Anda di halaman 1dari 28

BAB ll

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia dimulai pada umur 60 tahun keatas. Di Indonesia,
batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria
maupun wanita (Kushariyadi, 2011). Lansia sendiri bukan mjerupakan
suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaftasi dengan stres lingkungan (Efendi, 2009).
Berdasarkan definisi secara umum seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun keatas, baik pria atau wanita (Mauk,2010).
Sedangkan departemen Kesehatan RI menyebutkan seseorang
dikatakan lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun ke atas (Indriana,
2012). Menurut Badan Kesehatan dunia (WHO) usia lanjut dimulai
dari usia 60 tahun (Wallnce, 2007).
2. Batasan Usia lanjut
Berikut ini batasan-batasan usia yang mencakup batasan usia lansia
dari berbagai pendapat ahli (Azizah, 2011):
Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan usia,
yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.
Departemen Kesehatan RI (2013) mengklasifikasikan lansia dalam
kategori berikut :
a. Pralansia, seseorang yang berusia anatra 45-59 tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

9
11

c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih


dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

B. Konsep Gangguan Penyakit Pada Lansia


1. Definisi
Artritis Reumatoid atau Arthritis Rheumatoid (RA) adalah
penyakit autoimun sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah
satu kelainan multisistem yang etiologinya belum diketahui secara pasti
dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008).
Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum
ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008).
Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan
inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima
sendi (poliartritis) (Pradana, 2012).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan
banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi
dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering
menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan
gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang
adekuat (Febriana, 2015).
Arthritis Rheumatoid (RA) adalah gangguan inflamasi yang tidak
diketahui penyebabnya yang biasanya mengenai sendi sinovial.
Fagositosis memproduksi enzim di dalam sendi. Enzim memecah
kolagen sehingga menyebabkan edema, proliferasi membran sinovial,
dan pada akhirnya pembentukan pannus. Pannus menghancurkan
kartilago dan mengerosi tulang. Dampaknya adalah hilangnya
12

permukaan artikular dan pergerakan sendi. Serabut otot mengalami


perubahan degeneratif. Kekuatan elastisitas dan kontraktil tendon dan
ligamen hilang. Arthritis Rheumatoid menyerang 1% populai di seluruh
dunia, terjadi dua sampai empat kali lebih sering pada wanita dibanding
pria, (Brunner dan Sudarth, 2013).
2. Etiologi
Penyebab penyakit Arthritis Rheumatoid belum diketahui secara
pasti, Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, 2008).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Arthritis
Rheumatoid, yaitu :
a. Faktor Infeksi.
Faktor infeksi ini menyebabkan Arthritis Rheumatoid juga
timbul karena umumnya penyakit ini terjadi secara mendadak dan
timbul disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun
sampai saat ini belum berhasil dilakukan isolasi satu
mikroorganisme dari jaringan sinovial. Penyebab penyakit ini yang
diduga merupakan penyebab arthritis reumatoid antara lain adalah
kuman, virus, jamur.
b. Hormonal
Kecenderungan wanita untuk menderita Arthritis Rheumatoid
dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal
sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal
tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan,
sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal
memang merupakan penyebab penyakit ini.
13

c. Autoimun
Pada saat ini Arthritis Rheumatoid diduga disebabkan oleh
faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen
tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus.
d. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama
diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas
utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan arthritis rheumatoid
seropositif. Pengemban pHLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk
menderita penyakit ini (Chairuddin, 2003 -2015).
3. Patofisiologi
Patofisiologi pada Arthritis Reumatoid , reaksi auto-imun
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. enzim-enzim tersebut akan
memecah kalogen sehingga terjadi edema, poliferasi membrane sinovial
dan akhirnya terjadi pembentukkan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
akan menghilangnya permukaan sendi yang akan menggangu gerak
sendi. Otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekakuan kontraksi otot (Smeltzer &
Bare, 2002).
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat
pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang
merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis arthritis
rheumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel
radang, Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang, akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut
14

otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya


elastisitas otot dan kekakuan kontraksi otot.
Selain itu juga akan timbul rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema,
dan gangguan fungsi pada sendi akibat proses inflamasi (Brunner &
Suddarth, 2001, 2014).
4. WOC (Web Of Causation)
WOC pada arthritis rheumatoid terdapat di bagan 2.1
5. Manifestasi Klinik
Rasa nyeri pada persendian berupa pembengkakan, panas, eritema
dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk
arthritis rheumatoid. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku
pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit (Smeltzer &
Bare, 2002).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius
terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2016), yaitu: sendi terasa kaku
pada pagi hari dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan
tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah
beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan
terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam
dan terjadi berulang dapat terjadi berulang.
Menurut Brunner & Suddarth (2013) manifestasi klinis ditentukan
oleh stadium dari tingkat keparahan penyakit, yaitu :
a. Nyeri , pembengkakan, sensasi hangat, eritema, dan kurangnya
fungsi pada sendi, merupakan gejala klasiknya.
b. Palpasi sendi mengungkapkan adanya jaringan yang menyerupai
spons atau lunak.
c. Cairan biasanya dapat diaspirasi dari sendi yang meradang
(inflamasi).
15

Infeksi, Autoimun, Hormonal, Gen dan Lingkungan

Antigen penyebab RA berada di mebran sinovial

Terjadi mitosis & proliferasi sel

Terbentuk antibody (sebagai perlawanan)

Reaksi antibody terhadap penyebab RA

Terbentuknya kompleks imun di ruang sendi

Pengendapan kompleks imun

Rheumatoid Arthritis (RA)

MK : Nyeri Kronis Peningkatan suhu tubuh

Sinovial menebal MK : Hipertemia

Kekakuan Sendi Kerusakan kartilago & tulang

Pannus Tendon & ligamen melemah


MK : Hambatan
Nodul Hilangnya kekuatan otot
mobilitas fisik

MK : Gangguan
MK : Risiko
Citra Tubuh
Cidera

Bagan 2.1 WOC (Web Of Causation)

Sumber : Brunner & Suddarth(2014).


16

6. Pemeriksaan penunjang
Sedangkan Menurut Yuli (2014) pemeriksaan Diagnostik yang bisa
dilakukan, yaitu :
a) Tes faktor reumatoid biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
Arthritis Rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien leprae, tuberkolosis paru, sirosis hepatis,
hepatitis infeksiosa, endocarditis bakterialis, penyakit kolagen dan
sarkoidosis.
b) Protein C-reaktif: bisaanya meningkat, posisi selama masa
eksaserbasi.
c) LED: umunya meningkat pesat (80-100 mm/h) mungkin kembali
normal sewaktu gejala-gejala meningkat.
d) Leukosit: normal atau meningkat pada waktu timbul proses
inflamasi.
e) Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f) Trombosit meningkat.
g) Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
h) Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tetapi yang
tersering adalah metatarsofalang dan bisaanya simetris. Sendi
sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi
pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi jukstra articular
kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.
Menurut Huda (2015) Pemeriksaan Diagnostik Rheumatoid
Arthritis, yaitu:
a. Ig (ig M dan ig G): peningkatan besar menunjukkn proses
autoimun sebagai penyebab AR.
b. Sinar x dari sendi yang sakit; menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
17

c. Scan radionuklida: identifikasi peradangan sinovium.


d. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
7. Tindakan Medis
Menurut Yuli (2014) setelah diagnosis RA (Arthritis Rheumatoid)
dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah
segera berusaha untuk membina hubungan yang baik dan saling percaya
antara pasien dengan perawat, kemudian dilakukan :
a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya yang akan dilakukan
sehingga terjalin hubungan baik dan pasien akan tetap berobat dalam
jangka waktu yang sama.
b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikan sejak dini untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS
yang diberikan:
1) Aspirin, pasien di bawah umur 65 tahun dapat dimulai dengan
dosis 3-4 x 1 g/hr, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 perminggu
sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30
mg/dl.
2) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak dan sebagainya.
c. DMARD (Disease Modifying Antireumatoid Drugs) digunakan
untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat
Arthritis Rheumatoid. Keputusan penggunaan bergantung pada
pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umunya segera diberikan
setelah diagnosis Arthritis Rheumatoid ditegakkan, atau bila respon
OAINS tidak ada, meski masih dalam status tersangka.
1) Klorokuin fosfat 250 mg/hr atau hidroksiklorokuin 400 mg/hr.
2) Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan
dalam dosis 1 x 500 mg/hr, ditinggikan 500 mg/minggu, sampai
mencapai dosis 4 x 500 mg.
3) D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat.
Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hr, kemudian dosis
18

