Anda di halaman 1dari 37

MANAJEMEN BENCANA LANJUT IV

MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN
HAEMORAGIC ANTE PARTUM (PLASENTA
PREVIA)

Disusun Oleh : Kelompok 4


1. Edo Andrian
2. Meidyah Pitaloka
3. Nadiya Ayu Nopihartati
4. Rapika Aprilliani
5. Tiara Afriani
Dosen Pembimbing: Asmawati S.Kp,.M.Kep

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

            Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini,
dengan judul Manajemen Kegawatdaruratan Maternitas Haemoragic Ante Partum
(Plasenta Previa)
            Dalam penulisan Makalah ini Kami tidak henti-hentinya mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
Makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan memberikan informasi tentang
Asuhan keperawatan pada Manajemen Kegawatdaruratan Maternitas Haemoragic
Ante Partum (Plasenta Previa)
           Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagaimana pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh
karenanya kami membuka tangan selebar-lebarnya guna menerima saran dan
kritik membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya kami mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

                                                                        Bengkulu, Mei 2020


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan pervaginam merupakan peristiwa yang terkadang terjadi selama
kehamilan. Insiden prevalensi dari perdarahan pervaginam antara 1-22%.
Diagnosa awal dan pendekatan klinis terhadap usia kehamilan serta
karakteristik perdarahan perlu ditegakkan. Penegakan diagnosa perlu dilakukan
karena perdarahan pervaginam berkaitan erat dengan kematian perinatal,
persalinan dengan KPD, dan kelahiran BBLR (Sheiner, 2011).
Perdarahan pada kehamilan adalah suatu keadaan kedaruratan dalam dunia
medis (Bobak, 2005). Definisi perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
terjadi pada usia kehamilan di atas 24 minggu sampai kelahiran. Perdarahan
pada kehamilan merupakan penyebab utama kematian maternal dan perinatal,
berkisar 35% (Amokrane, 2016).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.1
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan
tebal 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram.2 Plasenta previa dapat dibagi menjadi
beberapa jenis. Plasenta Previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta atau ari-ari. Plasenta Previa parsialis, yaitu
apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta. Plasenta Previa
marginalis yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-ari berada tepat pada pinggir
permukaan jalan ari. Plasenta Letak Rendah yaitu apabila letak tidak normal
pada segmen bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Faiz & Ananth pada tahun 2003
prevalensi plasenta previa di USA (United State) dijumpai sebanyak 4,0 % dari
1000 kelahiran, sedangkan menurut Romundstad et al pada tahun 2006 jumlah
kasus plasenta previa pada tahun 1988-2000 di Norwegia sebanyak 1949 kasus
dari 845.384 kehamilan.5,6 Menurut Saifuddin pada tahun 2006 angka
kejadian plasenta previa adalah 0,4% - 0,6% dari keseluruhan persalinan atau 1
diantara 200 persalinan.7 Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah angka
kajadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai 2,9% sedangkan di negara maju
kejadiannya lebih rendah yaitu kurang dari 1% Plasenta previa menyebabkan
terjadinya perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan
pervaginam pada kehamilan diatas 28 minggu atau lebih.Perdarahan
menempati persentase tertinggi
Penyebab kematian pada ibu yaitu sebesar 28%, persentase kedua penyebab
kematian pada ibu adalah eklampsia sebesar 24%, dan tertinggi ketiga
disebabkan infeksi sebesar 11%.9Faktor risiko yang berpengaruh meliputi
umur, paritas, riwayat operasi sesar, kuretase, riwayat plasenta previa pada
kehamilan sebelumya, riwayat abortus, ibu diabetes dan kehamilan
ganda
Morbiditas pada ibu yaitu perdarahan pervaginam tanpa di sertai rasa nyeri,
dimana perdarahan ini biasanya terjadi pada trimester dua akhir atau trimester
tiga awal.Mortalitas pada ibu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat
tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dari hasil SDKI
pada tahun 1991 angka ini sedikit mengalami penurunan jumlah yaitu sebesar
390 per 100.000 kelahiran hidup.Berdasarkan laporan dari profil kab/kota, AKI
maternal yang dilaporkan di Sumatera Utara tahun 2012 hanya 106 per 100.000
kelahiran hidup, sedangkan berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, AKI di
Sumatera Utara sebesar 328 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini masih
cukup tinggi dibandingkan dengan angka nasional SP (Sensus Penduduk) 2010
sebesar 259 per 100.000 kelahiran hidup. Angka di atas menunjukkan bahwa
adanya penurunan AKI dibandingkan dengan AKI pada tahun 2002 yang
mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut hasil penelitian Prawirohardjo frekuensi plasenta previa meningkat
dengan meningkatnya paritas dan umur. Frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun dua kali lebih besar dari pada
primigravida yang berumur kurang dari 20 tahun, dan pada paritas ketiga atau
lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan paritas ketiga atau lebih pada umur 20 tahun. Menurut
hasil penelitian Wardana plasenta previa terjadi 1,3 kali lebih sering pada ibu
yang sudah beberapa kali melahirkan dari pada ibu yang baru sekali
melahirkan (Primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk
mendapatkan plasenta previa semakin besar

