Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehat merupakan modal utama bagi suatu pembangunan,untuk itu

sehat menjadi suatu hal yang sangat diidamkan oleh semua orang, baik

sehat secara fisik, psikis, dan juga sosial. Salah satu kesehatan yang sangat

penting untuk di jaga adalah kesehatan mata. Menurut WHO, saat ini

terdapat 180 juta penduduk dunia yang mengalami cacat penglihatan.

Sebanyak 40-45 juta di antaranya tidak dapat melihat atau buta. Laporan

WHO juga mengungkapkan bahwa setiap detik tambah satu penderita

kebutaan di dunia. Angka kebutaan negara Asia Tenggara yang cukup

tinggi antara lain Bangladesh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand

(0,3%),Jumlah itu akan bertambah besar di masa depan seiring

peningkatan usia harapan hidup (Ilyas 2015).


The Eye Diseases Prevalence Research Group berdasarkan sensus

penduduk di Amerika Serika, diperkirakan jumlah pasien katarak akan

mengalami peningkatan sebesar 50% pada tahun 2020. Katarak

merupakan penyebab gangguan penglihatan terbanyak kedua di seluruh

dunia (33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%) WHO

2012, penyebab utama gangguan penglihatan katarak 51% , glaucoma

(8%), age related macular degeneration (AMD)5%, kekeruhan kornea

opacity 4%, refraksi 3%, retinopati diabetic 1%, idiopatik (21%)

(Kemenkes RI,2014).
Indonesia saat ini terdapat sekitar 1,7 juta orang menderita katarak

dan setiap tahunnya terdapat sekitar 200.000 penderita katarak baru,


sedangkan jumlah dokter spesialis mata berjumlah 400 orang tiap tahun

hanya melakukan operasi sebanyak 50.000 penderita katarak oleh karena

itu untuk dapat menanggulangi jumlah penderita katarak yang sekitar 1.7

juta jiwa di Indonesia setiap dokter mata harus mampu melakukan operasi

mata terhadap 3.420 pasien pertahun. Semua ini akan berhasil jika

ditunjang dengan tenaga kesehatan medis yang berhadapan langsung

dengan pasien sebelum dilakukan operasi katarak (Adyn, 2016).


Pasien yang akan melakukan operasi katarak diperkirakan 20%

dari populasi dunia menderita kecemasan sebelum menjalakan operasi.

Prevalensi kecemasan di Indonesia diperkirakan berkisar antara 9%-12%

populasi (Depkes RI, 2016), yang dikutip melalui penelitian Sartika,

dkk, (2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh Bahsoan sekitar 1,2

juta jiwa atau berkisar antara 80 % yang mengalami kecemasan

sebelum menjalakan operasi (Bahsoan, 2016)


Kecemasan merupakan perasaan ketidak nyamanan, takut dan

memiliki firasat buruk yang akan terjadi pada dirinya. Seseorang yang

merasa cemas tidak mengerti mengapa emosi tersebut muncul

(Videbeck, 2015). Seseorang yang mengalami kecemasan ada pada

kondisi kegelisahan mental, keprihatanan, ketakutan, firasat atau

keputusaan karena situasi yang mengancam akan karena tidak dapat

diidentifikasi terhadap diri sendiri (Koizer, Glenora, Berman, & Snider,

2013). Jika perasaan cemas yang dialami sesorang berlebihan maka dapat

menggangu sebagian sistem tubuh dan dapat membahayakan orang

tersebut. Umumnya individu akan merasa cemas ketika akan menjalani


tindakan medis karena tindakan medis merupakan prosedur yang

dapat menimbulkan komplikasi yang kemungkinan dapat merugikan

individu tersebut. Apabila seseorang atau individu yang akan

menjalani tindakan medis seperti tindakan pembedahan maka

kecemasan yang dialaminya harus ditangani terlebih dahulu (Koizer,

Glenora, Berman, & Snider, 2010).


Penelitian yang dilakukan oleh Suswanti (2019) menyatakan

bahwa Faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu umur, tingkat

pendidikan dan tingkat pengetahuan . Berdasarkan penelitian Racmaniah

pada tahun 2012, umur yang muda lebih mudah mengalami kecemasan,

dibandingkan umur yang lebih matang. Menurut Stuart pada tahun 2016

menyatakan bahwa tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap

kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu

semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru. Tingkat

pengetahuan yang dimililiki oleh seseorang akan dapat menurunkan

perasaan cemas yang dialami dalam mempersepsikan suatu hal.


Penelitian yang dilakukan oleh Rondonuwu dan Moningka pada

tahun 2014 tentang hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan

pada pasien pre operasi katarak di RS mata Yogyakarta mengalami

kecemasan ringan sebanyak 26,67%, mengalami kecemasan sedang 60%

dan mengalami kecemasan berat 13,33%. Upaya yang dapat dilakukan

untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah dengan cara mempersiapkan

mental dari klien melalui penjelasan tindakan spesifik yang akan dilakukan

baik sebelum ,selama dan sesudah operasi.


Penelitian yang dilakukan oleh Utami pada tahun 2017, tentang

Hubungan Sikap Perawat dalam Memberikan Informasi dan Pengetahuan

Pasien dengan Terjadinya Kecemasan Pasien Pre Operasi Katarak di

RSUD Dr. Soedirman Kebumen diambil dari 44 responden terdapat

14 orang (31,8%) responden tidak mengalami kecemasan, 28 orang

(63,6%) responden mengalami cemas ringan dan 2 orang (4,5% )

responden mengalami cemas sedang.


Rumah Sakit khusus mata di kota Padang terdiri dari 3 rumah sakit

yaitu BKMM Sumatera Barat, RSKM Regina Eye Center dan RSKM

Padang Eye Center. Dimana jumlah pasien paling banyak melakukan

operasi katarak dengan teknik phacoemulsfikasi yaitu Rs Mata Padang

Eye Center pada tahun 2018 sejumlah 4194 kasus, RSKM Regina Eye

Center pada tahun 2018 sebanyak 1635 kasus, dan BKMM Sumater Barat

127 kasus (BPJS Kesehatan Cabang Padang ,2019).


Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada bulan Oktober

tahun 2019 dari 10 responden pasien yang akan dilakukan tindakan operasi

katarak dengan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus Mata Padang

Eye Center, saat dilakukan wawancara oleh peneliti tentang pengetahuan

tindakan operasi phacoemulsifikasi. Didapatkan 4 responden mengatakan

tidak tahu sama sekali tentang tindakan phacoemulsifikasi yang diliputi

perasaan cemas,tegang, berkeringat dingin, telapak tangan basah dan

jantung berdebar debar pada 3 orang responden dapat mendeskripsikan

tentang tindakan operasi katarak namun sering bertanya kepada perawat

apakah proses operasinya berlangsung lama dan apakah proses operasinya


membuat mata kesakitan, sedangkan 3 responden lainnya tidak

mengetahui tentang tindakan operasi katarak namun merasa biasa saja

tidak mengalami perasaan cemas dan beranggapan semata karena ingin

berobat dan dapat melihat kembali.


Berdasarkan fenomena dan hasil studi pendahuluan yang akan

dilakukan, peneliti ingin meneliti tentang “faktor- faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada klien katarak yang menjalani

tindakan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus Mata Padang Eye

Center.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan latar belakang diatas dapat dirumuskan

masalah penelitian tentang “Apa saja faktor- faktor yang berhubungan

dengan kecemasan pada pasien katarak yang menjalani tindakan

phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus Mata Padang Eye Center ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan

kecemasan pada klien katarak yang menjalani tindakan

phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus Mata Padang Eye Center.


2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi kecemasan pada klien katarak yang

menjalani tindakan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus

Mata Padang Eye Center


b. Diketahui distribusi frekuensi umur pasien klien yang menjalani

tindakan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus Mata Padang

Eye Center
c. Diketahui distribusi frekuensi tingkat pendidikan klien katarak

yang menjalani tindakan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit

Khusus Mata Padang Eye Center.


d. Diketahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan katarak yang

menjalani tindakan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus

Mata Padang Eye Center.


e. Diketahui hubungan usia dengan kecemasan pada klien katarak

yang menjalani tindakan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit

Khusus Mata Padang Eye Center


f. Diketahui hubungan tingkat pendidikan dengan kecemasan pada

klien katarak yang menjalani tindakan phacoemulsifikasi di

Rumah Sakit Khusus Mata Padang Eye Center


g. Diketahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kecemasan pada

klien katarak yang menjalani tindakan phacoemulsifikasi di

Rumah Sakit Khusus Mata Padang Eye Center.


D. Manfaat penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang

bersifat positif dalam usaha meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang tindakan operasi sehingga dapat mengurangi kecemasan pada

pasien yang mengalami katarak.


2. Bagi Pasien Katarak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pasien katarak dengan menurunkan kecemasan pasien katarak terhadap

tindakan operasi phacoemulsifikasi.


3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informatika

terutama yang berkaitan dengan masalah kecemasan pada pasien

katarak yang menjalani tindakan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit


Khusus Mata Padang Eye Center dan mengembangkan potensi

keperawatan khususnya pada mata ajar keperawatan medikal bedah.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi

peneliti selanjutnya terkait dengan kecemasan pasien katarak.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : Konsep Dasar Katarak


BAB 2 : Definisi Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin

Cataracta berarti air terjun. Bahasa Indonesia disebut bular karena penglihatan

seperti tertutup air akibat lensa yang keruh (Ilyas, 2006). Katarak adalah

perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh.

Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan

lensa keruh cahaya sulit menembus retina dan menghasilkan bayangan yang kabur

pada retina (Cahyana, 2008).

Katarak adalah kekeruhan lensa terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)

lensa, denaturasi protein lensa. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan

berjalan progresif dan tidak mengalami perubahan dalam waktu lama. Kekeruhan

lensa mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil berwarna putih atau

abu–abu. Pada mata tampak kekeruhan lensa dalam berbagai bentuk dan tingkat,

atau berbagai lokalisasi di lensa sepert di kortek dan nukleus (Ilyas, 2015).

BAB 3 : Etiologi Katarak


Etiologi katarak menurut Budiono (2013) yaitu:

1. Kelainan bawaan
Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam kandungan

dan kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan kekeruhan lensa

saat lahir. Pada umumnya kelainan tidak hanya pada lensa tetapi juga pada bagian

tubuh yang lain sehingga berupa suatu sindrom.

2. Proses penuaan

Seiring dengan bertambah usia, lensa mata akan mengalami pertambahan

berat, ketebalan, dan mengalami penurunan daya akomodasi. Setiap pembentukan

lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris, nukleus lensa akan mengalami

kompresi dan pengerasan (nucleus sclerosis). Modifikasi kimia dan pembelahan

proteolitik crystallins (lensa protein) mengakibatkan pembentukan kumpulan

protein dengan berat molekul yang tinggi. Kumpulan protein ini dapat menjadi

cukup banyak untuk menyebabkan fluktuasi mendadak indeks bias lokal lensa,

sehingga muncul hamburan cahaya dan mengurangi transparansi dari lensa.

Modifikasi kimia dari protein lensa dapat meningkatkan pigmentasi, sehingga

lensa tampak berwarna kuning atau kecoklatan dengan bertambahnya usia.

Perubahan lain meliputi penurunan konsentrasi glutasi dan kalium, dan

peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dapat sitoplasma sel lensa.

Patogenesis multifaktoral dan tidak sepenuhnya dipahami.

3. Penyakit sistemik

Adanya kelainan sistemik menyebabkan katarak adalah diabetes mellitus.

Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada katarak dengan diabetes

adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk dari aktivasi alur polyol pada

keadaan hiperglikemia yang mana akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik
air ke dalam lensa sehingga terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar

patofisiologi terbentuknya katarak. Kemudian teori glikosilasi protein, dimana

adanya AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan sendirinya akan

menurunkan kejernihan lensa.

