Anda di halaman 1dari 4

Ingatlah!!!

Informed Consent Bukanlah Sekedar Lembar Persetujuan Medis!


jadilah pasien yang cerdas dan bijak dalam pengambilan tindakan medis

Di dalam praktek terlihat bahwa hubungan antara tenaga medis dengan pasien masih
sangat timpang yang mana tenaga medis masih memiliki posisi dominan sedangkan pasien
hanya bersifat pasif menunggu dan terkesan pasrah terhadap apa yang akan dilakukan tenaga
medis terhadapnya. Posisi demikian secara historis berlangsung selama bertahun-tahun.
Tenaga medis memegang peranan utama, baik karena pengetahuan dan ketrampilan khusus
yang dimiliki, maupun karena kewibawaan, yang dibawa olehnya karena merupakan bagian
kecil masyarakat yang semenjak bertahun-tahun berkedudukan sebagai pihak yang memiliki
otoritas di dalam memberikan bantuan pengobatan berdasarkan kepercayaan penuh pasien.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tenaga medis sangat jarang meminta persetujuan
dari pasien apabila ingin melaksanakan rangkaian upaya penyembuhan pasien, kecuali dalam
hal tindakan pembedahan dan tindakan yang mempunyai resiko medis yang sangat tinggi.
Persetujuan itupun juga diminta oleh tenaga medis tanpa penjelasan yang sejelas-jelasnya dan
kadang kala ada yang terkesan dipaksakan, apalagi kalau pasien tersebut berobat dengan
memakai kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin atau sejenisnya.
Ketentuan lebih dahulu tentang hal-hal yang berhubungan dengan informed consent
atau Persetujuan Tindakan Medik/Kedokteran diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik
yang kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/Men.Kes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
Pelayanan medis sebagai salah satu dari unsur pelayanan yang sangat berperan penting
didalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien. Di dalam pelayanan medis itu terdapat
para tenaga medis sebagai pemberi pelayanan (medical providers) dan pasien sebagai penerima
pelayanan (medical receivers). Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang
harus dihormati. Didalam pelaksanaan profesinya, tenaga medis harus berlaku jujur dan
menjaga agar pasien tidak sampai dirugikan karenanya, disamping itu tenaga medis juga harus
mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan informed consent sebagai dasar atau persetujuan
(izin) bagi tenaga medis didalam memberikan tindakan medik kepada pasien
Informed Consent merupakan proses komunikasi antara tenaga
kesehatandan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter atau
perawat selaku tenaga medis terhadap pasien yang kemudian dilanjutkandengan
penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis. Hal ini d i d a s a r i a t a s h a k
s e o r a n g p a s i e n a t a s s e g a l a s e s u a t u ya n g t e r j a d i p a d a t u b u h n ya s e r t a t u g a s
u t a m a t e n a g a k e s e h a t a n d a l a m m e l a k u k a n u p a ya penyembuhan pasien
T u j u a n p e m b e r i a n i n f o r m a s i s e c a r a l e n g k a p m e n g e n a i p e n ya k i t
s e r t a tindakan medis yang akan dilakukan adalah agar pasien bisa menentukan
sendiri keputusannya sesuai dengan pilihannya sendiri. Pengetahuan dan f a k t o r
pendidikan juga mempengaruhi pemahaman pasien. Hal ini
disebabkan karena adanya kesenjangan pengetahuan yang dimiliki dokter dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh pihak pasien. Bentuk persetujuan pasien juga
dipengaruhi komunikasi antara tenaga medis dan pasien. Bentuk komunikasi sendiri terdiri dari
jenis persetujuan yaitu langsung dan tidak langsung. Persetujuan langsung dapat
berbentuk persetujuan lisan maupun tulisan. Biasanya semakin invasif (pelibatan o p e r a s i /
memasukkan suatu peralatan ke dalam tubuh pasien) dan atau semakin
b e s a r p o t e n s i r e s i k o t e r h a d a p p a s i e n m a k a s e m a k i n b e s a r p u l a kebutuhan
terhadap persetujuan tertulis.
Persetujuan tidak langsung terjadi apabila ada inte raksi nonverbal
yangm e n u n j u k k a n persetujuan tindakan kesehatan. Persetujuan ini
d i s e b u t Implied Consent atau Persetujuan Tersirat dalam kondisi darurat pasien
tak mungkin diajak komunikasi, keluarga tak ditempat ( Permenkes 585/1989, pasal
11) tentang Presumed consent. Contohnya klien yang memposisikan badannya untuk
disuntik dan atau mengisyaratkan persetujuan tidak langsung untuk dilakukannya
pemeriksaan fisik atau organ,organ vital, dengan kata lain gestur badan yaitu
komunikasi nonverbal antara tenaga kesehatan dan pasien adalah persetujuan tidak
langsung. Perseujuan tidak langsung juga dapat t e r j a d i a p a b i l a k o n d i s i
f i s i k i n d i v i d u t i d a k m e m u n g k i n k a n u n t u k mengungkapkan atau
mengambil keputusan adanya tindakan atau tidak!kondisi seperti ini sering terjadi
dalam kondisi kegawatdaruratan. Informed consent untuk terapi medis dan pembedahan adalah
tanggungjawab tenaga prosedural seperti dokter, termasuk perawat praktisi atau perawat
non praktisi, perawat anestesi, perawat bidan dan perawat yang melakukan asuhan
keperawatan, menjaga tetap adanya komunikasi dua arah antara pasien dan tenaga
medis adalah yang terpentig penejalasan procedural, memastikan pemahaman pasien dan
mendapat persetujuan atau izin pasien juga harus diperhatikan.
Permasalahan yang terjadi adalah apakah isi dari formulir informed consent itu sudah
memenuhi asas konsensualisme dan asas kebebasan berkontrak s e r t a a s a s
m e n g i k a t s e b a g a i u n d a n g , u n d a n g . B a h w a f o r m u l i r i n f o r m e d consent
merupakan suatu perjanjian pelaksanaan tindakan medik antara dokter dengan
pasien atau keluarganya. Oleh karena itu, isi dari formulir informed consent harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian secara umum yang diatur di dalam Pasal 1320
KUH Perdata dan juga asas kebebasan berkontrak.
Hal-hal yang harus dijelaskan oleh tenaga kesehatan tentang tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurang,kurangnya mencakup:
1. diagnosis d a n t a t a c a r a t i n d a k a n k e d o k t e r a n
2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
3. A l t e m a t i f t i n d a k a n l a i n d a n r i s i k o n y a
4. R i s i k o d a n k o m p l i k a s i ya n g m u n g k i n t e r j a d i
5. P r o g n o s i s t e r h a d a p t i n d a k a n y a n g d i l a k u k a n .
6. P e r k i r a a n p e m b i a y a a n