ditingkatan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hr untuk


mencapai dosis total 4 x 250-300 mg/hr.
4) Garam emas adalah gold standart bagi DMARD. Khasiatnya
tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro
sodium tiomalat (AST) diberikan intramuscular, dimulai dengan
dosis percobaan pertama sebesar 10 mg. seminggu kemudian
dosis kedua 20 mg. seminggu kemudia diberikan dosis penuh 50
mg/minggu selama 20minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis
tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika
diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg sampai 3 minggu
sampai keadaan remisi tercapai.
5) Obat imunosupresif atau imonoregulator; metotreksat dosis
dimulai 5-7, mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak
menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan.
6) Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan Arthritis
Rheumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa
seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang
sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednisone 5-5,7 mg
atu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy
dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja,
yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan
suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan
yang berat. Sebelumnya infeksi harus disingkirkan terlebih
dahulu.
d. Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas harapan hidup pasien.
Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat,
latihan, pemanasan dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera
setelah rasa sakit pada sendi berkurang atau minimal. Bila tidak juga
berhasil, mungkin diperlukan pertimbangan untuk tindakan operatif.
Sering pula diperlukan alat-alat, karena itu pengertian tentang
rehabilitasi:
19

1) Pemakaian alat bidai, tongkat penyangga, kursi roda, sepatu dan


alat.
2) Alat ortotik protektik lainnya.
3) Terapi mekanik.
4) Pemanasan: baik hidroterapi maupun eektroterapi.
5) Occupatinal therapy.
e. Pembedahan, jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan
tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan
pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien Arthritis
Rheumatoid umumnya bersifat orthopedic, misalnya sinovektomi,
arthrodesis, memperbaiki deviasi ulnar. Untuk menilai kemajuan
pengobatan dipakai parameter:
1) Lamanya morning stiffness.
2) Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan atau berjalan.
3) Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimeteral).
4) Waktu yang diperlukan untuk berjaan 10-15 meter.
5) Peningkatan LED.
6) Jumlah obat-obatan yang digunakan.

C. Konsep Terapi Kompres Serai Hangat


1. Definisi
Serai adalah salah satu tanaman yang memiliki zat sebagai
penghangat, anti radang dan dapat memperlancarkan aliran darah.
Dalam buku herbal indonesia serai mengandung minyak atsiri yang
memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologi yaitu rasa pedas dan
bersifat dan hangat sebangai anti radang ( anti inflamasi ) dan
menghilangankan rasa sakit atau nyeri yang bersifat analgetik serta
mempelancar sirkulasi darah, indikasikan menghilangkan nyeri otot dan
nyeri sendi pada penderita arthritis rheumatoid. Kompres serai
merupakan pengobatan tradisional atau terapi alternatif untuk
mengurangi nyeri arthritis rhematoid. Serai adalah salah satu tanaman
20

yang memiliki zat sebagai penghangat, anti radang dan dapat


memperlancarkan aliran darah. Serai mengandung minyak atsiri yang
memiliki efek tersebut (Wijayakusuma, 2007).
Kompres serai hangat adalaah Salah satu tindakan untuk
menghilangkan nyeri secara nonfarmakologi dengan cara kompres
serai hangat di berikan jika toleransi respon fisikologis setiap pasien
berbeda beda. Toleransi yang dapat diberikan pada seseorang dalam
pemberian kompres serai hangat ini yaitu dilakkukan 20 menit.kompres
serai hangat merupakan pengobatan tradisional atau terapi alernatif
untuk mengurangi nyeri arthritis rheumatoid, Kompres hangat
merupakan tindakan nonfarmokologi yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri Atritis Rheumatoid dan metode
ini biasanya mempunyai resiko lebih rendah, (Wiyono, 2010).
2. Peneliti Yang Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Isnainil (2011) menunjukkan ada
pengaruh kompres hangat terhadap perubahan tingkat nyeri rematik.Rata-
rata tingkat nyeri sebelum dilakukan kompreshangat sebesar 4,79 dengan
nilai standar deviasi 1,032 dan rata-rata tingkat nyeri setelah dilakukan
kompres hangat sebesar 2,58 dengan nilai standar deviasi 0,692.
Kesimpulan penelitian ini adapengaruh pemberian kompres hangat
terhadap penurunan tingkat nyeri rematik nilai p = 0,000 (p < 0,05).
Berdasarkan penelitian terakhir dari Zeng QY et al.Prevalensi nyeri
athritis rheumatid di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini
menunjukkan bahwa rasa nyeri akibat Athritis.Pengaruh Kompres Serei
Hangat terhadap Intensitas Nyeri Atritis Rheumatid pada lanjut usia
(2013), terbukti dengan nilai p = 0,000 (p <0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyeri responden sebelum
dilakukan kompres serei hangatnilai rata-rata mencapai 3.65 dengan
standar deviasi 0.93 dan setelah dilakukan intervensi dengan kompres serei
hangat nilai rata-rata 2.17 dengan standar deviasi 1.17. Nilai rata-rata nyeri
Artritis rheumatoid pada responden sebelum dan sesudah intervensi
21