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari makalah ini mahasiswa dapat mengetahui tentang
penyakit asmatikus dan asuhan keperawatan terhadap klien dengan penyakit
Plasenta Previa.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa dapat mengetahui pengertian penyakit plasenta previa
b) Mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit plasenta previa
c) Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi penyakit plasenta previa
d) Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit plasenta previa
e) Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit plasenta previa
f) Mahasiswa dapat mengetahui pathway penyakit plasenta previa
g) Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit plasenta
previa
h) Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan penyakit plasenta previa
i) Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi plasenta previa
j) Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian pada klien Kegawatdaruratan
plasenta previa
k) Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa pada klien Kegawatdaruratan
plasenta previa
l) Mahasiswa dapat mengetahui perencanaan pada klien Kegawatdaruratan
plasenta previa
m)Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan, SOP dan Algoritma
Kegawatdaruratan plasenta previa
C. Manfaat
Agar mahasiswa dapat belajar mengetahui tentang konsep pengertian ,
etiologi , klasifikasi , manifestasi klinis , patofisiologi , komplikasi ,
pemeriksaan Diagnostik ,penatalaksaan dan asuhan keperawatan
Kegawatdaruratan Plasenta Previa

D. Sistematika Penulisan
1. BAB I Pendahuluan : Dalam bab ini terdiri atas latar belakang, tujuan,
manfaat dan sistematika penulisan.
2. BAB II Pembahasaan : Dalam bab ini terdiri atas konsep Plasenta Previa
3. BAB III Konsep Asuhan Keperawatan : Dalam bab ini terdiri dari Konsep
Askep Kegawatdaruratan Plasenta Previa
4. BAB IV Penutup : Bagian bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Plasenta Previa
Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai
bentuk bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan
beratnya 500 gram. Plasenta merupakan organ yang sangat aktif dan
memiliki mekanisme khusus untuk menunjang pertumbuhan dan ketahanan
hidup janin. Hal ini termasuk pertukaran gas yang efisien, transport aktif
zat-zat energi, toleransi imunologis terhadap imunitas ibu pada alograft dan
akuisisi janin. Melihat pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi
kelainan pada plasenta akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun
mengganggu proses persalinan. Salah satu kelainan pada plasenta adalah
kelainan implantasi atau disebut dengan plasenta previa (Manuaba, 2005).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal) dan oleh
karenanya bagian terendah sering kali terkendala memasuki Pintu Atas
Panggul (PAP) atau menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Pada
keadaan normal plasenta umumnya terletak di korpus uteri bagian depan
atau belakang agak ke arah fundus uteri (Prawirohardjo, 2008).
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim. (Cunningham, et al, 2006).
Ciri-Ciri Plasenta Previa
Perdarahan tanpa nyeri
Perdarahan berulang
Warna perdarahan merah segar
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
Timbulnya perlahan-lahan
Waktu terjadinya saat hamil
His biasanya tidak ada
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
Denyut jantung janin ada
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
Presentasi mungkin abnormal.

2. Etiologi dan Faktor Resiko Plasenta Previa


a) Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim. Plasenta previa meningkat
kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik,
misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi
desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :
1) Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2) Mioma uteri
3) Kuretasi yang berulang
4) Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5) Bekas seksio sesaria
6) Riwayat abortus
7) Defek vaskularisasi pada desidua
8) Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis
fetalis.
9) Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan
sebelumnya
Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20
batang/hari).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri internum.2
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat
ostium uteri
b) Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian Plasenta Previa
1) Umur ibu
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa umur aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur kurang
dari 20 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
plasenta previa karena endometrium masih belum matang, dan kejadian
plasenta previa juga sering terjadi pada ibu yang berumur di atas 35
tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur (Prawirohardjo,
2008).Menurut Santoso (2008) berdasarkan penelitiannya di RS dr.
Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu Januari 1998 - Desember
2002, mengatakan bahwa semakin tua umur ibu maka kemungkinan
untuk mendapatkan plasenta previa semakin besar, pada ibu yang
melahirkan dengan usia di atas 40 tahun berisiko 2,6 kali untuk
terjadinya plasenta previa.
2) Paritas
Para merupakan seorang wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan paritas yaitu (1) primipara adalah
seorang wanita yang pernah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali,
(2) multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi hidup beberapa
kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali, dan (3)
grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm lebih
dari lima kali (Manuaba, 2005). Plasenta previa lebih sering pada paritas
tinggi dari paritas rendah (Manuaba, 2004). Paritas 1-3 merupakan
paritas paling aman bila ditinjau dari sudut kematian ibu. Paritas lebih
dari 3 dapat menyebabkan angka kematian ibu tinggi (Mochtar, 2002).
Menurut Wardana (2007) plasenta previa terjadi 1,3 kali lebih sering
pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan dari pada ibu yang baru
sekali melahirkan (Primipara), sedangkan hasil penelitian Santoso (2008)
di rumah sakit dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu Januari
1998 – Desember 2002, kehamilan multipara mempunyai risiko 1,28 kali
untuk terjadinya plasenta previa, demikian juga dengan grandemultipara.
3) Riwayat kehamilan/persalinan
Persalinan yang dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, keguguran,
bekas persalinan berulang dengan jarak pendek, persalinan dengan berat
badan lahir rendah (BBLR), bayi lahir mati, cedera dalam uterus atau
jalan lahir yang ditimbulkan oleh proses kehamilan dan persalinan
terdahulu dapat berakibat buruk pada kehamilan yang sedang dialami
(Mochtar, 2002). Di Amerika Serikat tahun 1997 telah menunjukkan
bahwa ibu dengan riwayat SC minimal satu kali mempunyai risiko 2,6
kali untuk menjadi plasenta previa pada kehamilan berikutnya (Santoso,
2008)
4) Riwayat Seksio Sesarea
Faktor lain yang dapat menyebabkan plasenta previa yakni riwayat
seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Persalinan secara seksio
sesarea meningkatkan kejadian plasenta previa tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan persalinan pervaginam dikarenakan karena
cacatnya endometrium dimana bekas luka operasi. Peningkatan kejadian
plasenta previa ini diperkirakan diakibatkan karena perubahan patologis
yang terjadi pada miometrium dan endometrium selama kehamilan
karena adanya jaringan parut. Perubahan patologis yang dapat terjadi
meliputi pembentukan polip infiltrasi limfosit,dilatasi kapiler dan
infiltrasi sel darah merah bebas kedalam jaringan sekitar jaringan parut
selain itu jaringan parut menyebabkan implantasi plasenta tidak optimal
peningkatan terjadi malformasi vaskuler dan peningkatan kerentanan
pembuluh darah.
5) Riwayat Kuretase
Endometrium yang cacat akibat riwayat kuretase menyebabkan
keadaan endometrium kurang baik sehingga plasenta tumbuh meluas dan
menutupi ostium uteri internum, keadaan ini menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang baikseperti ostium uteri internum. Tindakan
operatif yang dilakukan baik vacuum aspiration (VA) dan dilatation and
sharp curettage meningkatkan terjadinya adhesi sehinggapada dinding
endometrium akan menghambat pertumbuhan plasenta meluas menutupi
ostium uteri internum untuk memenuhi kebutuhan janin.
3. Klasifikasi
a) Klasifikasi Umumnya
1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi
dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan
biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.
3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi
jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan
tetap besar.
4) Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen

bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar,
dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.
b) Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm:
1) Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostea.
2) Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi menjadi:
3) Plasenta previa lateralis posterior: bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
4) Plasenta previa lateralis anterior: bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
5) Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggiran ostea
yang ditutupi plasenta.10
c) Menurut Browne:
1) Tingkat I, Lateral plasenta previa Pinggir bawah plasenta berinsersi
sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
2) Tingkat II, Marginal plasenta previa Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (Ostea).
3) Tingkat III, Complete plasenta previa Plasenta menutupi ostium waktu
tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
4) Tingkat IV, Central plasenta previa Plasenta menutupi seluruhnya pada
permukaan hampir lengkap

