Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Dasar  Mutu Pelayanan Kesehatan


Banyak pengertian tentang mutu antara lain: Mutu adalah tingkat
kesempurnaan dan penampilan sesuatu yang sudah diamati (Wnston
Dictionary, 1956). Mutu adalah sifat ang dimiliki oleh suatu progam
(Donabedian,1980). Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang
atau jasa yang didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan
kebutuhan para pengguna ( DIN ISO 8402, 1986 ). Jadi, Mutu dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik
kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.
Beberapa pengertian tentang mutu pelayanan kesehatan: Mutu pelayanan
kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa
pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata
penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik
profesi (Azhrul Aswar,1996). Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi
dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang
berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan
lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan (Mary R.
Zimmerman) Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah
derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi
dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta
diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah ,
serta masyarakat konsumen.
Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai
dengan kebutuhan dan ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan
yang memenuhi standar.
3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk
mengatur staf dan pasien/ masyarakat yang baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki
tenaga profesional yang bermutu dan cukup.
Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata
penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga
sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
B. Menilai Mutu Pelayanan Kesehatan
Dalam salah satu tulisannya tentang Quality Assurance in
Hospital, Donabedian mengatakan bahwa pada waktu yang lalu pertanyaan
"Bagaimana mutu pelayanan kesehatan dapat dinilai" tidak dapat diajukan.
Hal itu terjadi karena mutu pelayanan kesehatan disamakan dengan suatu
misteri: nyata, dapat dirasakan dan dihargai, tetapi bukan subjek yang dapat
diukur. Bahkan, sebelumnya usaha ke arah itu sering dianggap remeh. Tetapi,
selanjutnya Dona bedian mengatakan bahwa sekarang kita berada pada arah
yang sebaliknya. Artinya, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan
semakin menjadi tuntutan berbagai pihak. Baik dari provider 'pemberi '
pelayanan kesehatan, perusahaan asuransi kesehatan (pihak ketiga), maupun
pihak masyarakat selaku . Selain menjadi tuntutan semua pihak, ternyata
menilai mutu pelayanan kesehatan pun bukan suatu yang
mustahil. Sebenarnya, berbagai topik yang dibicarakan saat ini bukan
merupakan hal yang baru, termasuk masalah mutu pelayanan kesehatan. Bila
kita cermati catatan sejarah, kita akan melihat betapa pada masa lalu tenaga-
tenaga kesehatan telah peduli terhadap masalah yang satu ini. Pada 1860,
Florence Nightingale telah meletakkan dasar mutu pelayanan kesehatan
dengan menyeragamkan sistem pengumpulan data statistik rumah sakit dan
evaluasinya. Data yang dikumpulkan oleh Nightingale tersebut menunjukkan
angka kematian yang bervariasi antar rumah sakit. Di Amerika Serikat, saat
terjadi perkembangan pelayanan kesehatan yang pesat, banyak bermunculan
pihak pemberi layanan kesehatan dan perusahaan asuransi sebagai jembatan
antara provider dengan konsumen. Oleh karena itu, pada saat itu
bermunculanlah berbagai kepentingan yang tak lepas dari masalah politik,
ekonomi, sosial, dan aspek hukum. Perhatian terhadap mutu pelayanan
kesehatan muncul meskipun pada saat itu orang-orang yang memperhatikan
masalah tersebut baru memiliki kemampuan yang terbatas. Selanjutnya, pada
1955, Komisi Gabungan mulai menekankan tentang arti penting audit medik.
