Anda di halaman 1dari 40

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

III.1. Pengertian Arsitektur


Arsitek adalah perencana bangunan, sedangkan Arsitektur
adalah hasil dari rancangan Arsitek yang berbentuk bangunan dengan
pemikiran yang matang dalam pembentukan ruang. Pembaharuan
arsitektur secara menerus adalah disebabkan perubahan konsep ruang.

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan.


Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan
membangun lingkungan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota,
perancangan perkotaan, arsitektur landscape, hingga ke level mikro
yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk, arsitektur juga
merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.25
Menurut
Beberapa Pakar Ahli tentang Definisi Arsitektur yaitu:
 Menurut Djauhari Sumintardja:
Arsitektur merupakan sesuatu yang dibangun manusia untuk
kepentingan badannya (melindungi diri dari gangguan) dan
kepentingan jiwanya (kenyamanan, ketenangan, dll).

 Menurut Van Romondt:


Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia dengan bahagia.
Ruang berarti menunjuk pada semua ruang yang terjadi karena
dibuat oleh manusia atau juga ruang yang terjadi karena proses alam
seperti gua, naungan pohon dan lain-lain.26

25
Arie Hamzah Iskandar, Pengertian Arsitektur Menurut Para Ahli, diakses dari
http://ariehamzahiskandar.blogspot.co.id/2014/09/dunia-arsitek.html, pada tanggal 12 Maret 2017
pukul 09.45
26
Ibid

110
 Menurut Robert Venturi :
Arsitektur adalah sebuah permainan tanda, dimana di dalamnya
terdapat hubungan antara penanda (signifier) dan petanda
(signified).27

Dalam kamus Merriam Webster mendefinisikan arsitektur sebagai:


 Seni atau praktek merancang dan membangun suatu bangunan dan
terutama bangunan yang layak ditempati.
 Susunan atau konstruksi sebagai (atau seakan akan sebagai) hasil
dari tindakan yang dilestarikan.
 Produk arsitektural atau karya.
 Metode atau gaya suatu bangunan

III.2. Dekonstruksi dalam Arsitektur


III.2.1. Lahirnya Dekonstruksi
Lahir kira-kira pada musim semi 1977, ketika Peter Eisenman
mempublikasikan editorial ‘Post Functionlaism’-nya, dengan nama
majalahnya ‘opposition’. Hadir sebagai reaksi terhadap pameran
arsitektur rasional dan Ecole des Beaux Arts, pada museum seni
modern, Eisenman mengkarakteristikkan kedua pameran tersebut
sebagai post modern dan bahkan lebih buruknya mengangkat segi-segi
kemanusiaan (humanism) dari sebuah bangunan. Padahal sebagaimana
diketahui bahwa modernisme sangat anti-humanis. Pada dasarnya hal
tersebut merupakan pertanda lahirnya seni abad 19 dan 20 yang mana
abstrak, atonal, dan atemporal. Taktiknya adalah dengan membuat
segalanya yang tipikal menjadi ‘tidak’ atau ‘pemecahan’ bentuk yang
lain.

27
Robert Venturi, Complexity and Contrdiction, New York, 1966.

111
Menggunakan ide Michael Foucault dari new episteme yang
memecahkan humanisme, Eisenman mengedepankan bahwa modern
arsitektur menjauhkan manusia dari pusat bumi ini, memperkenalkan
ide bahwa sesuatu kepemilikan dan fungsionalisme dapat diubah
menjadi atemporal dan mode dekomposisi. Suatu metode desain
dengan bentukan yang diyakini berasal dari seri bagian-bagian – tanda
tanpa makna. Bila ini terdengar familiar, pastilah karena dekonstruksi
telah menjadi salah satu fakultas seni terkemuka di Ivy League, dan
sekarang telah menjadi suatu ortodoks/ paham.

Ditekankan bahwa mereka bukan diibaratkan sebagai orang


Ethuopia yang berharap untuk mengubah lingkungan, melainkan lebih
memainkan bentuk modern dengan memasukkan unsur estetika; kesan
esensial mereka bukanlah etik namun bergaya. Goldbenger mengklaim
bahwa bangunan yang dapat dikategorikan neo-modern saat itu
adalah Bernard Tschumi - parc de la Villette, karena rancangannya
merupakan hasil fantasi tanpa adanya ideologi yang pasti. Pendapat ini
bisa benar dan salah; benar-karena Tschumi membuat bentukan paviliun
dengan memainkan bentuk konstruktivisme yang melayang; one-for
mannerism merupakan salah satu karakteristik dari purna dan post
modern arsitektur. Tschumi berkeras bahwa folies yang ada
mengilustrasikan teori dari dekonstruksi.

Pada ideologi ini, dihubungkan dengan Eisenman, yang benar-


benar memperbarui new modernism dengan bentukannya yang ‘baru’
dalam arsitektur. Anti humanist, decentring, penghilangan manusia dari
dunia, menurut Eisenman akan eksis di filosofi modern, akan tetapi
dalam arsitektur hal itu tidak terjadi. Cukup beralasan sebab, arsitek
hingga sekarang harus menyesuaikan fungsi bangunan mereka dan
menyocokkan dengan lingkungan yang ada. Sekarang new modern tidak
lagi mempercayai humanism; mereka lebih memilih untuk mengerjakan
rancangan mereka sebagai self-justifying, yang bermain dengan ide

112
metafisik. Arsitek-arsitek yang mempelopori aliran ini adalah Peter
Eisenman, Bernard Tschumi, Daniel Libeskind, Fujii, Frank Gehry,
Rem Koolhas, Zaha Hadid, Morphosis/ Thom Mayne dan Hejduk, tapi
bukan Foster, Rogers, Hopkins, Maki dan Pei. Merekalah pembentuk
dekonstruksi dengan melanjutkan gerakan modern dengan cara
mengelaborasi dan menggabungkan bentukan yang kompleks.

