Anda di halaman 1dari 41

CASE REPORT

DIARE AKUT TANPA DEHIDRASI (DATD)

Disusun oleh:

Nadia Bella Roselina

1102013197

Pembimbing:

dr. Iwan Abdurakhman, Sp.A,M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUBANG

PERIODE 12 MARET- 19 MEI 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas
rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “DIARE
AKUT TANPA DEHIDRASI (DATD) sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Subang.

Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga referat ini selesai tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril
maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang tulus kepada dr. Iwan Abdurrakhman, Sp.A,M.Kes selaku pembimbing
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Subang yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan
kritik kepada penulis dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini, terdapat
kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata bahasa
yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang
dibuat. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca
dalam memberikan sumbang pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran.

Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu merahmati
kita semua.

Subang, Mei 2018

Penulis

BAB I
2
PENDAHULUAN

Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia
yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari
seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia menunjukkan
penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995).
Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok balita berdasarkan
survey serupa, yaitu 40% (1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001).5 Tetapi, penurunan
angka mortalitas akibat diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya.

Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit,
akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma
malabsorpsi. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolic karena kehilangan basa.

Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak
terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.

BAB II

3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. SA
Tempat dan Tanggal Lahir : Subang, 19 Oktober 2015
Umur : 2 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gg. Tongeng
Tanggal Masuk RS : 3 Mei 2018
Tanggal Periksa : 3 Mei 2018

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. A


Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta

Nama Ibu : Ny. H


Umur : 33 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

III. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien, Ny.H pada tanggal 3 Mei
2018 di Poliklinik Anak RSUD Subang

A. Keluhan utama :
BAB cair

B. Riwayat penyakit sekarang :


Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh BAB cair, hari
pertama BAB sebanyak 4 kali dan hari kedua sebanyak 2 kali namun tidak banyak.

4
BAB cair berupa air dan ampas, warna feces kuning kecoklatan. Keluhan disertai
dengan muntah 1 kali berisi makanan.
Keluhan seperti BAB berdarah, seperti air cucian beras disangkal. Dilingkungan
sekitar tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa, tidak rewel dan gelisah, nafsu
makan baik dan tidak lebih haus dari biasanya. Tidak mengalami penurunan berat
badan. Tidak terjadi kejang dan BAK masih dalam batas normal.

C. Riwayat penyakit dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama .

D. Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

E. Riwayat pengbatan:
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

F. Riwayat kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan:


Riwayat kehamilan :
Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke dokter Sp.OG dan
bidan. Ibu pasien juga mengkonsumsi makanan cukup nutrisi serta vitamin. Riwayat
mengkonsumsi alkohol, obat-obatan, merokok, jamu-jamuan disangkal. Tidak ada
riwayat hipertensi dan demam selama kehamilan.

Riwayat persalinan :
Pasien lahir dari ibu G3P20A0, cukup bulan, secara spontan kepala, ditolong oleh
bidan, dengan berat badan lahir 3400 gram, panjang badan 50 cm, lahir langsung
menangis, ketuban jernih, tidak ada lilitan tali pusat dan perdarahan.

Riwayat pasca lahir :


Tidak ada keluhan kelainan bawaan.

G. Riwayat Makanan :
5
Ibu mengaku anak diberi ASI sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, selain ASI
anak juga mendapat makanan pendamping ASI berupa bubur susu, nasi tim, dan
buah. Anak sudah diberikan nasi biasa dan lauk pauk seperti makan keluarga saat
umur 1 tahun. Pola makan anak saat ini biasa mengkonsumsi masakan yang di
masak oleh ibu. Frekuensi makan 2-3 kali dalam sehari.

