Anda di halaman 1dari 46

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KLIEN TRAUMA THORAX


SISTEM RESPIRASI 2

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma toraks merupakan penyebab utama kematian.Banyak penderita trauma toraks datang dengan keadaan kritis, lalu
meninggal setelah sampai di rumah sakit.Untuk itu diperlukan diagnosis yang cepat dan terapi yang adekuat.Kurang dari 10% dari
cedera tumpul toraks dan 15-30% dari cedera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi.Mayoritas kasus trauma toraks
dapat diatasi dengan prosedur resusitasi, peralatan yang lengkap, dan perawatan rawat inap yang tepat.
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma.penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi
dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedic di lapangan), sehingga hanya sebagian kecil yang
memerlukan tindakan operasi. Menurut salah satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada trauma toraks mencapai 10%. Akan
tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan 25% dari jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma. Trauma toraks mencakup
area anatomis leher dan toraks serta dapat menyebabkan kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem pencernaan.
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul.Trauma tajam terutama
disebabkan oleh tikaman dan tembakan.Cedera thoraks sering disertai dengan cedera perut, kepala dan ekstremitas sehingga
merupakan cedera majemuk. Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan nafas, hematothoraks besar,
tamponade jantung, pneumothoraks desak, flail chest, pneumothoraks terbuka dan kebocoran udara trakeabronkus. Pendarahan
jaringan interstitium, perdarahan intra alveolar, diikuti kolaps kapiler-kapiler kecil dan atelektasis, sehingga tahanan perifer pembuluh
darah naik, aliran darah turun.Hal ini menyebabkan pertukaran gas berkurang.Sekret terkumpul karena batuk kurang. Terjadi kompresi
dan dekompresi karena “coup en contre coup”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apadefinisi dari Trauma Thorax?
2. Apa etiologi dari Trauma Thorax?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Trauma Thorax ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Trauma thorax?
5. Apa komplikasi dari Trauma Thorax?
6. Bagaimana penatalaksanaan pasien Trauma Thorax ?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Trauma Thorax?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai penanganan dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan trauma thorax
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi trauma thorax
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari trauma thorx
3. Mahasiswa mampu memahami Menifestasi Klinis dari trauma thorax
4. Mahasiswa mampu memahami Patofisiologi dari trauma thorax
5. Mahasiswa mampu memahami Komplikasi trauma thorax
6. Mahasiswa mampu memahami Penatalaksanaan trauma thorax
7. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatanpasien trauma thorax
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.Penyalahgunaan alkohol dan obat
telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.(Hudak,
1999).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau
tumpul.(Lap.UPF bedah, 1994).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax
akut

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Rongga Thoraks


Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
a. Depan : Sternum dan tulang iga.
b. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
c. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
d. Bawah : Diafragma
e. Atas : Dasar leher.
2. Isi
a. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
b. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar,
oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe
(Pearce, E.C., 1995).
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucutterdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10
pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 igamemisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsimembentuk tepi kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternu.Perluasanrongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting
untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakanmuskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi,
trapezius,rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi
bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena
kontraksi otot pernafasan yaitumuskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan
terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah danlimfatik.Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis
debris, menambal kebocoranudara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke
hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis,yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanyaruang
potensial yang ada.Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenamkartilago kosta, dari vertebra lumbalis,
dan dari lengkung lumbokostal, bagianmuskuler melengkung membentuk tendo sentral.
Nervus frenikus mempersarafimotorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu,
turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa /tenang sekitar 75%.

2.3 ETIOLOGI
1. Trauma tembus
a. Luka Tembak
b. Luka Tikam / Tusuk
2. Trauma tumpul
a. Kecelakaan kendaraan bermotor
b. Jatuh
c. Pukulan pada dada

2.4 KLASIFIKASI
1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan.
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru,
insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif)

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1. Ada jejas pada thorak
2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6. Penurunan tekanan darah

1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

2.6 PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dapat membatasi kemampuan
jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan
luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh
trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia
( kehilangan darah ), pulmonary ventilation/perfusionmismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolapsalveolus ) dan perubahan dalam
tekanan intrat thorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothoraxterbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak
adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh
hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur igamerupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna,
Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk
yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan
disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab
tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di
dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada
oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada
saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela
iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan
mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks
dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh
diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks
intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi
paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
WOC