Pasien tidak boleh merasa terpaksa atau merasa dipaksa agar dapat memberikan
keputusan persetujuan informed consent secara sukarela. Perasaan takut penolakan
terhadap profesional sering membuat pasien m e r a s a s u n g k a n d a n a t a u t e r p a k s a
d a l a m m e m b e r i k a n p e r s e t u j u a n . Persetujuan semacam ini bukanlah persetujuan
sukarela. Pemaksaan akan membuat keputusan tidak valid dan tidak sesuai prosedur
untuk pemenuhan pengambilan persetujuan. Pasien harus mengerti prosedur dan tindakan
yang dijelaskan. Istilah yang terlalu mendalam atau bahasa yang jarang didengar
awam akan menghambat pemahaman. Jika pasien tidak dapat membaca maka tenaga medis
harus membacakan dan dalam kondisi demikian pasien harus tetap memahami formulir
informed consent sebelum menandatanganinya.Percakapan disini adalah tanggapan
yang dapat dijadikan landasan untuk m e n e n t u k a n persetujuan dan
m e m u t u s k a n t i n d a k a n d i t o l a k a t a u menerima. Jika sudah diberi penjelasan tentu
orang dewasa yang cakap dapat mengambil keputusan mandiri terkait kesehatan. Penentuan
usia orang dewasa disini biasanya lebih dari 18 tahun dan sadar secara orientasi.
Pasien yang bingung, diorientasi atau sedasi dianggap tidak cakap untuk pengambilan
keputusan.
Meski Informed Consent telah diperoleh, namun tidak menjadikan seorang dokter
menghindari tanggunjawabnya secara hukum. Informed Consent tidak berarti bahwa
tanggungjawab untuk keputusan akhir berada pada pihak pasien. Dalam praktik klinis, dokter
diminta untuk memandu pasien kepada suatu keputusan, dan memberikan rekomendasi. Lebih
jauh, pasien tidak selalu menanyakan hal-hal yang detail untuk membuat suatu keputusan. Hal
ini dapat terjadi pada situasi tertentu, dimana keputusan berhubungan dengan hidup, atau mati,
atau ketika hanya ada satu alternatif medis, contohnya: Resipien yang berpotensial menerima
implan cardioverter-defibrillator, umumnya resipien ini beranggapan mudah untuk menyetujui
pengobatan ini, berdasarkan informasi yang mengatakan bahwa alat tersebut adalah
pengobatan yang terbaik, yang tersedia untuk mencegah kematian, yang disebabkan oleh kardia
aritmia
Seorang dokter hanya dapat mewaspadai secara adekuat dalam melakukan suatu tindak
medis kepada pasien, dengan tidak menyingkirkan jiwa melayani, dan ketekunan. Meski
demikian, menjalin hubungan yang baik dengan pasien, seringkali memberikan hasil yang lebih
baik dibanding Informed Consent yang terbaik yang dapat diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai