Anda di halaman 1dari 6

Catatan #1 Mengenal Meditasi Tantra Khas Bali

PUTU YUDIANTARA·26 NOVEMBER 2017


Sebelum upload audio mp3 panduan langkah demi langkah meditasi, sesuai
janji saya, berikut merupakan edisi pertama dari serangkaian catatan untuk
memberi pemahaman dasar mengenai dasar-dasar spiritualitas Bali yang
berdasarkan pada ajaran Tantra, baik Saiwa, Shakta maupu Bauddha (dalam
kapasitas dan batasan saya memahami semua ajaran tersebut tentunya). Tentu
yang disampaikan di sini hanya point-point kunci yang diperlukan untuk
mendasari praktik meditasi anda, bukan penjabaran detail. Dengan segala
keterbatasan bahasa saya, saya berharap hal ini bisa dipahami dengan bahasa
sesederhana mungkin, namun beberapa istilah atau terminologi perlu
disampaikan sebagai landasan yang kuat, sekaligus acuan bagi anda yang ingin
mempelajarinya lebih detail.

SEDIKIT RITUAL SEBELUM ANDA MEMBACA: Tarik nafas panjang dari hidung,
hembuskan dengan cepat melalui mulut. Ulangi tiga kali untuk membuat tubuh
dan pikiran anda lebih rileks dan siap dengan apa yang hendak anda baca.
Silahkan mohonkan dengan cara anda, agar apa yang hendak anda baca
mendatangkan manfaat lebih besar dari yang anda harapkan. [inilah sikap
belajar orang Bali; belajar dengan menempatkan penghormatan tinggi-tinggi
pada apa yang hendak dipelajarinya (Ilmu Pengetahuan) agar bisa berstana
dalam dirinya secara ajeg]

PENTING: Mohon baca untaian kalimat ini dengan perlahan, dengan


perenungan kontemplatif, bukan asal baca. Bacalah dengan rasa, bukan
dengan logika. Biarkan tulisan ini berinteraksi dengan sisi-sisi yang lebih
dalam di dalam diri anda, menjadi “bibit” untuk tumbuhnya kesadaran
baru. Kalau perlu, bacalah secara berulang.

Pertama: Siapa Anda Sejatinya?

Dalam perspektif Tantra, anda adalah Parama Śiwa, kesadaran Universal Murni.
Kata Siwa di sini tidak sekedar mengacu pada "sosok" atau "wujud" Dewa Siwa
sebagaimana digambarkan di poster atau televisi, namun menggambarkan
Kondisi Kesadaran. Dalam istilah Lontar Wraspati Tattwa, Tattwa Jnana dan
lain-lain disebut Paramasiwa Tattwa (prinsip kesiwaan yang utama). Hyang
Parama Siwa disebut juga dengan Parama Śūnya atau Ketiadaan Absolut.
Untuk memahami Ketiadaan Absolut kita perlu memahami dulu "keberadaan".
Memahami kenapa sesuatu dianggap ada? Kita cenderung menganggap sesuatu
ada sebab panca indera bisa menangkapnya (mata melihatnya, telinga
mendengarnya, kulit bisa merasakannya, dan seterusnya), atau jika pun indera
tidak bisa menangkapnya, sesuatu akan tetap dianggap ada jika pikiran
meyakininya sebagai ada.
Jadi, sesuatu menjadi ada entah karena indera anda mempersepsikannya atau
karena pikiran meyakininya sebagai ada. Namun baik indera maupun pikiran
sama-sama memiliki batasan dalam mempersepsikan sesuatu. Misalkan, kita
nyata-nyata melihat matahari terbit di timur dan tenggelam di barat mengitari
bumi, padahal kenyataanya sebaliknya, bumi yang mengitari matahari.
Demikian pula pikiran mengkonsepsikan sesuatu berdasarkan ingatan dan
kesan yang ada, yang mana kesan yang mampu diingat secara sadar dalam satu
momen sangat terbatas.

Celakanya, kita demikian tergantung pada indera dan pada hasil konsepsi
pikiran untuk meyakini sesuatu sebagai ada dan benar.

Diri Sejati kita adalah Parama Śūnya (ketiadaan absolut) karena melampaui
keberadaan yang dikonsepsikan indera dan pikiran. Namun elemen dalam diri
yang disebut Ahangkara (konsep diri) membuat kita yakin kalau kita adalah "si
ini", "si itu", "seorang yang begini", "seorang yang begitu" dan seterusnya, yang
tidak jarang keyakinan diri itu malah menjadi batasan untuk diri, bahkan
menjadi penjara yang mengungkung diri anda sendiri dalam berbagai hal yang
menyiksa.