Trauma Thorax

Mengenai rongga thorax Cedera Jaringan Robekan pembuluh darah


Sampai rongga pleura Lunak intercostal, pembuluh

Darah jaringan paru


Udara luar terhisap masuk

( Sucking Wound )
2.7 PROGNOSIS PENYAKIT
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup.Seringkali terlihat sebagai luka pada
dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound).Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter
trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang
hebat.
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru
maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c. Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
d. pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
3. Hematothorak masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada.Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada
ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.
5. Kontusio Paru
Adalah memarnya paru-paru akibat tekanan tiba-tiba yang disebabkan oleh trauma tumpul dada.Pneumonia adalah komplikasi utama
yang dapat terjadi akibat kebocoran plasma ke dalam ruang interstitial dan alveoli.
6. Fraktur Iga
Cedera yang serius karena organ-organ yang dibawahnya (jantung, hati, limpa, paru-paru, esophagus, diafragma) beresiko untuk
rusak.
7. Kontusio Jantung
Cedera pada miocard akibat trauma tumpul dada.Gangguan irama jantung dan temponade jantung adalah komplikasi utama yang
dapat terjadi.

2.8 KOMPLIKASI
1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4. Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5. Esofagus : mediastinitis.
6. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal

2.9 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Radiologi : foto thorax (AP).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Oraksentesis : menyatakan darah/cairan,
9. Diagnosis fisik :
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan
drainase dengan continues suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

2.10 PENCEGAHAN
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebab nya, seperti menghindari terjadinya
trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang
menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

2.12 PENATALAKSANAAN
2.12.1 Prehospital
1. Primary survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABCDE (Airway,
breathing, circulation, Disability, Exposure)
2. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
c. Pemasangan infuse
d. Pemeriksaan kesadaran
e. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung
f. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak

2.12.2 Hospital Teraphy


1. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
2. WSD (hematotoraks)/Bullow Drainage
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum
penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik
3. Pungsi.
4. Torakotomi.
5. Pemberian oksigen.
6. Antibiotika :
a. Cupanol
b. Lexipron
c. Tepaxin
d. Roksicap
7. Analgetika.
8. Expectorant
9. Untuk komplikasi empisema menggunakan obat sbb :
a. Brondilat (tab)
b. Asbron (tab
c. Phyllocontin (tab)
d. Bronchophylin (kapsul)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN KEGAWATAN