Hasilnya, pada Januari 1981 audit medik ditetapkan sebagai bagian dari
Quality Assessment Standard 'Standar Penilaian Mutu'. Standar ini
mengharuskan rumah sakit memperhatikan seluruh data statistik, medical
record, komite antibiotik dalam suatu sistem audit medik, bersamaan pula
dengan pengawasan praktik klinik, laporan insiden, dan lain-lain. Pada akhir
1986, Komisi Gabungan tersebut meluncurkan proyek baru yang berjudul The
Agenda for Change 'Agenda untuk Perubahan'. Tujuan program tersebut
adalah untuk membangun suatu pengawasan yang berorientasi pada outcome
'hasil' dan evaluasi terhadap proses yang dapat membantu suatu rumah sakit
atau pihak pemberi layanan kesehatan lainnya dalam meningkatkan mutu
pelayanan. Program tersebut didesain untuk meningkatkan kemudahan
dalam proses akreditasi dan memberi tekanan pada pentingnya hasil klinis
serta administrasi. Dalam perkembangannya, Komisi Gabungan tersebut
mengubah namanya menjadi Joint Commision on Accreditation of Healthcare
Organization 'Komisi Gabungan untuk Akreditasi Organisasi Pelayanan
Kesehatan'. Penambahan nama tersebut merefleksikan jangkauan yang luas
dari pelayanan kesehatan yang unik, yang berbeda dengan organisasi
lainnya. Biasanya, ada 2 pertanyaan mendasar yang muncul sehubungan
dengan penilaian medik. Pertama, apa yang dimaksud dengan mutu medik dan
pelayanan kesehatan? Kedua, bagaimana cara mengukur yang tepat? Definisi
'mutu' dalam pelayanan kesehatan memang sulit ditunjukkan dengan tepat bila
diharapkan dapat memenuhi semua dimensi. Definisinya akan tergantung dari
perspektif mana kita melihat. Konsumen dapat mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan 'mutu' pelayanan kesehatan adalah kemampuan dokter
dalam melakukan diagnosis dan pengobatan yang tepat. Pihak manajemen
rumah sakit dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan
kesehatan adalah kemampuan rumah sakit dalam memberikan sejumlah
pelayanan dengan biaya yang cukup rendah.
Tak pelak lagi bahwa melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan
adalah sesuatu yang harus dilakukan, termasuk di Indonesia. Audit medik
merupakan metode yang digunakan oleh profesi kedokteran/kesehatan untuk
mengevaluasi dan memperbaiki pelayanan mereka kepada pasien secara
sistematik. Idealnya, setiap tenaga medis harus terbiasa mempertanyakan
kepada diri mereka sendiri tentang pelayanan yang mereka berikan kepada
pasien dalam tiga hal. Pertama, adakah tindakan saya yang keliru, dan jika ada
di mana letak kekeliruan tersebut. Kedua, dapatkah kami memberikan
pelayanan yang lebih baik. Ketiga, apa makna kualitas pelayanan bagi
pasien. Dr. Agus Purwadianto, SpF, Ketua IDI wilayah DKI Jakarta,
mengatakan bahwa audit medik harus dilakukan pada setiap level pelayanan
kesehatan dari tingkat yang paling bawah, yaitu Puskesmas. Sebagai pusat
kesehatan yang berada pada lini yang paling depan, Puskesmas juga harus
menempatkan dirinya pada jajaran institusi pelayanan kesehatan yang
profesional. 
C. Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Menurut pasien / masyarakat
Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai
suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan
dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu,
tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah
berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat
penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan
mau datang berobat kembali
2. Menurut pemberi pelayanan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang
bermutu dengan ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol,
kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai
dewngan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau
layanan kesehatan tersebut. Sebagai profesi layanan kesehatan
membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi,
dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
3. Menurut penyambung dana / Asuransi
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa layanan kesehatan yang
bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien
deharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin
sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnya ,
upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar
pengguna layanan kesehatan semakin berkurang.
4. Menurut Pemilik Saran Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan
kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan
pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan,
tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien
atau masyarakat , yaitu padatingkat biaya ketika belum terdapat keluhan
pasien masyarakat.
5. Menurut Administrator Kesehatan / Pemerintah
Administrator layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan
kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan
kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik
akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan
kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan
dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi
nutu layanan kesehataan tertntu akan membantu administator layanan
kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang
menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi layanan kesehatan.
6. Menurut ikatan profesi
Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutupelayanan kesehata
akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan
kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya
disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat akan berubah
menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan
menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari
tuntunan pasien.