4. Trauma

Adanya trauma akan menganggu struktur lensa mata baik secara

makroskopis maupun mikroskopis. Hal ini diduga menyebabkan adanya

perubahan struktur lensa dan gangguan keseimbangan metabolisme lensa

sehingga katarak dapat terbentuk.

5. Penyakit mata lainnya

Adanya glaucoma dan uveitis menyebabkan gangguan keseimbangan

elektrolit yang menyebabkan kekeruhan lensa.

BAB 4 : Klasifikasi Katarak


Klasifikasi katarak berdasarkan penyebabnya menurut (Ilyas, 2015)

meliputi:

1. Katarak kongenital merupakan katarak yang terjadi sebelum atau segera

setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital

merupakan penyebab kebutaan bayi terutama penanganan yang kurang

tepat. Pengkajian penyebab katarak konengital didapatkan dari hasil

pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada kehamilan

trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan.


2. Katarak juvenil merupakan katarak yang lembek dan terdapat pada usia

muda (usia kurang dari sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan). Katarak

juvenil merupakan kelanjutan katarak kongenital.


3. Katarak senil merupakan semua kekeruhan lensa pada usia lanjut (diatas

50 tahun) yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti.


4. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti

radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa,


5. glaucoma, tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen,

buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.


6. Katarak diabetes merupakan katarak karena akibat penyakit diabetes

mellitus.
7. Katarak sekunder merupakan katarak karena akibat terbentuknya jaringan

fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, dan terlihat sesudah dua hari

sesudah operasi katarak ekstra kapsular atau sesudah trauma yang

memecah lensa.
8. Bila mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik biasanya terdapat

pada semua katarak senil, katarak herediter, dan katarak kongenital.

BAB 5 : Stadium Katarak


Menurut Budiono (2013) stadium katarak meliputi:

1. Katarak insipien

Merupakan kekeruhan lensa tahap awal dengan visus yang relatif baik.

2. Katarak imatur

Merupakan kekeruhan lensa mulai terjadi dapat terlihat oleh bantuan

senter, terlihat iris shadow, visus >1/60.

3. Katarak matur

Merupakan kekeruhan lensa terjadi menyeluruh, dapat terlihat dengan

bantuan senter, tidak terlihat iris shadow, visus 1/3000 atau light

perception positif.

4. Katarak hipermatur
Terjadi ketika massa lensa mengalami kebocoran melalui kapsul lensa

sehingga kapsul menjadi berkerut dan menyusut.

5. Katarak morgagni

Merupakan proses katarak yang berjalan lanjut disertai dengan kapsul

yang tebal sehingga korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat

keluar, maka korteks berbentuk sekantong susu disertai dengan nukleus

yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.

6. Katarak brunesen

Merupakan katarak berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) pada

nukleus lensa, terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan miopia

tinggi. Ketajaman penglihatan lebih baik dan biasanya ini terdapat pada

orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya

katarak kortikal posterior.

BAB 6 : Patofisiologi Katarak


Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya

transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang

dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa sehingga menyebabkan

penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat

menyebabkan koagulasi sehingga mengaburkan pandangan dengan menghambat

jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa

normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa

yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu

enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah


enzimakan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan

pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang

berbeda. Disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis seperti diabetes.

Namun sebenarnya konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan

katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade

ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal. Karena

bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopio dan kehilangan penglihatan

permanen. Faktor yang paling berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi

sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes mellitus, dan asupan

vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer & Bare,

2002).

BAB 7 : Penatalaksanaan Katarak


Menurut Ilyas (2006) penatalaksanaan pasien katarak dengan prosedur

pembedahan. Jika gejala katarak tidak mengganggu tindakan pembedahan tidak

diperlukan. Penggunaan kacamata bila belum menghalangi dan mengganggu

penglihatan. Tindakan bedah dilakukan untuk mendapatkan penglihatan yang

lebih baik.Pembedahan katarak bertujuan mengeluarkan atau membersihkan lensa

yang keruh. Lensa dikeluarkan dengan pinset atau batang kecil yang dibekukan.

Terkadang dilakukan dengan menghancurkan lensa dan menghisap keluar.

Lensa dikeluarkan dengan cara:

1. Bersama pembungkusnya atau ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK);


2. Meninggalkan pembungkus lensa yang keruh atau ekstraksi katarak ekstra

kapsular (EKEK).
Pembedahan dapat juga dilakukan dengan cara menghisap lensa yang

keruh setelah pembungkusnya dibuka. Semua cara pengeluaran lensa yang keruh

memberikan hasil yang sama baiknya yaitu mendapatkan perbaikan penglihatan

yang bermanfaat untuk pekerjaan sehari-hari. Pembedahan katarak merupakan

pembedahan halus dan kecil yang dilakukan menggunakan mikroskop dan alat

bedah halus (Ilyas, 2006).

BAB 8 : Tahapan Pembedahan Katarak


1. Operasi katarak ekstrakapsuler atau Ekstraksi katarak ekstrakapsuler

(EKEK) Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan

pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior

sehingga massa lensa korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut,

kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan

pada kapsul posterior. Jenis EKEK antara lain ekstraksi linear, aspirasi dan

irigasi. Pembedahan dilakukan pada pasien dengan katarak imatur,

kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior,

implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah

glaukoma, predisposisi prolaps vitreous, ablasi retina, dan sitoid makular

edema.
2. Fakoemulsifikasi

Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan

nukleus kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan dimasukkan

lensa intra okular yang dapat dilipat. Keuntungan fakoemulsifikasi adalah

pemulihanvisus lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal,

komplikasi, dan inflamasi pasca bedah minimal. Komplikasi pembedahan


katarak ekstrakapsul dapat terjadi katarak sekunder yang dapat dihilangkan

atau dikurangi dengan tindakan laser.