A. PRIMARY SURVAY (ABCDE)
a. Airway
Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara pada hidung penderita, mulut, dan dada serta
dengan onspeksi pada daerah orofaring untuk sumbatan airway oleh benda asing dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot
interkostal dan supraklavikular.
Lakukan:- Head tilt- Chin lift- Jaw thrust
Jika jalan nafas tidak paten, harus segera dibuat paten. Obstruksi sering disebabkan oleh lidah pasien, dan pengarahan rahang
dengan mendorong mandibula ke depan sudah cukup membuka jalan nafas. Bantuan dengan slang oral atau nasal dapat juga
membantu. Benda asing, termasuk gigi yang dislokasi, harus dikeluarkan.
Cedera skeletal juga bisa mengakibatkan gangguan airway, walaupun jarang ditemukan.Sebagai contoh cedera pada dada bagian
atas yang menyebabkan dislokasi kea rah posterior atau fraktur dislokasi dari sendi sternoklavikular.Fraktur seperti ini bisa
menimbulkan sumbatan airway bagian atas, bila displacement dari fragmen proksimal fraktur atau komponen sendi distal menekan
trakea. Hal ini juga depat menyebabkan cedera pembuluh darah pada ekstremitas yang homolateral akibat kompresi fragmen fraktur
atau laserasi dari cabang utama arkus aorta.
Cedera ini diketahui bila ada sumbatan airway atas (stridor), adanya tanda berupa perubahan dari kualitas suara (jika penderita
masih dapat berbicara), dan cedera yang luas pada dasar leher dengan terabanya defek pada region sendi sternoklavikular.
Penanganan pada cedera ini adalah menstabilkan posisi airway. Yang paling penting, reposisi tertutup dari cedera yang terjadi
dengan cara mengekstensikan bahu, mengangkat klavikula dengan pointed clamp seperti towel clip dan melakukan reposisi fraktur
secara manual.
Yang terbaik adalah dengan intubasi endotrakeal (ET), walaupun hal ini kemungkinan sulit dilakukan jika ada tekanan yang
cukup besar pada trakea.Intubasi dilakukan jika trauma vertebrae cervicales sudah disingkirkan secara klinis. Jika masih ada
kemungkinan cedera tulang belakang dan intubasi harus dipasang, kepala harus distabilkan dan ditahan dalam possi netral oleh
seorang asisten, lalu prosedur ini dapat dilakukan tanpa menggerakkan vertebrae cervicales
b. Breathing
Walaupun jalan nafas sudah bersih dan paten, pernafasan masih mungkin belum adekuat.Amati dada dan leher, harus dalam
keadaan terbuka.Pergerakan penafasan dan kaulitas pernafasan dinilai dengan observasi, palapasi, dan auskultasi.Jika perlu, ventilasi
dibantu dengan alat kantong berkatup yang dihubungkan dengan masker atau ETT.
Gejala yang terpenting yang harus diperhatikan adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola
pernafasan, terutama pernafasan yang lambar memburuk.Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma.Bila
sianosis tidak ditemukan bukan merupakan indikasi bahwa oksigen jaringan adekuat atau airway adekuat.
 kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 Lakukan pemeriksaan fisik dada dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

c. Circulatoin
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas dan keteraturannya.Pada penderita hipovolemia, denyut nadi arteri radialis dan arteri
dorsalis pedis mungkin tidak teraba oleh karena volume yang kecil.Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer
dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperatur.Vena leher harus dinilai apakah distensi atau tidak.Pada keadaan
tension pneumotoraks atau cedera diafragma, distensi vena mungkin tidak tampak pada penderita.
Perfusi harus dipertahankan dengan mengendalikan perdarahan, infus cairan dan darah melalui IV berkaliber besar sesuai
indikasi, dekompresi tension pneumotoraks atau tamponade pericardium, atau torakotomi terbuka dengan kompresi aorta dan masase
jantung internal.
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
 periksa waktu pengisian kapiler / CRT
 kaji adanya peningkatan suhu pada klien

d. Disability
 Kaji tingkat kesadaran baik kualitatif maupun kuantitas
 Tingkat kesadaran kualitatif: compos mentis, somnolen, sopor, apatis, koma
 Tingkat kesadaran kuantitatif: dengan penilaian GCS (E,V,M)

e. Exposure
 Sumber penyebab gagal nafas, adakah kelemahan pada sistem syaraf dengan cara mengkaji reflek fisiologis dan patologis
 Mengkaji kekuatan otot dan cidera pada klien

B. SECONDARY SURVAY
Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :

Pengumpulan Data
1. Identitas
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :

2. Status Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasa paling terasa dan paling menonjol.
b. Riwayat penyakit sekarang
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah penyebab dari timbulnya penyakit yang diderita
c. Riwayat peenyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit seperti ini atau pernah punya penyakit menular atau menurun.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini, penyakit keturunan (DM, HT).
3. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak mengetahui tentang factor resiko yang menyebabkan klien menderita suatu penyakit pneumothoraks. Perlu dikaji
juga bagaimana prilaku sehat klien sehari-hari dan seperti apa pencegahan penyakit yang diderita?
b. Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya status nutrisi klien tidak mengalami gangguan (adekuat).Tidak terjadi penurunan nafsu makan, Berat badan.Selain itu, perlu
dikaji juga bagaimana intake dan output makanan serta keseimbangan cairan tubuh klien?
c. Pola Elimasi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam pola eliminasi baik itu BAB dan BAK masih dalam keadaan normal.Perlu dikaji
juga bagaimana frekurnsi, konsistensi dari eliminasi klien.
d. Pola Aktivitas latihan
Klien mengalami gangguan dalam beraktivitas disebabkan oleh sesak napas dan batuk yang dideritanya. Pada kasus didapatkan klien
mengalami batuk produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri, redup dari sela iga 1-6. Terdapat
ronhi, batuk produktif, sputum kental berwarna putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kasmaul, kedalaman dangkal,
fremitus kiri, batuk berdarah (-).
e. Pola Istirahat Tidur
Biasanya klien akan mengalami gangguan tidur akibat sesak napas dan batuk produktif disertai dengan sputum yang dialaminya.
Biasanya klien akan sering terbangun di malam hari. Selain itu. Tanyakan berapa jam klien tidur dan beristirahat efektif dalam sehari.
f. Pola Persepsi Kognitif
Biasanya klien tidak mengalami gangguan penginderaan (penglihatan,pendenagran,penciuman,perabaan, dan pembauan) dan proses
kognitif (berpikir, mengambil keputusan).
g. Pola Persepsi Konsep Diri
Biasanya klien tidak begitu mengalami gangguan dalam konsep dirinya. Ketika ditanyakan mengenai penyakitnya,klien hanya
menjawab seperlunya saja. Tanyakan pandangan klien terhadap dirinya.

h. Pola Peran Hubungan


Biasanya klien tidak mampu menjalankan perannya khususnya di keluarga.Klien juga mengalami gangguan interaksi social dengan
sesama.
i. Pola Coping toleransi Stress
ada kasus didapatkan bahwa klien masih mampu mencari pengobatan terdekat (PUSKESMAS). Biasanya klien mampu untuk
mengatasi stress akibat penyakit denagn cara sering bertanya.
j. Pola Reproduksi seksualitas
Biasanya klien mengalami gangguan seksualitas akibat kondisi klien yang lemah sehingga terjadi penurunan hubungan seksualitas.
k. Pola Nilai Keyakinan
Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa untuk kesembuhan penyakit.Perlu dikaji juga bagaimana pendekatan
spiritual klien.

Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengembangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
 Pada auskultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
c. Sistem Persyarafan :
 Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan.
 Tidak ada kelainan.
e. Sistem Pencernaan :
 Tidak ada kelainan.
f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi subkutan.
g. Sistem Endokrine :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tahanan parifer pembuluh darah paru
4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
6. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan.

3.3 RENCANA INTERVENSI

NO. DIAGNOSA NOC NIC


1. Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :
berhubungan dengan ekpansi  Respiratory status: ventiolation Airway Management
paru yang tidak maksimal karena Respiratory status: Airway  Buka jalan nafas dengan teknik
akumulasi udara/cairan. patency chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Vital sign status  Posisikan pasien untuk
Definisi : Inspirasi atau ekspirasi yang memaksimalkan ventilasi
tidak memberi ventilasi Kriteria Hasil :  Identivikassi pasien perlunya
 Mendemonstrasikan batuk efektif pemasangan alat jalan nafas
Batasan Karakteristik: dengan suara nafas yang besih, buatan
- Perubahan kedalaman bernafas tidak ada sianosis dan dyspneu (  Pasang mayo bila perlu
- Perubaham ekskursi dada mamou mengeluarkan  Lakukan fisioterapi bila perlu
- Mengambil posisi tiga titik septum,mampu bernafas dengan
 Kluarkan sekret dengan batuk
- Bradipneu mudah, tidak ada pursed lips)
atau suction
- Penurunan tekanan ekspirasi  Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Auskultassi suara nafas, catat
- Penurunan ventilasi se menit ( klien tidak merasa tercekik, irama
adanya suara tambahan
- Penurunan kapsitas vital nafas, frekuensi pernafasan dalam
 Lakulkan suction pada mayo
- Dipneu rentang normal, tidak ada suara
 Berikan brinkodilator bila perlu
- Peningkatan diameter anterior abnormal)
 Berikan pelembab udara kassa
posterior  Tanda- tanda vital dalam rentang
basah NaCl lembab
- Pernapasan cuping hidung normal(tekanan darah, nadi,
 Atur intake untuk cairan
- Ortopneu pernafasan)
mengoptimalkan keseimbangan.
- Fese ekspirassi memanjang
 Monitor respirasi dan status O2
- Pernapasan bibir
- Takipneu Oxygen Therapy

