Anda di halaman 1dari 81

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial kesejahteraan,
bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan menurut World Health
Organization (WHO,2016). Setiap individu yang sehat biasanya dapat
melakukan suatu aktivitas berkaitan dengan fisik. Aktivitas fisik dapat
mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatan seseorang, tapi
sering kali timbul masalah yang dapat mengganggu aktivitas pergerakan dan
biasanya berhubungan dengan sistem skeletal. Komponen penunjang yang
paling dominan pada sistem ini adalah tulang. Salah satu masalah skeletal yang
sering kita temukan di sekitar kita adalah fraktur atau patah tulang (Hurst,
2016)
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, bisa bersifat total
maupun sebagian. Menurut Word Health Organization yang dilansir Global
Status Report on Road Safety pada tahun 2016, tingkat kecelakaan lalu lintas
berada pada possisi ke 8 sebagai penyumbang kematian dan kecacatan.tertinggi
dijumpai di Negara benua Afrika 26, 6 % dari 100.000 penduduk dan Asia
khususnya Asia Tenggara dengan 20,6 % dari 100.000 penduduk dan yang
terkecil berada pada benua Eropa dengan 10,4 % dari 100.000 penduduk
(WHO, 2016 ).
Indonesia adalah sebuah Negara dikawasan Asia Tenggara yang memiliki
tingkat kecelakaan lalu lintas yang cukup tinggi, menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2016 jumlah kecelakaan yang terjadi di Indonesia sebanyak
106.129 (BPS, 2016). Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2018,
di Indonesia terjadi fraktur yang disebabkan oleh cidera seperti terjatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam atau tumpul, menemukan fraktur lebih
banyak terjadi pada laki-laki sekitar 2,9% dan perempuan sebanyak 1,6%.
Fraktur juga lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan sekitar 2,4% daripada
pedesaan sekitar 2%. Prevalensi Cedera tertinggi dilaporkan di Provinsi

1
Sulawesi Tengah, Papua, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara sedangkan
Bengkulu berada pada urutan ke-17 (Kemenkes RI, 2018). Angka kejadian
Fraktur di Provinsi Bengkulu juga dilaporkan cukup tinggi setiap tahunnya.
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, terlihat
bahwa terjadi peningkatan dari 6% per 1000 penduduk pada tahun 2013
menjadi 9,7% per 1000 penduduk pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018).
Fraktur dibedakan menjadi 2 fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang terlihat dari luar dan rentan terkena infeksi
bakteri (Hurst, 2016) sedangkan Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit
tidak tertembus oleh fragmen tulang, sehingga tidak terlihat diluar kulit.
Fraktur tertutup bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut. Selain itu
ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan dan pemendekan tulang (Rasjad, 2018).
Fraktur terjadi ketika kekuatan (tekanan) yang diberikan pada tulang melebihi
kemampuan untuk meredam syok, terdapat tiga kategori penyebab seperti
cedera traumatik, cedera atau penggunaan berlebih, patologi atau gangguan
tulang (Hurst, 2016). Dampak fraktur dapat mengalami perubahan bagian
tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri,
resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, gangguan integritas kulit, selain itu
fraktur juga dapat menyebabkan kematian (Septiani, 2015). Rasa nyeri ini
dapat timbul hampir pada setiap area fraktur Nyeri dalam kamus medis
mencangkup perasaan distress, penderitaan atau kesakitan, yang disebabkan
oleh stimulasi ujung syaraf tertentu bersifat subjektif karena invidu yang
mengatakannya (Rosdahl, 2015).
Manajemen nyeri dibagi menjadi 2 bagian, yaitu manajemen farmakologi
dan manajemen non farmakologi. Manajemen farmakologi yaitu manajemen
yang berkolaborasi antara dokter dengan perawat, yang menekankan pada
pemberian obat yang mampu menghilangkan rasa nyeri. Sedangkan
manajemen non farmakologi merupakan manajemen untuk menghilangkan rasa
nyeri dengan menggunakan teknik mandiri sederhana (Mediarti, 2015).
Salah satu manajemen non farmakologi untuk menurunkan nyeri dengan
skala sedang kisaran skala 5-6 yang dirasakan pada pasien fraktur tertutup
adalah dengan kompres dingin. Pemberian kompres dingin dipercaya dapat
meningkatkan pelepasan endorfin yang memblok transmisi stimulus nyeri dan
juga menstimulasi serabut saraf berdiameter besar A-Beta sehingga
menurunkan transmisi implus nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut
saraf C, tindakan kompres dingin selain memberikan efek menurunkan sensasi
nyeri pada skala sedang dengan kisaran 5-6, kompres dingin juga memberikan
efek fisiologis seperti menurunkan respon inflamasi jaringan, menurunkan
aliran darah dan mengurangi edema (Tamsuri, 2017).
Perawat dalam menjalankan manajemen nyeri pada penderita fraktur sangat
diperlukan perannya, salah satu peran perawat yang penting adalah sebagai
Care Provider atau pemberi asuhan keperawatan dimana perawat memberikan
asuhan keperawatan secara holistik bagi pasien, namun fenomena yang terjadi
adalah perawat jarang menjalankan tugasnnya sebagai perawat dan berfokus
pada Obat yang diberikan dokter dan jarang memberikan terapi non
farmakologi (Black, 2016).
Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan di RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu khususnya di Ruangan Seruni diketahui bahwa angka kejadian
Closed Fraktur pada tahun 2017 sekitar 344 pasien yang dirawat, pada tahun
2018 sebanyak 106 orang, dan pada tahun 2019 dari bulan Januari- Agustus
2019 sekitar 50 orang mengalami kejadian fraktur tertutup.
Berdasarkan data dan uraian latar belakang diatas, maka penulis merasa
tertarik untuk melakukan penerapan “Pemberian Terapi Non Farmakologis
(Kompres Dingin)” berdasarkan Evidence Base Practice Nursing (EBPN)
Untuk Mengurangi Nyeri Pada Pasien Closed Fraktur di Ruang Seruni RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2020”
2. Rumusan Masalah
Agar karya tulis ilmiah lebih terarah dan terfokus pada tujuan penelitian,
maka penulis memberikan batasan masalah studi kasus ini yaitu Penerapan
Pemberian Terapi Non Famakologis (Kompres Dingin) Untuk Mengurangi
Nyeri Pasien Closed Fraktur di RSUD Dr. M. Yunus tahun 2020.

3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu, agar penulis mampu mendeskripsikan
Penerapan Pemberian Terapi Non Famakologis (Kompres Dingin) Untuk
Mengurangi Nyeri Pasien Closed Fraktur di RSUD Dr. M. Yunus tahun
2020.
b. Tujuan Khusus
Melalui karya tulis ilmiah ini penulis diharapkan mampu :
1) Mendeskripsikan karakteristik pasien nyeri Closed Fraktur di RSUD Dr.
M. Yunus tahun 2020.
2) Mendeskripsikan fase pra interaksi Pemberian Terapi Non Famakologis
(Kompres Dingin) Untuk Mengurangi Nyeri Pasien Closed Fraktur
sesuai prioritas di RSUD Dr. M. Yunus tahun 2020.
3) Mendeskripsikan fase orientasi Pemberian Terapi Non Famakologis
(Kompres Dingin) Untuk Mengurangi Nyeri Pasien Closed Fraktur
secara komprehensif.
4) Mendeskripsikan fase interaksi Pemberian Terapi Non Famakologis
(Kompres Dingin) Untuk Mengurangi Nyeri Pasien Closed Fraktur
secara tepat.
5) Mendeskripsikan fase terminasi Pemberian Terapi Non Famakologis
(Kompres Dingin) Untuk Mengurangi Nyeri Pasien Closed Fraktur
4. Manfaat Penulisan
a. Bagi Klien
Memberikan pelayanan yang optimal bagi klien untuk memperoleh
kesehatan dan memberikan pengetahuan kepada keluarga klien mengenai
Closed Fraktur dan pencegahannya.
b. Bagi Perawat
Dapat menjadi panduan dalam melakukan pelayanan kepada klien
Closed Fraktur secara optimal, baik itu tindakan keperawatan secara
mandiri atau dengan kolaborasi.
c. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
tentang manajemen nyeri pasien Closed Fraktur berdasarakan Evidanced
Base Practical Nursing (EBPN) kepada pelayanan kesehatan, sebagai bahan
masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam praktek pelayanan
keperawatan Closed Fraktur.
d. Bagi Akademik
Bentuk sumbangsih kepada mahasiswa keperawatansebagai referensi
untuk menambah wawasan dan bahan masukan dalam kegiatan belajar
mengajar yang berkaitan dengan asuhan keperawatan terutama Manajemen
nyeri pada pasien Closed Fraktur.
e. Peneliti Lain
Hasil penulisan ini diharapkan Hasil penulisan ini diharapkan dapat
menjadi dasar untuk melakukan penelitian yang serupa dengan kasus yang
lain maupun dengan kasus yang sama yaitu Closed Fraktur. Selain itu,
diharapkan dimasa mendatang akan banyak mahasiswa ataupun tenaga
keperawatan yang akan membuat jurnal keperawatan berdasarkan
pengalaman prakktiknya dalam memberikan manajemen nyeri pada pasien
Closed Fraktur .
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Anatomi Fisisologi


a. Anatomi

Gambar 2.1
(Sumber : John Wiley and sons, Inc. All rights reserver)

Sistem Rangka tersusun atas tulang-tulang dan struktur lain yang


menyusun suatu rangka. Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-
tulang sekitar 206 tulang yang membentuk suatu kerangka tubuh yang 
kokoh. Walaupun rangka utama tersusun dari tulang, rangka  di sebagian
tempat dilengkapi dengan kartilago (Sloane, 2004) Tulang adalah jaringan
hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat tekanan. Seperti
jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan matriks.
Tulang bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami
kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-
serabut organik (Moore dan Agur, 2002).
Tulang Rangka Manusia Menurut Syaifuddin (2012) sebagai berikut :
1) Rangka tulang kepala (Kranium)
a) Neurokranium (Kerangka Otak )
Suatu kumpulan tulang yang menyatu pada sendi tak bergerak
yang disebut sutura terdiri dari Kubah Tengkorak (Frontalis,
Parietalis, Oksipitalis, Temporalis, Sfeinodalis, Etmoidalis) dan
Tengkorak Wajah (Lakrimalis, Nasalis, Konka Nasalis, Septum
Nasalis, Maksilaris, Zigomatikum Pallatum Mandibularis Hyoid)
b) Ekstremitas Superior
Terdiri dari Scapula, Klavikula, Humerus, Ulna, Radius Karpalia,
Metakarpalia, Falangus
c) Tulang kerangka dada
Terdiri Kolumna Vertebralis (Vertebrae Servikalis Vertebrae
Toracalis Vertebrae Lumbalis Vertebrae Sakralis Vertebrae
Koksigialis), Kostalis (Kosta Vera, Kosta Spuria, Kosta Fluintates),
Sternum( Manubrium Sterni Korpus Sterni Procesus Xifiodeus)
d) Tulang Kerangka Ektremitas Inferior
Terdiri dari Tulang panggul (koksa, ileum, sacrum, iskii, Pubis)
e) Tulang Ektremitas Inferior
Terdiri dari Femur, Patella, Tibia, Fibula, Tarsalia, Metatarsalia
Falang Pedis
b. Fisiologi Tulang
Menurut Tortora dan Derrickson, 2011 Fungsi tulang adalah :
1) Menopang Tubuh
Sistem kerangka adalah sistem yang memberikan bentuk pada tubuh
juga menopang jaringan lunak dan sebagai titik perlekatan tendon dari
sebagian besar otot
2) Proteksi
Sistem kerangka melindungi sebagian besar organ dalam tubuh yang
sangan penting untuk berlangsungnya kehidupan, seperti otak yang
dilindungi oleh tulang Cranial, Vertebrae yang melindungi sistem saraf
dan tulang costa yang melindungi jantung dan paru-paru.
3) Mendasari Gerakan
Sebagian besar dari otot melekat pada tulang, dan ketika otot
berkontraksi, maka otot akan menarik tulang untuk melakukan
pergerakan.
4) Homeostasis Mineral (penyimpanan dan pelepasan)
Jaringan tulang menyimpan beberapa mineral khususnya kalsium dan
fosfat yang berkontribusi untuk menguatkan tulang. Jaringan tulang
menyimpan 99% dari kalsium dalam tubuh. Apabila diperlukan, kalsium
akan dilepaskan dari tulang ke dalam darah untuk menyeimbangkan
krisis keseimbangan mineral dan memenuhi kebutuhan bagian tubuh
yang lain.
5) Memproduksi Sel Darah
Sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah,
beberapa limfosit, sel darah putih granulosit dan trombosit.
6) Penyimpanan Trigliserid
Sumsum tulang kuning sebagian besar terdiri dari sel adiposa yang
menyimpan trigliserid
c. Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk
Menurut Sanders, 2007 tulang dapat dikasifikasikan sebagai :
1) Tulang Panjang
Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya. Tulang ini
mempunyai Corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai
epifisis pada ujung-ujungnya. Tulang-tulang panjang yang ditemukan
pada Ekstremitas antara lain tulang Humerus, Femur, Metacarpal,
Metatarsal dan Phalanges.
2) Tulang Pendek
Tulang-tulang pendek ditemuskan pada tangan dan kaki. Contoh jenis
tulang ini antara lain os Schapoideum, os Lunatum, dan Talus.
3) Tulang Pipih
Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang
kompakta, disebut tabula, yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang
Spongiosa, disebut Diploe. Contohnya : Scapula, Frontale dan,
Parietale.
4) Tulang Iregular
Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang kompakta di bagian
luarnya dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang Spongiosa.
5) Tulang Sesamoid
Tulang Sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada
tendon-tendon tertentu, Tulang sesamoid yang terbesar adalah patella,
yang terdapat pada tendo Musculus Quadriceps Femoris. Contoh lain
pada Tendon Musculus Flexor Pollicis Brevis dan Musculus Flexor
Hallucis Brevis, (Snell, 2012).
d. Pertumbuhan Tulang
Proses pembentukan tulang disebut osifikasi atau disebut juga
Osteogenesis (Tortora dan Derrickson, 2011). Semua tulang berasal dari
mesenkim, tetapi dibentuk melalui dua cara yang berbeda.
1) Osifikasi Membranosa
Osifikasi Membranosa adalah osifikasi yang lebih sederhana diantara
dua cara pembentukan tulang. Tulang pipih pada tulang tengkorak,
sebagian tulang wajah, Mandibula, dan bagian medial dari Klavikula
dibentuk dengan cara ini. Termasuk bagian lembut yang membantu
tengkorak bayi dapat melewati jalan lahirnya.
2) Osifikasi Endokondral
Pembentukan tulang ini adalah bentuk tulang rawan yang terjadi pada
masa fetal dari mesenkim lalu diganti dengan tulang pada sebagian besar
jenis tulang (Moore dan Agur, 2002). Pusat pembentukan tulang yang
ditemukan pada corpus disebut diafisis, sedangkan pusat pada ujung-
ujung tulang disebut epifisis. Lempeng rawan pada masing-masing
ujung, yang terletak di antara epifisis dan diafisis pada tulang yang
sedang tumbuh disebut lempeng epifisis. Metafisis merupakan bagian
diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifisis (Snell, 2012).
Penutupan dari ujung-ujung tulang atau dikenal dengan epifise line rerata
sampai usia 21 tahun (Byers, 2008).
e. Faktor Pertumbuhan Tulang
Menurut (Supariasa, 2002) hal tersebut berdasarkan dua faktor, yaitu:
Faktor Internal
1) Genetik
Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak
dengan orangtuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan
kecepatan perkembangan. Gen tidak secara langsung menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan, tetapi ekspresi gen yang diwariskan
kedalam pola pertumbuhan dijembatani oleh beberapa sistem biologis
yang berjalan dalam suatu lingkungan yang tepat untuk bertumbuh.
Misalnya gen dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon seperti
hormon pertumbuhan dari glandula endokrin dan menstimulasi
pertumbuhan sel dan perkembangan jaringan terhadap status
kematangannya (Supariasa, 2002)
2) Jenis Kelamin
Secara teori disebutkan bahwa umumnya pria dewasa cenderung
lebih tinggi dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai
yang lebih panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta
massa otot yang lebih besar dan padat, mempunyai lemak subkutan
yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih Angular.
Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria
dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit
massa otot.
Faktor Eksternal
1) Lingkungan
Lingkungan pra natal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil,
yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa
konsepsi sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan.
Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir
antara lain lingkungan biologis, seperti ras atau suku bangsa, jenis
kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit
infeksi dan kronis, adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon.
(Supariasa, 2002).
2) Gizi
Gizi yang buruk pada anak-anak dapat menyebabkan berkurangnya
asupan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh. Sedangkan
gizi yang baik akan mencukupi kebutuhan tubuh dalam rangka
pertumbuhan (Supariasa, 2002).
3) Obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi hormon
pertumbuhan seperti growth hormone atau hormon tiroid. Pemakaian
beberapa jenis obat juga dapat mengganggu metabolisme tulang. Jenis
obat tersebut antara lain kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti
kejang, anti koagulan (heparin, warfarin). Beberapa obat tertentu
dapat meningkatkan resiko terkena osteoporosis (Supariasa, 2002).
4) Penyakit
Beberapa penyakit dapat menyebabkan atrofi pada bagian tubuh,
sehigga terjadi penyusutan tinggi badan.