D. Hubungan Antara Kepuasan , Harapan Dan Persepsi Pasien Terhadap
Pelayanan Kesehatan Yang Diterima
Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan akan dinyatakan melalui hal- hal
sebagai berikut:
1. Komunikasi dari mulut ke mulut
Informasi yang diperoleh dari asien atau masyarakat yang memperoleh
pelayanan yang mmuaskan ataupun tidak, akan menjadi informasi yang
dapat digunakan untuk sebagai referensi untuk menggunakan atau memilih
jasa pelayanan kesehatan tersebut.
2. Kebutuhan pribadi
Pasien atau masyarakat selalu membutuhkan pelayanan kesehatan yang
tersedia sebagai kebutuhan pribadi yang tersedia pada waktu dan tempat
sesuai dengan kebutuhan. Pasien atau masyarakat mengharapkanadanya
kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dalam
keadaan biasa ataupun gawat darurat.
3. Pengalaman Masa lalu
Pasien atau masyarakat yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memuaskan akan kembali ke pelayanan kesehatan yang terdaulu
untuk memperoleh layanan kesehatan yang memuaskan sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan pengalaman yang lalu.
4. Komunikasi eksternal
Sosialisasi yang luas dari sistem pelayanan kesehatan mengenai
fasilitas, sumber daya manusia, serta kelebihan – kelebihan yang dimiliki
suatu konstitusi pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pemakaian jasa
pelayanan oleh masyarakat atau pasien.
E. Dimensi Mutu Yang Digunakan Untuk Mengevaluasi Mutu Yang
Digunakan
Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan yang sulit diukur dan lebih bersifat
subjektif sehingga aspek mutu menggunakan beberapa dimensi/ karakteristik sbb:
1. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dengan
pemberi jasa.
2. Credibility adalah kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.
3. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan
4. Knowing the Customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada
penerima jasa atau pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan
dengan harapan pemakai jasa
5. Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap pelanggan
harus diukur atau dibuat standarnya
6. Realibility, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi
jasa
7. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan
penerima jasa
8. Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang
dibutuhkan setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya
kepada penerima jasa
9. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk duhubungi oleh pihak
pelanggan
10. Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, kesamaan dalam hubungan
personal
F. Manfaat Program Jaminan Mutu
Jaminan mutu pelayanan kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare
merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat mendasar dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien. Kita sebagai profesional pelayanan
kesehatan baik sebagai perorangan ataupun kelompok harus selalu berupaya
memberikan pelayanan kesehatn yang terbaik mutunya kepada semua pasien.
Pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan tersebut baik yang
menyangkut organisasi, perencanaan ataupun penyelenggaraan pelayanan
kesehatan itu sendiri telah menjadi suatu kiat manajemen yang sistematis serta
terus menerus dievaluasi dan disempurnakan. Bidan berperan penting dalam
penerapan mutu manajemen pelayanan kesehatan baik secara langsung
ataupun tidak langsung saat penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Adanya perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan
pengetahuan dan teknologi, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan dan perkembangan informasi yang begitu cepat , serta diikuti oleh
tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang baik , mengharuskan
sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara terus- menerus
seiring dengan perkembangan yang ada pada masyarakat tersebut.
G. Mutu pelayanan berbasis RS
Mutu pelayanan rumah sakit (RS) dapat ditelaah dari tiga hal yaitu: 
1. struktur (sarana fisik, peralatan, dana, tenaga kesehatan dan nonkesehatan,
serta pasien),
2. proses (manajemen RS baik manajemen interpersonal, teknis maupun
pelayanan keperawatan yang kesemuanya tercermin pada tindakan medis
dan nonmedis kepada pasien),
3. outcome
a. Aspek
Mutu yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai mutu
pelayanan RS yaitu:
1) penampilan keprofesian (aspek klinis),
2) efisiensi dan efektivitas,
3) keselamatan
4) kepuasan pasien.
b. Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling
sering dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku
petugas RS, antara lain:
1) keterlambatan pelayanan dokter dan perawat.