- Penggunaan otot eksesorius untuk  Bersihkan mulut, hidung dan


bernapas sekret trakea
Faktor faktor yang berhubungan :  Pertahankan jalan nafas yang
- Ansietas paten
- Posisi tubuh  Atur peralatan oksigen
- Defomitas tulang  Monitor aliran oksigen
- Defomitas dinding dada  Pertahankan posisi pasien
- Keletihan
 Observasi adanya tanda – tanda
- Hiperventilasi
hiperventilasi
- Sindrom hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien
- Gangguan muskuloskeletal
terhadan oksigenasi
- Kerusakan neurologis
- Imaturitas neurologis
Vital Sign Monitoring
- Disfungsi neuromuskular
 Monitor TD,nadi,suhu,dan RR
- Obesitas
 Catat adanya fluktuasi tekanan
- Nyeri
darah
Keletihan otot pernafasan cedera
 Monitor Vs saat pasien berbaring,
medula spinalis
duduk n, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR,sebelum,selama,dan setelah
aktivitass
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernafasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC: NIC:
napas berhubungan  Respiratory Status: Ventilation
dengan Airway Suction
 Respiratory status: Airway patency 
peningkatan sekresi sekret dan Pastikan kebutuhan oral / trakeal
penurunan batuk sekunder suctioning
akibat nyeri dan keletihan Kriteria Hasil:  Auskultassi suara nafas sebelum
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan sesudah suctioning


Definisi : Ketidakmampuan untuk dan suara nafas yang bersih, tidak Informasikan pada klien dan
membersihkan sekresi atau ada sianosis dan dyspneu(mampu kluarga tentang suctioning
obstruksi dari saluran pernafasan mengelurkan sputum,mampu  Minta pasien nafas dalam
untuk mempertahankan kiebersihan bernafas dengan mudah,tidak ada sebelum suction dilakukan
jalan nafas. suara nafas abnormal)
 Berikan O2 dengan menggunakan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
nasal untuk memfasilitassi suction
Batasan Karakteristik : ( klien tidak merasa tercekik, irama
nasotrakeal
- Tidak ada batuk nafas,frekuensi pernafasan dalam
 Gunakan alat yang steril setiap
- Suara napas tambahan rentang normal,tidak ada suara
melakukan tindakan
- Perubahan frekuensi napas nafas abnormala)
 Anjurkan passien untuk istirahat
- Perubahan irama napas  Mampu mengidentifikasikan dan
dan nafass dalam setelah kateter
- Sianosis mencegah faktor yang dapat
dikeluarkan dari nasotrakeal
- Kesulitan berbicara atau menghambat bjalan nafas
 Monitor status oksigen pasien
mengeluarakan suara
 Ajarkan keluarga bagaimana cara
- Penurunan bunyi napas
melakukan suction
- Dipsneu
- Sputum dalam jumlah yang  Hentikan suction dan berikan
berlebihan oksigen apabila pasien
- Batuk yang tidak efektif menunjukkan
- Orthopneu bradikardi,peningkatan saturassi
- Gelisah O2 ,dll.
- Mata terbuka lebar
Airway Management
Faktor Yang berhubungan:  Buka jalan nafas, gunakan teknik
 Lingkungan: chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Perokok pasif  Posisikan pasien untuk
- Pengisap asap memaksimalkan ventilasi
- Merokok  Identifikasi pasien perlunya
 Obstruksi jalan nafas: pemasangan alat jalan nafas
- Spasme jalan nafas buatan
- Mokus dalam jumlah berlebihan  Pasang mayo bila perlu
- Eksudat dalam jalan alveoli  Lakukan fisioterapi dada jika
- Mareti asing dalam jalan nafas perlu
- Adanya jalan nafas buatan
 Keluarkan sekret dengan batuk
- Sekresi bertahan/sisa sekresi
atau suction
- Sekresi dalam bronki
 Auskultassi suara nafass , catat
 Fisiologis:
adanya suara tambahan
- Jalan nafas alergik
- Asma  Lakukan suction pada mayo
- Penyakit paru obstruktif kronik  Berikan bronkodilator bila perlu
- Hiperplasihiperplasi dinding  Berikan pelembab udara kassa
bronkial basah NaCl lembab
- Infeksi  Atur intake untuk cairan
Disfungsi neuromuskular mengoptimalkan keseimbangan
 Monitor rspirasi dan status O2