III.2.2. Pengertian Dekonstruksi


Hampir semua orang memiliki pemahaman yang berbeda-beda
sejak konsep ini ada pada tahun 1971 dan telah menjadi fokus utama
teori literatur Amerika dan Perancis. Di luar itu, kita harus mewaspadai
central paradox yang mengatakan bahwa dekonstruksi telah menjadi
akademik ortodoks dalam beberapa universitas Amerika, kampus seni
dan arsitektur, dan lain-lain. Dekonstruksi adalah sekolah filsafat di
Perancis pada akhir 1960 dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kritisme di Amerika. Penciptanya adalah Jacques Derrida. Lahir sebagai
respon komplek terhadap teori dan pergerakan filosofi abad 20.28
Sedangkan dalam arsitektur dekonstruksi adalah suatu pendekatan
terhadap perancangan bangunan dengan mencoba melihat arsitektur dari
segi bagian dan potongan. Bentuk dasar arsitektur dirombak
semua. Bangunannya tidak memiliki unsur logis: bentuknya tidak
berhubungan satu sama lain, tidak harmoni, abstrak.29

Dekonstruksi adalah post-strukturalism – yang merupakan


reaksi pertama terhadap teori dan praktek struktural dari Claude Levi
Strauss, Noam Chomsky dan semua yang mendapatkan pengertian dan
pertentangan dalam struktur. Akan tetapi post strukturalisme tidak

28
Encyclopedia of Contemporary Literary Theory (Toronto: University of Toronto Press, 1993)
paragraf pertama.
29
Jackie Craven, Modernism – Picture Dictionary of Modern Architecture, diakses dari
http://architecture.about.com/library/blgloss-deconstructivism.htm, pada tanggal 14 Maret
2017 pukul 12.25

113
memiliki sifat dekonstruksi di dalamnya sebagaimana dimaksudkan
adalah adanya proses dislocation, de-composing, dan de-coding.
(Charles Jencks, 1980).

Untuk singkatnya, bila diturutkan dalam dunia dan hubungan


etymological dari Nietzche dan Derrida, kita dapat mendengar bahwa
kata ‘de’ dan ‘di’ terangkum dalam kata dekonstruksi. Hal ini
memusatkan, mengkomposisikan, dan memisahkan keseluruhan
struktur menjadi 3 bagian: yakni debunk (menghilangkan); derides
(mengejek); dan deprecates (mencela) semua nilai dan norma yang
mana telah ada dalam kehidupan.30

Definisi dekonstruksi cenderung subjektif bila dilihat bagi tiap-


tiap tokohnya. Hal ini tampak jelas, di mana karya-karya arsitekturnya
memiliki karakter yang berlainan satu sama lain, tetapi seolah-olah
memiliki persamaan pada bentuk ‘luarnya’ yang tidak beraturan,
abstrak, hanya berupa imajinasi namun kenyataannya dapat dibangun.
Contoh perbedaan tersebut:
1. Menurut Peter Eisenman
 Wujud dari suatu bangunan tapi mencerminkan segi fungsional
dari bangunan tersebut, tetapi bukan sesuatu yang tematik.
Misalnya : suatu dinding fungsinya sebagai pembatas, tetapi
bentuk atau penampilannya tidak selalu harus terbatas seperti
dinding umumnya (Post functional).
 Dekonstruksi adalah suatu bangunan dengan ide-ide yang tidak
dapat dibangun.

2. Menurut Bernard Tschumi


 Arsitektur suatu bangunan bukanlah merupakan suatu kesatuan
dari susunan massa ataupun keterpaduan dari fungsi, struktur,

30
Kelompok 2 Universitas Kristen Petra, Bab V Arsitektur Dekonstruksi, diakses dari
http://www.oocities.org/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok2/V.htm, pada tanggal
14 Maret 2017 pukul 00.46

114
estetika yang melengkapi secara nyata, tetapi bahkan merupakan
anti sintesa yang berlawanan antara satu dengan yang lainnya.
 Mencakup hal-hal yang bersifat konflik dari pada
menggambarkan suatu objek dengan perbandingan ukuran yang
sebenarnya, dalam arti setiap karyanya tidak berskala dan tidak
dapat diukur dengan tepat.

3. Menurut Zaha Hadid


 Setiap perancangan dari desain suatu karya Arsitektur adalah
merupakan suatu proyek percobaan yang harus menghasilkan
sesuatu yang baru, belum pernah diciptakan orang sebelumnya.
 Nilai dari setiap penciptaan harus abadi, dalam arti berlaku
segala masa, terutama masa akan datang.

4. Menurut Frank Gehry


 Anti post modern; anti classicism-neoclassicism; anti denial;
tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan post
modern sebagai perbendaharaan abstrak.
 Pemikiran suatu desain bukanlah merupakan pemikiran
komplek, tapi hasil dari pemikiran tidak serius. Hasil yang
nampak akan memberi kesan terpecah-pecah.

Dari perbedaan-perbedaan karakter gaya dan aliran 4 tokoh


dekonstruksi di atas akan nampak bahwa makna dekonstruksi itu sendiri
seolah-olah kabur karena tidak adanya kesamaan, sedangkan adanya
kesubjektifan yang nyata dari tiap karakter. Dekonstruksi merupakan
suatu kebangkitan kembali dan perkembangan lanjutan dari apa yang
telah ada di era-era tahun sebelumnya, suatu aliran yang popular dan
berkembang pesat di Rusia, yaitu supprematism dan constructivist.
Dekonstruksi memiliki arti yang berbeda-beda bagi tiap orang. Oleh
karena itu untuk mengerti artinya, maka harus mengerti perbedaan dari
tiap tokoh dan karyanya masing-masing.