3. Operasi katarak intrakapsuler atau ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK)

Pembedahan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dilakukan pada

zonula zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada

EKIK tidak terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan

yang sudah populer. Pembedahan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga komplikasi sedikit.

Katarak EKIK tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40

tahun yang masih mempunyai ligamen hiailoidea kapsular. Komplikasi

pembedahan adalah astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan

pendarahan (Ilyas, 2015).

8 . Faktor – Faktor penyebab Katarak


Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipeengaruhi oleh beberapa

faktor, baik internal maupun eksternal . Faktor internal yang berpengaruh antara

lain adalah umur dan jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh

adalah pekerjaan dan pendidikan yang berdampak langsung pada status social

ekonomi dan stutus kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam

hubungannya dalam paparan sinar Ultraviolet yang berasal dari sinar matahari

(Sirlan F, 2009).

BAB 9 : Umur
Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh,

keadaan ini disebut sebagai katarak senile, yang sering ditemukan mulai usia 40

tahun keatas. Dengan meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah
dengan timbulnya serat-serat lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa

berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya

berat katarak. Pada golongan umur 60 tahun hampir 2/3 nya mulai mengalami

katarak. Berdasarkan WHO umur adalah Usia responden terhitung sejak lahir.

Klarifikasi umur menurut WHO adalah 17-25 tahun tergolong umur remaja akhir,

26-45 tahun tergolong dewasa, 46-65 tahun tergolong lansia dan yang terakhir 65

sampai atas digolongkan manula.

BAB 10 : Jenis Kelamin


Usia harapan wanita lebih lama dibandingkan oleh laki – laki ini di

Indikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarak

lebih banyak dibandingkan laki – laki.

BAB 11 : Pekerjaan
Pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan paparan sinar ultraviolet,

dimana sinar UV merupakan faktor resiko terjadinya katarak. Sinar Ultraviolet

yang berasal dari sinar matahari akan diserap oleh protein lensa dan kemudian

akan menimbulkan teaksi fotokimia sehingga terbentuk radikal bebas atau spesies

oksigen yang bersifat sangat reakktif.

BAB 12 : Pendidikan
Dari beberapa pengamatan survey di masyarakat diperoleh prevalensi

katarak lebih tinggi pada kelompok yang berpendidikan rendah. Meskipun tidak

ditemukan hubungan langsung antara tingkat pendidikan dengan kejadian katarak,

namun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status sosial ekonomi termasuk

pekerjaan dan status gizi. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional


Tahun 2003 penggolongan untuk tingkat pendidikan adalah rendah jika tamat

SMP kebawah, sedang jika tamat SMA dan tinggi tamat perguruan tinggi.

BAB 13 : Status Sosial Ekonomi (Penghasilan)


Penderita katarak yang berasal dari golongan ekonomi rendah tidak akan

mampu mengobati penyakitnya ke rumah sakit atau klinik swasta yang mahal,

sehingga pengobatan katarak tidak menjadi prioritas bagi mereka. Jarak yang jauh

dari sarana pelayanan menyebabkan ongkos transportasi dan biaya untuk keluarga

yang mengantar menjadi mahal. Biaya perawatan mata pasca operasi seperti

membeli kacamata juga tidak dapat dilakukan.

BAB 14 : Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil mengetahui dan terjadi setelah melakukan

pengindraan pada suatu objek tertentu dengan menggunakan panca indra yaitu

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

manusia memperoleh pengetahuan melalui mata dan telinga. Notoadmojo (2007)

menerangkan bahwa pengukuran tingkat pengetahuan seseorang dapat dilakukan

dengan wawancara atau pemberian kuesioner dan penilaian jawabannya “ya“

bernilai 1 dan “tidak“ bernilai 0. Setelah itu dapat di interpretasikan dengan skala

menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik: mampu menjawab benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan

b. Cukup: mampu menjawab benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan

c. Kurang: mampu menjawab benar ≤ 55% dari seluruh pertanyaan.


B . Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Kecemasan adalah kebingungan, kekuatiran, pada sesuatu yang akan

terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dihubungkan dengan perasaan

tidak menentu dan tidak berdaya. (Suliswati,2005)


Kecemasan (ansietas/anciety) adalah ganguan alam perasaan

(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekuatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami ganguang dalam menilai

realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik), keprebadian masih

tetap utuh (tidak mengalami keretakan keprebadian / splinting of

personality, prilaku dapat menggangu tetapi masih dalam batas – batas

normal (Hawari, 2011)

2. Gejala klinis kecemasan


Keluhan –keluhan yang sering dikemukakan oleh yang mengalami

gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :


a. Cemas,khawtir ,firasat buruk,takut akan pikirannya sendiri,mudah

tersinggung
b. Merasa tegang tidak senang,gelisah,mudah terkejut.
c. Takut sendirian ,takut pada keramaian dan banyak orang
d. Gaguan pola tidur,mimpi –mimpi yang menegangkan
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan-keluhan somatic ,misalnya rasa sakit pada otot dan

tulang ,pendengaran berdenging ,berdebar-debar ,sesak

nafas,gangguan pencernaan dan sakit kepala


g. Selain keluhan –keluhan cemas secara umum di atas ada lagi

kelompok cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas

menyeluruh,gangguan panic,gangguan phobic dan gangguan

obsesif –kompulsif (hawari ,2011)


3. Teori Kecemasan

a. Teori psikoanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional anatara dua elemen

kepribadian yaitu de,ego,dan superego. Ide melambangkan dorongan

isting dan impuls primitive. Super ego mencerminkan hati nurani

sesorang dan dikendalikann oleh norma-norma budaya

seseorang,sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara super

ego.Ansietas berfungsi untuk mengingatkan ego tentang budaya Yng

perlu segera diatasi.


b. Teori Interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal.

Berhubungan juga dengan trauma masa perkembangan seperti

kehilangan, perpisahan, individu dengan harga diri rendah biasa sangat

mudah mengalami ansientas berat

c. Teori prilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatuyang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan
d. Kajian biologis
Kajian Biologis menunjukan bahwa otak mengandung respetor

spesifikk untuk diazepines.Reseptor ini diperkirakan turut berperan dalam

mengatur kecemasan(Dalami ,2009).


4. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
a. Faktor Predisposis
1) Peristiwa traumatik

Peristiwa traumatic merupakan peristiwa yang dapat memicu

terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami

individu baik krisis perkembangan atau situasional

2) Konflik emosional

Konflik emosional merupakan konflik yang dialami individu dan

Tidak terseleaikan dengan baik .Konflik anatar id dan super ego

atau antara kei ginan dan kenyataan dapat menimbullkan

kecemasan pada individu

3) Konsep diri Terganggu

Konsep diri terganngu akan menimbulkha ketidakmampuan

individu berfikir secara realita sehingga akan menimbulkan

kecemasan

4) Frustasi

Frustasi akan menimbullkan rasa ketidakberdayaan untuk

mengambil kepurtusan yang berdampak ego

5) Ganguan Fisik
Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan

ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi

konsep diri individu

6) Pola mekanisme Koping Keluarga

Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani

stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap

konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu

banyak dipelajari dalam keluarga

7) Riwayat Ganguan Kecemasan

Riwayat gangguan kecemasan dalam kelaurga akan mempengaruhi

respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi

kecemasan

8) Medikasi

Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah

pengobatan yang mengandung benzodisepin,karena benzodiezepin

dapat menekan gamma amino butyric acid (GABA) yang

mengontrol aktoivitas neuron otak yang bertanggung jawab

menghasilkan kecemasan

b. Faktor Prefipitasi
1) Ancaman terhadap integrits fisik
Ketengangan yang mengancam integritas fisik meliputi:
a) Sumber Internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis

system imun,regulasi suhu tubuh , perubahan fisiologis

normal (hamil)
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polusi lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,

tidak adekuatnya tempat tinggal


2) Ancaman terhadap harga diri
Ketegangan yang mengancam harga diri meliputi :
a) Sumber Internal
Sumber internal adalah kesulitan dalam berhubungan

interpersonal di rumah dan di tempat kerja ,penyesuaian

terhadap peran baru.Berbagai ancaman terhadap integritas fisik

juga dapat mengancam harga diri

b) Sumber eksternal
Sumber eksternal adalah kehilangan orang yang dicintai

,perceraian, perubahan status pekerjaan ,tekanan

kelompok,sosial budaya (Suliswati,2005)

5. Ganguan Kecemasan
Menurut Hawari (2011) ada beberapa gangguan kecemasan yaitu :

a. Gangguan Cemas Menyeluruh

Secara klinis sealain gejalan cemas yang biasanya ,disertai dengan

kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlansung

selama 1 bulan ) dengan manisfestasi 3 dari 4 kategori gejala berikut :


1) Ketegangan motoric /alat gerak :
a. Gemetar
b. Tegang
c. Nyeri otot
d. Letih
e. Tidak dapat santai
f. Kelopak mata bergetar
g. Kening berkerut
h. Muka tegang
i. Gelisah
j. Tidak dapat diam
k. Mudah kaget

2) Hiperaktivitas saraf autonomy (Simpatis /parasimpatis):


a. Berkeringat
b. Jantung berdebar-debar
c. Rasa dingin
d. Telapak tangan /kaki basah
e. Mulut kering
f. Pusing
g. Kepala terasa ringan
h. Kesemutan
i. Rasa mual
j. Rasa aliran panas atau dingin
k. Sering buang air seni
l. Diare
m. Rasa tidak enak di ulu hati
n. Kerongkongan tersumbat
o. Muka metrah atau pucat
p. Denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat
3) Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan

datang(apprehensive expectation ):
a. Cemas ,khawatir,takut
b. Berpikir berulang(rumination )
c. Membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya

atau orang lain.


4) Kewaspaadaan Berlebihan :
a. Mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga

mengakibatkan perhatian mudah teralih


b. Sukar konsentrasi
c. Suka tidur
d. Mersas nyeri
e. Mudah tersinnggung
f. Tidak sabra
Gejala –gejala tersebut di atas baik yang bersifat psikis maupun

sisik somatik pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya

gejala itu harus ada.Bila diperhatikan gejala-gejala kecemasan ini mirip


dengan orang yang mengalami stress,bedanya bila pada stress didominasi

oleh gejala fisik sedangkan pada kecemasan didominasikan oleh gejala

psikis.

b. Gangguan Panik

Gejala klinis gangguan panic ini yaitu kecemasaan yang

datangnya mendadak disertai oleh perasaan takut mati, disebut juga

sebagai serangan panic, Secara klinis gangguan panic ditegakkan

(kriteria diagnostic) .
Secara klinis gangguan panic ditegakkan kriteria diagnostic

oleh paling sedikit 4 dari 12 gejala-gejala di bawah ini yang mincul

pada setiap serangan :


1. Sesak
2. Jantung berdebar-debar
3. Nyeri atau rasa tak enak di dada
4. Rasa tercekik atau sesak
5. Pusing,vertigo
6. Perasaan seakan –akan diri atau lingkungan tidak realistic
7. Kesemutan
8. Rasa aliran panas atau dingin
9. Kerkeringat banyak
10. Rasa akan pingsan
11. Mengigil atau gemetar
12. Rasa takut mati

c. Gangguan phobic (phobic disorder)

Gangguan phobic adalah salah satu bentuk kecemasan yang

didominasikan oleh ganngguan alam piker phobia.Phobia adalah ketakutan

yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu objek,aktifoitas atau situasi

tertentu (spesifik),yang menimbullkan suatu keinginan mendesak untuk

menghindarinya.Rasa ketakutan itu disadari oleh orang yang bersangkutan


sebagai suatu ketakutan yang berlebihan dan tidak masuk akal,namun ia tidak

mampu mengatasinya.
Yang sering dijumpai dalam pengalaman sehari-hari adalah agoraphobia

dan phobia social dan phobia social, yang sering kali disertai dengan

timbulnya serangan panic. Kedua jenis phobia ini (dengan serangan panic)

merupakan pendekatan bagi individu yang bersangkutan karena gangguan

phobia ini menggangu fungsi dan peran social dalam kehidupan sehari-hari

d. Gangguan Obsesif –Kompulsif

Obsesif adalah suatu bentuk kecemasan yang didominasi oleh

pikiran yang terpaku (persistence) yang berulang kali muncul sedangkan

kompulsi adalah perbuatan yang dilakukan berulang-rulang sebagai

konsekuensi dari pikiran yang bercorak obsessif tadi.Sehingga yang

menderita gangguan obsesif – kompulsif tadi akan terganggu dalam cungsi

dan peran sosialnya.