Meditasi adalah sebuah proses untuk melihat dengan hening segala gejolak
dalam diri dan menyadari bahwa semua itu hanya bagian kecil dari keberadaan
kita, bukan kita yang absolut. Meditasi adalah proses untuk mengenal Diri
Sejati di balik semua konsepsi pikiran, semua hasil konstruksi memori, atau
balutan sistem keyakinan (belief system) kita.

Tentu, perjalanan untuk mengalami Hyang Parama Śūnya adalah perjalanan


seumur hidup, namun demikian langkah demi langkah bisa kita lakukan, lalu
bisa kita alami realisasinya secara perlahan. Saya belum mencapai semua itu,
karena itu saya tidak layak menyandang sebutan "guru", saya hanya sekedar
mengajak anda berjalan bersama, bukan menjadi pemandu.

Jawablah pertanyaan berikut ini: siapa anda?


Hampir bisa dipastikan anda akan menjawab pertanyaan tersebut dengan
berbagai konsep yang tersimpan dalam pikiran anda. Konsep tentang "saya
adalah..." itu adalah hasil bentukan dari berbagai pengalaman anda
sebelumnya. Pengalaman adalah bagaimana indera berinteraksi dengan dunia
eksternal, lalu mengkonstruksikan makna terkait yang dialami itu.

Singkatnya, jawaban anda tentang siapa anda tidak lebih merupakan hasil
pengalaman anda.
"Saya adalah...." selalu dibentuk oleh pengalaman lampau, yang masih jelas
teringat atau yang sudah samar-samar. Mungkin luka-luka mendalam, dendam,
kekecewaan yang masih tersimpan, penyesalan yang terus menghantui, atau
sebaliknya rasa suka cita yang belum mampu dilepaskan. Semua itu dijadikan
oleh Ahangkara anda sebagai pembentuk diri anda saat ini, dan semakin kuat
anda terikat dengan bentukan ahangkara anda, semakin anda akan lupa dengan
kesejatian anda.
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah konsepsi anda tentang siapa anda
membuat anda hidup bahagia dan memuaskan, atau malah terpenjara
dalam berbagai ketidaknyamanan?
Meditasi yang akan diajarkan nanti adalah meditasi untuk melepaskan semua
beban-beban emosional serta luka-luka batin yang memenjarakan anda dalam
konsep-konsep diri yang mengkerdilkan, sehingga anda bisa hidup lebih damai,
nyaman dan bahagia saat semua beban mental yang entah sadar atau tidak
anda bawa itu anda lepaskan. Namun, penting diingat, menjadi bahagia,
nyaman dan tenang bukanlah tujuan utama meditasi, sebab semua itu pun
masih menandakan keberadaan: ada rasa senang, bahagia dan damai. Tujuan
utama meditasi adalah mengalami Ketiadaan Absolut.

Rasa tenang, damai, bahagia, nyaman tanpa beban hanya "bonus" atau akibat
alami yang anda rasakan saat semua belenggu mental dari tumpukan
pengalaman indera dan konsepsi mental dilepaskan. Serupa dengan seorang
yang melakukan pendakian ke puncak gunung, jalannya akan lebih santai dan
damai tanpa tumbukan beban ransel berisi sampah dan bebatuan di
pundaknya. Bebaskan diri anda dari beban itu dengan melepaskan semua beban
itu. Tapi, melepaskan beban itu bukan tujuan anda melakukan pendakian,
tujuan utama anda adalah sampai di puncak.

Tapi tentu saja, sekedar menginginkan “bonus-nya” saja dari meditasi juga
sudah sangat baik. Setidaknya itu akan menjadi benih untuk kelak
menapaki tujuan inti.
Tantra tidak mengajarkan untuk “jadilah spiritual, jadilah pertapa! Tinggalkan
kehidupan fana”. Sebaliknya Tantra mengajarkan untuk mencapai Jagadhitta
(kebahagiaan di dunia), dan moksartam (Realisasi Sang Diri Sejati). Keduanya
berkaitan tentu saja. Di Bali, kita mewarisi implementasi prinsip ini dalam
berbagai Lontar “kehidupan” bagaimana menjalani hidup sambil
menjadikannya jalan spiritua, jalan Yoga. Tengok misalkan lontar Dharma
Pemaculan untuk para petani, kitab itu mengajak untuk hidup sebagai petani
dengan jiwa spiritual. Demikian pula Lontar lain yang tujuannya
mengoptimalkan peran hidup namun dengan spirit yang tepat.