115
III.2.3. Aliran-aliran dalam Arsitektur Dekonstruksi
Ada beberapa perbedaan aliran dalam dekonstruksi, yang mana
dipengaruhi oleh pergerakan masing-masing arsitek. Pada dasarnya ada
kecenderungan 4 bagian dekonstruksi yang mana nantinya tiap arsitek
akan memiliki cirri khas aliran sendiri yang akan dibahas pada contoh
kasus berikutnya. Bagian dekonstruksi:31
1. Fragmentation and Discontinuity
Pecahan dan diskontinu. Aliran ini dianut oleh Frank Gehry – yang
mana memecahkan keseluruhan bentukan menjadi berbagai bagian
pecahan dan menjajarkan pecahan-pecahan tadi dengan filsafat
seni.

2. Neo Constructivist yang dipelopori Rem Koolhas dan OMA


Inversional rotasi dari potongan-potongan besar menjadi
dekomposisi perspektif yang distorsinya penuh warna. Atau pula
sebagaimana dapat dilihat pada Parc de La Villette, Tschumi yang
mana dapat terlihat permainan sirkulasi, grid, strip, dan confetti.
Dalam Neo constructivist, Zaha Hadid juga terkenal dengan flying
beam dan cocktail stick, dan proyek lain yang membuat dekonstruksi
jadi begitu indah, dislokasi – mengutip kata-katanya dan Leonidov
– biasa disebut anti gravitasional. Neo constructivist ini terkenal
optimis dan realistik sehubungan dengan mass culture.

3. Folies, Bernard Tschumi


Persilangan antara late constructivist Chernikov, estetik dari
Kandinsky, dan dekonstruksi Perancis (Foucault dan Derrida).
Mereka ini terkenal dan diperhitungkan sebagai titik pergerakan
kemajuan constructivist, akan tetapi ide dan bentuk yang sama
disintesis dan diambil sebagai titik ekstrim oleh Daniel Libeskind.
Ia telah menyerap ‘paham’ dari beberapa sumber antara lain:
fragmentation milik Gehry ; flying beams dan cocktail milik

31
Ibid

116
Koolhas; representasi hermetic milik Eisenman. Kemudian
kesemuanya itu dikombinasikan dengan suatu bentuk dan bahasa
yang lain, yang mana keduanya sangat bersifat personal dan anti
architectural.

4. Positive Nihilism, Peter Eisenman


Peter Eisenman menemukan bahwa representasi itu sendiri
merupakan tujuan akhir dari arsitektur. Adalah benar adanya bahwa
Eisenman telah pasti dengan kehilangan pusat, perbedaan yang
tidak dapat dipisahkan dengan modernism, massa yang uprooted,
akhir dari identitas etnik – akan tetapi tema ini selalu menomor
duakan figure retorisnya dan disublimasi menjadi satu set perubahan
: catachresis, arabesque, grotesques atau pada masa lampau disebut
: scaling, self similarity, dan transformation. Hampir seluruh bagian
arsitekturnya bersifat sangat abstrak (meskipun sekarang beberapa
representasi konvensional telah masuk), ia tetap konsisten.
Kebanyakan orang sulit untuk memahami karyanya, karena konsep
yang ia terapkan sangat sulit dipahami. Satu-satunya cara agar dapat
menghargai karya Eisenman adalah dengan membaca dan melihat
karyanya, maka akan ditemukan estetika, keindahan dan sedikit
pergerakan, namun tetap privat.

III.2.4. Prinsip Arsitektur Dekonstruksi


Prinsip-prinsip arsitektur dekonstruksi adalah sebagai berikut:32
1. Ideologi dekonstruksi antara lain:
 Pentingnya perbedaan, keterbedaan dari yang lain.
 Bentuk asemantik.
 Memperlihatkan ke-dekonstruksiannya dengan kesan “tulisan”
yang didapat dari bangunan.
 Tiap arsiteknya memiliki hak penuh atas desain bangunannya.
 Menaklukkan suatu kasus perancangan.

32
Ibid

117
 Terpecah-pecah, terbagi-bagi (fragmented), tidak jelas
bentuknya (destructive).
 Arsitek adalah metafisika.
2. Gaya yang dianut :
 Kontradiksi antar elemen bangunan, ada irama.
 Kompleksitas disjungsi, kecenderungan kaku; kacau; bengkok
dan berbeda dari yang lain.
 Ruang eksplosif dengan lantai miring (tilted floors); cocktail
sticks; penyimpangan/ pembengkokan (warps); distorsi;
anamorfisme.
 Bentuk abstrak yang ekstrim.
 Frenzled cacophony; violated perfection; random noise.
 Tidak adanya keterikatan antara bentuk dan ruang yang ada di
dalamnya.
 Estetika nol derajat (degree zero), kekosongan erotik mesin
(machine eroticism).
 Ornamen pokoknya : pemecahan/ fractal; skala; self similiarity;
catachresis; apocalypse.
 Memperlihatkan kode pribadi.
 Pro-restricted metaphors: planetary arch; flying beam/ balok
melayang; knife blades; fish bananas.
 Memunculkan kembali sejarah yang ada.
 Kehancuran semu.
 Simbolik pribadi.
3. Ide desainnya antara lain :
 Non place sprawl; grid point; teori chaos/ kehancuran.
 Fungsi indeterminan.
 Ahistorikal dan neo konstruktivis.
 Mengandung banyak kata-kata yang halus (rhetorically
redundant).