2. Konsep Dasar Fraktur


a. Pengertian
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi dinstegritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti
proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian Fraktur
(Brunner, 2008). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang,
kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap
proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan Fraktur yang
patologis (Mansjoer, 2002). Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang
yang disebabkan oleh adanya trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi
normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika terjadi penekanan
ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan tulang untuk
bertahan, maka akan terjadi Fraktur (Garner, 2008; Price & Wilson, 2006).
b. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan
tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat Fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Biasanya yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut (Doenges, 2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma Langsung
Fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
misalnya benturan atau pukulan pada Anterbrachi yang mengakibatkan
Fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
kejadian kekerasan.
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital, peradangan,
neuplastik dan metabolik).
c. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis Fraktur adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci). Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
4) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
d. Klasifikasi fraktur
Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan
tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
1) Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
 Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
 Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
e. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan, jatuh atau trauma. Baik itu
karena langsung misalnya tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
lasung misalnya seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga.
Juga bisa karena terauma akibat tarikan otot ( patologis ) misalnya patah
tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi (Doenges, 2007).
Insufisiensi pembuluh darah atau pemendekan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. (Brunner &
suddarth, 2002).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan darah. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
serta pergeseran tulang . Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak, terjadi deformitas dan Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma dirongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2007).
Pasien yang harus di mobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilang kekuatan
otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 20000
WEB OF CAUTION
Dilampirkan
f. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut (Margareth, 2012):
1) Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak terjadi ketika gelembung gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan
oklusi pada pembuluh darah dan pembuluh darah pulmonari yang
menyebabkan sukar bernafas.
2) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen, komplikasi ini terjadi saat peningkatan
tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan
dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah
yang berat dan berikutnya menyebabakan kerusakan pada otot.
3) Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular dapat tejadi saat suplai darah ke tulang kurang
baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascaplar femur. Karena
nekrosis avaskuler mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang cukup lama.
4) Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup
sumsum dan atau korteks tulang dapat berupa eksogenous atau
hematogeneus.
5) Perdarahan
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,
dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka
dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat
trauma.
6) Ganggren gas
Ganggren gas berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostodium welchi
atau Clostridium perfringens.
7) Neglected
Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam.
sering terjadi akibat penanganan fraktur pada ekstremitas yang salah oleh
bone setter (ahli patah tulang). Umumnya terjadi pada yang
berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang rendah.
8) Delayed union, nonunion, mal union
Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan,
nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur,
sedangkan malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada
fraktur.
9) Dislokasi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk
sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang yang lepas dari
sendi (Mansjoer A, 2002). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai
sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut
fraktur dislokasi.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur (Muttaqin, 2008) :
Penatalaksanaan non frmakologis
1) Pembebanan fraktur diatas dan di bawah sisi cendrung sebelum
memindahkan pasien. Pembebatan / pembidaian mencegahluka dan nyeri
yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
2) Memberikan tungkai kompres dingin untuk menekan pendarahan, edema
dan nyeri.
3) Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema dan nyeri.
4) Kontrol pendarahan dan memberikan penggantian cairan untuk
mencegah syok bila perlu.
5) Pemasangan traksi untuk fraktur tulang panjang.
6) Fiksasi eksternal untuk menstabilkan fraktur kompleks dan terbuka.
7) Melakukan pemasangan pembidaian
Penatalaksanaan Farmakologis
1) Anastensi lokal, analgesik narkotik, relaksan otot atau diberikan untuk
membantu pasien selama prosedur reduksi tertutup
2) Imobilisasi dilakukan dengan jangka waktu yang berbeda-beda.
3) Fisioterapi untuk mempertahankan otot yang luka bila tidak dipakai dapat
mengecil secara cepat. Setelah fraktur cukup sembuh, mobilisasi sendi
dapat dimulai sampai ekstremitas betul-betul telah kembali normal.
Fungsi penyangga badan (wight bearina) diperoleh setelah terbentuk
cukup callus.s
Prinsip penatalaksanaan secara umum : Terdapat 4 R prinsip
pelatalaksanaan fraktur (Rasjad, 2009) antara lain
1) Recognition : Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan
yang berperan, dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri menentukan apakah ada fraktur, dan apakah perlu
diperiksa spesifik untuk menentukan adanya fraktur.
2) Reduction : Adakah usaha dan tindakan manipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk dikembalikan keposisi anatomi
normal. Tindakan ini dapat dilakukan secara selektif di rumah sakit
3) Retention : Sebagaimana aturan umum ketika melakukan reduction harus
4) Rehabilitation : Mengembalikan fungsi aktifitas semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur
dengan splint. Status neurologis dan vaskuler dibagian distal harus
diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada
pasien dengan multipe trauma sebaiknya dilakukan stabilisasi awal,
fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun ORIEF.

h. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (2010) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
pasien fraktur antara lain:
1) Pemeriksaan Roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2) Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress
normal setelah trauma.
4) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
5) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera

3. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman


a. Pengertian Nyeri
Menurut Potter dan Perry, 2005 Nyeri merupakan pengalaman personal
dan subjektif, dan tidak ada dua individu yang merasakan nyeri dalam pola
yang identik. International Association for the Study of Pain (IASP)
memberikan definisi medis tentang nyeri yaitu, pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan, aktual ataupun potensial, atau duganbarkan sebagai kerusakan
yang sama. Oleh karena itu nyeri merupakan hal yang subjektif, satu-
satunya individu yang dapat dengan akurat mendefinisikan nyeri mereka
sendiri adalah mereka yang mengalami nyeri tersebut.
b. Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus
penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut
nyeri memasuki medulla spinalis dari berbagai rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis, pesan nyeri
berinterkasi dengan sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri mencapai
korteks serebral maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Nyeri dirasakan sampai
berapa derajat bergantung pada interaksi antara sistem analgesik tubuh dan
transmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus.
c. Klasifikasi Nyeri
1) Nyeri akut
Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien harus
menjadi prioritas perawatan misalnya nyeri pasca operasi yang akut akan
menghambat kemampuan klien untuk terlihat aktif dalam mobilisasi
(Potter Perry,2005). Nyeri akut disebabkan oleh aktivasi nosiseptor,
biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan),
dan memiliki onset yang tiba-tiba. Nyeri akut mungkin disertai respons
fisik yang dapat diobservasi, seperti peningkatan atau penurunan tekanan
darah, takikardi, diaforesis, takipnea, fokus pada nyeri, dan melindungi
bagian tubuh yang nyeri. Respon kardiovaskular dan pernapasan
merupakan akibat stimulasi sistem saraf simpatis sebagai bagian dari
respons fight or flight. Respon ini sering diinterpretasikan sebagai bukti
positif nyeri seseorang. Nyeri akut yang tidak teratasi akan memicu status
nyeri kroni
2) Nyeri kronis
Nyeri kronis adalaah nyeri tang berlangsung lama intensitas bervariasi
dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan Nyeri kronis biasanya
dianggap sebagai nyeri yang berlangsun dari 6 bulan (atau 1 bulan lebuh
dari normal di masa-masa akhir kondisi yang menyebabkan nyeri) dan
tidak diketahui kapan akan berakhir kecuali jika terjadi penyembuhan
yang lambat, seperti pada luka bakar.

d. Faktor yang mempengaruhi nyeri


Menurut Potter dan Perry, 2005 faktor yang mempengaruhi nyeri adalah :
1) Usia
Perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat
mempengaruhi bagaimana untuk bereaksi terhadap nyeri
2) Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak memiliki perbedaan makna dan
respon terhadap nyeri namun ada suatu persepsi kebudayaan yang
mengatakan anak laki laki harus berani dan tidak boleh menangis.
3) Kebudayaan
Keyakinan dan nilai budaya yang di anut mempengaruhi nyeri
misalnya seorang Amerika Meksiko mengatakan nyeri berkurang dengan
menangis secara keras.
4) Makna nyeri
Bagaimana individu beradaptasi dengan nyeri yang dirasakan
5) Perhatian
Tingkat klien dalam memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri
6) Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu sensasi ansietas
7) Pengalaman sebelumnya
Individu biasanya mempelajari pengalaman dari nyeri yang dirasakan
sebelumnya .
8) Kelelahan
Kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dam
menurukan koping.
9) Gaya koping
Penting untuk mengetahui sumber- sumber koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri

e. Indikator Nyeri
Respon fisiologi terhadap nyeri dapat menunjukkan keberadaan dan sifat
nyeri dan ancaman potensial terhadap kesejahteraan klien dapat dilihat dari
perilaku efek nyeri :
Tabel 2.1 Indikator Nyeri
Ekspresi Gerakan Interaksi
Vokalisasi
Wajah Tubuh Sosial
a. Mengaduh a. Meringis a. Gelisah a. Menghindari
b. Menangis b. Menggeletukkan b. Immobilisasi percakapan
c. Sesak nafas gigi c. Ketegangan b. Focus hanya
d. Mendengkur c. Mengernyitkaan otot pada aktivitas
dahi d. Peningkatan untuk
d. Menutup mata gerakan jari menghilangka
atau mulut dan tangan n nyeri
dengan rapat e. Aktivitas c. Menghindari
atau membuka melangkah kontak social
mata atau mulut yang tunggal d. Penurunan
dengan lebar ketika berlari rentang
e. Menggigit bibir atau berjalan perhatian
f. Gerakan
ritmik atau
gerakan
menggosok
g. Gerakan
melindungi
tubuh

e. Skala Nyeri
Menurut Kholid Rosyidi, 2013 skala nyeri dibedakan menjadi
1) Verbal Descriptor Scale (VDS)
Skala Deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih objektif, terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis
2) Numeric Rating Scale (NRS)
Skala yang digunakan untuk menilai nyeri dengan menggunakan
angka seperti 0-10, paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi teraupetik. Skalayang digunakan
untuk menilai nyeri direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992)