3. Gangguan pertukaran gas NOC : NOC:


berhubungan  Respiratory Status:Gas exchange
dengan Airway Management
peningkatan tahanan  Respiratory status: Ventilation
parifer  Buka jalan nafas, gunakan teknik
pembuluh darah paru  Vital Sign status chin lift atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan passien untuk
Batasan Karakteristik :  Mendemonstrasikan peningkatan mamaksimalkan ventilasi
- Dispnea ventilassi dan oksigenassi yang  Identifikasi pasien perlunya
- Takipnea adekuat pemasangan alat jalan nafas
- Sianosis  Memelihara kebersihan paru – paru buatan
- Gerakan dada paradoksial dan bebas dari tanda – tanda distress
 Pasang mayo bila perlu
- Berkurang/tidak ada bunyi nafas pernafasan
 Lakukan fisioterapi dada jika
- Ronki kasar/halus  Mendemonstrasikan batuk efektif
perlu
- Hemoptisis dan suara nafas yang bersih,tidak
 Keluarkan sekret dengan batuk
- Gelisah/ kekacauan mental ada sianosis dan dyspneu ( mampu
atau suction
- GDA abnormal mengeluarkan sputum, mampu
 Auskultassi suara nafass , catat
- Nyeri dada meningkat bila nafas bernafas dengan mudah,tidak ada
adanya suara tambahan
dalam pursed lips)
 Lakukan suction pada mayo
- Penggunaan otot  Tanda – tanda vital dalam rentang
aksesori
 Berikan bronkodilator bila perlu
pernafasan normal
 Berikan pelembab udara kassa
- Deviasi trakea
basah NaCl lembab
- Bunyi abnormal perkusi dada
 Atur intake untuk cairan
- Batuk tidak efektif
mengoptimalkan keseimbangan
 Monitor rspirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
 Monitor rata – rata ,kedalaman,
irama, dan usaha respirasi
 Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan,pengguanaan otot
tambahan,retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas,seperti
dengkur
 Monitor pola
nafas:bradipneu,takipneu,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
 Catat lokassi trakea
 Monitor kelelahan otot
diafragma(gerakan paradoksis)
 Auskultassi suara nafas ,catat area
penurunan/ tidak adaventilasi dan
suara nafas tambahan
 Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan rocki pada jalan nafs trauma
 Auskultassi suara paru setelah
tindakan untuik mengetahui
hasilnya.
4.  Pain level
Nyeri akut berhubungan dengan Pain managemen
trauma jaringan dan  Pain control
reflek  Lakukan pengkajian nyeri secara
spasme otot sekunder.  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
Batasan Karakteristik :  Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan kualitas dan faktor
Menyatakan merasa tidak nyaman, penyebab nyeri, mampu presipitasi
menjaga dada, pernafasana dangkal, menggunakan 
teknik Observasi reaksi nonverbal dari
wajah meringis, merintih. nonfarmakologi untuk mengurangi ketidaknyamanan
nyeri, mencari bantuan)  Gunakan teknik komunikasi
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui
dengan menggunakan manajemen pengalaman nyeri
nyeri  Kaji kultur yang mempengaruhi
 Mampu mengenali nyeri respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan
dukungan
 Kurangi faktor prespitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV,IM
unyuk pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektitas analgesik, tanda
dan gejala
5. Gangguan mobilitas fisik NOC: NIC :
berhubungan  Energy Consevation
dengan Activity Therapy
ketidakcukupan kekuatan  Activity tolerance
dan  Kolaborasikan dengan tenaga
ketahanan untuk  SelfCare: ADls
ambulasi rehabilitasi medik dalam
dengan alat eksternal merencanakan program terapi
Kriteria Hasil : yang tepat
- Berpartisipassi dalam aktifitas fisik Bantu klien untuk
tanpa disertai peningkatan tekanan mengidentifikasi aktivitas yang
darah , nadi dan RR mampu dilakukan
- 
Mampu melakukan aktifitass sehari Bantu untuk memilih aktivitas
- harib (ADLs)secara mandiri yang konsisten yang sesuai dengan
- Tanda – tanda vital normal kemampuan fisik , psikologi dan
- Energy psikomotor sosial
- Level kelemahan  Bantu untuk mengidentifikasi dan
- Mampu berpindah:dengan atau mendapatkan sumber yang
tanpa bantuan alat diperlukan untuk aktivitas yang di
- Status kardiopulmonari adekuat inginkan
- Sirkulassi status baik
 Banytu untuk mendapatkan alat
- Status respirasi: pertukaran gas dan
bantuan aktivitas seperti kursi
ventilasi adekuat
roda, krek,
 Bantu untuk mengidentivikasi
kegiatan yang disukai
 Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien / keluarga untuk
,mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktifitas
 Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diridan
penguatan
 Monitor respon fisik,emosi,sosial
dan spiritual
6. Kecemasan berhubungan dengan Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
kurang pengetahuan tentang Coping Kecemasan)
kondisi, pemeriksaan diagnostic, Impulse control  Gunakan pendekatan yang
rencana pengobatan. menenangkan
Kriteria Hasil  Nyatakan dengan jelas harapan
Batasan Karakteristik :  Mengidentifikasi,mengungkapkan terhadap pelaku pasien
Menyatakan kurang mengerti, dan menunjukkan teknik untuk  Pahami prespektif pasien terhadap
meminta informasi, melaporkan mengontrol cemas
merasa cemas atau gugup, gelisah, Vital sign dalam batas normal situasi stress
ekspresi wajah yang tegang.  Postur tubuh,ekspresi wajah,bahasa  Temani pasien untuk mengurangi
tubuh dan tingkat aktivitas kecemasan
menunjukkan berkurangnya cemas  Lakukan back/neck rub