118
 Ruang dan massa yang saling berpenetrasi – ‘chora’.
 Objek skulptur yang tidak berkesinambungan.
 Patahan, ruang yang terjadi karena ‘ketidaksengajaan’.
 Dekomposisi, pemusatan ulang.
 Ketidakharmonisan, ‘random noise’.

4. Tanpa disadari dekonstruksi telah menggariskan prinsip-prinsip


penting sebagai berikut:
 Tidak ada yang absolut dalam arsitektur. Tidak ada satu cara atau
gaya yang terbaik. Gaya klasik, tradisional, modern, dan lainnya
mempunyai posisi dan kesempatan yang sama untuk
berkembang.
 Tidak ada antologi dan teologi dalam artsitektur. Tidak ada
tokoh atau figur yang perlu didewakan.
 Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus
segera diakhiri. Perkembangan arsitektur selanjutnya harus
mengarah pada keragaman pandangan dan tata nilai.
 Visiocentrism atau pengutamaan indera penglihatan dalam
arsitektur harus diakhiri. Potensi indera lain harus dimanfaatkan
pula secara seimbang.
 Arsitektur tidak lagi identik dengan produk bangunan. Arsitektur
terkandung dalam ide, gambar, model, dan fisik bangunan
dengan jangkauan dan aksentuasi yang berbeda. Prioritas yang
diberikan pada ide, gambar, model, ke bangunan harus setara
karena ide, gambar, dan model tidak hanya berfungsi sebagai
simulasi atau representasi gedung, tetapi bisa menjadi produk
atau tujuan akhir arsitektur.

III.2.5. Penulusuran Preseden

119
Membahas dekonstruksi dalam arsitektur tidak bisa dilepaskan dari
preseden-preseden yang dihasilkan oleh arsitek-arsitek yang
dikelompokkan dalam arsitek dekonstruksi seperti: Frank Gehry, Peter
Eisenman, Zaha Hadid, Bernard Tschumi, dan Rem Koolhas.
Penelusuran preseden sangat diperlukan untuk menemukan arah
kecenderungan dari paradigma (pola) suatu model sebagai produk dan
objek yang kongkrit dalam mempresentasikan image.33
1. Frank Gehry
Frank Gehry memulai dari beberapa rumah tinggal di
California, kemudia museum Aerospace di Santa Monica, dan
restoran ikan di Kobe. Kesemuanya tampak sebagai suatu ekspresi
sculptural (barang seni) dari pada suatu wadah fungsi. Sosok solid
masif mengesankan kenihilan atau suatu presence of absence.
Di dalam mengkomposisikan ruang dan bidang tidak
Nampak prinsip-prinsip order dari arsitektur klasik yang digunakan,
seperti: unity, harmony, dan balance. Secara keseluruhan, bangunan
meninggalkan citra sebagai suatu komposisi yang retak, terpuntir,
dan berkesan belum selesai.

2. Peter Eisenman
Peter Eisenman yang melambung oleh karya-karyanya yang
dekonstruktif seperti House X, mendasarkan komposisi ruang-
ruangnya pada komposisi diwarnai oleh berbagai patahan, ruang-
ruang melayang, dan balok-balok yang berkesan berterbangan.
Secara keseluruhan komposisi ruangnya sangat naratif dan
mampu mengungkapkan komposisi superposisi dari sebuah
perjalanan sejarah masa silam, merasakan masa kini, dan sekaligus
melayangkan lamunan ke masa datang.

33
Agus Dharma, Paradigma Konseptual Arsitektur Dekonstruksi, Universitas Gunadarma, hlm. 3-
4.

120
3. Rem Koolhaas
Rem Koolhaas mendasarkan karya-karyanya pada konsep
kombinasi tipologi. Beberapa karya besarnya seperti apartemen di
Belanda, Berlin, dan Florida membuktikan bahwa tipologi akan
menjadi acuan utama dalam menampilkan blok-blok maupun fasad
yang sangat diwarnai oleh sosok-sosok abstrak yang terdiri dari
kotak-kotak kaca yang sangat repetitive dan tiba-tiba dipecahkan
oleh beraneka ragam motif garis seperti segitiga merah, balkon-
balkon kuning, dan kotak-kotak biru. Baik dari penggunaan bahan
maupun pemilihan warnanya Nampak jelas tidak lebih hanya
merupakan merupakan unsur komersial dari pada artisitik.
4. Zaha Hadid
Zaha hadid menjulangkan struktur berlapis yang berkesan
lentur pada karya-karyanya. Denah bersusun dengan dimensi yang
berbeda akan menciptakan komposisi void dan solid yang sangat
kaya dan sekaligus tidak efektif. Filosofi anti tercermin dalam
berbagai konsep “dis-” dan “de-” pada semua karyanya yang anti
pusat, anti as, anti simetri, anti seimbang, anti selaras, dan anti
fungsi. Berbagai hal tersebut diatas telah menempatkan dirinya sulit
dikelompokkan dalam arsitektur pasca-fungsionalis karena bukan
termasuk pasca-modern maupun neo-klasik. Karyanya sebenarnya
cenderung kepada pasca-strukturalis atau sejalan dengan
dekonstruksi.

5. Bernard Tschumi
Bernard Tschumi dalam pendekatan perancangannya menggunakan
teori manhattan transcript yaitu transgresi dan regresi. Teori ini
mendasarkan studi gerak manusia sebagai dasar untuk
menggerakkan titik, garis, dan bidang dalam membentuk ruang.
Hasilnya bisa dilihat pada Parc de la Villette yang merupakan
gambaran nyata dari ideology dekonstruksi. Dari ideology ini, style
bangunan dapat terbaca. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

121
dekonstruksi bukan syle (gaya) melainkan suatu proses yang dapat
menghasilkan banyak style.