Gambar 2.2 Skala Verbal Numerik


(Sumber : Coursehero.com)
3) Skala Analog Visual
Skala yang terdapat suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri
yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal dan
membebaskan penuh klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri ( Mc
Guire, 1984)
Gambar 2.3
(Sumber : Coursehero.com)

4) Skala Outcher
Skala yang dikembangkan untuk mengukur Intensitas nyeri pada
anak- anak yang terdiri dari 2 skala yang terpisah pada sebelah kiri untuk
anak- anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar untuk
anak yang lebih kecil

Gambar 2.4
(Sumber : Coursehero.com)
5) Skala Wajah
Skala yang dikembangkan oleh Wong Baker untuk lebih memudahkan
untuk mengetahui nyeri terdiri dari enam wajah kartun dengan beragam
ekspresi
Gambar 2.5
Sumber : Coursehero.com

f. Pengkajian Nyeri
Menurut Ningsih, 2012
Tabel 2.2 Pengkajian Nyeri
Teknik pengkajian, pediksi hasil
Pengkajian Deksripsi
dan impliklasi klinis
Pengkajian untuk Pada keadaan nyeri otot tulang dan
Provoking menentukan faktor sendi biasanya disebabkan oleh
incident atau peristiwa yang adanya kerusakan jaringan saraf
P mencetuskan akibat suatu trauma atau merupakan
keluhan nyeri respon dari peradangan local.
Pengkajian sifat Dalam hal ini perlu dikaji kepada
keluhan , seperti apa pasien apa maksud dari keluhan-
rasa nyeri yang keluhannya apakah keluhannya
Quality of pain dirasakan atau bersifat menusuk, tajam atau tumpul
Q digambarkan pasien. menusuk, pengkaji harus
menerangkan dalam bahasa yang lebih
mudah mendeskripsikan nyeri
tersebut.
Region refered Pengkajian untuk Region merupakan pengkajian lokasi
R menentukan area nyeri dan harus ditunjukkan dengan
atau lokasi keluhan tepat oleh pasien, pada kondisi klinik
nyeri apakah nyeri lokasi nyeri pada sistem
muskoloskeletal dapat menjadi
petunjuk area yang mengalami
gangguan.
Pengkajian seberapa Pengkajian dengan menilai skala nyeri
jauh rasa nyeri yang merupakan pengkajian yang paling
Severity Scale
dirasakan pasien penting dari pengkajian nyeri dengan
of pain
pendekatan PQRST Bisa dengan
S
menggunakan skala analog, verbal,
numeric, ataupun skala wajah.
Berapa lama nyeri Sifat mula timbulnya (onset), tentukan
berlangsung kapan apakah gejala timbul mendadak,
Time apakah bertambah perlahan–lahan, atau seketika itu juga
T buruk pada malam Tanyakan apakah gejala–gejala timbul
hari atau siang hari secara terus menerus atau hilang
timbul , lama durasinya muncul.
g. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, kimiawi,
ataupun fisik.
Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2016). Gejala dan tanda mayor
pada nyeri akut didapat dari data objektif yaitu klien tampak meringis,
bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat. Dan pada data subjektif klien mengatakan
sulit tidur.
Sedangkan pada gejala dan tanda minor didapat data objektif yaitu
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri dan
diaforesis. Pada data subjektif klien mengatakan nafsu makan berkurang.
2. Nyeri kronis berhubungan dengan riwayat penyalahgunaan obat/zat,
tekanan emosional, dan riwayat penganiayaan.
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
yang berlangsung lebih dari 3 bulan (SDKI, 2016). Gejala dan tanda
mayor pada nyeri kronis didapat dari data objektif yaitu klien tampak
meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas. Dan pada data
subjektif klien mengeluh nyeri pada ulu hati dan merasa depresi.
Sedangkan pada gejala dan tanda minor didapat data objektif yaitu
klien bersikap protektif (misalnya posisi menghindari nyeri), waspada,
pola tidur berubah, anoreksia, fokus menyempit, dan berfokus pada diri
sendiri. Dan pada data subjektif klien merasa takut mengalami cedar
berulang.
h. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.3 Perencanaan Keperawatan Pasien Fraktur
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Nyeri Akut b/d Setelah diberikan asuhan SIKI : MANAJEMEN NYERI
 Agen Pencedera keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
Fisik ( Trauma) SLKI: Tingkat Nyeri 1. Identifikasi lokasi, 1. Nyeri yang dikaji secara
Data mayor  Dipertahanakan di Level karakteristik, durasi, frekuensi, komperehensif dapat membantu
Subjektif :  Ditingkatkan ke Level 4 kualitas, intensitas nyeri dan menentukan perawatan yang tepat
1. Mengeluh nyeri Deskripsi Level: faktor pencetus bagi pasien, dan dasar bagi
Objektif : 1: Meningkat perencanaan keperawatan.
1. Tampak meringis 2: Cukup Meningkat 2. Identifikasi Skala nyeri 2. Skala nyeri yang merupakan
2. Bersikap 3: sedang perasaan subjektif dapat digunakan
protektif mis, 4: Cukup Menurun untuk mengukur nyeri yang pasien
waspada, posisi, 5: Menurun rasakan
menghindari Dengan Kriteria Hasil 3. Identifikasi respon nyeri 3. Mengerahui secara non verbal
nyeri ) 1. Keluhan nyeri (4) non verbal apabila klien tidak dapat
3. Gelisah 2. Meringis (4) menjelaskan secara rinci yang
4. Frekuensi nadi 3. Sikap protektif (4) dirasakan
meningkat 4. Identifikasi faktor yang 4. Mengetahui hal apa saja yang dapat
5. Sulit tidur 4. Gelisah (4) dapat memperberat dan membantu meringankan keadaan
Data minor 5. Kesulitan tidur (4) memperingan nyeri klien dan menyebabkan klien
Subjektif : merasakan nyeri hebat
Tidak tersedia SLKI : Kontrol Nyeri Terapeutik
Objektif :  Dipertahanakan di Level 5. Kontrol lingkungan yang 5. Lingkungan yang nyaman dari segi
1. Tekanan darah  Ditingkatkan ke Level 4 memperberat rasa nyeri pencahayaan. Suhu dan tingkat
meningkat Deskripsi Level: misalnya suhu ruangan kebisingan membuat pasien
2. Pola nafas 1: Menurun pencahayaan kebisingan nyaman dan tidak gelisah
berubah 2: Cukup Menurun 6. Fasilitasi Istirahat dan 6. Istirahat tan tidur yang cukup dapat
3. Nafsu makan 3: Sedang tidur merilekskan tubuh membantu
berubah 4: Cukup meningkat menurunkan atau menghilangkan
4. Proses berfikir 5 : Meningkat rasa nyeri
terganggu Dengan Kriteria Hasil 7. Meningkatkan sirkulasi umum
5. Menarik diri 1. Melaporkan nyeri terkontrol(4) 7. Berikan tindakan menurunkan area tekanan local dan
6. Berfokus pada 2. Kemampuan menegnali onset kenyamanan seperti pijatan kelehan otot
diri sendiri nyeri(4) dan perubahan posisi 8. Mengontrol edema dengan
7. Diaphoresis 3. Kemampuan mengenali 8. Tinggikan bagian memperbaiki drainage
penyebab nyeri (4) ektremitas yang mengalami
4. Kemampuan penggunaan cedera setinggi jantung 9. Mengobati nyeri dengan
teknik non farmakologis(4) 9. Berikan teknik non menggunakan teknik non
5. Dukungan orang terdekat (4) farmakologi untuk mengurangi farmakologi seperti bercerita dapat
rasa nyeri seperti distraksi , mengalihkan pemikiran klien
teknik nafas dalam, Kompres terhadap nyeri, nafas dalam untuk
dingin (Mediarti D,2014) mengontrol dan merilekskan
keadaan klien dan kompres dingin
dapat mengurangi nyeri dengn
memblok hantaran nyeri ke lokasi
nyeri.

Edukasi 10. Memberikan informasi tentang


10. Jelaskan Penyebab, nyeri dapat membantu pasien
Periode, dan pemicu nyeri mengetahui apakah terjadi
pengurangan rasa nyeri atau nyeri
yang dirasakan klien bertambah.
11. Startegi yang tepat sesuai dengan
11. Jelaskan strategi keadaan klien dapat meringankan
meredakan nyeri nyeri pasien
12. Melaporkan secara tepat keadaan
12. Anjurkan memonitor nyeri klien
secara mandiri

Kolaborasi 13. Pemberian analgetik dapat


13. Kolaborasi pemberian mengurangi rasa nyeri pasien
analgesik dengan cara memblok
pembentukan penghantaram
mediator nyeri.

Sumber : SDKI, SLKI, SIKI


4. Konsep Dasar Terapi Dingin
a. Pengertian Terapi Dingin
Menurut Haroen (2008), Kompres dingin adalah metode pemeliharaan
suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan
dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Pemberian kompres dingin
adalah memberikan kompres air dingin dengan suhu 150 C pada bagian
yang mengalami nyeri dengan atau pemberian 20 menit masing- masing
intervensi (Kartika, 2003).
b. Jenis Kompres Dingin
1) Terapi dingin ice packs
Pecahan es dibungkus dengan handuk kering atau basah atau
dimasukkan kedalam kirbat es, diaplikasikan 10-15 menit untuk daerah
superficial dan 15-20 menit untuk jaringan yang lebih dalam. Kompres
dingin ice packs sering digunakan untuk kompres dingin nyeri sehingga
dapat mengurangi bengkak dan edema.
2) Terapi dingin cold gel packs
Berisi zat kental (gel) yang tetap efektif sampai 45-60 menit setelah
didinginkan. Disimpan di unit pendingin pada suhu 0-100 F. Dapat
digunakan berulang kali dan dapat dibentuk sesuai daerah yang akan
diterapi. Penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan frosbite. Suhu
yang tidak tepat kemungkinan tidak dapat mencapai efek terapetik yang
diinginkan. Lama aplikasi adalah 20-30 menit dengan aplikasi
hydrocollator pack kulit langsung menjadi dingin, jaringan subkutan
beberapa menit sesudahnya, dan otot sedalam 2 cm menjadi dingin
sekitar 50C setelah 20 menit.
3) Terapi dingin ice immersion
Digunakan untuk mengobati bagian distal ekstremitas. Penampung
(container) yang cukup menampung ekstremitas diisi dengan es dan air
kemudian bagian ekstremitas yang akan diterapi direndam. Suhu berkisar
antara 13-180 C untuk terapi yang berlangsung 10-20 menit.
4) Terapi dingin ice massage
Balok es yang dibentuk dalam gelas plastik atau pada batang kayu dan
diusap pada daerah yang akan diterapi, biasanya daerah kecil dengan
radang jaringan atau spasme otot. Arah aplikasi harus sejajar dengan
serabut otot, dan usapan terus-menerus selama 3-10 menit sampai
tercapai rasa kebas / anastesi.
5) Terapi dingin vapocoolant spray
Digunakan zat flouromethan atau kloretil atau nitrogen cair vaporasi.
Apabila disemprotkan pada kulit akan memberikan akan memberikan
pendinginan yang bermakna melalui evaporasi. Kaleng semprotan
dipegang sekitar 50 cm dari bagian tubuh yang akan diterapi, arah
semprotan membentuk sudut sekitar 300 C, hanya satu arah dari origo ke
insersi otot, dengan kecepatan 10 cm perdetik, sekitar 4 garis sejajar,
menggunakan 1-2 sweep sambil mempertahankan regangan pasif.
c. Prinsip Kompres Dingin
Memberikan rasa dingin dengan menggunakan kirbat es atau kain yang
dingin pada tempat yang terasa nyeri. Tujuannya untuk mengurangi
inflamasi yang terjadi pada tempat yang terserang nyeri sehingga sensasi
nyeri pasien pun berkurang (Ganong, 2000). Pada saat pasien mengalami
nyeri, hitung skala nyeri pasien tersebut dengan skala numeris. Terapi ini
diberikan saat pasien mengalami nyeri. Kompres dingin diberikan pada
lokasi yang terkena nyeri kemudian ukur kembali skala nyeri pasien dengan
skala numeris.
Mekanisme penurunan nyeri dengan pemberian kompres dingin
berdasarkan atas teori endorphin. Endhorpin merupakan zat penghilang rasa
nyeri yang diproduksi oleh tubuh. Semakin tinggi kadar endorphin
seseorang, semakin ringan rasa nyeri yang dirasakan. Produksi endorphin
dapat ditingkatkan melalui stimulasi kulit. Stimulasi kulit meliputi massase,
penekanan jari-jari dan pemberian kompres hangat atau dingin. (Smeltzer,
2004). Pada tindakan kompres dingin dapat memberikan efek fisiologis,
seperti menurunkan respon inflamasi jaringan, menurunkan aliran darah,
dan mengurangi edema (Tamsuri,2017). Semakin tinggi kadar endorphin
seseorang, semakin ringan rasa nyeri yang dirasakan. Produksi endorphin
dapat ditingkatkan melalui stimulasi kulit salah satunya dengan tindakan
kompres dingin (Smeltzer, 2004). Kompres dingin dapat menimbulkan
reaksi sistemik dan lokal. Respon sistemik terjadi melalui mekanisme
pengilang panas sedangkan respon lokal menimbulkan stimulasi ujung saraf
dari perifer ke hipotalamus, yang akan menyebabkan timbulnya kesadaran
terhadap suhu lokal dan memicu timbulnya respon adaptif untuk
mempertahankan suhu tubuh normal. Tubuh dapat mentoleransi suhu dalam
rentang tertentu. Suhu normal permukaan kulit 340C, tetapi reseptor suhu
dapat beradaptasi dengan suhu lokal antara 150-450C. Jika suhu terlalu
dingin dapat menyebabkan mati rasa sebelum rasa nyeri. Hal ini berbahaya
karena dapat menyebabkan cedera jaringan yang serius (Potter & Perry,
2005).
d. Tujuan kompres dingin
Menurut Haroen (2008), tujuan kompres dingin :
1) Menurunkan suhu tubuh
2) Mencegah peradangan meluas
3) Mengurangi kongesti
4) Mengurangi perdarahan setempat
5) Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat
e. Indikasi
1) Klien dengan suhu tubuh yang tinggi
2) Klien dengan batuk atau muntah darah
3) Pascatonsillectomy
4) Radang, memar
f. Kontra indikasi
1) Luka terbuka. Dingin dapat meningkatkan kerusakan jaringan karena
mengurangi aliran darah ke luka terbuka
2) Gangguan sirkulasi dingin dapat mengganggu nutrisi jaringan lebih lanjut
3) Alergi atau hipertensivitas terhadap dingin. Beberapa klien memiliki
alergi terhadap dingin yang dimanifestasikan dengan respon inflamasi
g. Manfaat
Kompres dingin digunakan untuk mengurangi nyeri, peradangan,
mencegah edema, menurunkan suhu tubuh dan mengontrol pendarahan
dengan meningkatkan vasokontriksi. Kompres dingin tidak boleh digunakan
pada area yang sudah terjadi edema, karena efek vasokontriksi menurunkan
reabsorpsi cairan. Kompres dingin tidak boleh diteruskan apabila nyeri
semakin bertambah atau edema meningkat atau terjadi kemerah-merahan
berat pada kulit. Untuk mencapai hasil yang maksimal maka kompres dingin
dipasang ditempat selama 20 menit kemudian diambil, dan beri kesempatan
jaringan untuk hangat kembali (Priharjo, 1993).