dengan kompres serei hangat dimana nilai t hitung lebih besar dari t table
(t=7.13). nilai probabilitas (p=0,000) atau (p<0,05).
Berdasarkan hasil analisa pada penelitian yang telah dilakukan dari
15 responden menunjukkan bahwah terdapat penurunan nyeri sendi 14
responden (93,33%), dan 1 responden (6,67%) yang tidak mengalami
penurunan atau tetap. Dari hasil uji statistik denganmenggunakan
Wilcoxon Signed Ranks Test perhitungannya yang dilakukandengan
menggunakan SPSS 16,0 dengan tingkat kemaknaan ρ=0,05 didapatkan
hasil nyeri sendi sebelum dikompres serai ρ=0,048 dan nyeri sendi setelah
diberikan kompres seraiρ=0,031 yang berarti lebih kecil dari tingkat
kemaknaan ρ<0,05.
Hasil analisa pada penelitihan kompres rebusan serai hangat
menunjukkan nilai mean skala nyeri sebelum intervensi yaitu 6,11 dan
nilai mean skala nyeri setelah intervensi yaitu 3,44. menunjukkan hasil
bahwa pada kelompok kompres rebusan serai hangat dan kelompok
kompres rebusan kayu manis hangat didapatkan nilai p value 0,001 < 0,05.

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Menurut Suratun (2008), yaitu :
a. Anamnesis :
Identitas klien yang bisa di kaji pada penyakit sistem
muskuloskeletal adalah nama, jenis kelamin dan usia, karena ada
beberapa penyakit muskuloskeletal banyak terjadi pada klien di atas
usia 60 tahun.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
penyakit muskuloskeletal seperti: arthritis rheumatoid adalah klien
mengeluh nyeri pada persendian tulang yang terkena, adanya
keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas.
c. Riwayat penyakit sekarang
22

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit


yang diderita oleh klien dari mulai keluhan yang dirasakan sampai
klien dibawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri
ke tempat lain seperti Rumah Sakit Umum serta pengobatan apa yang
pernah diberikan dan bagaimana perubahannya dan data yang
didapatkan saat pengkajian.
1) Nyeri
Identifikasi lokasi nyeri, tentukan kualitas nyeri apakah sakit
yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan
dengan tulang dan sakit biasanya berkaitan dengan otot, sedangkan
nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur dan infeksi tulang.
Nyeri saat bergerak merupakan suatu tanda masalah persendian
2) Kekakuan sendi
Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang
meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur. Suhu dingin dan
kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi.
3) Bengkak
Biasanya tidak timbul bengkak pada awal serangan, tetapi
muncul setelah beberapa hari terjadinya nyeri. Tanyakan adakah
panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukkan adanya
inflamasi, infeksi, atau cidera.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit
muskuloskeletal sebelumnya seperti trauma, kerusakan tulang rawan
atau penyakit arthritis rheumatoid lainnya, riwayat pekerjaan pada
pekerja yang berhubungan dengan adanya riwayat penyakit
muskuloskeletal, .
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan
muskuloskeletal biasanya lemah.
23

2) Kesadaran
Kesadaran klien bisaanya composmentis atau apatis.
3) Tanda-tanda vital:
a. Suhu meningkat
b. Nadi meningkat
c. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal.
d. Pernafasan bisaanya mengalami normal atau meningkat.
4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
Pengkajian menurut Doengoes (2000), pengkajian
tergantung pada keparahan dan ketrlibatan organ-organ lainnya,
seperti :
(a) Sistem Pernafasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau
masih dalam batas normal.
(b) Sistem Sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical
sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan.Gejala: fenomena
raynaud jari tangan/kaki (mis., pucat intermiten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal.
(c) Sistem Persyarafan (B3: Brain)
Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot,
terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan
melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan
dengan nyeri/ansietas).Gejala : kebas / kesemutan pada
tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Pembengkakan sendi simetris.
(d) Sistem Perkemihan (B4: Bleder)
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine,
dysuria, distensi kandung kemih,warna dan bau urine, dan
kebersihan.
24