H. Perkembangan :
Perkembangan anak sejak lahir hingga saat ini tidak ada keluhan maupun
keterlambatan, perkembangan sesuai dengan anak-anak seusianya.
Pasien mulai tengkurap pada usia 5 bulan
Pasien mulai duduk usia 7 bulan
Pasien mulai berdiri usia 9 bulan
Mulai berjalan usia 1 tahun 3 bulan

I. Imunisasi

Ibu pasien mengatakan pasien di imunisasi lengkap yaitu:

Macam Dasar
I II III IV
BCG  (1 bulan)
DPT  (2bln)  (3bln)  (4 bln)
Hepatitis B  (lahir)  (2 bln)  (3bln)  (4bln)
Hib  (2 bln)  (3bln)  (4bln)
Polio  (1bln)  (2bln)  (3 bln)  (4bln)
IPV - - - -
Campak  (9 bln)  (15
bulan)

6
J. Sosial ekonomi dan lingkungan

Sosial Ekonomi

Ayah pasien merupakan karyawan swasta dan ibu pasien merupakan ibu r
umah tangga. Jumlah anggota keluarga yang dihidupi yaitu lima orang.

Lingkungan :
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kedua kakaknya. Memiliki rumah
1 lantai dengan 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi dengan lantai keramik. Sumber
air didapatkan dari PDAM. Terdapat ventilasi disetiap ruangan.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum :
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
2. Kesadaran : Compos mentis. E4, M6, V5 (GCS total:15)
3. Tanda Vital :
Frekuensi nadi : 120 x/menit, teratur, teraba kuat,isi cukup.
Frekuensi napas : 24 x/menit
Suhu : 36,1°C
SpO2 : 99%
4. Status Gizi :
Klinis : Normal
Berat badan (BB) : 15,5 kg
Tinggi badan : 92 cm
- Status gizi Berat Badan menurut usia
= 15,5 kg / 31 bulan
= 1 SD ( Gizi Baik )
- Status gizi Tinggi Badan menurut Usia
= 92 cm / 31 bulan
= Median sampai -1 SD ( Normal )
- Status gizi Berat Badan Menurut Tinggi Badan
= 15,5 kg / 92 cm
= 1 SD sampai 2 SD ( Normal )

7
- IMT ( Indeks Massa Tubuh )
= BB/ TB2
= 15,5 kg/ 0,922
= 18,2
= 1 SD sampai 2 SD ( Normal )

B. Pemeriksaan Khusus :
1. Kulit : Putih, tidak pucat, tidak sianosis
2. Kepala :
Normocephale, ubun-ubun besar tidak cekung
3. Rambut :
Berwarna hitam, tidak mudah dicabut
4. Mata :
Konjungtiva anemis (-/-), Konjungtiva hiperemis (-/-) Sklera ikterik (-/-),
Air mata (-/-), Tidak cekung
5. Telinga :
Tidak ditemukan kelainan dan tidak ada sekret yang keluar dari liang telinga
6. Hidung :
Epistaksis (-), Nafas cuping hidung (-/-) Discharge (-)
7. Mulut :
Bibir tidak kering, Lidah merah dan tidak kotor, faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1, uvula tidak deviasi, ginggiva tidak ada perdarahan.
8. Leher :
Tidak ditemukan pembesaran pada KGB
9. Dada :
a. Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak ada vibrilasi.
 Perkusi : Sulit dinilai
 Auskultasi : Reguler, gallop (-), murmur (-)
b. Paru
 Inspeksi : Hemithorax simetris, retraksi (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

8
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler, Wheezing (-), Ronki (-)

10. Abdomen :
 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Supel, nyeri tekan ulu hati (-), hepar dan lien tidak
teraba, undulasi (-), turgor kembali cepat
 Perkusi : Tympani pada seluruh lapang abdomen, shifting
dullness (-)
 Auskultasi : Bising usus (+)

11. Genitalia : Tidak ada kelainan

12. Ekstremitas :
Ekstremitas atas : Akral hangat (+), edema (-), capillary refilll
time < 2 detik,
Ekstremitas bawah : Akral hangat (+), edema (-), capillary refilll
time <2 detik
C. DATA LABORATORIUM

