terbatas.


Namun, peneliti dapat juga menyediakan ruang bagi variasi jawaban, atau

peneliti dapat juga menggunakan metoda pertanyaan terbuka yang tidak menuntut

keteraturan, hanya saja pertanyaannya telah disiapkan terlebih dahulu oleh peneliti.

Dalam hal ini, peneliti sebaiknya mencatat semua jawaban-jawaban terbuka dari

responden dengan menggunakan skema kode (coding scheme) yang sudah dibuat

oleh peneliti sendiri (Moleong, 2009, halaman 189).

Dalam menggunakan tipe wawancara ini, peneliti perlu mengurutkan

kuesioner atau pertanyaan yang akan diajukan kepada responden (layaknya skenario

pembelajaranpewawancaraa dapat mengendalikan proses wawancara yang sedang

berlangsung.

Ada beberapa pedoman instruksional yang penting untuk diikuti oleh peneliti

selama proses wawancara berlangsung, antara lain (Denzin, 2009, halaman 504):

1. Jangan menggunakan pemaparan atau uraian yang panjang tentang penelitian

yang berlangsung, namun gunakan penjelasan seperlunya saja.

2. Jangan lupa menjelaskan tujuan penelitian, dan bahasa pertanyaan yang

digunaklan serta urutan pertanyaan.

3. Jangan biarkan orang lain mengiterupsi proses wawancara, dan jangan biarkan

orang lain mewakili jawaban responden, atau menawarkan opini pengganti

dari pertanyaan yang seharusnya dijawab responden.

4. Jangan pernah menawarkan bantuan jawaban kepada responden.


5. Jangan pernah menyampaikan pandangan personal (sebagai peneliti) tentang

topik pertanyaan.

6. Jangan pernah menafsirkan makna pertanyaan, namun yang harus dilakukan

adalah mengulangi pertanyaan, menyampaikan semua instruksi, dan

memberikan klarifikasi.

7. Jangan pernah melakukan improvisasi, seperti menambah kategori

pertanyaan, atau mengubah istilah-istilah dalam pertanyaan.

Pedoman di atas dipakai untuk mencapai bentuk wawancara ideal, namun pada

kenyataannya hal ini sulit terjadi, karena dalam melakukan wawancara sering terjadi

banyak kesalahan yang tidak diduga sebelumnya. Kesalahan tersebut umumnya

bersumber pada tiga hal, yaitu

1. Tingkah laku responden pada waktu memberikan jawaban yang tidak bisa

diatur, ada yang berusaha membuat senang peneliti, atau ada responden yang

berusaha tidak mengungkapkan informasi penting agar peneliti tidak

mengetahui informasi rahasia responden.

2. Model kuesioner yang digunakan, apakah wawancara tatap muka atau via

telepon, atau bahasa pertanyaan yang kadang tidak dapat dipahami oleh

responden.
3. Peneliti yang kurang memiliki kemampuan teknik wawancara atau peneliti

yang berusaha mengubah arah dan bahasa wawancara yang sedang

berlangsung.

Penggunaan teknik wawancara terstruktur sebenarnya bertujuan untuk

meminimalisir terjadinya kesalahan-kesalahan tersebut. Namun, peneliti yang

menggunakan teknik ini harus memahami bahwa wawancara selalu akan berkaitan

dengan konteks interaksi sosial dan sangat dipengaruhi oleh konteks tersebut. Dalam

hal ini, seorang peneliti harus menyadari kemajemukan responden dan harus cukup

fleksibel dalam membuat penilaian-penilaian yang tepat terhadap responden selama

wawancara berlangsung.

Dengan demikian, melaksanakan wawancara tidaklah mudah dilakukan

sendiri apalagi bila responden cukup banyak dan beragam. Oleh karena itu, dalam

melakukan wawancara dengan tipe ini, peneliti dapat menggunakan beberapa

pewawancara sebagai pengumpuldata. Supaya setiap pewawancara mempunyai

keterampilan yang sama, maka diperlukan training (pelatihan) kepada calon

pewawancara.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ada keuntungan dari

penggunaan wawancara tipe terstruktur, adalah jarang mengadakan pendalaman

pertanyaan yang dapat mengarahkan terwawancara agar sampai berdusta. Namun ada

beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan pada wawancara terstruktur, yaitu


1. Tidak mudah mengatur responden atau jawaban responden, karena beragamnya

karakter responden.

2. Tidak mudah membatasi jawaban yang diberikan oleh responden,apakah

jawaban itu menyenagkan atau jawaban itu tidak sesuai dengan yang diharapkan

peneliti, karena ada informasi yang dirahasiakan oleh responden.

3. Rencana pelaksanaan wawancara harus disusun sebaik mungkin sebagaimana

skenario pembelajaran, ini memerlukan teknik wawancara yang baik dari peneliti

atau pewawancara

C. Focus Grup Disscution

1. Pengertian

Focus Group Discussion/FGD atau diskusi kelompok terfokus merupakan

suatu metode pengumpulan data yang lazim digunakan pada penelitian kualitatif

sosial, tidak terkecuali pada penelitian keperawatan. Metode ini mengandalkan

perolehan data atau informasi dari suatu interaksi informan atau responden

berdasarkan hasil diskusi dalam suatu kelompok yang berfokus untuk

melakukan bahasan dalam menyelesaikan permasalahan tertentu. Data atau

informasi yang diperoleh melalui teknik ini, selain merupakan informasi

kelompok, juga merupakan suatu pendapat dan keputusan kelompok tersebut.