(e) Sistem Pencernaan (B5: Bowel)


Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi,
auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen,
nyeri tekan abdomen.
(f) Sistem Muskuloskletal (B6: Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi
pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi,
kekuatan otot, kontraktur, atrofi otot,laserasi kulit dan
perubahan warna.
Gejala : fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis
dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
f. Pola Fungsi kesehatan
Menurut Yuli (2014) yang perlu dikaji adanya aktivitas apa
saja yang bisaa dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri pada
persendian, ketidakmampuan mobilisasi.
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan
kesehatan. Gejala : riwayat AR pada keluarga, penggunaan
makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan artritis tanpa
pengujian. Riwayat pericarditis, lesi katup : vibrosis pulmonal,
pleuritis. DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Pertimbangan Rencana Pulang : Mungkin membutuhkan
bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan
tugas/pemeliharaan rumah tangga.
2) Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan
elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,
mual/muntah, dan makanan kesukaan. Gejala : Ketidak
mampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat : mual, anoreksia, kesulitan mengunyah.
25

Tanda : penurunan BB, kekeringan pada membran mukosa.


3) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi,
ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan
kateter. Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktiftas
perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.
4) Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhdapa
energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur,
dan insomnia.
5) Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan
sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan
kedalaman pernafasan. Pengkajian indeks KATZ.
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, membur4uk
dengan stress pasa sendi, kekakuan pada pagi hari, bisaanya
terjadi secara bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang
berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda: Malaise, keterbatasan rentang gerak : atropi otot,
kulit : kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
6) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan perak
kelayan terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.).
7) Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan,
dan pembau. Pola klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan
penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa
diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah tampak kecoklatan
26

atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata. Pengkajian


Status Mental menggunakan Tabel Short Portable Mental Status
Quesionare (SPMSQ).
8) Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan
gambaran diri, harga diri, peran, identtas diri. Manusia sebaga
sistem terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spritual,
kecemasan, takutan, dan dampak terhadap sakit. Pengkajian
tingkat Depresi menggunakan Tabel Inventaris Depresi Back.
9) Pola seksual dan reproduksi
Menggunakan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Menggambarkan kemampuan untuk mengurangi stress.
Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus kaki. Kesulitan dalam menangani tugas, pemeliharaan
rumah tangga. Demam ringan menetap. Kekeringan pada mata
dan membran mukosa.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan
termasuk spiritual.
12) Pengkajian tingkat kemandirian
Mengukur tingkat kemandirian pasien dengan
menggunakan Tabel Indeks Barthel.
13) Identifikasi aspek kognitif dari fengsi mental dengan
menggunakan Mini Mental Status Exam (MMSE) meliputi :
Orientasi, Registrasi, Perhatian, Kalkulasi, Mengingat Kembali,
Bahasa.
2. Konsep pengkajian fungsional gerontik
a. Ketergantungan/Kemandirian Lansia menggunakan
Modifikasi indeks Bartel.
27

Tabel 2.1 Modifikasi dari Indeks Barthel


NO KRITERIA DENGAN MANDIRI KETERANGAN
BANTUAN
1 Makan 10 Frekuensi :
Jumlah :
Jenis :
2 Minum 10 Frekuensi :
Jumlah :
Jenis :
3 Berpindah dari kursi ke 15
tempat tidur, sebaliknya
4 Personal toilet (Cuci 5 Frekuensi :
muka, menyisir rambut,
menggosok gigi)
5 Keluar masuk toilet 10
(Mencuci pakaian,
menyeka tubuh)
6 Mandi 15 Frekuensi :
7 Jalan dipermukaan datar 5
8 Naik turun tangga 10
9 Mengenakan pakaian 10
10 Kontrol bowel (BAB) 10 Frekuensi :
Konsistensi :
11 Kontrol bladder (BAK) 10 Frekuensi :
Jumlah :
Warna :
12 Olah raga /latihan 10 Frekuensi :
Jenis :
13 Reaksi pemanfaatan 10 Frekuensi :
waktu luang Jenis :
Total score