Tidak dilakukan

D. RINGKASAN DATA DASAR


RESUME
Seorang anak perempuan, berusia 2 tahun 7 bulan, berat badan 15,5 kg, tinggi
badan 92 cm, datang dengan keluhan BAB cair 2 hari sebelum ke rumah sakit, hari
pertama BAB sebanyak 4 kali dan hari kedua sebanyak 2 kali. BAB cair berupa air
dan ampas, warna feces kuning kecoklatan. Keluhan disertai dengan muntah 1 kali
berisi makanan. Pada pemeriksaan fisik dan tanda vital dalam batas normal.

E. DIAGNOSIS KERJA
Diare Akut Tanpa Dehidrasi

F. DIAGNOSIS BANDING

9
Diare Akut Non Invasif Tanpa Dehidrasi
Diare Sekretorik Tanpa Dehidrasi

G. RENCANA PENGELOLAAN
A. Usulan Pemeriksaan
- Darah perifer lengkap
- Elektrolit
- Feces

B. Tatalaksana
Zink Syrup 1x1 cth

Oralit 100-200 ml setiap kali BAB

Lanjutkan pemberian makanan dan perbanyak minum

Edukasi kepada orang tua

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam

BAB II

10
TINJAUAN PUSTAKA

I. Diare Akut

I.1 Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu tiga
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang
berdarah

Diare akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja, dengan
frekuensi lebih dari tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari.1

I.2 Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk


di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada
anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap
tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara
berkembang. Berdasarkan Riskesdas 2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan
oleh diare, untuk golongan 1-4 tahun, kematian akibat diare mencapai 25.5%. 2

I.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui "4F" yakni finger (jari), flies (lalat),
fluid (cairan), dan field (lingkungan).

A. Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:


1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
2) Tidak memadainya penyediaan air bersih

11
3) Pencemaran air oleh tinja
4) Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
5) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
6) Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
7) Gizi buruk
8) Imunodefisiensi
9) Berkurangnya asam lambung
10) Menurunnya motilitas usus
11) Menderita campak dalam 4 minggu terakhir
12) Faktor genetic
B. Faktor lainnya :
a) Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak.
b) Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.
c) Faktor musim
Daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan
diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

I.4 Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis,
keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare pada 25
tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80%

12
penyebabnya diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25
jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi5.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%) sedangkan virus
lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus. Bakteri
yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus,
Compylobacter jejuni, Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli,
Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan
Yersinia enterocolitica, Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium
coli, Capillaria phiplippinensis, Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia
lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides
stercorlis, dan trichuris trichiura. 4, 5
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan
Cryptosporidium.

A) Rotavirus.

Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi
duodenum penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata
kemudian Rotavirus ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang
paling sering, terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan
penelitian di beberapa Rumah Sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-
60% diare akut disebabkan oleh Rotavirus.

Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi
sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan
mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari
semua ini adalah terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan
juga akan terjadi gangguan pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat
karena defisiensi enzim disakaridase akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.

B) Escherichia coli.

E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan
penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal
5 golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic
13
Escherichia coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive
Eschericia coli), EAEC (Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC
(Enterohemorrhagic Escherichia coli).2

ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.


Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan
minuman yang telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1)
faktor kolonisasi, yang menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus
(enterosit) dan 2) enterotoksin. Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat
dalam plasmid, yang dapat ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam
toksin yang dihasilkan oleh ETEC, yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin
= LT) dan toksin yang tahan panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan
diare dengan jalan merangsang aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin
kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui
enzim guanil siklase yang akan meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun
cGMP akan menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi
diare. Bakteri ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC
tidak menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus
halus (invasif). Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga
lebih lama (menetap, persisten).2

EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan
anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada
mukosa usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini
pada mukosa usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan
membentuk toksin yang melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada
bayi dan sering menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum
ASI.

EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB)
diare karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri
ini menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di
dalam kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja
penderita, sering ditemukan eritrosit dan leukosit.2

14
EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini
mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari
(prolonged diarrhea).2

EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan
kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang
matang. Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit
panas, diare cair disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat
menyebabkan edem dan perdarahan usus besar.2

C) Shigella spp.

Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik
sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus
ani, dan tinja yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang
manusia di daerah tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella
sonnei lebih sering terjadi di daerah sub tropis.2

Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan
mengeluarkan leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering
diserang adalah bagian terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini
terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus
kecil-kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel
darah putih, masuk ke dalam lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja.2

D) Campylobacter jejuni.

C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya sekitar


5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut
disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di
tempat tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin
yaitu sitotoksin dan toksin LT.2

Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe

15
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik
karena invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah
dan sel-sel radang.2

E) Cryptosporodium.

Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap sebagai penyebab diare
terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang
saja. Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan diare
pada manusia yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di
negara berkembang Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak.
Penularan melalui oro-fekal dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi
kerusakan mukosa usus oleh perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga
terjadi gangguan absorpsi makanan.

Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di bawah
3 tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga agen
infektif yang secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada anak
penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik
Rotavirus jelas merupakan penyebab diare akut yang paling sering diidentifikasi pada
anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang.6 Diare dapat disebabkan oleh alergi atau
intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu, makanan asing terdapat individu
tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan
makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat
juga menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga
organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas.5,6 Di
samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting.
Diare juga berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis,
campak atau pada infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang tenggorokan,
dan otitis media.5,6
Tabel 1. Etiologi Diare Akut
Infeksi
1. Enteral

16
 Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entreo
colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus, VNAG, Staphylococcus
aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteis, dll
 Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus
(CMV), echovirus , virus HIV
 Parasit – Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporadium
parvum, Balantidium coli.
 Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S. Sterocoralis,
cestodiasis dll
 Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diartthea: E.Coli, Giardia
lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
 Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus, S. aureus,
Streptococcus anhaemohytivus, dll
 Alergi: susu sapi, makanan tertentu
 Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa),
disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak: rantai panjang trigliserida, protein:
asam amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows
milk, vitamin &mineral

Imunodefisiensi
Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi
Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropatik diabetik)

I.5 Patofisiologi / Patogenesis

1.5.1 Patogenesis

Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Pembagian diare menurut etiologi

17
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi

3. Pembagian diare menurut lamanya diare:

a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi

c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

Patogenesis:

18
1.5.2 Patofisiologi

Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon
yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses
sekresi. Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2

19
Diare Sekretorik
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadi
diare. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang
banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum

Diare Osmotik
Epitel usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekastraseluler. Akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap seperti magnesium, glukosa, sukrosa,
laktosa, dan maltose sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Malabsorpsi Asam Empedu dan Lemak


Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati.

Defek Sistem Pertukaran Anion/Transport Elektrolit Aktif di Enterosit


Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+, K+, ATPase di
enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.

Motilitas dan Waktu Transit Usus yang Abnormal


Hipermotilitas (peningkatan pergerakan usus) dan iregularitas motilitas usus akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul
diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Penyebabnya antara lain: Diabetes Melitus,
pasca vagotomi, hipertiroid.

Gangguan Permeabilitas Usus


Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan
morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.

20
Diare Inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat
kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan
sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.

Diare Infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare
oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif
menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebutDiare akibat
gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a) Konsumsi magnesium
hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi sukrase-isomaltase; c)
Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian
proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat adanya
perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah, maka pada segmen jejunum yang
bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen hehunum, dan air akan terkumpul di dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.2

I.6 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng, suhu
tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja
akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-
kelamaan berubah menjadi kehijau- hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit.

21
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai
tampak. Akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan
denyut jantung, penurunan kesadaran dan diakhiri dengan syok, berat badan menurun, turgor
kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung, dan selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi
kering

Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.

Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


klinik

Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual Sering Jarang Sering + - -


muntah

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Sering kramp


kramp kolik kramp

Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit

Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10 /hari > 10x/hari Sering sering Sering Terus menerus

22
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
sering

Darah - ± Kadang - + -

I.7 Diagnosis

1.7.1 Anamnesis

Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan tiga hal berikut : 1)
Persistensinya; 2) Etiologi; 3) Derajat dehidrasi. Hal-hal ini dapat diketahui melalui anamnesa
yang terperinci.1

Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, sudah
berapa lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga
nantinya dapat ditentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare persisten.
Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan penyulit ataupun komplikasi
dari diare tersebut.1

Untuk menentukan etiologi, diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan
adanya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan pada
orang tua pasien maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare
pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat
dan menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rektum, dan
tenesmus.1

Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti,
terutama pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah
yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien
mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya.1

1.7.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut : berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda untama dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen, serta

23
tanda-tanda tambahan lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah.2,3,4 Karena seringnya
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya asam
laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.3

Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat ditemukan pada keadaan hipokalemi. Dilakukan
juga pemeriksaan pada ekstremitas berupa capillary refill untuk menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :

a. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat,


dehidrasi, Sedang, Kehilangan Kehilangan BB > 9%
Kehilangan BB <3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, tidak
gelisah, irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardia,
bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang minimal

24
b. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit)

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda DEHIDRASI BERAT


berikut :
Letargis atau tidak sadar.
Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum.
Cubitan kulit perut kembalinya lambat.
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tada DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
berikut :
Gelisah, rewel/marah.
Mata cekung.
Haus, minum dengan lahap.
Cubitan kulit di perut kembalinya lambat.
Tidak cukup tanda-tanda untuk TANPA DEHIDRASI
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau
ringan/sedang.

c. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 2005

Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar. *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering.
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat

25
Hasil pemeriksaan : Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi Dehidrasi berat bila
ringan-sedang bila ada1 tanda *
ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain.
tanda lain
Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

1.7.3 Laboratorium

1. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan saat diare akut:


- Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika
- Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
- Feces

2. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.

A. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
B. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.

Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen

Tes Laboratorium Organisme diduga/identifikasi

Mikroskopik: lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi


sitotoksin

26
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika,
Cryptosporidium, I. belli, Cyclospora

Rhabditiform lava Strongyloides

Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Campylobacter jejuni

Kultur tinja: Standard E. coli, Shigella, Salmonella,


Camphylobacter jejuni

Kultur tinja: Spesial Y. enterocolitica, V. cholera, V.


parahaemolyticus, C. difficile, E.coli,
O157:H7

Enzym immunoassay atau latex aglutinasi Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus,


C. difficile

Serotyping E. coli, O 157 : H7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth enrichment Salmonella, Shigella

Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR untuk genus virulen

3. Pemeriksaan mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab
diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y. enterolytica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosut yang
ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear.
Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E.
hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada
umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan
pemeriksaan untuk mencari telur atau parait kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke

27
daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau
pada pasien immunocompromised.

I.8 Penatalaksanaan

1.8.1 Terapi Cairan

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan Diare
pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada
panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi
bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen
Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:

Departemen menetapkan Lima pilar pilar penatalaksanaan diarebagi semua kasus diare
pada anak balita baik yang dirawat d rumah maupun di rumah saikt :

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit

Oralit disini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah, lebih mendekati osmolaritas plasma,
sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.. Keamanan oralit ini sama
dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit
formula lama. Oralit baru dengan osmolaritas rendah ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta
mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.A. Berikut
ini adalah tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :

1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi :

28
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Pencegahan Dehidrasi)
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
- Teruskan mengobati anak diare di rumah.
- Berikan terapi awal bila terkena diare.
MENERANGKAN EMPAT CARA TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair
(seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk anak,
seperti dijelaskan di bawah ( Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat, lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah.
- Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. BERI TABLET ZINC


- Dosis zinc untuk anak-anak :
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari.
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari.
- Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari
diare.
- Cara pemberian tablet zinc :
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan di dalam air matang
atau oralit.