III.2.6. Paradigma Konseptual


Dari pembahasan sebelumnya, dapat dipelajari suatu paradigma
konseptual untuk menelusuri pemahamn istilah dekonstruksi dalam
arsitektur. Pemahaman tersebut tertuang dalam kerangka prescription
(ketentuan) dibawah ini, meliputi:34
1. Logo-Sentris
Konsep arsitektur yang merupakan gabungan antara
pemahaman arsitektural dan pemahamn filosofis mendasari doktrin
logo-sentris. Dari pemahaman filosofis, arsitektur akan mengalami
proses artikulasi metafisik secara multivalensi. Konse ini membuka
peluang bagi dekonstruksi unutk berkembang dalam arsitektur.
Visualisasi dekonstruksi akan mempunyai kecenderungan
pada refleksi otoritas logo-sentris. Sejalan dengan paham derridean,
pemahaman filosofis dari arsitektur akan meluaskan batasan bahwa
prinsip order adalahh bukan absolut. Paradigma ini sebenarnya
sejalan pula dengan bebagai perkembangan yang terjadi pada seni,
sastra, filsafat, social, dan fisika.
Bernard Tschumi merupaka arsitek yang sangat berhasil
mengungkapkan proses artikulasi metafisik ke dalam bentuk-bentuk
“follies” dalam Parc de la Villette- nya. Tidak adanya metafora titk
awal dan titik akhir dari konfigurasi denah menyebabkan karya
tersebut berkesan “tidak selesai”. Konfigurasi ini mampu memberi
peluang bagi penikmat untuk melengkapi imajinasinya.

2. Anti-Sintesis
Konsep anti-sintesis mengandung konsep penolakan
terhadap padangan bahwa arsitektur adalah sintesis. Suatu hasil yang
berasal dari rangkaian proses analisis dari elemen yang programatis.

34
Ibid, hlm 4-6.

122
Merasa tidak puas dengan apa yang dihasilkan melalui program
yang sistematis, dekonstruksi berpaling pada nilai yang lebih hakiki
yang akan menurunkan aturan yang seirama dengan hokum alam
yaitu nilai intuisi.
Karena intuisi lebih mewadahi otoritas dalam proses
visualisasi, maka arsitektur akan lebih merupakan sebuah hipotesis
dari pada sintesis. Dalam konteks ini, hubungan antara analisis dan
sintesis merupakan hubungan yng bersifat “disjunctive” atau “or”
atau ekivalensi.

3. Anti-Fungsional
Dekonstruksi mendasarkan paham bahwa antara bentuk
(form) dan fungsi (function) bukan merupakan hubungan yang
dependent melainkan lebih pada hubungan independent. Hal ini
sejalan pula dengan konsep disjunctive yang telah desibutkan diatas.
Style yang lahir dari prinsip anti-fungsi ini akan membawa
pertanyaan mengenai metoda merancang yang dipakai. Metoda
merancang merupakan suatu proses kegiatan kreatif.
Kecenderungan yang mungkin timbul dari apabila kegiatan kreatif
ini memuaskan, maka akan dijadikan suatu kegiatan rutin. Dalam
beberapa hal, kegiatan rutin ini akan membatasi kegiatan kreatif dan
munculnya kegiatan kreatif dalam kegiatan rutin merupakan
prosedur yang alami.
Hubungan yang bersifat independent antara form dan
function memberi peluang bagi penggunaan metode kreatif seperti
superposisi, fragmentasi, dan kombinasi yang berdasar pada prinsip-
prinsip matematis seperti hal nya yang dilakukan Tschumi pada
Parc de la Villette.

4. Anti-Order

123
Order akan menghasilkan ekspresi keutuhan dan kestabilan.
Order dalam arsitektur yang berakar pada arsitektur klasik seperti
unity, balance, dan harmony, akan memberi kecenderungan pada
pembentukan ruang yang figuratif.
Arsitektur dekonstruksi bukan mengarah pada
kecenderungan ruang dan objek yang figuratif karena arsitektur
yang figuratif akan memperkuat keabsolutan order. Disamping itu,
order melahirkan bentuk-bentuk geometri yang programatis yang
akan berlawanan dengan konsep visualisasi simbol/ makna yang
retorikal, tidak fixed, dan multivalen. Karena makna adalah sesuatu
yang kontekstual, tergantung atas nilai masyarakat sesaat.

III.2.7. Pengaruh Dekonstruksi dalam Desain


Arsitektur modern seringkali menyebut dirinya sebagai
arsitektur yang paling rasional, arsitektur yang paling memiliki
teknologi tinggi, dan arsitektur yang memiliki sistem fungional yang
sempurna sehingga pada waktu itu tidak ada alternatif pemikiran lain di
dalam arsitektur selain ‘berpikir monoton’ seperti halnya paham
fungsional yang dimiliki oleh arsitektur modern. Pengaruh dari suatu
fenomena dari fungsi-fungsi yang dijanjikan dapat dirasakan pada
bentukan yang terjadi, sehingga menghasilkan bentukan-bentukan yang
tidak berkembang, seperti desain yang penuh dengan ‘kotak-kotak’
sederhana. Makin lama keadaan ini menimbulkan kejenuhan, sehingga
mulai timbul konflik penyangkalan dan usaha-usaha untuk keluar dari
‘jalur’ yang ada.
Dekonstruksi merupakan salah satu jalan keluar yang patut
dipertimbangkan dari permasalahan-permasalahan yang timbul dari
kejenuhan akan arsitektur modern. Sehingga dapat dihasilkan
pemahaman dan perspektif baru tentang arsitektur.