Keterangan :
a. 130 : Mandiri
b. 65 – 125 : Ketergantungan sebagian
c. 60 : Ketergantungan total
Kesimpulan :
3. MMSE (Mini Mental Status Exam)
Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental lansia.
28

Tabel 2.2 MMSE (Mini Mental Status Exam)


ASPEK NILAI NILAI KRITERIA KET
KOGNITIF MAKSIMAL KLIEN
Orientasi 5 Menyebut dengan benar :
waktu  Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada :
ruang  Negara Indonesia
 Propinsi Jawa Barat
 Kota Bandung
 Desa
 Rumah
Registrasi 3 Sebutkan nama objek yang telah
disebut oleh pemeriksa : (Contoh)
 Gelas
 Sendok
 Piring
Perhatian 5 Minta klien meyebutkan angka
dan 100 – 15 sampai 5 kali :
kalkulasi  85
 70
 55
 40
 25
Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi 3
kembali obyek pada no. 2 (Pada registrasi
diatas)
 Gelas
 Sendok
 Piring
Bahasa 9 Tunjukan klien benda, tanyakan
apa namanya : (Contoh)
1) Jam tangan
2) Pensil
Minta klien untuk mengulangi kata
– kata ”tidak ada, jika dan atau
tetapi.
Bila benar, 1 point
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut terdiri dari 3
29

langkah :
1) Ambil kertas ditangan anda
2) Lipat dua
3) Taruh di lantai
Perintahkan klien dengan menutup
mata klien, untuk point seperti no.
1 , Jam tangan /Pensil
Perintahkan pada klien :
Menulis 1 kalimat
Menyalin 1 gambar
Keterangan :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat
Kesimpulan :

3. SPMSQ (Short Portable Mental Status Questioner)


Identifikasi tingkat kerusakan intelektual
Tabel 2.3 SPMSQ (Short Portable Mental Status Questioner)
NO PERTANYAAN BENAR SALAH KET
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ini ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir (Minimal tahun lahir) ?
7 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap lakukan
pengurangan 3 dari setiap angka baru (20
– 3,17 – 3, 14 – 3,11 – 3)
Total score Salah 7 ket (
kerusakan
Intelektual
sedang)
Interprestasi hasil :
a) Salah 0 – 3 Fungsi intelektual utuh
b) Salah 4 – 5 Kerusakan intelektual ringan
c) Salah 6 – 8 Kerusakan intelektual sedang
d) Salah 9 – 10 Kerusakan intelektual berat
30

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah terminologi yang digunakan oleh
perawat profesional untuk menjelaskan masalah kesehtan, tingkat
kesehtan, respon pasien terhadap penyakit, atau kondisi pasien (aktual
atau potensial) sebagai akibat dari penyakit yang diderita (Debora, 2011).
Menurut Herdman (2015-2017) dan SDKI (2016), yaitu :
a. Nyeri Kronis berhubungan dengan Gangguan muskuloskletal kronis.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1) Mengeluh Nyeri
2) Merasa Depresi (tertekan)
Obyektif :
1) Ekspresi wajah neri ( misalnya, tegang, meringis)
2) Tidak mampu menuntaskan aktivitas.
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1) Merasa takut mengalami cidera berulang
Obyektif :
2) Bersikap protektif (misalnya, waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Perubahan perilaku (gelisah, menangis, waspada)
4) Pola tidur berubah.
b. Hipertermia berhubungan dengan Penyakit.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
1) Suhu tubuh lebih dari 37,80C oral atau 38,80C rektal.
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
2) Kulit merah
31

3) Kejang
4) Takikardi
5) Takipnea
6) Kulit terasa hangat.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan
muskuloskletal/Kekakuan sendi.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas.
Obyektif :
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun.
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak.
Obyektif :
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkontrol
3) Gerakan Terbatas
4) Fisik lemah.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Proses Penyakit.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1) Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
2) Perasaan negatif tentang tubuh.
Objektif :
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Fungsi dan/atau stuktur tubuh berubah
3) Menghindari melihat
32

4) Menyembunyikan bagian tubuh.