Keunggulan penggunaan metode FGD adalah memberikan data yang lebih kaya

dan memberikan nilai tambah pada data yang tidak diperoleh ketika
menggunakan metode pengumpulan data lainnya, terutama dalam penelitian

kuantitatif (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006)

a. Persiapan Teknis

1. Pembentukan tim

Pemebtukan tim adalah langkah awal yang paling menetukan dlam

keberhasilan FDG. Setiap FDG mebutuhkan :

a) 1 Moderator adalah fasilitator diskusi yang harus terlatih dan

memahami masalah

b) 1 Pencatat proses adalah orang yang tekun mengamati proses FDG,

dan membantu moderator.

c) 1 Penghubung peserta aalah mengenal dan mau menghubungi dan

memastikan partisipasi peserta.

d) 1 orang bloker adalah orang yang bertugas mencegah pengaruh-

pengaruh negative terhadap FDG.

e) 1-2 orang logistic adalah orang-orang yang membantu transportasi,

kebutuhan rehat,dll.

2. Kekuatan Dan Kelemahan Fgd

1. Kekuatan

a. Sinergisme. Suatu kelompok mampu menghasilkan informasi, ide dan

pandangan yang lebih luas.


b. Manfaat bola salju. Komentar yang didapat secara acak dari peserta

dapat memacu reaksi berantai respons yang beragam dan sangat

mungkin menghasilkan ide-ide baru.

c. Stimulan. Pengalaman diskusi kelompok sebagai sesuatu yang

menyenangkan dan lebih mendorong orang berpartisipasi

mengeluarkan pendapat.

d. Keamanan. Individu biasanya merasa lebih aman, bebas dan leluasa

mengekspresikan perasaan dan pikirannya dibandingkan kalau secara

perseorangan yang mungkin ia akan merasa khawatir.

e. Spontan. Individu dalam kelompok lebih dapat diharapkan

menyampaikan pendapat atau sikap secara spontan dalam merenspons

pertanyaan, hal yang belum tentu mudah terjadi dalam wawancara

perseorangan.

2. Kelemahan/Kesulitan

a. Karena dapat dilakukan secara cepat dan murah, FGD sering

digunakan oleh pembuat keputusan untuk mendukung

dugaan/pendapat pembuat keputusannya. Persoalannya adalah,

seberapa jauh FGD dilakukan sesuai prinsip dan prosedur yang benar.

b. FGD terbatas untuk dapat memperoleh informasi yang lebih

mendalam dari seorang individu yang mungkin dibutuhkan. Hal ini

disebabkan FGD terbatas waktu dan memberi kesempatan secara adil

bagi semua peserta untuk menyampaikan pendapatnya. Untuk ini FGD


tidak boleh dipertentangkan dengan metode lainnya, tetapi justru harus

dilihat sebagai saling melengkapi.

c. Teknik FGD mudah dilaksanakan, tetapi sulit melakukan interpretasi

datanya.

d. FGD memerlukan fasilitator- moderator (pemandu diskusi) yang

memiliki ketrampilan tinggi. Hal ini amat berpengaruh terhadap hasil.

3. Pelaksanaan Fgd

a. Persiapan sebelum Kegiatan (Acara Pertemuan) FGD

1. Tim fasilitator (pengundang) harus datang tepat waktu sebelum

peserta (undangan) tiba. Tim fasilitator sebaiknya memulai

komunikasi secara informal dengan peserta yang berguna untuk

menjalin kepercayaan dan pendekatan masyarakat.

2. Tim fasilitator harus mempersiapkan ruangan sedemikian rupa

dengan tujuan agar peserta dapat berpartisipasi secara optimal

dalam FGD. Sebaiknya peserta duduk melingkar bersama-sama

dengan fasilitator pemandu dikusi. Pencacat biasanya duduk di luar

lingkaran tersebut tetapi masih di sekitar lingkaran itu. Fasilitator

harus mengusahaakan tidak ada interupsi dari luar dan menjamin

bahwa semua peserta yang berpartisipasi duduk selingkar

4. Pembukaan FGD (Pemanasan dan Penjelasan)


a. Pemandu diskusi hendaknya memulai dengan melakukan pemanasan

dan penjelasan tentang beberapa hal, seperti: sambutan, tujuan

pertemuan, prosedur pertemuan dan perkenalan.

b. Dalam menyampaikan sambutan pembuka ucapkanlah terima kasih

atas kehadiran informan (peserta). Tekankan arti penting kehadiran

mereka sambil menjelaskan pengertian umum FGD. Jelaskanlah

maksud dan tujuan diadakannya pertemuan FGD yang sedang

dilakukan.

c. Perkenalkan diri (nama-nama fasilitator) dan peranannya masing-

masing. Kemudian mintalah pula peserta memperkenalkan diri.

Pemandu harus cepat mengingat nama peserta yang berguna pada saat

memimpin diksusi.

d. Jelaskan prosedur pertemuan, seperti: menjelaskan penggunaan alat

perekam, kerahasiaan dijaga dan hanya untuk kepentingan studi ini

saja, peserta tidak perlu menunggu untuk dimintai pendapat, silahkan

berbicara satu per satu sehingga bisa direkam dan tata tertib lainnya

untuk kelancaran pertemuan.

e. Jelaskan bahwa pertemuan tidak ditujukan untuk mendengarkan

memberikan ceramah kepada peserta dan tekankan bahwa fasilitator

ingin belajar dari peserta. Tekankan juga bahwa pendapat dari semua

peserta sangat penting sehingga diharapkan semua peserta dapat

mengeluarkan pendapatnya. Sampaikan bahwa oleh karena itu


fasilitator akan mengemukakan sejumlah pertanyaan yang sudah

dipersiapakan sebelumnya.

f. Mulailah pertemuan dengan mengajukan pertanyaan bersifat umum

yang tidak berkaitan dengan masalah atau topik diskusi. Setelah itu

proses itu dilalui, barulah mulai memandu pernyataan dengan

menggunakan acuan panduan yang sudah disediakan. Jangan lupa!