3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI


- Teruskan ASI.
- Bila anak tidak mendapatkan ASI, berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak
kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu.
- Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat :

29
 Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging
atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur setiap porsi.
 Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan kalium.
 Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik.
 Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.
 Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.

4. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK


DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SEBAGAI BERIKUT :
- Buang air besar lebih sering.
- Muntah terus-menerus.
- Rasa haus yang nyata.
- Makan atau minum sedikit.
- Demam.
- Tinja berdarah.

5. ANAK HARUS DIBERI ORALIT DI RUMAH APABILA :


- Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare memburuk.
- Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas
kesehatan merupakan kebijakan pemerintah.

2. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

RENCANA TERAPI B
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
( Pengobatan dehidrasi ringan-sedang)
Pada dehidrasi rinngan-sedang, Cairan Rehidrasi Oral diberikan dengan pemantauan yang
dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang
akan diberikan selama 4 jam pertama.
30
umur Lebih dari 4 4-12 bulan 12 bulan-2 2-5 tahun
bulan tahun
Berat badan < 6 Kg 6 - < 10 Kg 10 - < 12 Kg 12-19 Kg
Dalam ml 200-400 400-700 700-900 900-1400
Jumlah Oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan
75 ml X Berat Badan Anak
Jika anak minta minum lagi, berikan.
- Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral
 Berikan minum sedikit demi sedikit.
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral pelan-
pelan.
 Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta.
- Setelah 4 jam :
 Nilai ulang derajat dehidrasi anak.
 Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi.
 Mulai beri makan anak di klinik.
- Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
 Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah.
 Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
Rencana Terapi A.
 Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah.

Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak :

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/Liter


Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
31
Kalium 20
Sitrat 10
Total Osmolalitas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru


b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24
jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:
1) Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
2) Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
d) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.
Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat

32
33
Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di
dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang
memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga
dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak-anak:
1) Anak di bawah umur enam bulan : 10 mg (setengah tablet) per hari
2) Anak di atas umur enam bulan : 20 mg (satu tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk
bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang
lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

ASI dan makanan tetap diteruskan

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak mampu menerima.
Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi
teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan
makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung
kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat.

34
Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan
anak sehat. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau.
Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap tiga jam.
Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak
diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat
sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam
(pH < 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%,. Setelah diare berhenti,
pemberian tetap dilanjutkan selama dua hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2 – 3 hari.

Bila anak berumur empat bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (enam kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan.
Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari : makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang,
gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5 –
10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus
dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan
sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang
baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung
banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya
dihindari.

Antibiotik Selektif

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi
terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui

35
mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan
struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas membran terhadap
antibiotik.

Nasihat pada ibu atau pengasuh

Nasihat pada ibu atau pengasuh: Kembali segera ke pelayanan kesehatan jika demam, tinja
berdarah dan berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam tiga hari.

Berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara berkembang lainnya, diketahui


bahwa sebagian besar penderita diare biasanya masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau
belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan
perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang
ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang
dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, satu diantaranya disertai komplikasi serta penyakit
penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data diatas, sesuai dengan
panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi
cairan dan elektrolit per-oral serta melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non
spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila
ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat.