Bahkan jika anda tidak memiliki motivasi spiritual yang tinggi sekali pun,
meditasi ini tetap bisa sangat memberdayakan untuk anda. Lepasnya semua
beban itu akan menjadikan keseharian anda lebih cerah, anda bisa melakukan
pekerjaan dengan kejernihan pikiran, emosi yang stabil dan tubuh yang segar.
Meski para leluhur menetapkan tujuan utama praktik spiritual adalah untuk
merealisasikan Hyang Parama Śūnya, namun "bonus perjalannya" sudah cukup
untuk membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih baik.

Kita tidak akan banyak bicara tentang Hyang Parama Śūnya, karena bahkan
saya pun belum mengalaminya secara "on demand", kalaupun saya
mengalaminya, bagaimana menceritakan adanya ketiadaan? Di group ini kita
hanya akan bicara tentang bagaimana mengoptimalkan "bonus" perjalanan
berupa kebahagiaan, kedamaian, keberuntungan dan seterusnya, sambil terus
saling mengingatkan kalau semua itu hanya "bonus" meditasi, bukan tujuan
meditasi.

Seseorang mengalami gangguan emosional, suasana hati yang mudah berubah,


tekanan batin, mudah merasa stress, kekawatiran berlebih, ketakutan tidak
menentu dan berbagai situasi tidak mengenakkan yang lain karena satu alasan.
Salah satu alasannya adalah karena di sistem kesadarannya tersimpan terlalu
banyak beban yang dikumpulkan dari pengalaman lampau. Semua ini disebut
dengan Karma Wasana.

Banyak orang memahami karma sekedar sebagai "melakukan hal baik berakibat
baik, melakukan hal buruk berakibat buruk". Kenyataanya seluruh kehidupan
kita adalah karma yang kita lakukan dengan karmendriya (indriya untuk
berkarma). Dalam Tantra, anda sekedar melihat sesuatu sudah termasuk karma,
anda mendengar sudah termasuk karma, anda berpikir sudah termasuk karma
dan seterusnya. Semua gerak kehidupan anda adalah karma. Setiap karma yang
kita lakukan (semua yang kita lihat, dengar, rasakan, pikirkan, rasakan, dll)
akan memunculkan kesan-kesan yang disebut karma wasana (kesan yang
muncul dari karma).

Banyak dari wasana ini bersifat rajasik dan tamasik, yang jika tersimpan lama
dalam diri kita makan akan cenderung membuat kita melakukan hal-hal yang
kemudian kita sesali dan mendatangkan banyak kesialan dalam hidup.
Memori tidak bisa dihapus, namun kesan emosionalnya yang tidak
memberdayakan bisa dinetralisir. Demikian pula karma tidak bisa dihapus
(sudah terlanjur memikirkan, melihat, mendengar, dll), namun kesan atau
wasana-nya bisa dinetralisir sehingga tidak memberi daya dorong negatif yang
membuat kita (secara tidak sadar) menjalani kehidupan dengan cara-cara yang
merugikan dan menyiksa diri sendiri.

Tujuan lain dari meditasi adalah membersihkan wasana ini, artinya


membersihkan semua kesan dari setiap hal yang kita alami sehingga tidak lagi
membelenggu kita, tidak lagi dijadikan Ahangkara sebagai sarana untuk
mendefinisikan diri secara keliru. Bisa dikatakan kita melakukan pembersihan
terhadap pikiran bawah sadar (subconscious mind) dari berbagai racuan
emosional dan beban mental sehingga kita bisa lebih mudah terhubung dengan
kondisi kesadaran yang lebih tinggi, yang dalam istilah pakar di Barat disebut
Altered States of Consciousness. Dari kondisi kesadaran yang lebih tinggi inilah
kita bisa mendapat begitu banyak tuntunan luhur (maguru di déwék) terkait
berbagai macam tantangan dan kondisi yang kita sedang alami, dan di kondisi
ini pula kita bisa mendapat berbagai macam pengalaman illahi (masiwa raga).

Singakatnya, tujuan utama dari meditasi adalah mengalami Hyang Maha Suci,
dan untuk mengalami Hyang Maha Suci, kita perlu menyingkirkan segala
kekotoran dalam diri. Sebagaimana saya kutipkan dari Lontar Tattwajnana di
Buku Renungan Siwa-Buddha, kita sejatinya permata murni, namun karena
terlalu banyak menyimpan dan membiaskan warna kita lupa dengan kemurnian
dan kebeningan kita yang melampaui warna. Dalam proses pembersihan (yang,
sekali lagi, bisa memakan waktu seumur hidup) kita akan sudah merasakan
dampaknya dalam kehidupan sekarang berupa batin yang lebih damai, emosi
yang lebih stabil dan pikiran yang lebih hening.

Kedua: Siapa yang Anda Kira adalah Anda?