Pemandu dikusi harus menguasai pertanyaan-pertanyaan dan

mengemukakan secara sistematis tanpa selalu harus membacakan

secara kaku panduan pertanyaan.

5. Penutupan FGD

a. Untuk menutup pertemuan FGD, menjelang acara berakhir jelaskanlah

kepada peserta bahwa acara diskusi kita tentang masalah dan atau

topik tadi segera akan selesai. Jika pemandu sudah memiliki beberapa

kesimpulan umum yang dinilai cukup kuat, sampaikanlah secara

singkat point- pentingnya. Untuk itu tanyakan kembali kepada masing-

masing peserta apakah masih ada lagi pendapat atau komentar yang

ingin disampaikan atau ditambahkan. Komentar yang sesuai dapat

digali lebih mendalam.

b. Menjelang pertemuan benar-benar ditutup, sampaikanlah terima kasih

kepada peserta atas partisipasi mereka dan nyatakan sekali lagi bahwa

pendapat-pendapat mereka semua sangat berguna. Sesudah FGD


selesai, tim fasilitator harus segera berkumpul untuk melengkapi

catatan lapangan hasil dan proses FGD.

6. Karakteristik Metode Fgd

Metode FGD merupakan salah satu metode pengumpulan data

penelitian dengan hasil akhir memberikan data yang berasal dari hasil

interaksi sejumlah partisipan suatu penelitian, seperti umumnya metode-

metode pengumpulan data lainnya. Berbeda dengan metode pengumpul

data lainnya, metode FGD memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya,

merupakan metode pengumpul data untuk jenis penelitian kualitatif dan

data yang dihasilkan berasal dari eksplorasi interaksi sosial yang terjadi

ketika proses diskusi yang dilakukan para informan yang terlibat (Lehoux,

Poland, & Daudelin, 2006).

Karakteristik pelaksanaan kegiatan FGD dilakukan secara obyektif

dan bersifat eksternal. FGD membutuhkan fasilitator/moderator terlatih

dan terandalkan untuk memfasilitasi diskusi agar interaksi yang terjadi

diantara partisipan terfokus pada penyelesaian masalah. Carey (1994)

menjelaskan karakteristik pelaksanaan metode FGD yaitu menggunakan

wawancara semi struktur kepada suatu kelompok individu dengan seorang

moderator yang memimpin diskusi dengan tatanan informal dan bertujuan

mengumpulkan data atau informasi tentang topik isu tertentu. Metode

FGD memiliki karakteristik jumlah individu yang cukup bervariasi untuk

satu kelompok diskusi. Satu kelompok diskusi dapat terdiri dari 4 sampai
8 individu (Kitzinger, 1996; Twin, 1998) atau 6 sampai 10 individu

(Howard, Hubelbank,& Moore,1999).

Karakteristik permasalahan/isu yang dapat diperoleh datanya

melalui metode FGD adalah isu/ masalah untuk memperoleh pemahaman

tentang berbagai cara yang membentuk perilaku dan sikap sekelompok

individu atau untuk mengetahui persepsi, wawasan, dan penjelasan

tentang isu sosial yang tidak bersifat personal, umum, dan tidak

mengancam kehidupan pribadi seseorang (Lehoux, Poland, & Daudelin,

2006).

Dengan demikian, tidak semua permasalahan/isu dapat

dikumpulkan datanya melalui metode FGD. Data yang dikumpulkan

melalui metode FGD pada umumnya berhubungan dengan berbagai

peristiwa atau isu-isu sosial di masyarakat yang dapat memunculkan

stigma buruk bagi individu atau kelompok tertentu. Informasi yang

diperlukan dari individu atau kelompok tersebut tidak memungkinkan

diperoleh dengan metode pengumpulan data lainnya. Namun, metode

FGD kurang tepat untuk memperoleh topik/data yang bersifat sangat

personal seperti isu-isu sensitif kehidupan pribadi, status kesehatan,

kehidupan seksual, masalah keuangan, dan agama yang bersifat personal

(Kitzinger, 1996; Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).

D. Kuesioner
1. Pengertian Kuesioner atau Angket.

Kuesioner atau angket adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang

memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan

karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh

oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Dengan

menggunakan kuesioner, analis berupaya mengukur apa yang ditemukan dalam

wawancara, selain itu juga untuk menentukan seberapa luas atau terbatasnya

sentimen yang diekspresikan dalam suatu wawancara.

2. Penggunaan Kuesioner dan Angket

Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai

metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang

mempunyai banyak kebaikan sebagai instrumen pengumpul data. Memang

kuesioner baik, asal cara dan pengadaanya mengikuti persyaratan yang telah

digariskan dalam penelitian.Sekali lagi, sebelum kuesioner disusun, maka harus

dilalui prosedur:

a. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner

b. Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.


c. Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-variabel yang lebih spesifik dan

tunggal

d. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan

teknis analisisnya.

Penentuan sampel sebagai responden kuesioner perlu mendapat perhatian

pula. Apabila salah menentukan sampel, informasi yang kita butuhkan barangkali

tidak kita peroleh secara maksimal. Kita ambil contoh, Kita menghendaki data

tentang khasiat obat-obatan tradisional, termasuk jamu yang diminum. Kita

sebarkan angket kepada sejumlah gadis yang yang kita perkirakan senang minum

jamu supaya kelangsingannya terjamin. Ternyata dijawab karena responden yang

kita pilih ternyata tidak suka rasa pahit. Mereka memilih tubuh ramping daripada

harus setiap kali minum jamu.