1.8.2 Terapi Medikamentosa

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi
disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik.1,2
Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.1,2,4

Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap
Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada tahap awal diberi
antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat ini telah banyak strain
Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin, mentronidazol,tetrasiklin, golongan
aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan kotromoksazol sehingga WHO tidak
merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat pilihan untuk pengobatan disentri
berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-
50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari
36
pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare
berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada
perbaikan, maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan
antibiotik yang sensitif terhadap Shigella berdasarkan area.1

A. Antibiotika pada diare

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline Erythromycin

12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecillinam

15 mg/kgBB 20 mg/kgBB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxone

50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)

Giardiasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

I.9 Komplikasi

Gangguan Keseimbangan Elektrolit


37
Gangguan keseimbangan elektrolit dapat terjadi karena elektrolit ikut keluar dalam tinja cair
saat diare terjadi. Gangguan keseimbangan elektrolit akibat diare ada tiga yang sering terjadi
yaitu hipo/hipernatremia dan hipokalemia. Hiponatremia dapat terjadi pada anak yang diare
yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam. Hiponatremia
sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan anak malnutrisi berat dengan oedema. Kejadian
hiponatremia ditemukan sebanyak 44,8% pada diare akut dengan dehidrasi berat.
Hipernatremia biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan
yang kurang, atau cairan yang diminum terlalu banyak mengandung natrium. Ditemukan
10,3% anak yang menderita diare akut dengan dehidrasi berat mengalami hipernatremia.
Penggantian Kalium selama rehidrasi yang tidak cukup, akan menyebabkan terjadinya
hipokalemia yang ditandai dengan kelemahan otot, ileus paralitik, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemia ditemukan pada sebanyak 62% anak yang menderita diare akut
dengan dehidrasi berat.

Demam
Infeksi shigella disentriae dan rotavirus sering menyebabkan demam. Pada umumnya demam
timbul bila penyebab diare masuk dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena
dehidrasi. Demam yang timbul karena dehidrasi biasanya tidak tinggi dan akan turun setelah
mendapat hidrasi yang cukup. Demam dan muntah ditemukan sebanyak 41,3% pada anak
dengan diare akut yang disebabkan oleh rotavirus.

Oedema atau Overhidrasi


Oedema (penumpukan cairan) dapat terjadi jika pemberian hidrasi tidak diamati sehingga
cairan yang diberikan lebih dari yang seharusnya.

AsidosisMetabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan
ekstraseluler. Sebagai kompensasi, terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan
pernapasan kusmaul. Sinuhaji (2007) menemukan 6,6%-7% bayi/anak yang dirawat dengan
diare akut mengalami asidosis metabolik. Komplikasi diare akut dengan dehidrasi berat yang
ditemukan terbanyak adalah asidosis metabolik sebesar 75,9%.

Ileus Paralitik
Ileus paralitik dapat terjadi akibat penggunaan obat antimotalitas. Ileus paralitik ditandai
38
dengan perut kembung, muntah, dan peristaltik usus berkurang atau tidak ada.

Kejang
Kejang dapat terjadi pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi atau selama
pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh hipoglikemia, kebanyakan terjadi
pada anak dengan malnutrisi berat, hiperpireksia, hipernatremia atau hiponatremia.

Gagal Ginjal Akut


Dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat dan syok. Bila pengeluaran kencing belum terjadi
dalam waktu 12 jam setelah hidrasi cukup, maka dapat didiagnosis gagal ginjal akut.

I.10 Pencegahan

1) Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare kuman-kuman pathogen


penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman
penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang
terbukti efektif, meliputi:

A. Pemberian ASI yang benar


B. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
C. Penggunaan air bersih yang cukup
D. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan
E. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
F. Membuang tinja bayi yang benar
2) Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak

I.11 Prognosis

39
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup
membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung
dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffire M, Mulyani NS. Modul Pelatihan Diare. UKK GastroHepatologi IDAI.2009.


2. Subagyo B, Santoso NB, 2012, Diare Akut, dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi, ed 1. Jilid 1,Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 87-119.
3. Suraatmaja S. 2007, Diare Akut, dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak, ed 2,
Sagung Seto, Jakarta, hal1-24.
4. Pudjiadi A.H dkk, 2009, Diare Akut, dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jilid 1. Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 58-62.

5. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002

6. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut


dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003

7. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan
makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2003

8. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu


Kesehatan Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994

9. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermasalah. Depkes RI 1999 ;


31

41

Anda mungkin juga menyukai