Gejala dan Tanda Minor ;
Subjektif :
1) Pandangan pada tubuh berubah (misalnya, penampilan, struktur,
fungsi)
2) Mengungkapkan perubahan gaya hidup
3) Merasa pada reaksi orang lain
4) Mengungkapakan perasaan tentyang perubahan tubuh (misalnya,
penampilan, struktur, fungsi)
5) Fokus pada perubahan/kehilangan
6) Menolak mengakui perubahan Keinginan bertemu pemuka
agama.
Objektif :
1) Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
2) Pemampuan tubuh beradaptasi dengan lingkungan berubah
3) Hubungan sosial berubah
4) Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
5) Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu.
e. Risiko cedera berhubungan dengan Hilangnya kekuatan otot,
Penyakit imun atau autoimun.
5. Perencanaan Keperawatan
Setelah mengidetifikasi diagnosa keperawatan, langkah
berikutnya adalah perencanaan asuhan keperawatan. Pada langkah ini,
perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien serta
mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. (Potter & Perry,
2005).
33

Tabel 2.4 Rencana keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN RASIONAL


KEPERAWATAN
1. Nyeri Kronis Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen nyeri
berhubungan dengan Asuhan keperawatan 7 x 24 jam
Gangguan nyeri kronis berkurang 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui perkembangan nyeri
muskuloskletal kronis. NOC : Kontrol Nyeri komprehensif termasuk lokasi, dan tanda-tanda nyeri sehingga
Gejala dan Tanda karakteristik, durasi, frekuensi, dapat menentukan intervensi
Mayor : Dipertahankan dilevel 4 kualitas, intensitas atau keparahan selanjutnya
Subjektif : Ditingkatkan ke level 5 nyeri, dan faktor pencetus
1. Mengeluh Nyeri 2. Amati isyarat nonverbal dari 2. Mengetahui respon pasien
2. Merasa Depresi Keterangan Level : ketidaknyamanan terhadap nyeri
(tertekan) b. Tidak pernah ditunjukkan 3. Gunakan teknik komunikasi 3. Membina kepercayaan kepada
Obyektif : c. Jarang Menunjukkan terapeutik untuk mengetahui pasien dan mempercepat
1. Ekspresi wajah d. Kadang-kadang menunjukkan pengalaman nyeri penyembuhan
neri ( misalnya, e. Sering menunjukkan 4. Tentukan dampak dari 4. Gangguan depresi mayor
tegang, meringis) f. Secara konsisten menunjukkan pengalaman nyeri terhadap didasarkan
2. Tidak mampu kualitas hidup (misalnya, tidur, pada pengalaman yang
menuntaskan Dengan Kriteria Hasil : nafsu makan, aktivitas, kognisi, memberikan dampak pada
aktivitas. 1. Mengenali onset nyeri, suasana hati, hubungan, kinerja kualitas hidup
Gejala dan Tanda Minor 1/2/3/4/5 pekerjaan, dan peran tanggung
: 2. Menjelaskan faktor jawab)
Subjektif : penyebab,1/2/3/4/5 5. Kaji faktor yang dapat 5. Membantu pasien dalam
1. Merasa takut 3. Menggunakan buku harian meringankan/ memperburuk rasa identifikasi faktor yang
mengalami cidera untuk memantau,1/2/3/4/5 nyeri pada pasien mempengaruhi
berulang 4. Menggunakan langkah- 6. Kontrol faktor lingkungan yang 6. Menurukan rasa nyeri pasien
Obyektif : langkah pencegahan, 1/2/3/4/5 dapat mempengaruhi respon
1. Bersikap protektif 5. Menggunakan non-analgesik pasien terhadap ketidaknyamanan
32