Untuk memperoleh kuesioner dengan hasil mantap adalah dengan proses

uji coba. Sampel yang diambil untuk keperluan uji-coba haruslah sampel dari

populasi dimana sampel penelitian akan diambil. Dalam uji coba, responden

diberi kesempatan untuk memberikan sarana-sarana perbaikan bagi kuesioner

yang diuji cobakan itu. Situasi sewaktu uji coba dilaksanakan harus sama dengan

situasi kapan penelitian yang sesungguhnya dilaksanakan.

Salah satu kelemahan metode angket adalah bahwa angketnya sukar

kembali. Apabila demikian keadaannya maka peneliti sebaiknya mengirim surat

kepada responden yang isinya seolah-olah yakin bahwa sebenarnya angketnya


akan diisi tetapi mempunyai waktu. Surat yang dikirim itu hanya sekedar

mengingatkan.

3. Pengambilan Data Angket / kuisoner

Angket/ kuisoner adalah suatu alat pengumpul data yang berupa

serangkaian pertanyaan tertulis yang diajukan kepada subyek untuk mendapatkan

jawaban secara tertulis juga. Pengambilan data dapat dilakukan secara :

a) Pertanyaan langsung vs Pertanyaan tidak langsung Perbedaan mendasar

antara Pertanyaan Langsung dan Pertanyaan Tidak Langsung ialah terletak

pada tingkat kejelasan suatu pertanyaan dalam mengungkap informasi

khusus dari responden. Pertanyaan Langsung menanyakan informasi khusus

secara langsung dengan tanpa basa-basi (direct), dimana jawaban diperoleh

dari sumber pertama tanpa menggunakan perantara. Pertanyaan Tidak

Langsung menanyakan informasi khusus secara tidak langsung (indirect),

dimana Jawaban angket itu diperoleh dengan melalui perantara, sehingga

jawabannya tidak dari sumber pertama.

Contoh :

Pertanyaan Langsung: Apakah Saudara mengenal tersangka pembunuhan?

Pertanyaan Tidak Langsung: Bagaimana pendapat


saudara terhadap pembunuhan yang dilakukan oleh

budi?

b) Pertanyaan Khusus v.s Pertanyaan Umum Pertanyaan Khusus menanyakan

hal-hal yang khusus yang dibutuhkan oleh penulis. Sedang Pertanyaan

Umum biasanya menanyakan informasi mengenai identitas dari

koresponden. Lebih baik pertanyaan dimulai dari umum ke khusus.

Contoh pertanyaan :

Pertanyaan Khusus : Apakah saudara mengenal sistem Kanban?

Pertanyaan Umum : Berapa umur anda?

c) Pertanyaan Tentang Fakta v.s Pertanyaan Tentang Opini Pertanyaan tentang

fakta yang menghendaki jawaban dari responden berupa fakta; sedang

Pertanyaan tentang opini menghendaki jawaban yang bersifat opini. Pada

praktiknya dikarenakan responden mungkin mempunyai memori yang tidak

kuat ataupun dengan sadar yang bersangkutan ingin menciptakan kesan yang

khusus; maka Pertanyaan tentang fakta belum tentu sepenuhnya

menghasilkan jawaban yang bersifat faktual.

Demikian halnya dengan pertanyaan yang menanyakan opini belum

tentu sepenuhnya menghasilkan jawaban yang mengekspresikan opini yang


jujur. Hal ini terjadi karena responden mendistorsi opininya didasarkan pada

adanya “tekanan sosial” untuk menyesuaikan diri dengan keinginan social

dan lingkungannya.

Contoh:

Pertanyaan Tentang Fakta: Majalah apa yang anda sukai?

Pertanyaan Tentang Opini: Mengapa saudara menyukai majalah Aneka?

d) Pertanyaan dalam bentuk kalimat tanya v.s. Pertanyaan dalam bentuk kalimat

pernyataan. Pertanyaan dalam bentuk kalimat tanya memberikan pertanyaan

langsung kepada responden dimana jawaban yang diperoleh dapat beraneka

ragam; sedang pertanyaan dalam bentuk kalimat pernyataan menyediakan

jawaban persetujuannya.

Contoh:

Pertanyaan dalam bentuk kalimat tanya: Apakah saudara setuju dengan

pemilihan rektor secara langsung?

Pertanyaan dalam bentuk kalimat pernyataan: Pemilihan rector secara

langsung akan dilaksanakan.

Jawabannya: a. setuju b. tidak setuju.

4. Jenis Pertanyaan Dalam Kuisoner


Perbedaaan pertanyaan dalam wawancara dengan pertanyaan

dalam kuesioner adalah dalam wawancara memungkinkan adanya

interaksi antara pertanyaan dan artinya. Dalam wawancara analis

memiliki peluang untuk menyaring suatu pertanyaan, menetapkan istilah-

istilah yang belum jelas, mengubah arus pertanyaan, memberi respons

terhadap pandanmgan yang rumit dan umumnya bisa mengontrol agar

sesuai dengan konteksnya. Beberapa diantara peluang-peluang diatas

juga dimungkinkan dalam kuesioner. Jadi bagi penganalisis pertanyaan-

pertanyaan harus benar-benar jelas, arus pertanyaan masuk akal,

pertanyaan-pertanyaan dari responden diantisipasi dan susunan

pertanyaan direncanakan secara mendetail.