Pada arsitektur dekonstruksi yang ditonjolkan adalah geometri


3-D bukan dari hasil proyeksi 2-D sehingga muncul kesan miring dan

124
semrawut yang menunjuk kepada kejujuran yang sejujur-jujurnya.
Penggunaan warna sebagai aksen juga ditonjolkan dalam komposisi
arsitektur dekonstruksi sedangkan penggunaan tekstur kurang berperan.
Bangunan yang menggunakan langgam arsitektur dekonstruksi
memiliki tampilan yang terkesan ‘tidak masuk akal’, dan memiliki
bentukan abstrak yang kontras melalui permainan bidang dan garis yang
simpang siur. Pada arsitektur dekonstruksi yang dikomunikasikan
adalah:35
a. unsur-unsur yang paling mendasar, essensial, substansial yang
dimiliki oleh arsitektur.
b. Kemampuan maksimal untuk berarsitektur dari elemen-elemen yang
essensial maupun substansial.

Arsitektur dekonstruksi tidak mengikatkan diri kedalam salah


satu dimensi waktu (timelessness). Pandangan seperti ini
mengakibatkan timbulnya pandangan terhadap dekonstruksi yang
berbunyi "Ini merupakan kesombongan dekonstruksi."

III.2.8. Dekonstruksi Program


Dekonstruksi dapat dilakukan terhadap program yang dominan
dalam tradisi arsitektur modern, seperti konsep estetika murni, kaitan
bentuk dengan fungsi, dan lain-lain. Dekonstruksi program berusaha
mematahkan otonomi modernisme dan kaidah-kaidahnya dengan
menggunakan pembalikan konsep-konsep yang diturunkan dari
modernisme sendiri atau sumber-sumber lain. Bernard Tschumi
melakukan dekonstruksi program dengan beberapa pendekatan, yakni:36
1. Cross Programming

35
Anto, Arsitektur Dekonstruksi, diakses dari http://arsitekturdekonstruksi.blogspot.co.id/,
pada tanggal 12 Maret 2017 pukul 10.09

36
Andreas Papadakis (Ed.), Deconstruction III, London, 1990.

125
Menggunakan konfigurasi spasial tertentu untuk program
yang sama sekali berbeda; misalnya bangunan gereja digunakan
untuk tempat bowling. Menempatkan suatu konfigurasi spasial pada
lokasi yang tidak berkaitan; misalnya museum diletakkan dalam
bangunan struktur parkir, atau beauty parlour dalam sebuah gudang.

2. Transprogramming
Mengkombinasikan dua program yang sifat dan konfigurasi
spasialnya berbeda; misalnya planetarium dikombinasikan dengan
roller-coaster, perpustakaan dengan track balap mobil.

3. Dispogramming
Mengkombinasikan dua program sedemikian rupa sehingga
konfigurasi ruang program pertama mengkontaminasi program dan
konfigurasi ruang kedua; misalnya supermarket dikombinasikan
dengan perkantoran.

Pendekatan-pendekatan tersebut, seperti halnya dengan


difference menghasilkan kontradiksi dan petentangan diantara dua hal
yang dioposisikan, karena kedua program ini dihadirkan sama kuat,
maka yang terjadi kedua program ini akhirnya akan menjadi bekas
(trace) bagi lahirnya program baru, program bergerak diantara dua
program yang sebelumnya dioposisikan. Kontradiksi dan oposisi juga
dihadirkan oleh Tschumi melalui konsep superimposisi
(superimposition), yaitu penumpukkan satu elemen terhadap elemen
lainnya, penumpukkan satu lapisan (layer) dengan lapisan lainnya,
dimana tiap elemen dan lapisan dibiarkan tetap memiliki karakter serta
otonominya sendiri.37

Dalam proyek Parc de la Villette Tschumi melakukan


dekonstruksi program dengan beberapa strategi :

37
Ibid

126
 Menata arsitektur yang kompleks tanpa rujukan pada kaidah desain
tradisional seperti komposisi, hierarki, keteraturan, tetapi pada
konsep “disjunction”, disosiasi dan fragmentasi.
 Memutarbalik oposisi klasik seperti bentuk-fungsi, struktur-
ekonomi, dan menggantikannya dengan konsep konfiguiti dan
superimposisi, permutasi dan substitusi.

Tschumi menghendaki agar Parc de la Villette yang luasnya 35


ha menjadi pusat budaya yang terbuka dengan susunan bangunan yang
terfragmentasi, alih-alih struktur taman yang tunggal dan
terpadu. Setiap saat program terbuka pada perubahan, sesuai dengan
perubahan kebutuhan. Sebuah folies bisa beralih fungsi, dari restoran
menjadi wartel, pusat informasi atau galeri seni, namun
identitas taman secara keseluruhan dijaga konstan. La Villette tidak
memiliki pusat dan hierarki. Bentuk keseluruhan bukanlah hasil karya
Tschumi, tetapi hasil sistem garis (jalur sirkulasi) dan sistem bidang
(lahan). Dengan demikian la Villette terhindar dari proses homogenisasi
yang akan membentuknya menjadi totalitas yang utuh. Karena la
Villette senantiasa berada dalam proses perubahan, maknanya pun terus
menerus berubah (undecidable).

Peter Eisenman menggunakan beberapa strategi untuk


melakukan dekonstruksi program :
 Penolakan terhadap “antroposentrisme” dalam desain, yaitu rujukan
pada proporsi fisik tubuh manusia sebagai ukuran ideal bagi
segalanya.
 Penerapan proses “scaling”, melalui pengembangan tiga konsep
destabilisasi: “discontinuity”, “recursibility” dan “self-similarities”.
 Penolakan terhadap “center” sebagai bagian paling pentingn dan
memiliki hierarki lebih tinggi.
 Penolakan terhadap kekakuan oposisi dialektis dan kategori
hierarkis tradisional seperti “form follows function”, “ornament

127
added to structure”, digantikan oleh “existing between”, “almost
this or almost that, but not quite either”.
 Pemahaman arsitektur secara tekstual dalam kaitan dengan
“ortherness”, “trace” dan “absence”.
 Eisenman dalam proyek “Romeo and Juliet” untuk Venice Biennale
1986 mencoba memperlakukan lahan sebagai “palimpsest” dan
“quarry” yang memiliki jejak-jejak memori dan potensi untuk
digali lebih lanjut, sementara dalam proyek “House X” ia mencoba
menghindari adanya pusat di dalam rumah.