Secara klinis kriteria diagnostic gangguan obsesif –kompulsiof

adalah sebagai berikut :


1. Obsesi

Obsesi adalah gangguan tau ide ,pikiran,bayangan atau impuls,yang

terpaku dan berulang dan bersifat ego-disstonik,yaitu tidak dihayati

berdasarkan kemauan sendiri,tetapi sebagai pikiran yang mendesak

ke dalam kesadaran dan dihayati sebagai hal yang tak masuk akal

atau tak disukai.Ada usaha –usaha untuk tidak menghiraukan atau

menekannya

2. Kompulsi
Kompulsi adalah tingkah laku berulang yang nampaknya

mempunyai tujuaan, yang ditampilkan menurut aturan tertentu

dengan cara sterotipik


6. Klasifikasi Kecemasan

Menurut Dalami (2009) gangguan kecemasan merupakan masalah

yang paling sering terjadi 4 tingkat kecemasan yang dapat dialami oleh

individu sebagai berikut :


a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari –hari.Pada kecemasan ini lapangan persepsi melebar dan sesrorang

akan berhati-hati . dan waspada .Seseorang akan terdorong untuk belajar

yang akan menghasillkhan pertumbuhan dan kreatifitas.


1) Respon Fisiologis
a) Sesekali Nafas Pendek
b) Nadi dan tekanan darah naik
c) Gejala ringan pada lambung
2) Respon Kongnitif
a) Lapang persepsi meluas
b) Mampu menerima ransangan yang komplek
c) Konsentrasi pada masalah
d) Menyelesaikan masalah secara efektif
3) Respon Prilaku esmosi
a) Tidak dapat duduk tenang
b) Tremor pada tangan
c) Suara kadang meninggi
b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang, pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap

lingkungan menurun .Seseorang lebih menfokuskan hal-hal penting saat

itu dan menyampingkan hal lain :

1. Respon fisiologis
a. Sering nadas pendek
b. Nadi ekstra systole dan tekanan Darah naik
c. Mulut kering
d. Anorexia
e. Diare/kontipasi
f. Gelisah
2. Respon Kognitif
a. Lapang persepsi menyempit
b. Rangsang luar tidak mampu diterima
c. Berfokus pada apa yang menjadi perhatianya
3. Respon prilaku dan emosi
a. Gerakan tersentak –sentak (meremas tangan)
b. Bicara banyak dan lebih cepat
c. Perasaan tidak nyaman
c. Kecemasan berat

Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat sempit, individu

cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang

lain.Individu tidak mampu berpikir realistis dan membutuhkan banyak

pengarahan untuk memusatkan perahtian pada area lain.

1. Respon fisiologi
a. Napas pendek
b. Nadi dan tekanan dah naik
c. Berkeringat dan sakit kepala
d. Penglihatan kabur
e. ketegangan
2. Respon Kognitif
a. Lapang Persebsi Menyempit
b. Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Respon Prilaku dan esmosi
d. Perasaan ancaman meningkat
e. Verbalisasi cepat
f. Bloking
7. Rentang Respon Kecemasan

Rentang respon individu terhadap cemas antara respon adaptif dan

maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalahantisipasi dimana

individu siap siaga untuk beradptasi dengan cemas yang mungkin muncul.

Sedangkan rentang yang paling maladptif adalah panik dimana individu


sudah tidak mampu lagi merespon terhadap cemas yang dighadapai

sehingga mengalami ganguan fisik, prilaku maupun koknitif


8. Alat Ukur Kecemasan
Menurut Hawari (2011), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan

seseorang apakah ringan, sedang atau berat sekali orang menggunakan alat

ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for

Anxiety (HRS-A. Alat ukur terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-

masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.

Masing-masing kelompok diberi penilaian (score) antara 0-4, yang artinya

adalah :
1 = gejala ringan
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
4= gejala berat sekali
Masing- masing nilai angka (Score) dari 14 kelompok gejala tersebut

dijumlahkan dan diberi hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derjat

kecemasan seseorang, yaitu :


Total nilai (Score)
a. < 14 = tidak ada kecemasan
b. 14-20 = kecemasan ringan
c. 21-27 = kecemasan sedang
d. 28-41 = kecemasan berat
e. 42-56 = kecemasan berat sekali
C Kerangka Teori

Berdasarkan kerangka teoritis yang ada pada tinjauan pustaka, peneliti

ingin meneliti faktor –faktor yang berhubungan dengan Kecemasan pada klien

katarak yang akan menjalani tindakan phacoemulsifikasi di rumah saki khusus

mata padang eye center tahun 2019.