Jenis-jenis pertanyaan dalam kuesioner adalah :

1. Pertanyaan Terbuka : pertanyaan-pertanyaan yang memberi pilihan-

pilihan respons terbuka kepada responden. Pada pertanyaan terbuka

antisipasilah jenis respons yang muncul. Respons yang diterima harus

tetap bisa diterjemahkan dengan benar.

2. Pertanyaan Tertutup : pertanyaan-pertanyaan yang membatasi atau

menutup pilihan-pilihan respons yang tersedia bagi responden.


Petunjuk-petunjuk yang harus diikuti saat memilih bahasa untuk

kuesioner adalah sebagai berikut :

a. Gunakan bahasa responden kapanpun bila mungkin. Usahakan agar

kata-katanya tetap sederhana.

b. Bekerja dengan lebih spesifik lebih baik daripada ketidak-jelasan

dalam pilihan kata-kata. Hindari menggunakan pertanyaan-pertanyaan

spesifik.

c. Pertanyaan harus singkat.

d. Jangan memihak responden dengan berbicara kapada mereka dengan

pilihan bahasa tingkat bawah.

e. Hindari bias dalam pilihan kata-katanya. Hindari juga bias dalam

pertanyaan –pertanyaan yang menyulitkan.

f. Berikan pertanyaan kepada responden yang tepat (maksudnya orang-

orang yang mampu merespons). Jangan berasumsi mereka tahu

banyak.

g. Pastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut secara teknis cukup

akurat sebelum menggunakannya.

h. Gunakan perangkat lunak untuk memeriksa apakah level bacaannya

sudah tepat bagi responden.

5. Skala Dalam Kuisoner


Penskalaan adalah proses menetapkan nomor-nomor atau

simbol-simbol terhadap suatu atribut atau karakteristik yang bertujuan

untuk mengukur atribut atau karakteristik tersebut. Alasan penganalisis

sistem mendesain skala adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengukur sikap atau karakteristik orang-orang yang menjawab

kuesioner.

b. Agar respoden memilih subjek kuesioner.

Ada empat bentuk skala pengukuran , yaitu :

1. Nominal

Skala nominal digunakan untuk mengklasifikasikan

sesuatu. Skala nominal merupakan bentuk pengukuran yang paling

lemah, umumnya semua analis bisa menggunakannya untuk

memperoleh jumlah total untuk setiap klasifikasi. Contoh : Apa jenis

perangkat lunak yang paling sering anda gunakan ? 1 = Pengolah

kata, 2 = Spreadsheet, 3 = Basis Data, 4 = Program e-mail

2. Ordinal

Skala ordinal sama dengan skala nominal, juga memungkinkan

dilakukannya kalsifikasi. Perbedaannya adalah dalam ordinal juga

menggunakan susunan posisi. Skala ordinal sangat berguna karena

satu kelas lebih besar atau kurang dari kelas lainnya.


3. Interval

Skala interval memiliki karakteristik dimana interval di

antara masing-masing nomor adalah sama. Berkaitan dengan

karakteristik ini, operasi matematisnya bisa ditampilkan dalam data-

data kuesioner, sehingga bisa dilakukan analisis yang lebih lengkap.

4. Rasio

Skala rasio hampir sama dengan skala interval dalam arti interval-

interval di antara nomor diasumsikan sama. Skala rasio memiliki

nilai absolut nol. Skala rasio paling jarang digunakan.

6. Merancang Kuisoner

Merancang formulir-formulir untuk input data sangat penting,

demikian juga merancang format kuesioner juga sangat penting dalam

rangka mengumpulkan informasi mengenai sikap, keyakinan, perilaku dan

karakteristik.

a) Format kuesioner sebaiknya adalah :

1) Memberi ruang kosong secukupnya,


2) Menunjuk pada jarak kosong disekeliling teks halaman atau layar.

Untuk meningkatkan tingkat respons gunakan kertas berwarna

putih atau sedikit lebih gelap, untuk rancangan survey web

gunakan tampilan yang mudah diikuti, dan bila formulirnya

berlanjut ke beberapa layar lainya agar mudah menggulung

kebagian lainnya.

3) Memberi ruang yang cukup untuk respons,

4) Meminta responden menandai jawaban dengan lebih jelas.

5) Menggunakan tujuan-tujuan untuk membantu menentukan

format.

6) Konsisten dengan gaya.

b) Urutan Pertanyaan

Dalam menurutkan pertanyaan perlu dipikirkan tujuan

digunakannya kuesioner dan menentukan fungsi masing-masing

pertanyaan dalam membantu mencapai tujuan.

1) Pertanyaan-pertanyaan mengenai pentingnya bagi responden

untuk terus, pertanyaan harus berkaitan dengan subjek yang

dianggap responden penting.


2) Item-item cluster dari isi yang sama.

3) Menggunakan tendensi asosiasi responden.

4) Kemukakan item yang tidak terlalu kontroversial terlebih dulu.

E. Tes
1. Pengertian Tes

Tes berasal dari bahasa Latin testum yang berarti alat untuk mengukur tanah.

Dalam bahasa Prancis kuno, kata tes berarti ukuran yang dipergunakan untuk

membedakan antara emas dengan perak serta logam lainnya11.

Testing adalah saat pengambilan tes, testee adalah responden yang sedang

mengerjakan tes sedangkan tester adalah subjek evaluasi12.