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT DAN DINGIN


Tabel 2.4 Perbedaan Kompres hangat dan Dingin
KOMPRES HANGAT KOMPRES DINGIN
Definisi: Definsi
Metode penggunaan suhu hangat Metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
setempat untuk menimbulkan efek menggunakan cairan atau alat yang dapat
fisiologis. Kompres hangat dilakukan menimbulkan dingin pada bagian tubuh
dengan mempergunakan buli-buli yang memerlukan dengan suhu 150 C pada
panas atau kantong air panas secara bagian yang mengalami nyeri
konduksi Suhu yang digunakan
berkisar antara 500C hingga 600C.
Tujuan : Tujuan :
 Memperlancar sirkulasi darah Menurut Haroen (2008), tujuan kompres
 Mengurangi / menghilangi rasa dingin :
sakit  Menurunkan suhu tubuh
 Memperlancar pengeluaran cairan  Mencegah peradangan meluas
/ exudata  Mengurangi kongesti
 Meningkatkan aliran darah  Mengurangi perdarahan setempat
 Mengurangi kejang otot  Mengurangi rasa sakit pada suatu
 Menurunkan kekakuan tulang daerah setempat
sendi 
Mekanisme Kerja : Mekanisme Kerja :
Peningkatan suhu yang disalurkan Mekanisme penurunan nyeri dengan
melalui kompres hangat dapat pemberian kompres dingin berdasarkan
meredakan nyeri dengan atas teori endorphin. zat penghilang rasa
menyingkirkan produk-produk nyeri yang diproduksi oleh tubuh. Semakin
inflamasi, seperti bradikinin, tinggi kadar endorphin seseorang, semakin
histamin, dan prostaglandin yang ringan rasa nyeri yang dirasaka
akan menimbulkan rasa nyeri lokal
JURNAL PENELITIAN PEMBERIAN TERAPI NON FARAMAKOLOGIS KOMPRES DINGIN
PADA PASIEN CLOSED FRAKTUR

Tabel 2.5 Jurnal Penelitian Terkait


NO PENULIS JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN
perbedaan rata-rata intentias nyeri sebelum dan setelah
dilakukan kompres dingin pada kategori kelompok eksperimen
Efektifitas kompres dingin
diperoleh nilai p value= 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa
terhadap intensitas nyeri
Andi Nurchairiah, Yesi terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas nyeri
1 pada pasien fraktur
Hasneli, Ganis Indriati sebelum dan setelah diberikannya kompres dingin. Sebelum
tertutup di Ruang Dahlia
dilakukan kompres dingin, rata-rata intensitas nyeri sebesar
RSUD Arifin Ahmad
7,00 dan setelah diberikan kompres dingin intensitas nyeri turun
menjadi 5,47.
Ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan setelah pemberian
Pengaruh pemberian kompres dingin pada pasien fraktur ektremitas tertutup di
kompres dingin terhadap Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr Mohammad Hoesin
Devi Mediarti, Rosnani,
2 nyeri pada pasien fraktur Palembang Tahun 2012 Pvalue =0,000. Rata nyeri sebelum
Sosya Mona Septiani
ekstremitas tertutup di dilakukan kompres dingin adalah diantara 5,85 sampai dengan
IGD RSMH Palembang 6,95. Rata-rata nyeri sebelum dilakukan kompres dingin adalah
diantara 2,81 sampai dengan 4,25.
Efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri
Efektifitas Kompres
pada pasien fraktur di RSUD Ungaran, hasil ini diperoleh dari
Ella Puernama Sari, Dingin terhadap
3 hasil uji statistic menggunakan Wilcoxon dengan p-value
Isnonah, Supriyadi penurunan intensitas nyeri
sebesar 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa kompres
pada pasien fraktur
dingin efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien fraktur.
Terapi dingin cryotherapy ice pack ini merupakan terapi non
Pengaruh Terapi dingin
farmakologis yang dapat menurunkan nyeri pada pasein fraktur
Lenni Sastra, Lola terhadap penurunan nyeri
4 ekstremitas tertutup sehingga terapi ini dapat dan mudah
Despitasari Fraktur ekstremitas
digunakan pada pasien yang mengalami nyeri pada fraktur
tertutup
ekstremitas tertutup.
Pengaruh kompres dingin
dan Relaksasi nafas dalam Intensitas nyeri sebelum diberikan tindakan kombinasi berada
Mujahidin, Repiska
terhadap penurunan di skala rentang nyeri sedang dari 4-6 setelah diberikan
5 Palasa, Sanita Rahmah nur
intensitas nyeri fraktur tindakan kombinasi nyeri yang dirasakan berada di skala 2-5
Utami
diwilayah kabupaten tergantung tingkat nyeri yang dirasakan.
provinsi Sumatera Selatan
h. Prosedur tindakan
1. Fase Prainteraksi
a) Perawat melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum bertemu pasien
seperti membaca status pasien.
b) Mengkaji riwayat kesehatan dan data- data yang diperlukan
c) Mempersiapkan alat dan bahan yang telah dipinjam
2. Fase orientasi
a) Salam terapeutik
Mengidentifikasi pasien, mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
b) Evaluasi dan validasi
Menanyakan kabar pasien dan nyeri yang dirasakan
c) Informed consent
1) Menjelaskan tindakan kompres dingin tujuan, manfaat, waktu dan
persetujuan pasien
2) Memberikan kesempatan untuk bertanya
3) Meminta persetujuan klien
3. Fase interaksi
a) Persiapan alat
1) Air dingin
2) Thermometer Air
3) Waskom
4) Handuk bersih
5) Skala nyeri
b) Persiapan pasien
Mengatur posisi pasien senyaman mungkin bagi pasien
c) Persiapan lingkungan
1) Mengatur lingkungan cukup cahaya, suhu dan terjaga privacy
d) Persiapan perawat
1) Perawat cuci tangan dan jika diperlukan menggunakan handscoon

47
4. Prosedur tindakan
a) Mengkaji nyeri sebelum dikompres
b) Meletakan handuk diwakom berisi air
c) Lalu mengambil handuk yang telah dibasahi
d) Setelah itu letakan di bagian fraktur
e) Jika tidak terasa dingin ulangi langi sampai 10 menit
5. Fase terminasi
a) Evaluasi subjektif dan objektif
menanyakan bagaimana perasaan pasien setelah dikompres
b) Rencana tindakan lanjut
Akan dilakukan kompres besok hari
c) Kontrak yang akan datang
Mengkontrak waktu kapan akan dikompres
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan/Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi kasus deskriptif. Studi kasus yang
dimaksudkan adalah untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu
situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual. (Danim, 2003).
Studi kasus deskriptif yang akan dilakukan pada ini menggambarkan tentang
penerapan Pemberian Terapi Non Famakologis (Kompres Dingin) Untuk
Mengurangi Nyeri Pasien Closed Fraktur di RSUD Dr. M. Yunus tahun 2020.
Pendekatan yang akan dilakukan yaitu dengan tahapan komunikasi terapeutik fase
pra interaksi, fase orientasi, fase interaksi dan fase terminasi.

2. Subyek Studi Kasus


Subyek penelitian dalam studi kasus ini yaitu pasien Closed Fraktur dengan
nyeri yang menjalani perawatan di Ruang Seruni RSUD dr. M Yunus Bengkulu.
Jumlah subyek penelitian yang direncanakan yaitu 2 orang pasien dengan minimal
perawatan selama 3 hari. Kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan pada subjek
penelitian yaitu :
a. Kriteria Inklusi
1) Penderita Closed Fraktur yang dirawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu
2) Penderita Closed Fraktur berbagai usia
3) Penderita bersedia menjadi responden
b. Kriteria Ekslusi
1) Penderita tidak bersedia menjadi responden
2) Penderita mengalami nyeri hebat

3. Fokus Studi
Fokus studi kasus ini yaitu upaya perawat dalam pemenuhan kebutuhan rasa
aman dan nyaman pasien Closed Fraktur dengan inovasi penerapan prosedur
Penerapan Pemberian Terapi Non Famakologis (Kompres Dingin) Untuk
Mengurangi Nyeri Pasien Closed Fraktur di RSUD Dr. M. Yunus tahun 2020.

4. Definisi Operasional
Kompres Dingin dalam studi kasus ini didefinisikan sebagai rangkaian
tindakan keperawatan untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan Closed
Fraktur dengan rumusan intervensi keperawatan berbasis Evidence Base Practice
Nursing. Kompres Dingin ini diberikan sebelum pemberian obat atau ketika nyeri
ada dimana kompres dingin ini dilakukan selama 3 hari selama 10 menit di
daerah yang mengalami fraktur atau sekitarnya.
Closed Fraktur dalam studi kasus ini didefiniskan sebagai suatu diagnosis
penyakit yang ditetapkan dokter RSUD dr. M Yunus Bengkulu berdasarkan
manifestasi klinis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Nyeri yang dirasakan pasien closed fraktur bervariasi dimana nyeri yang
dirasakan sebagai bahan penelitian di skla 4-6 nyeri sedang.

5. Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan pengajuan judul proposal penelitian “Asuhan
Keperawatan dengan pemberian terapi non farmakologis kompres dingin pada
pasien closed fraktur” lalu penyusunan usulan proposal studi kasus. Setelah
proposal disetujui dewan penguji, maka tahap yang akan dilakukan adalah
pengurusan surat izin penelitian. Selanjutnya penulis akan mulai melakukan
penelitian yang berfokus pada pengumpulan data, analisa data, menegakkan
diagnosa keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, dan melaksanakan
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, serta dokumentasi hasil
penelitian
Kemudian penulis menyusun prosedur tindakan berdasarkan riset :
a. Alat dan bahan yang digunakan adalah skala nyeri,thermometer handuk
kecil, waskom, air dingin sesuai suhu, handuk kering, alat tulis
b. Waktu yang digunakan selama terapi 10-20 menit dalam sehari dilakukan
selama 3 hari.
c. Tempat berlangsungnya terapi ruang rawat inap pasien yang disetujui
d. Melakukan sesuai fase dimulai dari fase pra interaksi, Memperkenalkan diri,
Mencuci tangan, Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
e. Lalu melaksanakan Tahap orientasi Memberikan salam, Menjelaskan
maksud dan tujuan, Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien
f. Tahap kerja yang pertama Menjaga privasi, Meminta klien untuk mengisi
lembar biodata (khusus pertemuan pertama)
g. Mengukur skala nyeri sebelum pemberian terapi
h. Pemberian terapi
i. Mengukur kembali skala nyeri setelah pemberian terapi

6. Pengumpulan Data
a. Metode pengumpulan data
1) Wawancara Hasil anamnesis yang harus di dapatkan berisi tentang identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat psikologi, pola pola fungsi kesehatan.
Data hasil wawancara dapat bersumber dari klien keluarga dan dari perawat
lainnya.
2) Obsevasi dan pemeriksaan fisik Teknik pengumpulan data ini meliputi
keadaan umum, pemeriksaan kepala leher, pemeriksaan integumen,
pemeriksaan sistem pernafasan, pemeriksaan sistem sirkulasi, pemeriksaan
sistem gastrointestinal, pemeriksaan sistem urinary, pemeriksaan sistem
muskuloskeleteal, pemeriksaan sistem neurologis, pemeriksaan endokrin,
pemeriksaan monitor nutrisi pendekatan.
3) Studi dokumentasi Instrumen dilakukan dengan mengambil data dari MR
(Medical Record), mencatat pada status pasien, mencatat hasil laboratorium,
melihat cataan harian perawat ruangan, mencatat hasil pemeriksaan
diagnostik.

b. Instrumen pengumpulan data


Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format pengkajian
asuhan keperawatan medikal bedah dengan fokus pengkajian pada manajemen
nyeri dengan pasien Closed Fraktur

7. Tempat dan Waktu


Studi kasus ini akan dilakukan di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Studi kasus ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Januari s/d Februari
tahun 2020.

8. Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti mengumpulkan
data secara langsung pada pasien dengan menggunakan format pengkajian yang
telah dibuat terhadap 2 orang pasien. Pengumpulan data dilakukan pada catatan
medis/status pasien, anamnesa dengan klien langsung, anamnesa dengan kelurga
klien, dokter, dan perawat ruangan agar mendapatkan data yang valid, disamping
itu untuk menjaga validitas dan keabsahan data peneliti melakukan obsevasi dan
pengukuran ulang terhadap data data klien yang meragukan yang ditemukan
melalui data sekunder.

9. Analisis Data
Pada studi kasus data akan disajikan secara narasi dan tekstular mulai dari
gambaran karakteristik pasien dan prosedur tindakan dari fase prainteraksi,
orientasi, interaksi, dan fase terminasi pemberian jus pepaya pada pasien nyeri
gastritis.

10. Etika Studi Kasus


Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi
pihak institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada
instansi tempat penelitian dalam hal ini RSUD dr. M Yunus Kota Bengkulu.
Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekan
masalah etika penelitian yang meliputi :
a. Informant Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Informent consent di berikan kepada responden yang akan diteliti disertai
judul penelitian, apabila responden menerima atau menolak, maka peneliti
harus mampu menerima keputusan responden.
b. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan menyebutkan nama
responden tetapi akan menggantinya menjadi inisial atau kode responden.
c. Confidentiality (kerahasiaan informasi)
Kerahasiaan informasi responden di jamin oleh peneliti dan hanya kelompok
data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
d. Beneficience
Penelitian melindungi subjek agar terhindar dari bahaya dan
ketidaknyamanan fisik.
e. Full Disclosure
Penelitian memberikan kepada responden untuk membuat keputusan secara
suka rela tentang partisipasinya dalam penelitian ini dan keputusan tersebut
tidak dapat dibuat tanpa memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya.
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang studi kasus deskriftif tentang penerapan Pemberian
Terapi Non Farmakologis Kompres Dingin Pada Pasien Closed Fraktur yang
dilakukan pada An. A dan Tn. A dengan diagnosa medis Closed Fraktur. Asuhan
keperawatan dimulai dari pengkajian, Analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Pengkajian ini
dilakukan dengan metode auto anamnesa (wawancara dengan klien langsung) dan
allo anamnesa (wawancara dengan keluarga atau orang terdekat), tenaga kesehatan
lain (perawat ruangan), pengamatan, observasi, pemeriksaaan fisik, menganalisa
catatan medis dan catatan keperawatan.
A. Hasil Studi kasus
1. Gambaran Karakteristik Pasien Closed Fraktur Di RSUD Dr. M.Yunus
a. Karakteristik Demografi Pasien Closed Fraktur
Table 4.1 Karakteristik Demografi Pasien Closed Fraktur
Identitas Pasien I An A Identitas Pasien II Tn A
Seorang pasien anak laki- laki, An A lahir Seorang pasien laki-laki, Tn. A lahir
tanggal 03 Februari 2010 (10 tahun) tanggal 01 November 1949 (70 tahun)
beragama islam, belum menikah memiliki sudah menikah Istri Tn A sudah
ayah, ibu dan 3 orang saudara kandung (1 meninggal. Tn A memiliki 5 orang
kakak perempuan dan 2 adik laki laki). anak, 4 anak laki-laki dan 1 anak
Tinggal bersama keluarga di Jl Mahakam perempuan, tinggal di Jl kenanga RT
RT 8 RW 02 kelurahan Jl Gedang. An A 07 RW 02 dan beragama Islam, tidak
sekarang kelas 4 SD komunikasi yang bekerja lagi dulu bekerja di
digunakan bahasa Bengkulu . perkantoran, komunikasi menggunakan
bahasa Jawa serta pendidikan terakhir
adalah D1.
2. Gambaran Fase Pra Interaksi
a. Gambaran Pengkajian Riwayat Kesehatan
Table 4.2 Riwayat Kesehatan
No Riwayat Kesehatan Pasien I An A Pasien II Tn A
Pasien dibawa Ke IGD RSUD Dr M. Yunus Pasien Tn A dibawa Ke IGD RSUD Dr M. Yunus
oleh warga sekitar. Pasien merupakan korban oleh warga sekitar taman remaja pada tanggal 20
kecelakan lalu lintas ditabrak motor 2 kali dari Februari 2020 jam 16.30 . Pasien tidak sadarkan
arah berlawanan, dari belakang lalu dari depan diri saat diantar ke RS akibat kecelakan tunggal
di Jalan Mahakam pada tanggal 11 Februari mengendarai sepeda saat berolahraga. Terdapat
1. Keluhan Utama 2020 jam 21.30. Pasien tidak sadarkan diri luka robek dibagian kepala dan jejas serta
akibat kecelakan tersebut. Terdapat luka robek bengkak di sekitar pergelangan tangan. Terdapat
dibagian kepala depan jejas serta bengkak luka lecet di kaki dan tangan pasien.
dikedua kaki korban, serta luka lecet dikaki,
tangan, dibawah hidung, sekitar alis mata dan
bagian badan korban.
2. Keluhan Pada saat dikaji tanggal 12- 02- 2020 jam 13.00 Pada saat dikaji tanggal 21- 02- 2020 jam 13.00 di
Sekarang WIB di kamar 9 ruang rawat inap Seruni An A kamar 9 ruang rawat inap seruni, Tn A mengatakan
mengatakan nyeri dikedua kaki. Pasien nyeri dipergelangan tangan kanan dan juga
mengatakan tidak mampu untuk menggerakan kepalanya terasa pusing, pasien mengatakan sulit
kakinya, kaki terasa kram. Pasien mengatakan untuk menggerakan pergelangan tangannya, pasien
tidak nyaman dipakaikan bidai. Karena nyeri ibu juga mengatakan dipergelangan tangan nya
pasien mengatakan An A tadi malam sulit tidur dan bengkak, karena nyeri dibagian kepala dan
menangis, Ibu Pasien mengatakan terdapat pergelangan tangan pasien mengatakan tadi malam
bengkak dikedua kaki An A mengatakan perih sulit tidur keadaan umum lemah, kesadaran compos
dibagian jahitan dikepalanya dan kepalanya terasa mentis. Hasil pengukuran tanda-tanda vital
pusing. Keadaan umum nya lemah, kesadaran didapatkan tekanan darah: 180/100 mmHg, nadi
compos mentis. Hasil pengukuran tanda- tanda radialis 90x/menit, teraba kuat dan teratur, suhu
vital didapatkan, nadi radialis 90x/menit, teraba tubuh 37,7 °C, Respiration Rate (RR) 22 x/menit.
kuat dan teratur, suhu tubuh 37,6 °C, Respiration Pasien mengatakan BB terakhir diukur 60 kg TB
Rate (RR) 24 x/menit. Ibu Pasien mengatakan BB 160 cm saat berobat di puskesmas kurang lebih
terakhir diukur 40 kg TB 140 cm kira- kira saat januari 2020. Pasien tampak meringis sesekali,
penimbangan di Puskesmas pada bulan Desember tampak jejas dan bengkak di pergelangan tangan
2019. Pasien tampak meringis sesekali, tampak dan luka lecet di tangan
jejas di kedua kaki, kedua kaki terpasang bidai dan
ada luka lecet di tangan, kaki, badan, dekat alis
mata hidung dan wajah.
3. Riwayat Penyakit Pasien pernah di rawat karena penyakit tifus di Pasien mengatakan ada riwayat menderita penyakit
Dahulu Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat saat usia hipertensi sejak masuk usia 50 th sering
kurang lebih umur 1 tahun. Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat hipertensi yang didapatkan dari
puskesmas. Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit
karena penyakit jantung kurang lebih 4 hari sekitar 4
tahun yang lalu di Kota Lampung. Menurut pasien
karena usia sudah tua pasien sering mengalami nyeri
alergi, riwayat merokok ataupun operasi. sendi dan pasien ada riwayat rematik. Pasien tidak
pernah mengalami operasi, pasien juga mengatakan
belum ada riwayat patah tulang sebelumnya Apabila
terjatuh dari motor hanya luka lecet. Pasien bukan
perokok ataupun peminum minuman keras.
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang
Riwayat Penyakit memiliki penyakit keturunan seperti DM hanya memiliki penyakit keturunan seperti DM hanya saja
4
Keluarga saja Ayah An A punya penyakit Hipertensi anak pertama pasien sudah mulai sering terkena
penyakit hipertensi.

b. Gambaran Pengkajian Kebutuhan Aman dan Nyaman


Table 4.3 Pengkajian Nyeri Pasien Closed Fraktur
Pengkajian Kebutuhan Pasien I An A Pasien II Tn A
Aman dan Nyaman
Provokatif (P) An A mengatakan nyeri yang dirasakan karena Tn A mengatakan nyeri yang dirasakan
pasien mengalami kecelakaan ditabrak motor 2 kali karena pasien mengalami kecelakaan saat
berolahraga sehingga terjadi patah tulang
Quality (Q) An A mengatakan nyeri tajam dikedua kaki Pasien mengatakan nyeri tajam
khususnya bagian paha dipergelangan tangan kanan

Region (R) An A mengatakan nyeri yang dirasakan berada Nyeri yang dirasakan berada disekitar
disekita kaki khususnya di paha pergelangan tangan kanan
Skala (S) An A mengatakan skala nyeri yang dirasakan pasien Skala nyeri yang dirasakan pasien untuk
untuk nyerinya 6 (Skala Sedang) nyerinya 5 ( Skala Sedang)
Time (T) An A mengatakan timbulnya nyeri yang dirasakan Timbulnya nyeri yang dirasakan sekitar 5
sekitar 10 menit dan konstan tetap menit dan konstan tetap

c. Gambaran Hasil Pemeriksaan Fisik


Table 4.4 Pemeriksaan Fisik pada Pasien Closed Fraktur
No Aspek Yang Diambil Pasien I An A Pasien II Tn A
1. Sistem Muskoloskeletal Kelengkapan ekstremitas pasien terdapat 2 Ekstremitas Pasien lengkap terdapat 2 tangan
tangan dan 2 kaki. Ekstremitas Superior dan 2 kaki. Pasien tampak lemah belum kuat
pasien yaitu tangan kiri dan kanan pasien untuk berjalan dan berdiri lama, namun tidak
normal tidak ada masalah, pasien bisa ada masalah di ekstremitas inferior. Pasien
memegang handphone. An A mengatakan merasakan nyeri dipergelangan tangan. Saat
nyeri yang dirasakan karena pasien dikaji pengkajian nyeri PQRST, Pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas ditabrak mengatakan nyeri yang dirasakan karena
motor 2 kali, An A mengataka nyeri yang pasien mengalami kecelakaan saat berolahraga
dirasakan tajam, An A mengatakan nyeri sehingga terjadi fraktur, Pasien mengatakan
yang dirasakan berada disekitar kaki nyeri yang dirasakan tajam. Pasien
khususnya di area paha dan skala nyeri mengatakan nyeri yang dirasakan di sekitar
yang dirasakan pasien di kedua kaki pergelangan tangan kanan. Pasien mengatakan
adalah 6 (nyeri sedang). Pasien nyeri yang dirasakan pasien untuk nyerinya 5
mengatakan nyeri yang dirasakan sekitar (Nyeri sedang). Pasien mengatakan timbulnya
10 menit dan konstan. Pasien terpasang nyeri yang dirasakan sekitar 5 menit dan
bidai di kedua kaki, pasien merasakan konstan. Saat dikaji PMS (Pulse, Motorik dan
lemah dan kram di kaki. Pasien tidak dapat Sensorik), Nadi teraba di arteri radialis,
menggerakan kaki. Pemeriksaan PMS motorik pasien normal dapat menggerakan
(Pulse, Motorik dan Sensorik ) didapatkan tangannya dan ujung jarinya, saat diperiksa
nadi terasa di bagian arteri dorsal pedis, sensoriknya pasien mampu merasakan tangan
pasien mampu menggerakan ujung peneliti di ujung jarinya. Ada keterbatasan
kakinya, pasien mampu menebak bagian pergerakan pergelangan tangan kanan karena
yang dipegang. Pemenuhan kebutuhan fraktur pergerakan sendi normal kecuali
personal hygiene, makan, minum, dibagian tangan kanan.Tangan kiri pasien
eliminasi pasien dibantu keluarga terdekat. normal tidak ditemukan masalah. Pemenuhan
Pergerakan sendi normal di kedua tangan kebutuhan personal hygiene, makan, minum,
hanya terdapat masalah di kedua kaki. eliminasi pasien dibantu keluarga terdekat.
Keadaan tonus otot baik kekuatan tonus Keadaan tonus otot baik kekuatan tonus otot
otot seperti dijelaskan dibawah. seperti dijelaskan dibawah,
555 555 441 444
113 113 444 444
Pasien mengatakan ada merasa kesemutan Pasien mengatakan ada merasa kesemutan
2 Sistem Neurosensori atau kebas atau pegal di daerah kaki atau kebas atau pegal di daerah tangan kanan
tadi malam