Faktor-faktor penyebab
Jenis Katarak katarak :
Katarak insipien Jenis klamin
Katarak imatur Status Sosial Ekonomi
Katarak matur Pekerjaan
Katarak hipermatur
Katarak morgagni
Katarak brunesen
Faktor-Faktor yang
mempengaruhi kecemasan:
a. Umur
b. Pendidikan
c. Pengetahuan

Kecemasan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


(Sumber : Stuart &Sunden, 1998)

Keterangan: : diteliti
: Tidak diteliti
D Kerangka Konsep

Kerangka konsep yaitu hubungan atau kaitan antara konsep –konsep atau

variable yang akan di amati ( diukur) melalui penelitian tersebut. Penelitian ini

mengkaji factor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada klien

katarak yang akan menjalani tindakan phacoemulsifikasi di rumah sakit khusus

mata padang eye center tahun 2019

Variabel Dependen Variabel Independen

Kecemasan 1. Umur Cemas


2. Pendidikan
3. Pengetahuan a. Ringan
b. Sedang
c. Berat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kecemasan Klien Yang Menjalani


Phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Khusus Mata Padang eye center
tahun 2019
Variabel Definisi operasional Alat ukur Skala ukur Hasil ukur

Usia Usia respondenKuesioner Ordinal 1. 17-25 (Remaja


terhitung sejak lahir Akhir)
(WHO) 2. 26-45 (dewasa)
3. 46-65 (lansia)
4. 65-sampai atas
(manula)

Pendidikan Tingkat pendidikan Kuesioner Ordinal 1. Rendah , jika


terakhir. tamat SMP
(Undang-Undang kebawah
Sistem Pendidikan 2. Sedang, jika
Nasional Tahun 2003) SMA
3. Tinggi, jika
Perguruan
tinggi
Tingkat pengetahuan tingkat pengetahuan Kuesioner Ordinal 1. Rendah, jika
informasi praoperasi skor < 55%
adalah gambaran 2. Sedang, jika
pemahaman klien skor antara
tentang operasi 56%-75%
katarak dengan 3. Tinggi, jika
tindakan skor >75%
phacoemulsifikasi
yang akan
dijalankan
(Notoadmojo, 2013)
Tingkat kecemasan Tingkat kecemasan Kuisioner Ordinal 1. Tidak ada
pasien operasi katarak Alat ukur kecemasan,
dengan tindakan kuesioner ini jika skor < 14
phacoemulsifikasi telah 2. Kecemasan
adalah derajat dikembangka Ringan, jika
kecemasan yang ndari skor 14-20
menggambarkan kuesioner 3. Kecemasan
perasaan takut atau yang dibuat Sedang, jika
tidak tenang yang oleh Prof. Dr. 21-27
dialami oleh pasien H.Dadang 4. Kecemasan
sebelum menjalani Hawari, Berat, jika skor
operasi katarak Psikiater 28- 41
dengan tindakan
phacoemulsifikasi
F Defenisi Operasional

G HIPOTESIS

1. Ha 2 : Ada hubungannya tingkat pengetahuan klien katarak dengan

tingkat kecemasan yang menjalani phecoemulsifikasi Dirumah Sakit

Khusus Mata Padang Eye Center Padang.


2. H0 2 : Tidak Ada hubungannya tingkat pengetahuan klien katarak

dengan tingkat kecemasan yang menjalani phecoemulsifikasi Dirumah

Sakit Khusus Mata Padang Eye Center Padang


3. Ha 3 : Ada hubungannya tingkat pendidikan klien katarak dengan

tingkat kecemasan yang menjalani tindakan phecoemulsifikasi Dirumah

Sakit Khusus Mata Padang Eye Center Padang.


4. H0 3 : Tidak Ada hubungannya tingkat pendidikan klien katarak dengan

tingkat kecemasan yang menjalani tindakan phecoemulsifikasi Dirumah

Sakit Khusus Mata Padang Eye Center.


5. Ha 4 : Ada hubungannya umur klien katarak dengan tingkat kecemasan

yang menjalani tindakan phecoemulsifikasi Dirumah Sakit Khusus Mata

Padang Eye Center.


6. H0 4 : Tidak ada hubungan umur klien katarak dengan tingkat

kecemasan yang menjalani tindakan phecoemulsifikasi Dirumah Sakit

Khusus Mata Padang Eye Center.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada klien yang

akan menjalani tindakan phacoemulsifikasi di Rumah sakit Khusus Mata Padang

Eye center tahun 2019 melalui pendekatan Cross Sectional

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu tingkat kecemasan , sedangkan

variabel independen dalam penelitian ini yaitu umur,pendidikan dan pengetahuan.

Pengambilan informasi mengenai variabel dependen dan variabel independen

dalam penelitian ini dilakukan bersama-sama pada saat penelitian dengan

menggunakan kuesioner secara kuantitatif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada pasien katarak yang akan dilakukan di

ruangan poliklinik di RSKM Padang Eye Center pada bulan September 2019 dan

sampai februari 2020

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya.(Setiadi).Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh klien yg menjalani tindakan phacoemulsifikasi di

rskm padang eye center sebanyak 2268 orang


2. Sampel

Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).

Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah pasien katarak yang akan

dilakukan operasi dengan tindakan phacoemulsifikasi di RSKM Padang Eye

Center. Rumus besar sampel yang digunakan adalah rumus yang dikemukakan

oleh Lameshow, dkk. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:

dibulatkan menjadi 94

Keterangan
N=Besar sampel
Z=1,96
D =presisi diharapkan 0,1(10%)
P=proporsi (diperoleh dari peneliti sebelumnya)

Kriteria inklusi dari sampel adalah sebagai berikut :


a klien bersedia menjadi responden
b klien berada di tempat penelitian
c klien kooperatif dan mampu berkomunikasi dengan baik
d klien yang menjalani tindakan phacoemulsifikasi
Kriteria eklusi dari sampel adalah :
a klien tidak bersedia menjadi responden
b klien tidak berada di tempat penelitian
c klien tidak mampu berkomunikasi dengan baik

BAB 15 : Teknik Pengumpulan Data

1 Data primer
Data dikumpulkan melalui wawancara kepada responden sesuai dengan

format wawancara berupa kuesioner mengenai faktor- faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada klien yang akan menjalani

tindakan phacoemulsifikasi di Rumah sakit Khusus Mata Padang Eye

center tahun 2019

2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari data atau catatan yang

ada di medical record ( MR).Kemudian mencatat data-data yang

diperlukan untuk penelitian.Kegunaanya untuk melengkapi data –data

yang diperlukan. Data dikumpullkan melalui catatan perawat dan rekam

medis pasien

E. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul ,dianalisa

kemudian data di olah dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1. Memeriksa data (editing)
Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah

terkumpul, meliputi kelengkapan isian, keterbacaan tulisan,

kejelasan jawaban, relevansi jawaban, keseragaman satuan data

yang digunakan, dan sebagainya.