III.2.9. Konsep Dekonstruksi Derridean


Pengaruh Derrida dalam Arsitektur seolah mengisi kehampaan
makna yang dirasakan para arsitek terhadap Arsitektur Modern maupun
Post Modern yang muncul sesudahnya. Pada dasarnya setiap manusia
adalah filsuf yang ingin mendapatkan jawaban atas hal-hal hakiki
dari apa yang dilakukannya atau dihadapinya.

Derrida adalah seorang filsuf dan ahli linguistik Perancis yang


mempertanyakan kembali dan menggugat filsafat modern yang menjadi
dasar bagi konsep-konsep pemikiran modern di segala
bidang. Dengan cara berfikir retrogresif, ia membongkar pemikiran
pada filsuf dan penulis besar dengan membaca karya tulisnya (text)
dengan teliti dan tajam. Dalam text-text itu ia menemukan konsep-
konsep yang kontradiktif, sehingga dengan demikian ia menunjukkan
kekeliruan penulis yang bersangkutan.

Banyak buku yang ditulis oleh Derrida berisi pemikirannya yang


menyangkut banyak bidang meliputi filsafat, bahasa, dan seni. Ia juga
menciptakan banyak istilah baru dengan pengertian yang cukup rumit.

128
Dalam tulisan ini dibahas beberapa pemikiran Derrida yang mempunyai
hubungan langsung dengan rancangan.38

1. Pembedaan dan Penundaan Makna


Derrida mempersoalkan seluruh tradisi filsafat Barat yang
bermuara pada pengertian “ada” sebagai “kehadiran”, atau yang
disebut metafisika kehadiran. Dalam bahasa yang mudah dapat
dikatakan yang hadir itulah yang “ada”. Kalau sesuatu yang tidak
hadir ingin dihadirkan maka tanda dapat menjadi penggantinya. Jadi
tanda menghadirkan (mempresentasikan) yang tidak hadir
(absence).

Menurut Derrida, kata atau tanda kini tidak mampu lagi


menghadirkan makna sesuatu yang dimaksud secara serta merta.
Makna harus dicari dalam rangkaian tanda yang lain yang
mendahului tnada yang pertama. Derrida menciptakan konsep
“difference”, ada dua kata dalam bahasa Inggris yang mendekati kata
ini yaitu “to differ” yaitu membedakan dan “to differ” yaitu
menunda.

Dalam sistim tanda, konsep difference ini melihat bahwa


antara yang hadir dan yang absen ada dalam kondisi saling
tergantung bukannya saling meniadakan. Kehadiran baru punya
makna bila ada kemungkinan absen yang setara.

2. Pembalikan Hierarki
Differensiasi secara ketat menghasilkan perbedaan dua
kutub yang dipertentangkan secara diamatral (oposisi
binari). Pandangan ini lebih jelas terlihat dalam faham Strukturalis
yang diajukan oleh Ferdinand de Sausure dalam linguistik atau C.

38
Kelompok 6 Universitas Kristen Petra, Bab V Arsitektur Dekonstruksi, diakses dari
http://www.oocities.org/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok6/BABV.htm, pada tanggal 12
Maret 2017 pukul 10.27

129
Levi-Strauss dalam Antropologi. Strukturalisme dalam memahami
fenomena selalu mengadakan pemilahan (differensiasi) ke dalam
elemen-elemen yang merupakan hasil abstraksi.

Derrida melakukan dekonstruksi terhadap pandangan oposisi


ini dengan menempatkan kedua elemen tersebut tidak secara
hierarkis yang satu di bawah yang lain, tetapi sejajar sehingga secara
bersama-sama dapat menguak makna (kebenaran) yang lebih luas.

Arsitektur adalah suatu cabang seni yang paling materiil


dibanding seni yang lain. Karena itu Arsitektur menghadapi banyak
sekali kondisi oposisional karena harus mengakomodir banyak
hal. Kondisi oposisional yang mencakup aspek non-materi ini
dalam berarsitektur akhirnya harus diwujudkan dalam
materi. Transformasi dari aspek non-materi ketingkat materi
merupakan suatu proses metaforis.

3. Pusat dan Marjinal


Perbedaan antara “pusat” dengan “marjinal” merupakan
konsekwensi dari adanya hierarki yang ditimbulkan oposisi
binari. Yang “marjinal” adalah yang berada pada batas, pada tepian,
berada di luar (outside) karena itu dianggap tidak
penting. Sementara yang “pusat” adalah yang terdalam, yang di
jantung daya tarik dan makna dimana setiap gerakan berasal dan
merupakan tujuan gerakan dari yang marjinal.

Derrida mempertanyakan keabsahan posisi ini dalam konsep


“parergon” (para : tepi, ergon: karya), yaitu bingkai
lukisan. Sebagai yang marjinal, parergon oleh Derrida diberi
peranan yang penting untuk menunjukkan sikap pembalikan
hierarki.

4. Pengulangan (Iterability) dan Makna

130
Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu
proses berulang (iteratif) pada konteks yang berbeda. Dalam
Arsitektur, penggunaan metaphor secara berulang-ulang akan
membuka pemahaman yang lebih baik tehadap makna yang
dimaksudkan.