4. Gambaran Klinik
a) Perdarahan pervaginam
Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan kedua atau awal
trimester ketiga merupakan tanda utama plasenta previa. Perdarahan dapat
terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa dan perdarahan biasanya
baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama biasanya
tidak banyak sehingga tidak berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya
hampir selalu lebih banyak dari perdarahan sebelumnya. Pada plasenta letak
rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan, perdarahan
bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
b) Tanpa nyeri
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa
nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir
trimester kedua atau sesudahnya.
c) Pada ibu
Tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang, perdarahan
yang sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu yang
singkat, dapat menimbulkan anemia sampai syok.
d) Pada janin
Turun bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas Panggul (PAP) akan
terhalang, tidak jarang akan terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan
dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan.
5. Patofisologi
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak
ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan
bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk
berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat
vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung aliran darah balik. Pada
pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas
untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah
ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap
menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan
40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot- jonjot selama
kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari
vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel- sel berkurang
dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh
darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast.
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya
terjadi pada trimester ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih
mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan.
Menurut Manuaba (2008) Implantasi plasenta di segmen bawah rahim
dapat disebabkan Endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implasntasi,Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi janin, Villi kolearis yang berasal dari
korion dan sebagian kecil dari ibu yang berasal dari desidua basalis.
Menurut Davood (2008) Sebuah penyebab utama perdarahan trimester
ketiga, plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa
rasa sakit. Pendarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan
perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi,
dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta
dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya
berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio
plasenta yang berwarna kehitam- hitaman. Sumber perdarahannya ialah
sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus,
atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana
serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta
yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan
terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi
lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah
setelah persalinan mulai.
WOC (TERLAMPIR)
6. Penegakkan Diagnosis
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester
kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini
dapat dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin bahkan tetap
tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta
previa sebagian.
a) Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,
apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi
serta banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah
22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada
multigravida.
b) Pemeriksaan luar
1) Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu
kelihatan anemis.
2) Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering
dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun,
apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atauterapung
(floating) di atas pintu atas panggul.
c) Ultrasonografi
Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya, dan tidak rasa nyeri.USG abdomen selama trimester kedua
menunjukkan penempatan plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi
dengan keakuratan dapat mencapai 100% identifikasi plasenta previa.
Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95% (Johnson,
2003).12 Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi
plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta
letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan
pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain.
d) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uetri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa
harus dicurigai
7. Penatalaksanaan
Penderita plasenta previa datang dengan keluhan adanya perdarahan
pervaginam pada kehamilan trimester kedua dan trimester ketiga.
Penatalaksanaan plasenta previa tergantung dari usia gestasi penderita
dimana akan dilakukan penatalaksanaan aktif yaitu mengakhiri kehamilan,
ataupun ekspektatif yaitu mempertahankan kehamilan selama mungkin.
a) Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis.
Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis
dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif:
1) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
2) Belum ada tanda-tanda in partu.
3) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal).
4) Janin masih hidup
b) Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan
plasenta previa
1) Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak
punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan
2) Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
3) Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan
pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala
janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi
dengan infus oksitosin.
4) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak
dilakukan pada janin yang masih hidup.
5) Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif
untuk menekan plasenta dan seingkali menyebabkan perdarahan pada
kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah
meninggal dan perdarahan tidak aktif.
Plasenta previa dengan perdarahan merupakan kedaan darurat yang
memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
adalah:
a) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu
dan anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
b) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.
c) Mengambil sikap untuk melakukan rujukan ketempat yang
mempunyai fasilitas lengkap.
8. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak dan fatal.
a) Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga perderita menjadi anemia bahkan syok.1
b) Oleh karena plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang menipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menerobos kedalam miometrum bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta
perkreta, Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat
tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun
biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau
inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada
bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea.
Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10% sampai 35% pada pasien yang
pernah seksio sesarean satu kali, naik menjadi 60% sampai 65% bila telah
sesio seksarea 3 kali.1
c) Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperi
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterine, ligasi arteria ovarika,
pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan
yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total.
d) Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
e) Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan preterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan
amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
f) Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan
selain masa rawatan yang lebih lama adalah berisiko tinggi untuk solusio
plasenta (Risiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin
(RR 2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat
perdarahan (50%), dan disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9%.
Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi.25
Infeksi dan pembentukan bekuan darah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Pengkajian Primer
1. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas yang dapat mengganggu pada pasien dengan
penyakit plasenta previa
Tidak ada resiko terjadinya aspirasi pada palsenta previa
2. Breathing
Tidak ada
3. Circulation
Hipertensi atau hipotensi mungkin ada
Pucat
Pusing
Perdarahan yang terus menerus dan banyak
Tekanan darah akan menurun jika ditemui adanya tanda syok
Nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok
Capillary time > 3 detik
Turgor kulit menurun
Membrane mukosa kering dan pucat
Volume urine menurun
Hematokrit meningkat
Merasa Lemah
Merasa haus
Konjungtiva anemis
4. Disability
Kesadaran pasien tergantung
5. Exposure
Pemeriksaan fisik Head to toe
a) Rambut dan kulit: Laju pertumbuhan rambut berkurang.
b) Mata : pucat, anemis
c) Hidung : tidak ada masalah
d) Gigi dan mulut: tidak ada masalah
e) Leher : Tidak ada masalah
f) Payudara: Peningkatan pigmentasi areola putting susu. Bertambahnya
ukuran dan noduler
g) Jantung dan paru: Volume darah meningkat. Peningkatan frekuensi nadi.
Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.. Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.. Peningkatan volume
tidal, penurunan resistensi jalan nafas. Diafragma meninggi. Perubahan
pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
h) Abdomen: Menentukan letak janin. Menentukan tinggi fundus uteri.
Tinggi fundus uteri. Posisi dan persentasi janin. Panggul dan janin lahir.
Denyut jantung janin
Leopoid I      : Janin sering belum cukup bulan,jadi fundus uteri masih
rendah.
Leopoid II     :  Sering dijumpai kesalahan letak
Leopoid III   : Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala biasanya kepala masih goyang atau terapung(floating) atau
mengolak diatas pintu atas panggul.
Leopoid IV    : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul
i) Vagina: Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan
( tanda Chandwick). Hipertropi epithelium
j) Alat Gerak : Persendian tulang pinggul yang mengendur. Gaya berjalan
yang canggung. Terjadi pemisahan otot rektum abdominalis dinamakan
dengan diastasis rektal
B. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesa
Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, medicalrecord dll.
2. Keluhan utama : 
a) Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau
trimester III.
b) Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang.
c) Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;
terbentuknya SBR, terbukanya osteum atau  manspulasi intravaginal atau
rectal.
d) Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan
pembuluh darah dan placenta.
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Obstetri
Memberikan informasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya
agar  perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada kehamilan
sekarang. Riwayat obstetri meliputi: Gravida, para abortus, dan anak
hidup (GPAH), Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi,
Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong
persalina, Jenis anetesi dan kesulitan persalinan, Komplikasi maternal
seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan, Komplikasi pada
bayi, Rencana menyusui bayi
b) Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan
(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT).
Untuk menentukan TP berdasarkan HPHT dapat digunakan rumus
naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun
disesuaikan.
c) Riwayat kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin,
ibu, ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan
pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum
kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat
berakibat buruk pada pembentukan organ seksual pada janin.
d) Riwayat penyakit dan operasi
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat
infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus
di dokumentasikan
4. Pemeriksan Fisik
a) Tanda- Tanda Vital
Suhu tubuh            : suhu akan meningkat jika terjadi infeksi
Tekanan darah       : akan menurun jika ditemui adanya tanda syok
Pernapasan            : nafas cepat karena cemas dan khawatir
Nadi                      : nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok
b) Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit. Jika
perdarahan lebih banyak; ibu tampak lemah letih lesu dan pucat.
c) Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah Sering dijumpai
kesalahan letak  Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala
biasanya kepala masih goyang atau floating.
d) Pemeriksaan fisik Head to toe
1) Rambut dan kulit: Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2) Mata : pucat, anemis
3) Hidung : tidak ada masalah
4) Gigi dan mulut: tidak ada masalah
5) Leher : Tidak ada masalah
6) Payudara: Peningkatan pigmentasi areola putting susu. Bertambahnya
ukuran dan noduler
7) Jantung dan paru: Volume darah meningkat. Peningkatan frekuensi
nadi. Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu
darah pulmonal.. Terjadi hiperventilasi selama kehamilan..
Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas. Diafragma
meninggi. Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
8) Abdomen: Menentukan letak janin. Menentukan tinggi fundus uteri.
Tinggi fundus uteri. Posisi dan persentasi janin. Panggul dan janin
lahir. Denyut jantung janin
Leopoid I      : Janin sering belum cukup bulan,jadi fundus uteri masih
rendah.
Leopoid II     :  Sering dijumpai kesalahan letak
Leopoid III   : Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala biasanya kepala masih goyang atau terapung(floating) atau
mengolak diatas pintu atas panggul.
Leopoid IV    : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul
9) Vagina: Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan
( tanda Chandwick). Hipertropi epithelium
10) Alat Gerak : Persendian tulang pinggul yang mengendur. Gaya
berjalan yang canggung. Terjadi pemisahan otot rektum abdominalis
dinamakan dengan diastasis rektal
5. Pemeriksaan Penunjang
 Data laboraturium, memungkinkan Hb rendah. Hb yang normal (12-14gr
%) leokosit meningkat (Normal 6000-1000 mm3). Trombosit menurun
(normal 250 ribu – 500 ribu).

Diagnosa Keperawatan
N DATA SUBJEKTIF DAN
ETIOLOGI DIAGNOSA
O OBJEKTIF
Data Subjektif Mayor :  Kehilangan
Tidak Tersedia cairan aktif
Data Objektif Mayor :  Kegagalan
 Frekuensi Meningkat mekanisme
 Nadi Teraba lemah regulasi
 Tekanan darah meningkat  Peningkatan
 Tekanan nadi menyempit permeabilitas

 Turgor kulit menurun kapiler

 Membrane mukosa kering  Kekurangan

 Volume urine menurun intake cairan

1  Hematokrit meningkat  Evaporasi HIPOVOLEMIA


Data Subjektif Minor :
 Merasa Lemah
 Merasa Haus
Data Objektif Minor:
 Perngisian vena menurun
 Status mental berubah
 Suhu tubuh meningkat
 Konsentrasi urine
meningkat
 Berat badan turun tiba- tiba
2 Data Subjektif Mayor  Hiperglikemia PERFUSI
Tidak Tersedia  Penurunan JARINGAN
Data Objektif Mayor konsentrasi PERIFER
 Pengisian kapiler > 3 detik haemoglobin TIDAK
 Nadi perifer menurun atau  Peningkatan EFEKTIF
tidak tekanan darah
 Akral teraba dingin  Kekurangan
 Warna kulit pucat volume cairan
 Turgor kulit menurun  Penurunan
Data Subjektif Minor aliran arteri dan
 Parastesia atau vena

 Nyeri Ekstremitas  Kurang terpapar

Data Objektif Minor informasi

 Edema tentang faktor

 Penyembuhan Luka Lambat pemberat


 Kurang terpapar
 Indeks Ankle-Brankial
informasi
<0,90
tentang proses
 Bruit Femoral
penyakit
 Kurang
aktivitas fisik
Data Subjektif :  Perubahan RESIKO
 Sesak Nafas irama jantung PENURUNAN
Data Objektif :  Perubahan CURAH
 Tekanan Darah Meningkat / Frekuensi JANTUNG
Menurun jantung
3  Nadi perifer teraba lemah  Perubahan
 Capillary time > 3 detik kontraktilitas
 Oliguria  Perubahan

 Warna kulit pucat dan atau preload

sianosis  Perubahan
Afterload
INTERVENSI

N TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
O KRITERIA HASIL
1 Hipovolemia b/d Kehilangan Cairan Aktif Setelah dilakukan NIC : Manajemen
Data Subjektif Mayor : intervensi keperawatan Cairan
Tidak Tersedia selama 1x24 jam, 1. Monitor status 1. Status hidrasi
Data Objektif Mayor : diharapkan (NOC) hidrasi menunjukan kondisi
 Frekuensi Meningkat Keseimbangan Cairan pasien kekurangan
 Nadi Teraba lemah ditingkatkan ke 4 cairan

 Tekanan darah meningkat 1 sangat terganggu 2. Pemasukan cairan 2. Memenuhi cairan

 Tekanan nadi menyempit 2 banyak terganggu melalui IV dalam tubuh secara


3 cukup terganggu cepat lewat intravena
 Turgor kulit menurun
4 sedikit terganggu 3. Monitor ttv pasien 3. Tanda- tanda vital
 Membrane mukosa kering
5 tidak terganggu dapat digunakan
 Volume urine menurun
Kriteria Hasil untuk memonitor
 Hematokrit meningkat
 Merasa lemah (4) keadaan umum
Data Subjektif Minor :
 Haus (4) pasien
 Merasa Lemah
 Kulit Kering(4) 4. Monitor Perdarahan 4. Mengetahui
 Merasa Haus
 Membrane mukosa kehilangan cairan
Data Objektif Minor: (4) dari banyaknya
 Perngisian vena menurun  Penurunan turgor jumlah darah yang
 Status mental berubah kulit (4) hilang sehingga

 Suhu tubuh meningkat  Hematokrit (4) memaksimalkan

 Konsentrasi urine meningkat  Frekuensi Bak (4) cairan yang masuk

 Frekuensi 5. Monitor hasil 5. Hasil laboratorium


 Berat badan turun tiba- tiba
Perdarahan(4) laboratorium dapat
mengindikasikan
kekurangan cairan
seperti hematokrit
6. Monitor intake 6. Cairan yang masuk
cairan harus sesuai dengan
kebutuhan pasien
7. Tingkatkan asupan 7. Asupan oral dapat
oral meningkatkan cairan
dalam tubuh pasien
8. Berikan cairan 8. Memberikan asupan
dengan tepat intake yang sesuai
untuk penambahan
cairan dalam tubuh
pasien
9. Konsultasikan 9. Berkonsultasi
dengan dokter jika dengan dokter
tanda kekurangan memungkinkan
cairan memburuk menyiapkan
intervensi
selanjutnya apabila
terjadi kekurangan
cairan signifikan
2 Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif b/d Setelah dilakukan NIC : Pengurangan
penurunan konsentrasi haemoglobin dan intervensi keperawatan Perdarahan Uterus
kehilangan cairan aktif selama 1x24 jam, Ante Partum
Data Subjektif Mayor diharapkan (NOC) 1. Dapatkan Riwayat 1. Mengetahui criteria
Tidak Tersedia Perfusi Jaringan : kehilangan darah secara pasti
Data Objektif Mayor Perifer ditingkatkan ke dari pasien kehilangan darah
 Pengisian kapiler > 3 detik 4 pada diri pasien
 Nadi perifer menurun atau tidak 1. Deviasi berat dari 2. Tinjau faktor resiko 2.

 Akral teraba dingin kisaran normal yang berhubungan


 Warna kulit pucat 2. Deviasi yang cukup dengan perdarahan
 Turgor kulit menurun besar dari kisaran pada kehamilan
Data Subjektif Minor normal 3. Dapatkan suatu

 Parastesia 3. Deviasi sedang dari perkiraan yang

 Nyeri Ekstremitas kisaran normal akurat mengenai usia

Data Objektif Minor 4. Deviasi ringan dari kehamilan


kisaran normal 4. Periksa perineum
 Edema
5. Tidak ada deviasi untuk mengetahui
 Penyembuhan Luka Lambat
dari kisaran normal jumlah dan
 Indeks Ankle-Brankial <0,90
Kriteria Hasil : karakteristik darah
 Bruit Femoral
 Pengisian kapiler (4) 5. Monitor ttv
 Kekuatan denyut 6. Monitor DJJ
nadi (4) 7. Dukung intake
 Tekanan darah (4) cairan adekuat

 Mati rasa (4) 8. Kolaborasi

 Muka pucat (4) pengambilan darah


untuk proses
 Kelemahan otot (4)
pemeriksaan
diagnostik
9. Kolaborasi untuk
persiapan prosedur
darurat perdarahan

3 Penurunan curah jantung berhubungan dengan Setelah dilakukan NIC : Regulasi


penurunan afterload (NANDA) intervensi keperawatan Hemodinamik
Ditandai dengan : selama 1 x 24 jam, 1. Lakukan penilaian 1. Perbandingan
Data Subjektif : diharapkan pasien komprehensif tekanan darah
 Sesak Nafas mampu menunjukkan : terhadap status memberikan
Data Objektif : NOC : Status Sirkulasi hemodinamik (yaitu, gambaran yang lebih
 Tekanan Darah Meningkat / Menurun Dipertahankan pada memeriksa tekanan lengkap tentang

