TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia dimulai pada umur 60 tahun keatas. Di Indonesia,
batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria
maupun wanita (Kushariyadi, 2011). Lansia sendiri bukan mjerupakan
suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaftasi dengan stres lingkungan (Efendi, 2009).
Berdasarkan definisi secara umum seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun keatas, baik pria atau wanita (Mauk,2010).
Sedangkan departemen Kesehatan RI menyebutkan seseorang
dikatakan lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun ke atas (Indriana,
2012). Menurut Badan Kesehatan dunia (WHO) usia lanjut dimulai
dari usia 60 tahun (Wallnce, 2007).
2. Batasan Usia lanjut
Berikut ini batasan-batasan usia yang mencakup batasan usia lansia
dari berbagai pendapat ahli (Azizah, 2011):
Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan usia,
yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.
Departemen Kesehatan RI (2013) mengklasifikasikan lansia dalam
kategori berikut :
a. Pralansia, seseorang yang berusia anatra 45-59 tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
9
11
c. Autoimun
Pada saat ini Arthritis Rheumatoid diduga disebabkan oleh
faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen
tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus.
d. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama
diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas
utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan arthritis rheumatoid
seropositif. Pengemban pHLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk
menderita penyakit ini (Chairuddin, 2003 -2015).
3. Patofisiologi
Patofisiologi pada Arthritis Reumatoid , reaksi auto-imun
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. enzim-enzim tersebut akan
memecah kalogen sehingga terjadi edema, poliferasi membrane sinovial
dan akhirnya terjadi pembentukkan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
akan menghilangnya permukaan sendi yang akan menggangu gerak
sendi. Otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekakuan kontraksi otot (Smeltzer &
Bare, 2002).
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat
pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang
merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis arthritis
rheumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel
radang, Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang, akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut
14
MK : Gangguan
MK : Risiko
Citra Tubuh
Cidera
6. Pemeriksaan penunjang
Sedangkan Menurut Yuli (2014) pemeriksaan Diagnostik yang bisa
dilakukan, yaitu :
a) Tes faktor reumatoid biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
Arthritis Rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien leprae, tuberkolosis paru, sirosis hepatis,
hepatitis infeksiosa, endocarditis bakterialis, penyakit kolagen dan
sarkoidosis.
b) Protein C-reaktif: bisaanya meningkat, posisi selama masa
eksaserbasi.
c) LED: umunya meningkat pesat (80-100 mm/h) mungkin kembali
normal sewaktu gejala-gejala meningkat.
d) Leukosit: normal atau meningkat pada waktu timbul proses
inflamasi.
e) Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f) Trombosit meningkat.
g) Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
h) Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tetapi yang
tersering adalah metatarsofalang dan bisaanya simetris. Sendi
sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi
pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi jukstra articular
kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.
Menurut Huda (2015) Pemeriksaan Diagnostik Rheumatoid
Arthritis, yaitu:
a. Ig (ig M dan ig G): peningkatan besar menunjukkn proses
autoimun sebagai penyebab AR.
b. Sinar x dari sendi yang sakit; menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
17
dengan kompres serei hangat dimana nilai t hitung lebih besar dari t table
(t=7.13). nilai probabilitas (p=0,000) atau (p<0,05).
Berdasarkan hasil analisa pada penelitian yang telah dilakukan dari
15 responden menunjukkan bahwah terdapat penurunan nyeri sendi 14
responden (93,33%), dan 1 responden (6,67%) yang tidak mengalami
penurunan atau tetap. Dari hasil uji statistik denganmenggunakan
Wilcoxon Signed Ranks Test perhitungannya yang dilakukandengan
menggunakan SPSS 16,0 dengan tingkat kemaknaan ρ=0,05 didapatkan
hasil nyeri sendi sebelum dikompres serai ρ=0,048 dan nyeri sendi setelah
diberikan kompres seraiρ=0,031 yang berarti lebih kecil dari tingkat
kemaknaan ρ<0,05.
Hasil analisa pada penelitihan kompres rebusan serai hangat
menunjukkan nilai mean skala nyeri sebelum intervensi yaitu 6,11 dan
nilai mean skala nyeri setelah intervensi yaitu 3,44. menunjukkan hasil
bahwa pada kelompok kompres rebusan serai hangat dan kelompok
kompres rebusan kayu manis hangat didapatkan nilai p value 0,001 < 0,05.