(misalnya, seperti yang (misalnya, suhu kamar,


waspada, posisi dianjurkan,1/2/3/4/5 pencahayaan, kebisingan)
menghindari 6. Laporan perubahan gejala 7. Kurangi atau menghilangkan 7. Dapat menurukan tingkat nyeri
nyeri) sakit untuk profesional faktor-faktor yang memicu atau pasien
2. Perubahan kesehatan,1/2/3/4/5 meningkatkan pengalaman nyeri
perilaku (gelisah, 7. Laporan gejala yang tidak (misalnya, takut, kelelahan,
menangis, terkontrol untuk profesional monoton, dan kurangnya
waspada) kesehatan,1/2/3/4/5 pengetahuan)
3. Pola tidur 8. Menggunakan sumber daya 8. Pilih & menerapkan berbagai 8. Pasien mempunyai
berubah. yang tersedia,1/2/3/4/5 langkah-langkah (misalnya, kebebasan menentukan
9. Mengakui gejala terkait farmakologi, nonfarmakologi, tindakan atau keputusan
sakit,1/2/3/4/5 interpersonal) untuk
10. Mengakui gejala terkait memfasilitasi penghilang rasa
sakit,1/2/3/4/5 nyeri sesuai prinsip pasien
9. Ajarkan penggunaan teknik 9. Menurunkan ketegangan otot,
nonfarmakologi (misalnya, terapi sendi dan melancarkan peredaran
musik, distraksi, dan kompres darah sehingga dapat mengurangi
panas) sebelum, sesudah, dan, nyeri
jika mungkin, selama kegiatan
yang menyakitkan; sebelum nyeri
NOC : Tingkat Nyeri terjadi atau meningkat; dan
Dipertahankan dilevel 4 bersama dengan tindakan
Ditingkatkan ke level 5 penghilang nyeri lainnya
10. Evaluasi efektivitas tindakan 10. Mengontrol perubahan status
Keterangan Level : pengendalian nyeri yang nyeri
1. Berat digunakan
2. Cukup Berat 11. Tingkatkan istirahat / tidur untuk 11. Istirahat yang cukup dapat
3. Sedang mengurangi nyeri mengurangi rasa nyeri
4. Ringan 12. Informasikan kepada profesi 12. Pendelegasian agar tidak terjadi
5. Tidak ada perawat/tenaga kesehatan kesalahan dalam melakukan
lainnya/anggota keluarga tentang tindakan keperaawatan
33

Dengan Kriteria Hasil : teknik nonfarmakologi yang


1. Nyeri dilaporkan, 1/2/3/4/5 digunakan oleh pasien untuk
2. Panjang peristiwa nyeri, pencegahan nyeri
1/2/3/4/5
3. Menggosok daerah yang Pemberian analgetik 13. Mengetahui bahwa tindakan yang
terkena, 1/2/3/4/5 diberikan adalah benar
4. Ekspresi wajah nyeri, 13. Periksa instruksi medis untuk
1/2/3/4/5 obat, dosis, dan frekuensi 14. Pemberian analgesik akan
5. Gelisah, 1/2/3/4/5 analgesik yang diresepkan mempengaruhi perubahan tanda-
6. Lekas marah, 1/2/3/4/5 14. Pantau tanda-tanda vital sebelum tanda vital pada pasien
7. Otot ketegangan, 1/2/3/4/5 dan setelah pemberian analgesik 15. Hampir semua analgetik memiliki
8. Kehilangan nafsu makan, 15. Evaluasi efektivitas analgesik efek antipiretik dan antiinflamasi
1/2/3/4/5 setelah pemberian, juga
9. Intoleransi makanan, 1/2/3/4/5 mengamati untuk setiap tanda-
tanda dan symtoms efek tak
diinginkan (misalnya, depresi
pernapasan, mual dan muntah,
mulut kering, dan sembelit)
34

3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah wujud pelaksanaan tindakan
dari perencanaan yang telah dibuat. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang
dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan. (Potter dan
Perry, 2005).
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan penatalaksanaannya sudah berhasil dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan.
Tipe evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi formatif atau sumatif.
Evaluasi formatif merefleksikan observasi perawat dan analisi
terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan.
Evaluasi sumatif merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu. Pernyataan –
pernyataan ini menguraikan kemajuan terhadap pencapaian kondisi
yang dijelaskan dalam hasil yang diharapkan.
Ada beberapa bentuk format dokumentasi yang dapat digunakan
perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasen
antara lain :
a. S O A P
Format SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasen.
S: Subjective adalah pernyataan atau keluhan dari pasen
O:Objective adalah data yang diobservasi oleh perawat atau
keluarga.
A : Analisys adalah kesimpulan dari objektif dan subjektif
P: Planning adalah rencana tindakan yang akan dilakuakan
berdasarkan analisis
b. S OAPIER
35

Format SOAPIER lebih tepat digunakan apabila rencana


pasien ada yang akan dirubah dan proses evaluasi mulai
dilakukan.
S: Subjective adalah pernyataan atau keluhan pasien
O : Objective adalah data yang diobservasi
A: Analisis adalah kesimpulan berdasarkan data objektif dan
subjektif
P: Planning adalah apa yang dilakukan terhadap masalah
I: Implementation adalah bagaimana dilakukan
E : Evaluation adalah respons pasen terhadap tindakan keperawatan
R : Revised adalah apakah rencana keperawatan akan dirubah
(Potter dan Perry, 2005).

Anda mungkin juga menyukai