 Nadi perifer teraba lemah level ... darah, denyut keterlibatan masalah

 Capillary time > 3 detik Ditingkatkan ke level ... jantung, denyut nadi, vascular akibat
Deskripsi level : tekanan vena perdarahan
 Oliguria
1. Deviasi berat dari jugularis, tekanan
 Warna kulit pucat dan atau sianosis
kisaran normal vena sentral, atrium
2. Deviasi yang cukup kiri dan kanan,
besar dari kisaran tekanan ventrikel
normal dan tekanan arteri
3. Deviasi sedang dari pulmonalis), dengan
kisaran normal tepat
4. Deviasi ringan dari 2. Identifikasi adanya 2. Dapat
kisaran normal tanda dan gejala mengindikasikan
5. Tidak ada deviasi peringatan dini terjadi nya anemia
dari kisaran normal sistem hemodinamik berat, hipotensi yang
Dengan kriteria hasil : yang berhubungan dengan
 Tekanan darah sistol dikompromikan Perdarahan
(4) (seperti, dyspnea,
 Tekanan darah diastol ortopnea, sangat
(4) kelelahan, pusing,
 Tekanan nadi (4) melamun, edema,

 Capillary refill time palpitasi)

(4) 3. Atur posisi fowler 3. Posisi fowler mampu

 Kelelahan (4) menurunkan tekanan


darah karena dengan
 Wajah Pucat(4)
posisi ini aliran
darah yang balik ke
jantung
4. Kurangi Kecemasan 4. Tidak adanya
dengan memberikan kecemasan membuat
informasi yang rileks dan nyaman
akurat sehingga tidak
mengganggu
masalah yang lain
5. Arahkan pasien dan 5. Keluarga membantu
keluarga mengenai dalam proses
pemantuan status pemantauan
hemodinamik perdarahan
menghitung
banyaknya
pengeluaran darah
bisa dengan cara
melihat dipembalut
pasien
6. Tentukan status 6. Status perfusi dapat
perfusi dijadikan indikasi
peredaran darah
lancer sampai
keujung bagian
tubuh
7. Anjurkan intake dan 7. Intake dan output
output sesuai sesuai sehingga
pergantian cairan
dapat terjadi dan
mencegah
kekurangan cairan
8. Minimalkan stress 8. Stress lingkungan
lingkungan dapat menjadi
indikasi peningkatan
rekanan darah atau
penurunan tekanan
darah pada situasi
tersebut
9. Kolaborasi 9. Pemberian obat
pemberian obat dapat dilakukan guna
untuk mengurangi untuk mengurangi
perdarahan perdarahan karena
berakibatkan ke
peningkatan atau
penurunan tekanan
darah
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdarahan antepartum merupakan suatu kejadian pathologis berupa
perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih.
Perdarahan yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu perdarahan yang
ada hubungannya dengan kehamilan dan perdarahan yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan Perdarahan antepartum yang berhubungan
dengan kehamilan harus segera dilakukan tindakan agar tidak berakibat fatal
bagi ibu dan janinnya.Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta
berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium
uteri internal) dan oleh karenanya bagian terendah sering kali terkendala
memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) atau menimbulkan kelainan janin
dalam rahim. Pada keadaan normal plasenta umumnya terletak di korpus
uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri (Prawirohardjo,
2008).

B. Saran
Sebagai seorang calon bidan kita harus mampu mendiagnosis dini kelainan
atau keabnormalan yang terjadi pada ibu masa antepartum, intrapartum
maupun postpartum. Oleh sebab itu kita harus memahami setiap gejala-gejala
yang ditimbulkan dari keabnormalan yang terjadi agar mampu mengambil
keputusan secara cepat, tepat, dan efisien.
Secara khusus, seperti pembahasan dalam maklah ini yaitu tentang
perdarahan antepartum. Sebagai seorang bidan harus memahami apa saja
perdarahan antepartum yang bisa terjadi, gejal yang ditimbulkan, dan mampu
memberikan asuhan yang tepat serta mampu melakukan rujukan secara cepat
apabila terjadi suatu kegawatan obstetris.

Anda mungkin juga menyukai