Sedangkan dilihat dari segi istilah, ada berbagai macam pendapat,

diantaranya:

a. Anne Anastasi (1976) dalam bukunya Psychological Testing mengatakan

bahwa tes pada dasarnya merupakan suatu pengukuran yang obyektif dan

standart terhadap sampel perilaku13.

b. Frederick G Brown (1976) mengatakan bahwa tes adalah prosedur yang

sistematik guna mengukur sampel perilaku seseorang. Sistematik juga

memiliki pengertian obyektif, standart dan syarat-syarat kualitas lainnya.14.

c. Menurut Lee J. Cronbach dalam bukunya yang berjudul Essential of

Psychological Testing, menyatakan bahwa tes adalah suatu prosedur yang

sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih15.


d. Menurut Sumardi Suryabrata (1984) tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang

harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang

mendasarkan harus bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau

melakukan perintah-perintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan

cara membandingkan dengan standart atau testee lainnya16.

e. Test is a systematic procedure for comparing the behavior of two or more

individuals. Tes merupakan prosedur sistematis yang direncanakan oleh

evaluator guna membandingkan perilaku dua orang atau siswa atau lebih.

f. Tes menurut Muchtar Buchori, yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto, adalah

suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-

hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid18

g. Dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan Drs. Amir Daien

Indrakusuma yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa tes

adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk

memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang

seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat19.

h. Webster’s Collegiate mendefinisikan tes sebagai any series of questions or

exercises or other means of measuring the skill, knowledge,

intelligence,capacities of aptitudes or an individual or group. Yang lebih

kurang artinya demikian: tes adalah serentetan pertanyaan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok 20.
Dari beberapa uraian dan kutipan di atas jika dikaitkan dengan evaluasi

pendidikan dapat ditarik kesimpulan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis,

obyektif dan standart yang berupa serentetan pertanyaan atau latihan yang harus

dijawab oleh testee untuk menghasilkan suatu nilai yang mencerminkan tingkah

laku atau prestasi testee.

2. Fungsi Tes

Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:

a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes

berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah

dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses

belajarmengajar dalam jangka waktu tertentu.

b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes

tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran

yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan, fungsi tes dapat ditinjau dari tiga hal:

1) Fungsi untuk kelas.

2) Fungsi untuk bimbingan.

3) Fungsi untuk administrasi.

3. Klasifikasi Tes
Secara umum tes dibedakan berdasarkan obyek pengukurannnya dapat dibagi

menjadi dua, yaitu tes kepribadian (personality test) dan tes hasil belajar

(Achievement test)23.

a. Tes Kepribadian (Personality Test)

Adalah tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas

dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriyah, seperti gaya

bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan dan lain-lain24.

Yang termasuk dalam jenis tes ini dan banyak digunakan dalam

kependidikan adalah:

1) Pengukuran sikap.

2) Pengukuran minat.

3) Pengukuran bakat.

4) Tes intelegensi.

b. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)

Adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran

yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen

kepada mahasiswanya, dalam jangka waktu tertentu25. Menurut fungsinya

tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:

1) Tes Penempatan (Plecement test)

Tes penempatan adalah tes untuk mengukur kemampuan dasar yang

dimiliki oleh anak didik; kemampuan tersebut dapat dipakai untuk

meramalkan kemampuan peserta didik pada masa mendatang, sehingga


kepadanya dapat dibimbing, diarahkan atau ditempatkan pada jurusan

yang sesuai dengan kemampuan dasarnya26.

2) Tes Diagnostic

Adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat,

jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu

mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis-jenis kesukaran

yang dihadapi oleh peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat

dicarikan upaya berupa pengobatan (therapy) yang tepat. Tes

diagnostic juga bertujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan

“Apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang

merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan

selanjutnya?”27

3) Tes Formatif

Adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah

sejauh manakah peserta didik “telah terbentuk” (sesuai dengan tujuan

pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses

pembelajaran dalam jangka waktu tertentu28. Tes formatif juga

bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya

hasil penilain tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses

belajar mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan29.

4) Tes Sumatif
Adalah tes yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi

sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap

bahan pelajaran yang telah dipelajarinya30. Tes ini mengukur

keberhasilan belajar peserta didik secara menyeluruh, materi yang

diujikan seluruh pokok bahasan dan tujuan pengajaran dalam satu

program tahunan atau semesteran, masingmasing pokok bahasan

terwakili dalam butir-butir soal yang diujikan31.

Klasifikasi tes hasil belajar menurut tingkatannya dapat dibedakan menjadi:

a. Tes Standart

Pengertian tes standart secara sempit adalah tes yang disusun oleh satu

tim ahli, atau disusun oleh lembaga yang khusus mennyelenggarakan

secara professional. Yang dituntut dalam tes standart bukan standart

prestasi peserta didik dari penguasaan materi yang diajarkan pada suatu

tingkat, lembaga pendidikan tertentu, melainkan adanya persamaan

performance pada kelompok peserta didik atau lembaga pendidikan

disebabkan adanya kesamaan tolak ukur32.

Tes standar ini merupakan tes yang mengalami proses standardisasi,

yaitu proses validasi dan keandalan (reliability) sehingga tes tersebut

benarbenar valid dan andal untuk suatu tujuan dan bagi suatu kelompok

tertentu.33

b. Tes Nonstandart
Adalah tes yang disusun oleh seorang pendidik yang belum memiliki

keahlian professional dalam menyusun tes secara baik34.

Sedangkan menurut bentuknya, tes dapat dibedakan menjadi 3 macam,yakni:

1) Tes Tindakan

Adalah tes dimana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta didik

berupa tindakan, tingkah laku konkrit. Alat yang dapat digunakan untuk

melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan terhadap tingkah

laku tersebut35.

2) Tes Lisan

Tes lisan merupakan sekumpulan item pertanyaan dan atau pernyataan

yang disusun secara terencana, diberikan oleh seorang guru kepada para

siswanya tanpa media tulis36.