Jadi setelah memahami siapa anda sejatinya dan bagaimana kita melupakan
kesejatian diri kita, ada baiknya saya tekankan sedikit mengenai siapa yang kita
kira adalah kita. Kalau hakekat sejati kita adalah Kesadaran Universal Maha
Murni, lalu apakah diri personal kita ini hanya ilusi?

Dalam Tantra, keberadaan anda tidak dianggap illusi, tidak diingkari


keberadaanya, anda yang dalam balutan tubuh dan pikiran, anda yang
dikonsepsikan oleh Ahangkara memang adalah anda, namun hanya bagian
kecil dari anda. Tantra mengajarkan untuk melihat diri anda secara luas, utuh
dan menyeluruh, bukan hanya sebagian-sebagian.

Meditasi akan mengenalkan anda pada diri anda, bukan ujug-ujung membawa
anda pada Hyang Parama Śūnya, namun di awal kita akan mengenal bagian-
bagian diri di semua elemennya.

Mulai dari tubuh fisik, apakah kita sudah mengenalnya dengan baik? Lalu
apakah kita mengenal sisi-sisi Bhuta Kala dalam diri kita? Apakah kita
mengenal Sisi Dewata dalam diri kita? Apakah ada bagian diri yang terluka dan
terabaikan selama ini yang memerlukan cahaya kesembuhan? Apakah ada
bagian diri yang saling bermusuhan tanpa anda sadari dan membuat batin anda
senantiasa berkonflik? Apakah ada pola-pola tak sadar dalam berpikir, bersikap
dan merasa yang selama ini mengendalikan tindak tanduk anda? Apakah anda
sudah menjadi sebagaimana yang anda inginkan, sebagai diri ideal anda,
ataukah anda menjadi seseorang yang membuat anda tidak mampu berdamai
dengan diri sendiri?

Semua elemen tersebut perlu dikenali, perlu ditata, diharmoniskan dan


dijadikan "saudara" yang hidup rukun dalam "satu rumah". Tidak akan ada
orang yang bisa merasa damai dengan orang lain dan kehidupan jika di dalam
dirinya saja sudah penuh konflik, pertentangan, penuh ruang gelap, racun dan
jebakan. Jika di dalam kacau, maka di luar pun akan berantakan, sebab
sebagaimana dikatakan Lontar-lontar kuno, antara Bhuwana Alit (kondisi
internal) dengan Bhuwana Agung (Kehidupan Eksternal) adalah tunggal, satu
kesatuan sistem yang saling mempengaruhi, saling memproyeksikan.

Ajaran Tantra di Bali memiliki konsepsi Ajaran Kanda Pat yang secara filosofis
dimaknai sebagai menata "Hitam" dan "Putih" dalam diri agar harmonis
sehingga membentuk satu kesatuan utuh bernama "Kain Poleng". Konon ajaran
Kanda Pat ini, sebagaimana tertulis dalam Lontar Kaputusan Dalêm diturunkan
pada "Orang Tua berkain Poléng".
Kenapa Orang Tua? Orang tua adalah simbol kedewasaan dan kematangan.
Orang tua sudah tidak lagi dikuasai gairah dan gejolak hidup karena sudah
kenyang dengan asam garam kehidupan.

Kenapa orang tua berkain Poléng? Kain poleng (hitam-putih dalam diri, hitam-
putih kehidupan) adalah "pakaian", bukan lagi pengendali yang mengendalikan
hidup kita tanpa sadar.

"Orang tua berkain poléng" adalah simbol dari seorang yang sudah mampu
mengenal, menata dan melampaui dualitas dalam dirinya. Sudah mampu sama-
sama memperlakukan Bhuta dan Dewa sebagai "Saudara" bukannya satu
dijunjung satu dimusuhi. Inilah makna simbolik ajaran Kanda Pat, dan inilah
yang berusaha kita lakukan melalui latihan meditasi: Kita menyelam ke dalam
diri, lalu mengenali bagian-bagian diri yang selama ini tersembunyi dan
melakukan penataan, harmonisasi dan sinkronisasi agar semuanya menjadi
satu kesatuan utuh yang membuat kehidupan kita dan seluruh mahluk lebih
baik, lebih membahagiakan dan lebih mendamaikan.

Setelah membaca, tutup mata sejenak, tarik nafas panjang dan hembuskan
perlahan, lalu biarkan tulisan ini meresap ke dalam diri anda.

Ada pertanyaan? Silahkan ajukan di kolom komentar.


PS: Besok akan diberikan catatan tentang dasar-dasar meditasi, apa itu
meditasi, bagaimana bermeditasi yang benar (sikap duduk, posisi, dan hal-
hal dasar lain).

Matur Suksma. Semoga tulisan jelek saya ini membangkitkan keindahan


dalam diri anda.

Anda mungkin juga menyukai