2) dokter sulit ditemui
3) dokter yang kurang.
4) komunikatif dan informatif.
5) Lamanya proses masuk pasien RS.
c. Indikator kepuasan pasien di Ruah Sakit yaitu:
1) Pelayanan masuk RS:
a) Lama waktu pelayanan sebelum dikirim ke ruang perawatan.
b) Pelayanan petugas yang memproses masuk ke ruang perawatan.
c) Kondisi tempat menunggu sebelum dikirim ke ruang perawatan.
d) Pelayanan petugas Instalasi Gawat Darurat(IGD).
e) Lama pelayanan di ruang IGD.
f) Kelengkapan peralatan di ruang IGD.
2) Pelayanan dokter:
a) Sikap dan perilaku dokter saat melakukan pemeriksaan rutin.
b) Penjelasan dokter terhadap pengobatan yang akan dilakukannya.
c) Ketelitian dokter memeriksa responden.
d) Kesungguhan dokter dalam menangani penyakit responden.
e) Penjelasan dokter tentang obat yang harus diminum.
f) Penjelasan dokter tentang makanan yang harus dipantang.
g) Kemanjuran obat yang diberikan dokter.
h) Tanggapan dan jawaban dokter atas keluhan responden.
i) Pengalaman dan senioritas dokter.
3) Pelayanan perawat:
a) Keteraturan pelayanan perawat setiap hari (pemeriksaan nadi,
suhu tubuh, dan sejenisnya)
b) Tanggapan perawat terhadap keluhan responden
c) Kesungguhan perawat melayani kebutuhan responden
d) Keterampilan perawat dalam melayani (menyuntik, mengukur
tensi, dan lain -lain)
e) Pertolongan sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan, dan
sebagainya)
f) Sikap perawat terhadap keluarga pasien dan pengunjung/tamu
pasien
g) Pemberian obat dan penjelasan cara meminumnya
h) Penjelasan perawat atas tindakan yang akan dilakukannya
i) Pertolongan perawat untuk duduk, berdiri, dan berjalan.
4) Pelayanan makanan pasien:
a) Variasi menu makanan
b) Cara penyajian makanan
c) Ketepatan waktu menghidangkan makanan
d) Keadaan tempat makan (piring, sendok)
e) Kebersihan makanan yang dihidangkan
f) Sikap dan perilaku petugas yang menghidangkan makanan.
5) Sarana medis dan obat-obatan:
a) Ketersediaan obat-obatan di apotek RS
b) Pelayanan petugas apotek RS
c) Lama waktu pelayanan apotek RS
d) Kelengkapan peralatan medis sehingga tak perlu dikirim ke RS
lain untuk pemakaian suatu alat
e) Kelengkapan pelayanan laboratorium RS
f) Sikap dan perilaku petugas pada fasilitas penunjang medis.
g) Lama waktu mendapatkan kepastian hasil dari penunjang medis.
6) Kondisi fasilitas RS (fisik RS):
a) Keterjangkauan letak RS
b) Keadaan halaman dan lingkungan RS
c) Kebersihan dan kerapian gedung, koridor, dan bangsal RS
d) Keamanan pasien dan pengunjung RS
e) Penerangan lampu pada bangsal dan halaman RS di waktu
malam
f) Tempat parkir kendaraan di RS.
7) Kondisi fasilitas ruang perawatan:
a) Kebersihan dan kerapian ruang perawatan
b) Penerangan lampu pada ruang perawatan
c) Kelengkapan perabot ruang perawatan
d) Ruang perawatan bebas dari serangga (semut, lalat, nyamuk).
h. Pelayanan administrasi keluar RS:
1. Pelayanan administrasi tidak berbelit-belit dan menyulitkan
2. Peraturan keuangan sebelum masuk ruang perawatan
3. Cara pembayaran biaya perawatan selama dirawat
4. Penyelesaian administrasi menjelang pulang
5. Sikap dan perilaku petugas administrasi menjelang pulang.

Anda mungkin juga menyukai