Dari segi persiapan dan cara bertanya tes lisan dapat dibedakan menjadi

dua, yakni:

1) Tes lisan bebas: artinya, pendidik dalam memberikan soal kepada

peserta didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara

tertulis.

2) Tes lisan berpedoman: pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang

apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik37.

3) Tes Tertulis Yaitu tes yang terdiri dari serangkaian soal, pertanyaan

(item) atau tugas secara tertulis dan jawaban yang diberikan secara
tertulis juga. Tes tertulis secara umum dapat dibedakan menjadi 2

macam, yakni:

a. Tes subyektif

Tes subyektif, yang pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes

bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan

jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata38.

b. Tes obyektif

Yaitu tes yang terdiri dari butir-butir soal (item) yang dapat

dijawab,oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih)

diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan

dengan masing-masing item dengan jalan menuliskan (mengisi)

jawabannya berupa kata-kata atau symbol-simbol tertentu pada

tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masingmasing butir

item yang bersangkutan39. Adapun macam-macam tes obyektif

adalah sebagai berikut:

1. Tes Melengkapi (completion test)

Adalah salah satu bentuk tes jawaban bebas, dimana butir-butir

soalnya berupa satu kalimat dimana bagian-bagian tertentu

yang dianggap penting dikosongkan, kepada testee diminta

untuk mengisi bagian-bagian yang ditiadakan tersebut40.

2. Tes benar-salah (true-false test)


Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement).

Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Orang

yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing

pernyataan itu dengan meligkari huruf B jika pernyataan itu

betul menurut pendapatnya dan melingkari huruf S jika

pernyataan itu salah.

Bentuk benar-salah ada dua macam (dilihat dari segi

mengerjakan/menjawab soal) yakni, dengan pembetulan yaitu

siswa siswa diminta membetulkan bila ia memilih jawaban

yang salah atau siswa hanya diminta untuk melingkari huruf B

atau S tanpa memberikan jawaban yang betul (tanpa

pembetulan)41.

3. Tes pilihan ganda (multiple choice test)

Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan atau

pemberitahuan tentang suatu pengetahuan yang belum lengkap.

Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa

kemungkinan jawaban yang telah disediakan42.

4. Menjodohkan (matching test)

Tes bentuk menjodohkan merupakan bentuk khusus dari

pilihan jamak. Bentuk ini terdiri atas dua macam kolom

paralel, tiap kolom berisi statement yang satu menempati posisi

sebagai soal dan satunya sebagai jawaban,kemudian peserta


didik diminta untuk menjodohkan kesesuaian antar dua

statement tersebut. Tes ini sering digunakan untuk mengukur

informasi tentang fakta; pengertian; hubungan dan pengertian

simbol tertentu43.

5. Rearrangement exercises

Yang dimaksud dengan Rearrangement exercises adalah

bentuk tes yang berupa rangkaian kalimat utuh dan benar,

kemudian diceraikan secara tidak beraturan, sehingga bentuk

aslinya sulit dikenali, peserta didik diminta menyusun kembali

sesuai dengan urutan yang benar. Bentuk tes ini banyak

digunakan untuk mata pelajaran bahasa Inggris44.

c. Penggolongan lain

Dilihat dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Tes individual (individual test), yakni tes dimana tester hanya

berhadapan dengan satu orang tertee saja.

2. Tes kelompok (group test), yakni tes dimana tester

berhadapan dengan lebih dari satu orang tetee45.

Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk

menyelesaikan tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

1. Power test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan buat testee

untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi.


2. Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan buat testee

untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi46.

Dilihat dari segi bentuk responnya tes dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu:

1. Verbal test, tes yang menghendaki respon (jawaban) tertuang

dalam bentuk ungkapan kata atau kalimat.

2. Non verbal test, tes yang menghendaki respon (jawaban)

tertuang dalam bentuk tindakan atau tingkah laku47.

d. Ciri-Ciri Tes Yang Baik

Suatu tes dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur jika dapat

memenuhi syarat-syarat tes yang baik, di antara syarat-syarat tes tersebut

adalah:

1. Validitas.

Menurut Anastasi dalam Sumarna Surapranata, validitas adalah

suatu tingkatan yang menyatakan bahwa suatu alat ukur telah sesuai

dengan apa yang diukur48.

2. Reliabilitas.

Reliabilitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau

keajegan.Suatu instrument evaluasi, dikatakan memenuhi nilai


reliabilitas tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang

konsisten dalam mengukur yang hendak diukur49.

e. Obyektivitas.

Adalah kualitas yang menunjukkan identitas atau kesamaan dari skor-

skor atau diagnosis-diagnosis yang diperoleh dari data yang sama dari

penskor-penskor kompeten yang sama50.

f. Praktibilitas (Practibility).

Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes

tersebut bersifat praktis, mudah mengadministrasikannya, praktis disini

juga termasuk dalam pelaksanaan, pemeriksaan dan juga pemberian

petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/diwakili oleh

orang lain51.

g. Ekonomis.

Yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tersebut tidak

membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan

waktu yang lama52.

F. Observasi

1. Pengertian Observasi
Menurut Arikunto (2006:124) observasi adalah mengumpulkan data atau

keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan

secara langsung ke tempat yang akan diselidiki. Sedangkan menurut Kamus

Ilmiah Populer (dalam Suardeyasasri, 2010:9) kata observasi berarti suatu

pengamatan yang teliti dan sistematis, dilakukan secara berulang-ulang. Metode

observasi seperti yang dikatakan Hadi dan Nurkancana (dalam Suardeyasasri,

2010:9) adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis baik secara langsung

maupun secara tidak langsung pada tempat yang diamati.