d. Gambaran Hasil Pemeriksaan Penunjang


Table 4.5 Pemeriksaan Penunjang Pasien Closed Fraktur
No Aspek Yang
Pasien I An A Pasien II Tn A
Diambil
1. Hasil Rontgen Ct Hasil Rontgen 11 Februari Hasil rontgen 20 Februari 2020
SCAn Closed Fraktur 1/3 Proximal Femur Dextra Closed Fraktur Radius Ulna
Closed Fraktur 1/3 Distal Femur Sinistra
2 Hasil laboratorium Pemeriksaan H2TL 11 Februari 2020 Pemeriksaan H2TL 20 Februari 2020
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Pemeriksaa
Hematokrit 37 37- 47 v% Hasil Nilai Rujukan
n
Hemoglobin 12,8 13,0- 18,0 g/dl
Hematokrit 34 37- 47 v%
Leukosit 10600 4000- 10000 mm3
Hemoglobin 12,8 13,0- 18,0 g/dl
Trombosit 420000 150000- 450000
Leukosit 7600 4000- 10000
t/mm3
mm3
Trombosit 150000 150000- 450000
Kimia Darah 12 Februari 2020
t/mm3
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Kimia Darah 20 Februari 2020
Fungsi Hati
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
SGOTT 36 <47 U/L
Gula Darah 101 <160 mg/dL
SGPT 19 <39 U/L
Diabetes Sewaktu
Glukosa Darah 105 <160 mg/dL Kreatinin 1,1 0,5- 1,2 mg/dl
Ureum 35 20- 40
Waktu Sewaktu
Imuno-Serologi
HBsAg Non Non Reaktif
Reaktif
HIV Non Non Raktif
Reaktif
Hemo statis Koagulasi
PT 11,10 9,70-13,10
detik
APTT 32,2 25,5-42,1 detik

e. Gambaran Hasil Kolaborasi


Table 4.6 Kolaborasi Pemberian Obat Pasien Closed Fraktur
Nama Pasien : An. A
13/02/20 14/02/20 15/02/20
No Register : 823176
No Obat Dosis Dosis Dosis Via
1. Ringer Lactate 1500 cc 1500cc 1500 cc Parenteral
2. Cefotaxime 2x500 mg 2x500 mg 2x 500mg Parenteral
2. Paracetamol Infus 3x100 ml 3x100 ml 3x100 ml Parenteral
3. Omeprazole 1x 20 mg 1x20 mg 1x40 mg Parenteral
Nama Pasien : Tn. A
13/02/20 14/02/20 15/02/20
No Register : 603446
No Obat Dosis Dosis Dosis Via
1. Ringer Lactate 100 cc 100cc 100 cc Parenteral
2. Paracetamol Infus 3x100 ml 3x100 ml 3x100 ml Parenteral
3. Omeprazole 2x 40 mg 2x40 mg 2x40 mg Parenteral
4 Monnitol 4x125 ml 4x125 ml 4x125 ml Parenteral

f. Gambaran Persiapan Alat bahan untuk Penerapan Kompres Dingin


Sebelum melakukan penelitian, perawat menyiapkan bahan dan alat 2 hari sebelum penelitian. Bahan yang digunakan
adalah waslap handuk kering baskom dan juga thermometer air dimana semua peralatan dipinjam dari laboratorium
Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Kemudian alat yang sudah dipinjam di cuci terlebih dahulu dan disetrika rapi sebelum
memulai penelitian . Alat dan bahan dibawa ke Ruangan Seruni pada tanggal penelitian dalam keadaan bersih dan rapi
serta siap untuk digunakan. Untuk air dingin perawat membawa botol minum yang diisi air dan diletakan di kulkas
pantry ruangan. Sebelum datang kepasien peneliti sudah membaca catatan keperawatan yang ada diruangan mengenai
identitas pasien kamar ruangan serta kronologis kejadian penyakit pasien.
Pada An A persiapan bahan dan alat dilakukan setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Setelah penggunaan handuk
washlap dicuci kembali sebelum melakukan penelitian selanjutnya. Begitupun padaTn A persiapan bahan dan alat
dilakukan setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Setelah penggunaan handuk washlap dicuci kembali sebelum
melakukan penelitian selanjutnya. Untuk Air dingin peneliti meletakan botol aqua di kulkas pantry saat dating dinas.
g. Gambaran Diagnosa
Table 4.7 Diagnosa Pasien Closed Fraktur
No Pasien I An A Pasien II Tn A
1. Dx: Nyeri Akut Berhubungan dengan Agen pencedera Dx: Nyeri Akut Berhubungan dengan Agen pencedera fisik
fisik (Trauma) (Trauma)
Data Subjektif Data Subjektif
1. An A mengatakan nyeri dikedua kaki 1. Tn A mengatakan nyeri dipergelangan tangan kanan
2. An A mengatakan perih dibagian jahitan 2. Tn A mengatakan kepalanya terasa pusing
dikepalanya kepalanya terasa pusing 3. Tn A mengatakan sulit untuk menggerakan pergelangan
3. An A mengatakan tidak mampu untuk tangan kanan nya
menggerakan kakinya 4. Tn A mengatakan pergelangan tangan bengkak
4. An A mengatakan kedua kaki terasa kram 5. Tn A mengatakan karena nyeri dibagian kepala dan
5. Ibu pasien mengatakan An A tadi malam sulit tidur pergelangan tangan kanan pasien tadi malam sulit tidur
dan menangis karena nyeri. 6. Tn A mengatakan sering mengalami nyeri sendi dan pasien
6. Ibu pasien mengatakan ada bengkak dikedua kaki ada riwayat rematik.
pasien 7. Pasien merasakan lemah belum kuat untuk berjalan dan
7. An A mengatakan tidak nyaman dipakaikan bidai berdiri lama
8. Pasien mengatakan merasa kesemutan tadi malam
Data Objektif Data Objektif :
1. Keadaan umum lemah, 1. Usia Pasien 70 tahun
2. Kesadaran compos mentis. 2. Hasil pengukuran tanda-tanda vital didapatkan tekanan
3. Hasil pengukuran tanda-tanda vital didapatkan, darah: 180/100 mmHg, Nadi radialis 90x/menit, teraba
nadi radialis 92 x/menit, teraba kuat dan teratur, kuat dan teratur, suhu tubuh 37,7°C, Respiration Rate (RR)
suhu tubuh 37,6 °C, Respiration Rate (RR) 24 22 x/menit.
x/menit. 3. Pasien tampak meringis sesekali
4. Pengkajian Nyeri di dapatkan 4. Pengkajian Nyeri
P: An A mengatakan nyeri yang dirasakan karena P : Tn A mengatakan nyeri yang dirasakan karena pasien
pasien mengalami kecelakaan ditabrak motor 2 kali mengalami kecelakaan saat berolahraga sehingga terjadi
Q: An A mengatakan nyeri tajam dikedua kaki fraktur
R: An A mengatakan nyeri yang dirasakan berada Q: Tn A mengatakan nyeri tajam dipergelangan tangan
disekita kaki khususnya di paha kanan
S: An A mengatakan skala nyeri yang dirasakan R: Tn A mengatakan Nyeri yang dirasakan berada
pasien untuk nyerinya 6 ( Skala Sedang) disekitar pergelangan tangan kanan
T: An A mengatakan timbulnya nyeri yang S: Tn A mengatakan Skala nyeri yang dirasakan pasien
dirasakan sekitar 10 menit dan konstan tetap untuk nyerinya 5 ( Skala Sedang)
5. Pasien tampak meringis sesekali T: Tn A mengatakanTimbulnya nyeri yang dirasakan
6. Tampak jejas di kedua kaki sekitar 5 menit dan konstan tetap
7. Kedua kaki terpasang bidai 5. Tampak jejas dan bengkak di pergelangan tangan
8. Luka lecet di tangan, kaki, badan, dekat alis mata 6. Luka lecet di tangan
dan hidung 7. Pasien Tampak Lemah
9. Kelengkapan ekstremitas Pasien lengkap terdapat 2 8. Kelengkapan ekstremitas Pasien lengkap terdapat 2 tangan
tangan dan 2 kaki dan 2 kaki
10.Pemenuhan kebutuhan personal hygiene , makan, 9. Tidak ada masalah di ekstremitas infperior, tangan kiri
minum, eliminasi pasien dibantu keluarga terdekat pasien normal tidak ada masalah
11.Keadaan tonus otot baik 10. Ada keterbatasan pergerakan atau keterbatasan
12.Kekuatan tonus otot pergelangan tangan kanan karena fraktur
555 555 11. Untuk pemenuhan kebutuhan personal hygiene, makan,
113 113 minum, eliminasi pasien dibantu keluarga terdekat
13.Hasil Rontgen 11 Februari 12. Keadaan tonus otot baik kekuatan tonus otot seperti
Closed Fraktur 1/3 Proximal Femur Dextra dijelaskan dibawah,
Closed Fraktur 1/3 Distal Femur Sinistra 441 444
14.Hasil pemeriksan PMS 444 444
15.Pemeriksaan PMS (Pulse, Motorik dan Sensorik) 13. Pergerakan sendi normal kecuali dibagian pergelangan
didapatkan nadi terasa di bagian arteri dorsal pedis, tangan kanan.
pasien mampu menggerakan ujung kakinya, pasien 14. Hasil Rontgen tampak Closed Fraktur di bagian Radius
mampu menebak bagian yang dipegang cotohnya Ulna
ketika peneliti memegang bagian jempol kakinya. 15. Saat dikaji PMS (Pulse, Motorik dan Sensorik), Nadi
teraba di arteri radialis, motorik pasien normal dapat
menggerakan tangannya dan ujung jarinya, saat diperiksa
sensoriknya pasien mampu merasakan tangan peneliti di
ujung jarinya

3. Gambaran Fase Orientasi


Table 4.8 Gambaran Fase Orientasi
Pasien I An A Pasien II Tn A
Pada fase orientasi peneliti memberi salam “ Pada fase orientasi peneliti memberi salam “
Assalamualaikumpermisi buk, dek” dan memperkenalkan diri Assalamualaikum, permisi pak buk” dan memperkenalkan diri
terlebih dahulu kepada ibu pasien dan pasien sebagai mahasiswi terlebih dahulu kepada Anak laki-laki pasien dan pasien
jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu yang sebagai mahasiswi jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes
melakukan penelitian di Ruang Rawat Seruni. Peneliti Bengkulu yang melakukan penelitian di Ruang Rawat Seruni
menanyakan nama klien serta panggilannya, umur dan keluhan setelah itu mengidentifikasi pasien dengan menanyakan nama
pasien.. Kemudian karena pasien mengeluh nyeri peneliti klien, umur dan keluhan pasien yang dirasakan saat ini..
menanyakan kabar pasien dan nyeri yang dirasakan ternyata Kemudian penelitian menanyakan kabar pasien dan nyeri
menurut klien An. A nyeri yang dirasakan pada skala 6 (nyeri yang dirasakan Tn. A pada skala 5 (nyeri sedang). Dari hasil
sedang). Dari hasil yang didapatkan peneliti melakukan yang didapatkan peneliti melakukan informed consent dengan
informed consent dengan menjelaskan bahwa tindakan menjelaskan bahwa tindakan pemberian terapi kompres
pemberian terapi kompres dingin yang bertujuan untuk dingin yang bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
mengurangi nyeri yang dirasakan sebagai terapi alternative atau sebagai terapi alternative atau komplementer selain pemberian
komplementer selain pemberian obat yang dlakukan sebelum obat yang dlakukan sebelum pemberianobat sore dilakukan
pemberian obat sore dilakukan selama 10 menit untuk 3 hari selama 10 menit untuk 3 hari kedepan. Setalah peneliti
kedepan di jam 16.00-16.20 Setalah peneliti menjelaskan menjelaskan tentang penerapan kompres dingin pasien dan ibu
tentang penerapan kompres dingin pasien dan ibu pasien pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian selama 3
bersedia menjadi responden dalam penelitian selama 3 hari. hari. Peneliti menjelaskan alat seperti handuk atau washlap
Peneliti menjelaskan alat seperti handuk atau washlap disiapkan disiapkan dari peneliti
dari peneliti.
Pada hari ke 2 perawat datang sesuai kontrak waktu yang telah Pada hari kedua peneliti datang sesuai kontrak waktu yang
disepakati kemarin yaitu sama seperti jam sebelum nya yaitu telah disepakati setelah pemberian terapi kompres dingin.
jam 16.00 setelah selesai pemberian terapi. memberikan salam Peneliti menyapa anak pasien, anak pasien masih mengingat
dan menyapa adek An A .Peneliti menanyakan kepada adik peneliti, anak pasien mengatakan pasien belum bangun,
apakah masih mengingat peneliti, An A mengatakan masih peneliti mengerti dan menunggu pasien bangun tidak lama
ingat dengan kakak peneliti. Peneliti menanyakan bagaimana kemudia Tn A bangun kira- kira jam 16.10. setelah pasien
nyeri yang dirasakan apakah berkurang atau tidak. An A bangun peeliti bertanya kepada pasien apakah masih ingat?
mengatakan nyeri kembali lagi ke skala 6 lagi. Peneliti datang Pasien mengatakan masih ingat dengan peneliti. Peneliti
untuk melakukan kompres dingin. Dan An A tampak senang menanyakan keluhan pasien pada hari ini pasien mengatakan
dan bersedia nyeri yang dirasakan kembali lagi ke skala 5( nyeri sedang)
lagi. Peneliti menanyakan untuk memuulai kompres dingin
pada pasien. Pasien bersedia dilakukan
Pada hari ke tiga perawat datang sesuai kontrak waktu dengan Pada hari ketiga peneliti datang sesuai kontrak waktu dengan
pasien yang disepakati kemarin yaitu sama seperti jam pasien yang disepakati kemarin yaitu sama seperti jam
sebelumnya yaitu jam 16.00 peneliti menanyakan kabar pasien . sebelumnya yaitu jam 16.00, pasien dalam keadaan rileks .
peneliti menanyakan keadaan pasien apakah nyeri berkurang pasien menanyakan kabar pasien dan menanyakan keluhan
atau tidak pasien mengatakan lebih baik keadaanya daripada pasien yang dirasakan , pasien mengatakan nyeri yang
hari pertama nyeri berkurang turun satu tingkat dari kemarin dirasakan berkurang dan lebih ringan dari 2 hari sebelumnya
skala nyeri sekarang skala 5 nyeri sedang . peneliti datang dirasakan berada di (4 nyeri sedang)
untuk mengontrak pemberian kompres dingin hari terakhir,
pasien bersedia menjadi responden.