 Identifikasi tingkat kecemasan


 Bantu pasien mengenali situasi
yang menimbulkan kecemasan
 Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
 Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan

3.3 IMPLEMENTASI
Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan disesuaikan dengan keadaan pasien
dirumah sakit pekasanaan perupakan pengelolahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi beberapa bagian, yaitu
validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.

3.4 EVALUASI
1. Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
2. Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan dengan
standart yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai sebagian : Pasien menunjukkan perubahan sebagai
sebagian sesuai dengan standart yang telah
ditetapkan.
- Tujuan tidak tercapai : Pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali.

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Trauma thorax dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa sehingga ada hubungan udara luar dan dengan rongga pleura,
sehingga paru menjadi kuncup, Seringkali hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap
inspirasi/sucking chost wound.
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebab nya, seperti menghindari terjadinya
trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang
menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

4.2 SARAN
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, epidemologi, anatomi dan fisiologi pada thorak,
penatalaksanaan trauma dada, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik untuk trauma dada, agar dalam menjalankan proses
keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat
kesembuhan yang maksimal pada klien trauma dada. Selain itu, mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi
seminar dan membaca dari berbagai sumber.

DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1.Jakarta : EGC
Nurafif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Purnama, Feby Tentorium. Primary Survay Pada Trauma.http://febypurnama-tentorium.blogspot.com/2010/04/primary-survey-pada-trauma-
toraks.html. Diakses tanggal 7 Juni 2014 Pukul 15.02 WIB

Rahmasari, Ikrima. Keperawatan Gawat Darurat Trauma Thorax.http://gadar-stikesaisyiyahsurakarta.blogspot.com/p/trauma-thorax.html.


diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 15.00 WIB.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
__________.Asuhan Keperawatan Trauma Thorax.http://putriatkinson.blogspot.com/2013/09/asuhan-keperawatan-trauma-thoraks.html. di
akese tanggal 7 Juni 2014 Pukul 15.02 WIB

__________.12 Primary and secondary survey.http://www.rch.org.au/paed_trauma/manual/12_Primary_and_secondary_survey/. Diakses


tanggal 7 Juni pukul 15.11 WIB

Anda mungkin juga menyukai