Bagi peneliti profesional, observasi umumnya digunakan sebagai metode

untuk mengumpulkan data atau untuk mencatat bukti. Definisi umum observasi

oleh peneliti adalah melihat, tetapi melihat ini diharapkan dapat menyertakan

analisis dan interpretasi yang spesifik. Oleh karena itu, Sanger (dalam Anon,

2010:2) berpendapat bahwa observasi dapat dilakukan dengan melihat bukti yang

dikumpulkan dan berusaha mencari yang signifikan dan tidak signifikan dari

kumpulan bukti tersebut. Definisi observasi menurut Tikstine (dalam Anon,

2010:3) adalah pengumpulan bukti visual secara sistematis dan seakurat mungkin

dengan menghadirkan situasi dunia nyata, yang mengarah kepada penyampaian

penilaian dan perubahan yang perlu untuk perilaku yang dapat diterima.

Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar guru menghadirkan

situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan


mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2007, dalam Gusti,

2011:5).

Menurut Purnomo (dalam Kurniawan, 2011:10) Metode observasi ialah

pengamatan langsung menggunakan alat indera atau instrument sebagai alat bantu

untuk penginderaan suatu subjek atau objek yang juga merupakan basis sains.

Metode observasi sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa.

Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.

Dengan metode observasi siswa menemukan fakta bahwa ada hubungan

antara obyek yang dianalisa dengan materi pembelajaran yang dibawakan guru.

Menurut Notoatmojo (dalam Sandjaja, 2011:1) bahwa observasi sebagai

perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya

rangsangan dalam menemukan fakta. Rangsangan tadi setelah mengenai indra

menimbulkan kesadaran untuk melakukan pengamatan. Pengamatan tersebut

tidak hanya sekedar melihat saja melainkan juga perlu keaktifan untuk meresapi,

mencermati, memaknai dan akhirnya mencatat. Tindakan terakhir ini penting

dilaksanakan, karena daya ingat manusia sangat terbatas untuk menyimpan semua

informasi tentang apa yang akan diobservasi dan hasil pengamatannya.

Catatan yang berisi hal-hal yang harus diobservasi dinamakan panduan

observasi. Sedangkan catatan yang merekam hasil observasi dapat berupa gambar

dan catatan panjang sebagai potret saat observasi dilakukan, dengan memberikan

tanda yang merupakan suatu daftar yang berisi subyek dan gejala-gejala yang

harus diamati berikut penilaiannya dinamakan alat bantu observasi. Pada jaman
ini beberapa alat bantu lain sering dipergunakan misalnya, kamera, tape recorder

dan alat-alat perekam elektronik lainnya.

Cara metode observasi dalam meningkatkan keterampilan proses sains

pada penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2012:33) yaitu dengan mengamati

seluruh proses tindakan yang akan dinilai dari indikator-indikator keterampilan

proses sains yang telah ditentukan.

Purnomo (dalam Kurniawan, 2011:10) dan Nurlaili (2011:14) mengungkapkan

bahwa langkah-langkah penggunaan metode observasi secara umum meliputi:

1. Tahap persiapan atau perencanaan

a. Menetapkan tujuan pembelajaran khusus (TPK)

b. Menetapkan obyek yang akan diobservasi

c. Menentukan alat/instrument peroleh data dalam mengadakan observasi


a. Tahap pelaksanaan Melakukan pengamatan, dimana siswa secara

langsung menuju obyek yang diobservasi .

b. Menganalisis dan mengevaluasi data, yaitu dengan siswa mengadakan

pencatatan terhadap pristiwa, kejadian-kejadian atau gejala-gejala yang

terjadi .

c. Mendiskusikan hasil pengamatan dengan tim lalu menarik kesimpulan.

Adapun kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran observasi menurut

Purnomo (dalam Kurniawan, 2011:10) yaitu sebagai berikut:

Kelebihan Metode Observasi

1. Metode observasi sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa

sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.

2. Menyajikan media obyek secara nyata tanpa manipulasi.

3. Mudah pelaksanaanya.

4. Siswa akan merasa tertantang sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa.

5. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi.

6. Memungkinkan pengembangan sifat ilmiah dan menimbulkan semangat ingin

tahu siswa.

Kekurangan Metode Observasi

1. Memerlukan waktu persiapan yang lama.

2. Memerlukan biaya dan tenaga yang lebih besar dalam pelaksanaannya.

3. Obyek yang diobservasi akan menjadi sangat kompleks ketika diknjungi dan

mengaburkan tujuan pembelajaran.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa sebagai

seorang guru perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar untuk memperoleh

gambaran tenatang apa yang dibutuhkan peserta didik dan apa yang akan dicapai

yang bertujuan agar peserta didik termotivasi dalam kegiatan belajar yang dirasakan

menyenangkan.

B. Saran

Seorang guru dalam menghadapi berbagai macam peserta didik yang memiliki

kebutuhan dalam pembelajaran yang berbeda-beda, maka seorang guru harus

mempersiapkan atau melakukan identifikasi kebutuhan belajar peserta didik, hal ini

dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, O. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Bandung.

http://asakhasan.blogspot.co.id/2013/04/makalah-analisis-kebutuhan.html (diakses

19/09/2016)

https://angelloveforever.wordpress.com/2013/10/17/analisis-kebutuhan-

pembelajaran/ (diakses 19/09/2016).

Miarso Yusufhadi, 2015. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Kencana: Jakarta.Teknik Komunikasi

Anda mungkin juga menyukai