4. Gambaran Fase Interaksi


Table 4.9 Fase Interaksi pada Pasien Closed Fraktur
Pasien I An A Pasien II Tn A
Pada fase interaksi hari pertama peneliti mempersiapkan alat Pada fase interaksi hari pertama peneliti mempersiapkan alat
terlebih dahulu berupa mengeluarkan air dari kulkas terlebih dahulu berupa mengeluarkan air dari kulkas
menuangkan air dingin ke baskom mengukur suhu air menuangkan air dingin ke baskom mengukur suhu air tidak
tidaklebih dari 20° dan tidak kurang dari 15° lalu membawa lebih dari 20° dan tidak kurang dari 15° lalu membawa
baskom berisi air dingin ke ruangan pasien untuk persiapan baskom berisi air dingin ke ruangan. Saat tiba diruangan tirai
lingkungan tirai ditutup demi menjaga privasi keadaan pasien. sudah tertutup duluan privasi sudah terjaga, posisi pasien
Posisi pasien supinasi tidak memakai bantal ruangan dengan supinasi dengan bantal , sebelum melakukan penelitian
cahaya cukup, Sebelum melakukan penelitian peneliti cuci peneliti cuci tangan dengan handsrub dan memakai sarung
tangan dengan handsrub dan memakai sarung tangan. tangan. Kemudian washlap bersih tadi di letakan dalam
Kemudian washlap bersih tadi di letakan dalam baskom, baskom, diperas kemudian diletakan di bagian pergelangan
diperas kemudian diletakan di bagian paha kanan selama 10 tangan kanan selama 10 menit saat mulai tidak terasa dingin
menit saat mulai tidak terasa dingin washlap dicelupkan washlap dicelupkan kembali diperas dan diletakan kembali
kembali diperas dan diletakan kembali dipaha pasien. dipergelangan tangan kanan pasien.
Pada hari kedua dan Ketiga penelitian di fase interaksi terdapat Pada hari kedua dan Ketiga penelitian di fase interaksi
kesamaan prosedur pemberian terapi kompres dingin pada terdapat kesamaan prosedur pemberian terapi kompres dingin
pasien closed Fraktur An A pada pasien closed Fraktur Tn A
5. Fase Terminasi
Table 4.10 Fase Terminasi Pasien Closed Fraktur
Pasien I An A Pasien II Tn A
Pada fase terminasi hari pertama peneliti menanyakan perasaan Pada fase terminasi hari pertama peneliti menanyakan
pasien setelah dilakukan pemberian terapi kompres dingin perasaan pasien setelah dilakukan pemberian terapi kompres
dimana An A mengatakan terasa lebih nyaman setelah dingin dimana Tn A mengatakan terasa lebih nyaman setelah
diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah pahanya. diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah
Selanjutnya peneliti menanyakan skala nyeri yang dirasakan pergelangan tanganya. Selanjutnya peneliti menanyakan skala
pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan turunlebih nyeri yang dirasakan Tn A dimana Tn A mengatakan skala
enakan walaupun tidak terlalubeda jauh. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan turun lebih enakan dan ringan walaupun
skala nyeri yang dirasakan dilevel 5 kemudian peneliti tidak terlalu beda jauh. Pasien mengatakan skala nyeri yang
mengkontrak waktu untuk pemberian penerapan kompres dirasakan dilevel 4 ( nyeri sedang) kemudian peneliti
dingin untuk hari ke dua mengkontrak waktu untuk pemberian penerapan kompres
dingin untuk hari ke dua
Pada fase terminasi hari kedua peneliti menanyakan perasaan Pada fase terminasi hari kedua peneliti menanyakan perasaan
pasien setelah dilakukan pemberian terapi kompres dingin pasien setelah dilakukan pemberian terapi kompres dingin
dimana An A mengatakan terasa sangat nyaman setelah dimana Tn A mengatakan terasa lebih nyaman setelah
diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah pahanya. diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah
Selanjutnya peneliti menanyakan skala nyeri yang dirasakan. pergelangan tanganya. Selanjutnya peneliti menanyakan skala
Pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan turun seperti nyeri yang dirasakan Tn A dimana Tn A mengatakan skala
kemarin lebih enakan walaupun tidak terlalu beda jauh. Pasien nyeri yang dirasakan turun lagi seperti kemarin lebih enakan
mengatakan skala nyeri yang dirasakan dilevel 5 kemudian dan ringan walaupun tidak terlalu beda jauh. Pasien
peneliti mengkontrak waktu untuk pemberian penerapan mengatakan skala nyeri yang dirasakan dilevel 4 (nyeri
kompres dingin untuk hari ke tiga sedang) kemudian peneliti mengkontrak waktu untuk
pemberian penerapan kompres dingin untuk hari ke tiga
Pada fase terminasi hari ketiga peneliti menanyakan perasaan Pada fase terminasi hari ketiga peneliti menanyakan perasaan
pasien setelah dilakukan pemberian terapi kompres dingin pasien setelah dilakukan pemberian terapi kompres dingin
dimana An A mengatakan terasa lebih nyaman setelah dimana Tn A mengatakan terasa lebih nyaman setelah
diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah pahanya. diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah
Selanjutnya peneliti menanyakan skala nyeri yang dirasakan. pergelangan tanganya. Selanjutnya peneliti menanyakan skala
pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan turun 2 angka nyeri yang dirasakan Tn A dimana Tn A mengatakan skala
dari hari pertama. Pasien mengatakan skala nyeri yang nyeri yang dirasakan turun lagi lebih dari kemarin lebih
dirasakan dilevel 4 kemudian peneliti mengakhiri penelitian, enakan dan ringan. nyeri sangat berkurang Pasien mengatakan
berpamitan kepada keluarga dan menjelaskan bahwa ada skala nyeri yang dirasakan dilevel 3 (nyeri ringan) kemudian
perbedaan nyeri yang dirasakan pasien daripada hari pertama peneliti mengakhiri penelitian, berpamitan kepada keluarga
saat pasien tiba di ruangan.peneliti mengucapkan terimakasih dan menjelaskan bahwa ada perbedaan nyeri yang dirasakan
kepada pasien dan mengucapkan salam pasien daripada hari pertama saat pasien tiba di ruangan.
Peneliti mengucapkan terimakasih dan mengucapkan salam
B. Pembahasan
1. Gambaran Karakteristik Pasien
Pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
menggali kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental,
sosial, dan lingkungan (Potter & Perry, 2005). Pada tahap pertama Pada
kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika terjadi
penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan
tulang untuk bertahan, maka akan terjadi Fraktur (Garner, 2008; Price &
Wilson, 2006).
Pada umumnya fraktur dapat terjadi karena benturan keras atau trauma
benda tumpul sebagaimana kasus pada An A dimana An A mengalami
trauma akibat kecelakaan lalu lintas di tabrak 2 kali dari depan dan
belakang. Pasien pernah di rawat karena penyakit tifus di Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat saat usia kurang lebih umur 1 tahun. Tidak ada riwayat
alergi, riwayat merokok ataupun operasi Pasien mengatakan tidak ada
keluarga yang memiliki penyakit keturunan seperti DM hanya saja Ayah An
A punya penyakit Hipertensi, sedangkan Tn A mengalami trauma akibat
kecelakaan tunggal saat berolahraga sebagaimana teori yang menjelaskan
mengenai closed frakur. Pada kasus Tn A dapat dimasukan juga fraktur
akibat patologik dimana umur Tn A sudah memauki 70 tahun dimana
kekuataan otot mulai merapuh atau dikenal juga dengan osteoporosis dan Tn
A juga memiliki penyakit radang sendi atau disebut juga Rematik sebagai
bahan etiologi Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki
penyakit keturunan seperti DM hanya saja anak pertama pasien sudah mulai
sering terkena penyakit hipertensi. Dari Hasil penelitian sesuai dengan
penyebab fraktur terbesar diakibatkan angka kejadian kecelakaan atau
trauma sesuai data Riskesdas 2018, serta kekuatan otot yang mulai merapuh
beriringan dengan usia sesuai dengan faktor predisposisi penyebab yang
dapat menyebabkan fraktur. Sedangkan Dari hasil penelitian tidak
ditemukan riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga pada An
A yangdapat menjadi pencetus atau faktor predisposisi penyakit closed
fraktur .
2. Fase Pra Interaksi
Komunikasi dalam fase pra interaksi ini adalah perawat mengumpulkan
data-data riwayat sebelumnya, agar perawat tahu apa saja tindakan yang
boleh dan tidak di lakukan oleh perawat. Perawat juga harus mengikuti
standar operational prosedur yang berlaku agar perawat tidak melenceng
dari peraturan yang berlaku (Mahfud, 2009)
Saat dilakukan pengkajian nyeri Pada pasien dengan closed fraktur yang
mengalami nyeri biasanya terjadi ketidakmampuan melakukan aktivitas
normal dan lebih banyak berbaring ditempat tidur. Saat pengkajian sistem
muskoloskeletal didapatkan pada pasien An A Kelengkapan ekstremitas
pasien terdapat 2 tangan dan 2 kaki, saat dilakukan pengkajian nyeri PQRST
An A mengatakan nyeri yang dirasakan karena pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas ditabrak motor 2 kali, An A mengatakan nyeri yang
dirasakan tajam, An A mengatakan nyeri yang dirasakan berada disekitar
kaki khususnya di area paha dan skala nyeri yang dirasakan pasien di kedua
kaki adalah 6 (nyeri sedang). Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan
sekitar 10 menit dan konstan. Pasien terpasang bidai di kedua kaki, pasien
merasakan lemah dan kram di kaki. Pasien tidak dapat menggerakan kaki.
Pemeriksaan PMS (Pulse, Motorik dan Sensorik) didapatkan nadi terasa di
bagian arteri dorsal pedis, pasien mampu menggerakan ujung kakinya,
pasien mampu menebak bagian yang dipegang. Ekstremitas Superior pasien
yaitu tangan kiri dan kanan pasien normal tidak ada masalah, pasien bisa
memegang handphone. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene, makan,
minum, eliminasi pasien dibantu keluarga terdekat. Pergerakan sendi normal
di kedua tangan hanya terdapat masalah di kedua kaki. Keadaan tonus otot
baik kekuatan tonus otot seperti dijelaskan dibawah. Untuk pemenuhan
makan, minum dan buang air kecil pasien dibantu dengan keluarga.
555 555
113 113
Pada Kasus Tn A Ekstremitas Pasien lengkap terdapat 2 tangan dan 2
kaki. Pasien tampak lemah belum kuat untuk berjalan dan berdiri lama,
namun tidak ada masalah di ekstremitas inferior. Pasien merasakan nyeri
dipergelangan tangan. Saat dikaji pengkajian nyeri PQRST, Pasien
mengatakan nyeri yang dirasakan karena pasien mengalami kecelakaan saat
berolahraga sehingga terjadi fraktur, Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan tajam. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan di sekitar
pergelangan tangan kanan. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan pasien
untuk nyerinya 5 (Nyeri sedang). Pasien mengatakan timbulnya nyeri yang
dirasakan sekitar 5 menit dan konstan. Saat dikaji PMS (Pulse, Motorik dan
Sensorik), Nadi teraba di arteri radialis, motorik pasien normal dapat
menggerakan tangannya dan ujung jarinya, saat diperiksa sensoriknya
pasien mampu merasakan. Ada keterbatasan pergerakan pergelangan tangan
kanan karena fraktur pergerakan sendi normal kecuali dibagian tangan
kanan.Tangan kiri pasien normal tidak ditemukan masalah. Pemenuhan
kebutuhan personal hygiene, makan, minum, eliminasi pasien dibantu
keluarga terdekat. Keadaan tonus otot baik kekuatan tonus otot seperti
dijelaskan dibawah Untuk pemenuhan makan, minum dan buang air kecil
pasien dibantu dengan keluarga. Dalam hasil yang didapatkan ternyata
pasien closed fraktur merasakan nyeri sedang sebagaimana jurnal penelitian
yang mengambil sampel pasien closed fraktur dengan nyeri sedang.
441 444
444 444
Pada tahap anamnesa awal didapatkan bahwa pada dasarnya yang
ditemukan pada pasien dengan closed fraktur biasanya berhubungan dengan
sistem muskoloskeletal, sistem neurosensori dan menggangu personal
hygiene termasuk makan, minum dan lain-lainya. Pemeriksaaan sistem
neurosensori didapatkan pasien merasakan kesemutan, kebas atau pegal di
daerah yang nyeri sebagaimana teori yang ada, saat berlangsungnya
pengkajian pasien merasakan kebas sekali baik pada tn A ataupun An A.
Pada kasus An A dengan keluhan utama nyeri dikedua kaki. Pada sistem
muskoloskeletal An A mengatakan tidak mampu untuk menggerakan
kakinya, An A mengatakan kaki terasa kram karena nyeri ibu pasien
mengatakan An A tadi malam sulit tidur dan menangis. An A mengatakan
tidak nyaman dipakaikan bidai. An A mengatakan perih dibagian jahitan
dikepalanya dan kepalanya terasa pusing. Begitupun keluhan utama pada Tn
A, Tn A mengatakan nyeri dipergelangan tangan kanan dan juga kepalanya
terasa pusing, pasien mengatakan sulit untuk menggerakan tangannya,