2. Mengkode data (coding)
Yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang

terkumpul di setiap instrumen penelitian. Kegiatan ini bertujuan

untuk memudahkan dalam penganalisisan dan penafsiran data.


3. Memasukkan data (entry)
Setelah data diedit dan pengkodean selesai, kemudian data

akan dimasukkan kedalam master tabel dan disajikan dalam master

tabel. Proses ini menggunakan proses komputerisasi.


4. Pembersihan Data (Cleaning)
Mengecek kembali apakah ada kesalahan data sehingga data

benar-benar siap untuk dianalisa.


5. Mentabulasi Data (Tabulating)
Tabulasi data dilakukan untuk mengelompokkan data ke dalam

suatu tabel dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

umur, pendidikan,pengetahuan.

F Teknik Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk melihat karakteristik dari

masingmasing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun

independen dengan tabel frekuensi

b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antar setiap

variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji

Chisquare. Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan (α)

sebesar 5% dengan catatan jika ρ-value < 0,05 maka sukses menolak

hipotesis (H0), artinya ada hubungan bermakna antara variabel terikat

dengan variabel bebas. Jika ρ-value > 0,05 maka gagal menolak hipotesis

(H0), artinya tidak ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan

variabel bebas. Bila 2x2 dijumapai nilai expected (harapan) kurang dari 5,

maka uji yang digunakan adalah Fisher Exact Test (Hastono, 2007.,

Rachmawaty, 2011) Sedangkan untuk memutuskan apakah terdapat


hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka digunakan p

value yang dibandingkan dengan tingkat kemaknaan (alpha) yang

digunakan yaitu 5% atau 0,05. Apabila p value < 0,05 maka Ho ditolak

dan Ha (hipotesa penelitian) diterima, yang berarti ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat, sedangkan bila p value> 0,05 maka Ho

diterima dan tidak ada hubungan.

Lampiran 3
KISI-KISI KUESIONER

Variabel Jumlah item No item

Kecemasan 20 1-20

Pengetahuan 10 1-10

Lampiran 4

Kuesioner Penelitian

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada klien

katarak yang akan menjalani tindakan phacoemulsifikasi


Di rumah sakit khusus mata pang eye center
Tahun 2019

I dentitas Responden. Berikan tanda ceklist (√).

No. Responden (Isi oleh Peneliti) :

1. Nama Inisial :

2. Umur : …….. Tahun

3. Jenis Kelamin : ( ) Perempuan ( ) Laki-laki

4. Pendidikan : ( ) Tidak Sekolah ( ) SD

( ) SMP ( ) SMA

5. Pekerjaan : ( ) PNS ( ) Wiraswasta

( )Ibu Rumah Tangga ( ) Pensiun


6. Status Perkawinan : ( ) Menikah ( ) Belum Menikah
( ) Janda ( ) Duda

II Petunjuk : Pernyataan-pernyataan berikut ini berhubungan

dengan tingkat kecemasan saudara, jawablah dengan memberi√)

( Keterangan pilihan jawaban pada kotak pilihan anda

A Kecemasan

Tidak pernah sama sekali :1

Kadang-kadang mengalami demikian :2


Sering mengalami demikian :3

Selalu mengalami demikian setiap hari :4

No. Pernyataan Pilihan


1 2 3 4
1. Saya merasa lebih gugup dari biasanya.
2. Saya merasa takut tanpa alasan sama sekali.
3. Saya merasa tidak tenang.
4. Saya merasa sendirian.
5. Saya merasa kesulitan mengerjakan sesuatu.
6. Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar.
7. Saya terganggu dengan rasa sakit di tubuh saya

misalnya di kepala, leher, dan nyeri punggung.


8. Saya merasa mudah lemah.
9. Saya tidak dapat istirahat dengan tenang.
10. Saya merasa jantung saya berdebar-debar

dengan cepat.
11. Saya mengalami pusing tiba-tiba.
12. Saya merasa seperti pingsan.
13. Saya merasa dada saya sesak atau tertekan.
14. Saya merasa kaki dan jari-jari kaki saya kebas

atau mati rasa.


15. Saya merasa sakit perut atau gangguan

pencernaan.
16. Frekuensi buang air kecil lebih sering dari

biasanya
17. Tangan saya dingin dan basah oleh keringat
18. Wajah saya terasa panas dan kemerahan
19. Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat malam
20. Saya mengalami mimpi buruk
B TINGKAT PENGETAHUAN

1. Apakah anda tahu apa itu katarak?

Ya Tidak

2. Manakah bagian tubuh yang dapat terkena katarak?

Telinga Hidung Mata Kulit

3. Menurut anda golongan usia mana saja yang dapat terkena katarak?
Anak-anak Lansia (45 tahun ke atas)

Dewasa (18-44 tahun) Semua usia

4. Centang di bawah ini yang menurut anda merupakan gejala dari katarak.
(Boleh >1)

Kebutaan Penglihatan buram/kabur

Gatal Sakit kepala/pusing

Tampak banyangan putih Penglihatan berbayang

5.
Apakah ada penyakit lain yang dapat membuat katarak?
Ya Tidak

Jika Ya, Sebutkan:

6.

___________________________________________________________________
Apakah katarak dapat menyebabkan kebutaan?

Ya Tidak

7. Apakah katarak dapat disembuhkan dengan minum obat?

Ya Tidak

8. Apakah katarak harus dioperasi?

Ya Tidak

9. Sudahkah anda melakukan pemeriksaan mata rutin untuk katarak?

Sudah Belum

Jika Sudah,

 Dimana : _______________________

 Kapan : _______________________
10.
Apakah katarak dapat terkena di kedua mata?

Ya Tidak

Anda mungkin juga menyukai