2) Kesadaran
Kesadaran klien bisaanya composmentis atau apatis.
3) Tanda-tanda vital:
a. Suhu meningkat
b. Nadi meningkat
c. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal.
d. Pernafasan bisaanya mengalami normal atau meningkat.
4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
Pengkajian menurut Doengoes (2000), pengkajian
tergantung pada keparahan dan ketrlibatan organ-organ lainnya,
seperti :
(a) Sistem Pernafasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau
masih dalam batas normal.
(b) Sistem Sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical
sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan.Gejala: fenomena
raynaud jari tangan/kaki (mis., pucat intermiten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal.
(c) Sistem Persyarafan (B3: Brain)
Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot,
terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan
melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan
dengan nyeri/ansietas).Gejala : kebas / kesemutan pada
tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Pembengkakan sendi simetris.
(d) Sistem Perkemihan (B4: Bleder)
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine,
dysuria, distensi kandung kemih,warna dan bau urine, dan
kebersihan.
24
Keterangan :
a. 130 : Mandiri
b. 65 – 125 : Ketergantungan sebagian
c. 60 : Ketergantungan total
Kesimpulan :
3. MMSE (Mini Mental Status Exam)
Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental lansia.
28
langkah :
1) Ambil kertas ditangan anda
2) Lipat dua
3) Taruh di lantai
Perintahkan klien dengan menutup
mata klien, untuk point seperti no.
1 , Jam tangan /Pensil
Perintahkan pada klien :
Menulis 1 kalimat
Menyalin 1 gambar
Keterangan :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat
Kesimpulan :
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah terminologi yang digunakan oleh
perawat profesional untuk menjelaskan masalah kesehtan, tingkat
kesehtan, respon pasien terhadap penyakit, atau kondisi pasien (aktual
atau potensial) sebagai akibat dari penyakit yang diderita (Debora, 2011).
Menurut Herdman (2015-2017) dan SDKI (2016), yaitu :
a. Nyeri Kronis berhubungan dengan Gangguan muskuloskletal kronis.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1) Mengeluh Nyeri
2) Merasa Depresi (tertekan)
Obyektif :
1) Ekspresi wajah neri ( misalnya, tegang, meringis)
2) Tidak mampu menuntaskan aktivitas.
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1) Merasa takut mengalami cidera berulang
Obyektif :
2) Bersikap protektif (misalnya, waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Perubahan perilaku (gelisah, menangis, waspada)
4) Pola tidur berubah.
b. Hipertermia berhubungan dengan Penyakit.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
1) Suhu tubuh lebih dari 37,80C oral atau 38,80C rektal.
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
2) Kulit merah
31
3) Kejang
4) Takikardi
5) Takipnea
6) Kulit terasa hangat.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan
muskuloskletal/Kekakuan sendi.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas.
Obyektif :
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun.
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak.
Obyektif :
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkontrol
3) Gerakan Terbatas
4) Fisik lemah.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Proses Penyakit.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1) Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
2) Perasaan negatif tentang tubuh.
Objektif :
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Fungsi dan/atau stuktur tubuh berubah
3) Menghindari melihat
32
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah wujud pelaksanaan tindakan
dari perencanaan yang telah dibuat. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang
dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan. (Potter dan
Perry, 2005).
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan penatalaksanaannya sudah berhasil dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan.
Tipe evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi formatif atau sumatif.
Evaluasi formatif merefleksikan observasi perawat dan analisi
terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan.
Evaluasi sumatif merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu. Pernyataan –
pernyataan ini menguraikan kemajuan terhadap pencapaian kondisi
yang dijelaskan dalam hasil yang diharapkan.
Ada beberapa bentuk format dokumentasi yang dapat digunakan
perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasen
antara lain :
a. S O A P
Format SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasen.
S: Subjective adalah pernyataan atau keluhan dari pasen
O:Objective adalah data yang diobservasi oleh perawat atau
keluarga.
A : Analisys adalah kesimpulan dari objektif dan subjektif
P: Planning adalah rencana tindakan yang akan dilakuakan
berdasarkan analisis
b. S OAPIER
35