pasien juga mengatakan dipergelangan tangan nya bengkak, karena nyeri
dibagian kepala dan pergelangan tangan pasien mengatakan tadi malam sulit
tidur. Dari hasil yang didapatkan dari pasien terhadap masalaah di
muskoloskletal dan neurosensori berhubungan dengan teori yang di
dapatkan
Pemeriksaan Penunjang berupa pemeriksaan radiologi didapatkan hasil
pada An A closed fraktur 1/3 proximal femur dextra, dan closed fraktur 1/3
distal femur sinistra sedangkan Tn A closed fraktur radius ulna sebagaimana
dengan teori yang menunjukan pemeriksaan penunjang pada closed fraktur (
Doengeus, 2010).
Diagnosa pada kasus An. A yang muncul adalah nyeri akut dimana
berhubungan dengan agen pencedera fisik atau trauma akibat kecelakaan
lalu lintas. Pada Tn. A diagnosa yang muncul juga adalah nyeri akut yang
berhubungan dengan agen pencedera fisik atau trauma akibat kecelakaan
tunggal saat berolahraga Diagnosa keperawatan utama pada pasien dengan
Closed Fraktur yang berfokus pada manajemen nyeri adalah nyeri akut
berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang yang patah akibat trauma.
Diagnosa ini ditegakkan karena diagnosa keperawatan merupakan
pernyataan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan
yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya
(Potter, 2005).
Dalam mengatasi nyeri yang dirasakan maka perawat melakukan
pemberian kompres dingin untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
dimana Pada tindakan kompres dingin dapat memberikan efek fisiologis,
seperti menurunkan respon inflamasi jaringan, menurunkan aliran darah,
dan mengurangi edema (Tamsuri,2017). Semakin tinggi kadar endorphin
seseorang, semakin ringan rasa nyeri yang dirasakan. Produksi endorphin
dapat ditingkatkan melalui stimulasi kulit salah satunya dengan tindakan
kompres dingin (Smeltzer, 2004) jus. Maka dari itu peneliti tertarik
menggunakan kompres dingin untuk mengurangi nyeri yang dirasakan.
Sebelum melakukan penelitian, perawat menyiapkan bahan dan alat 2 hari
sebelum penelitian. Bahan yang digunakan adalah handuk waslap
thermometer air dan baskom dimana semua alat dipinjam di Laboratorium
3. Fase Orientasi
Fase orientasi bertujuan memvalidasi kekuatan data dan rencana yang
telah dibuat sesuai keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu. harus memperkenalkan dirinya dan begitu pula pasien agar terjadi
hubungan saling percaya, pada saat fase orientasi perawat juga
memberitahukan bagaimana langkah kerja dan kontrak waktu yang
digunakan, agar pasien tidak merasakan waktu yang cukup lama
(Damaiyanti, 2008).
Pada fase orientasi peneliti memberi salam “ Assalamualaikumpermisi
buk, dek” dan memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada ibu pasien dan
pasien sebagai mahasiswi jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes
Bengkulu yang melakukan penelitian di Ruang Rawat Seruni. Peneliti
menanyakan nama klien serta panggilannya, umur dan keluhan pasien..
Kemudian karena pasien mengeluh nyeri peneliti menanyakan kabar pasien
dan nyeri yang dirasakan). Dari hasil yang didapatkan peneliti melakukan
informed consent dengan menjelaskan bahwa tindakan pemberian terapi
kompres dingin yang bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
sebagai terapi alternative atau komplementer selain pemberian obat yang
dlakukan sebelum pemberianobat sore dilakukan selama 10 menit untuk 3
hari kedepan di jam 16.00-16.20 Setalah peneliti menjelaskan tentang
penerapan kompres dingin pasien dan keluarga pasien bersedia menjadi
responden dalam penelitian selama 3 hari. Peneliti menjelaskan alat seperti
handuk atau washlap disiapkan. Untuk orientasi selajutnya peneliti lebih
mendekatkan diri dan menanyakan apakah klien masih ingat atau tidak
dengan pasien sebelum prosedur selanjutnya, dan komunikasi tersebut juga
sebagai bahan untuk membi
4. Fase Interaksi
Pada fase interaksi peneliti mempersiapkan alat terlebih dahulu berupa
mengeluarkan air dari kulkas menuangkan air dingin ke baskom mengukur
suhu air tidak lebih dari 20° dan tidak kurang dari 15° lalu membawa
baskom untuk persiapan lingkungan tirai ditutup demi menjaga privasi
keadaan pasien berisi air dingin ke ruangan pasien. Posisi pasien supinasi
tidak memakai bantal atau memakai bantal ruangan dengan cahaya cukup,
Sebelum melakukan penelitian peneliti cuci tangan dengan handsrub dan
memakai sarung tangan. Kemudian washlap bersih tadi di letakan dalam
baskom, diperas kemudian diletakan di bagian yang nyeri selama 10 menit
saat mulai tidak terasa dingin washlap dicelupkan kembali diperas dan
diletakan kembali di daerah nyeri pasien. Pada An A Pada fase interaksi
peneliti mempersiapkan alat terlebih dahulu berupa mengeluarkan air dari
kulkas menuangkan air dingin ke baskom mengukur suhu air tidaklebih dari
20° dan tidak kurang dari 15° lalu membawa baskom untuk persiapan
lingkungan tirai ditutup demi menjaga privasi keadaan pasien berisi air
dingin ke ruangan pasien. Posisi pasien supinasi tidak memakai bantal
ruangan dengan cahaya cukup, Sebelum melakukan penelitian peneliti cuci
tangan dengan handsrub dan memakai sarung tangan. Kemudian washap
bersih tadi di letakan dalam baskom, diperas kemudian diletakan di bagian
paha kanan selama 10 menit saat mulai tidak terasa dingin washlap
dicelupkan kembali diperas dan diletakan kembali dipaha kanan pasien.
dan Tn A Pada fase interaksi peneliti mempersiapkan alat terlebih dahulu
berupa mengeluarkan air dari kulkas menuangkan air dingin ke baskom
mengukur suhu air tidak lebih dari 20° dan tidak kurang dari 15° lalu
membawa baskom berisi air dingin ke ruangan. Saat tiba diruangan tirai
sudah tertutup duluan privasi sudah terjaga, posisi pasien supinasi dengan
bantal , sebelum melakukan penelitian peneliti cuci tangan dengan handsrub
dan memakai sarung tangan. Kemudian washap bersih tadi di letakan dalam
baskom, diperas kemudian diletakan di bagian pergelangan tangan kanan
selama 10 menit saat mulai tidak terasa dingin washlap dicelupkan kembali
diperas dan diletakan kembali dipergelangan tangan kanan pasien.
5. Evaluasi
Pada fase terminasi perawat menanyakan perasaan pasien setelah
dilakukan kompres dingin pada Kasus An A dimana An A mengatakan pada
hari pertama terasa lebih nyaman setelah diberikan kompres dingin ada rasa
dingin di daerah pahanya. Selanjutnya peneliti menanyakan skala nyeri yang
dirasakan pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan turunlebih enakan
walaupun tidak terlalubeda jauh. Pasien mengatakan skala nyeri yang
dirasakan dilevel 5 kemudian peneliti mengkontrak waktu untuk pemberian
penerapan kompres dingin untuk hari ke dua. Pada hari kedua ternyata nyeri
yang dirasakan anak kembali terlebih dahulu ke skala 6 dan setelah
pembarian terapi turun lagi ke skala 5 (Skala sedang). Pada fase terminasi
hari ke tiga peneliti menanyakan perasaan nyeri pasien setelah dilakukan
pemberian terapi kompres dingin dimana An A mengatakan terasa lebih
nyaman setelah diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah
pahanya. Selanjutnya peneliti menanyakan skala nyeri yang dirasakan.
pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan turun 2 angka dari hari
pertama. Pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan dilevel 4 (Sedang)
kemudian peneliti mengakhiri penelitian, berpamitan kepada keluarga dan
menjelaskan bahwa ada perbedaan nyeri yang dirasakan pasien daripada
hari pertama saat pasien tiba di ruangan.peneliti mengucapkan terimakasih
kepada pasien dan mengucapkan salam
Pada Kasus Tn A Pada fase terminasi hari pertama peneliti menanyakan
perasaan pasien setelah dilakukan pemberian terapi kompres dingin dimana
Tn A mengatakan terasa lebih nyaman setelah diberikan kompres dingin ada
rasa dingin di daerah pergelangan tanganya. Selanjutnya peneliti
menanyakan skala nyeri yang dirasakan Tn A dimana Tn A mengatakan
skala nyeri yang dirasakan turun lebih enakan dan ringan walaupun tidak
terlalu beda jauh. Pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan dilevel 4
( nyeri sedang) kemudian peneliti mengkontrak waktu untuk pemberian
penerapan kompres dingin untuk hari ke dua di terminasi hari kedua skala
nyeri sebelum pemberian terapi tetap di skala 5 dan turun menjadi skala 4
sama seperti hari pertama walau agak lebih baik. Pada fase terminasi hari ke
tiga peneliti menanyakan perasaan pasien setelah dilakukan pemberian
terapi kompres dingin dimana Tn A mengatakan terasa lebih nyaman setelah
diberikan kompres dingin ada rasa dingin di daerah pergelangan tanganya.
Selanjutnya peneliti menanyakan skala nyeri yang dirasakan Tn A dimana
Tn A mengatakan skala nyeri yang dirasakan turun lagi lebih dari kemarin
lebih enakan dan ringan. nyeri sangat berkurang Pasien mengatakan skala
nyeri yang dirasakan dilevel 3 (nyeri ringan) kemudian peneliti mengakhiri
penelitian, berpamitan kepada keluarga dan menjelaskan bahwa ada
perbedaan nyeri yang dirasakan pasien daripada hari pertama saat pasien
tiba di ruangan. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pasien dan
mengucapkan salam
C. Keterbatasan
Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan
penelitian ini. Keterbatasan ini dapat berasal dari peneliti sendiri maupun
pasien. Beberapa keterbatasan yang ada pada peneliti yaitu keterbatasan waktu,
tenaga dan dana penelitian. Dalam bahan penelitian, peneliti sulit mendapatkan
air dingin dan menjaga suhu tetap dingin maka proses pemberian air dingin
dijadikan stok dalam kulkas dan ditambahkan bila suhu berkurang. Secara
teoritis banyak sekali masalah yang harus diteliti dalam masalah closed fraktur,
tetapi maka peneliti ini hanya meneliti beberapa variabel yang terkait dengan
closed fraktur yaitu masalah klinis nyeri, dengan nyeri skala sedang 4-6. Untuk
pasien An A, peneliti harus menjelaskan dengan bahasa yang mudah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus pengkajian nyeri akut pada An. A dan Tn. A
dengan masalah Gastritis yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada kasus An .A dengan nyeri akut pada close fraktur didapatkan tanda
dan gejala dimana pasien mengatakan nyeri pada daerah yang kaki, tidak
dapat menggerakan kakinya dan terdapat jejas dan bengkak, skala nyeri
ada di skala 6. Kemudian pada kasus Tn. A menderita closed fraktur.
pasien mengatakan nyeri pada daerah pergelangan tangan, tidak dapat
menggerakan pergelangan tangannya dan terdapat jejas dan bengkak, skala
nyeri ada di skala 4
2. Diangnosa yang diangkat pada kasus An.A dan Tn. A adalah Nyeri Akut
Berhubungan dengan Agen pencedera fisik(Trauma).
3. Pengkajian Kebutuhan Aman & Nyaman pada pasien mengunakan
pengkjian PQRST dimana untuk menentukan skala nyeri pasien
mengunakan Numeric Rating Scale (SNS) dan Numerik Rating Scale
dengan Wajah. Pada kasus An.A nyeri berada di skala 6 dan pada kasus
Tn. A nyeri berada di skala 4.
4. Nyeri closed Fraktur dapat diatasi dengan mengompes dingin bagian
tubuh yang terasa nyerikira- kira 10 menit. Diberikan 1x sehari pada
rentang waktu 16.00-16.20 WIB, dan akan dikaji skala nyeri setelah
pemberian.
B. Saran
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan Keluarga hendaknya lebih memahami tentang gejala
atau tanda pasien closed fraktur. Lalu memahami secara sederhana cara
melakukan intervensi sederhana yang dapat dilakukan. apabila terjadi
komplikasi atau nyeri yang tidak tertahankan hendaknya segera
melaporkan ke tenaga kesehatan di Ruangan, sehingga masalah kesehatan
dapat langsung ditangani. Bagi keluarga juga harus ikut serta dalam
mendukung pengobatan pasien misalnya dalam memberikan dukungan
moral dan semangat pada pasien selama pengobatan di Rumah Sakit.
2. Bagi perawat
Karya tulis ilmiah ini sebaiknya dapat digunakan perawat sebagai
wawasan tambahan dan acuan intervensi yang dapat diberikan pada pasien
closed fraktur yang mengalami nyeri. Perawat sebaiknya dapat
meneruskan terapi dan dapat memberikan inspirasi lebih banyak lagi
dalam memberikan intervensi keperawatan pada penderita nyeri closed
Fraktur sesuai dengan penelitian terbaru.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan kontribusi informasi dan ilmu mengenai
penyakit Closed Fraktur serta menjadi referensi untuk tingkatan
selanjutnya dalam membuat KTI pada jurusan keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.
1

Anda mungkin juga menyukai