Derivasi filsafat Dekonstruksi Derrida ke bidang Arsitektur


ini juga dilakukan oleh dua orang Arsitek secara intens yaitu Peter
Eisenman dan Bernard Tschumi.

III.2.10. Dekonstruksi Non-Derridean


Dekonstruksi Non-Derridean mencakupi dekonstruksi
bentuk dan struktur bangunan, yang didasarkan pada konsep-konsep
“disruption”, “dislocation”, “deviation” dan “distortion”, sehingga
menyebabkan stabilitas, kohesi dan identitas bentuk-bentuk murni
terganggu.

Dalam pameran “Decontructivist Architecture” yang


diselenggarakan di Museum of Modern Art di New York tahun 1988
terdapat kata-kata: “Pure form has been contaminated, transforming
architecture into an agent of instability, disharmony and conflict”,
kata-kata ini dengan tepat menggambarkan karya-karya yang
dipamerkan: bentuk-bentuk yang tidak murni, semrawut bahkan
kontradiktif. Para arsitek yang ditunjuk ikut pameran tidak mewakili
suatu aliran tertentu, masing-masing dengan caranya sendiri
megekspresikan karyanya.

Aaron Betzky dalam bukunya “Violated Perfection”


mengelompokkan 210 orang arsitek yang tergolong garda depan ini
kedalam lima kelompok yaitu:39
1. Revelatory Modernist

39
Ibid

131
Diantara semua, kelompok ini yang paling konservatif,
masih mengutamakan prinsip abstraksi dan mengutamakan fungsi
mengoptimalkan kemungkinan hasil industri bahan dan
prefabrikasi namun dengan memfragmentasi potongan-potongan,
konteks dan program prefabrikasi tersbeut dan hasilnya adalah
kumpulan ruang dan obyek yang terfragmentasi. Yang termasuk
kelompok ini : Gunther Behnish & Partner, Jean Nouvel, Helmut
Jahn, Emilio Ambasz, Steven Hall, Eric Owen Moss

2. Shard & Sharks


Kelompok ini menampilkan bentuk-bentuk serpihan batang
dan lempeng yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga
kesannya semrawut, menakutkan dan penuh teka-teki. Diantara
semuanya, kelompok ini adalah yang paling radikal, programnya
adalah membedah, mengolok-olok dan merombak proses
modernisasi dan mencerminkan lingkungannya yang chaos, penuh
kekerasan dan berbahaya. Yang termasuk kelompok ini: Fank
Gehry, Gunther Domenig, Coop Himmelblau, Kazuo Shinohara,
Zaha Hadid.

3. Textualist
Kelompok ini melihat bahwa arsitektur yang ada sebagai
“built Language” yang tidak mampu lagi mencerminkan struktur
dan kebenaran yang ada, seperti halnya kata sebagai tanda tidak
mampu serta merta menyampaikan makna (kelompok ini
sebenarnya termasuk kelompok dekonstruksi Derridean). Denah
dan tampak bangunan yang ada hanyalah menampilkan bias yang
pucat (topeng) dari struktur-struktur kenyataan yang ada, terlalu
banyak yang diredam (repressed). Untuk itu struktur-struktur
yang diredam (absence) perlu ditampilkan dengan mengangkat
konflik-konflik internal yang ada. Bernard Tschumi sebagai salah
satu eksponen kelompok ini menyatakan :

132
“Menciptakan arsitektur adalah membayangkan “cation”
dengan cara yang kreatif dan produktif yaitu lewat narasi dengan
medium kata (bahasa), fotografi dan gambar”.

Seperti Derrida, Tschumi memanfaatkan kemungkinan


kreatif dari komposisi intertextual antara arsitektur dengan bahasa,
fotografi dan film. Yang termasuk kelompok ini: Peter Eisenman,
Bernard Tschumi, Ben Nicholson, Steven Holl, Diller + Scofidio.

4. New Mythologist
Utopia merupakan mitos yang selalu ada pada setiap kurun
waktu, karena tiada harapan tanpa utopia. Utopia Arsitektur
Modern adalah dunia yang satu, utuh dan
nyaris sama (international style) yang telah gagal memenuhi misi
kemanusiaannya. Utopia kedua adalah kebalikannya:
Dystopia atau vision of self-destruction yang tidak berkembang
karena kesadaran manusia untuk tetap mempertahankan
kehidupan. Kelompok ingin menciptakan suatu utopia sebagai
suatu mitologi baru, suatu dunia yang lain yang lokasi dan
kaitannya dengan masa lalu, masa kini dan mendatang tidak
dikenali. Diilhami cerita dan film fiksion seperti Star Wars, Blader
Runner dan Star Trek kelompok ini menggagas proyek-proyek
imajiner yang menerobos kungkungan gravitasi, iklim, langgam
dan semua tatanan yang ada. Yang termasuk kelompok ini: Paulo
Soleri, Lebbeus Woods, Hodgetts & Fung Design Associates.

5. Technomoprisme
Pada mulanya manusia menciptakan alat (tehnologi) hanya
sebagai perpanjangan tangannya, namun dengan berkembangnya
teknologi, hubungan manusia dengan teknologi sudah demikian
menyatu. Telekomunikasi jarak jauh telah menghapuskan jarak
dan waktu dan pada gilirannya mengubah tatanan sosial bangsa-
bangsa. Dibidang kedokteran, organ tubuh manusia sudah bisa

133
digantikan dengan peralatan/ mesin. Sebagai penerus proyek
modern yang belum selesai, kelompok ini mengakomodasi
teknologi dan membuatnya menjadi artefak yang tidak hanya
menjadi teknologi bisa dilihat sebagai usaha mengekstensi,
manipulasi, mediasi, representasi serta memetakan self-nya. Yang
termasuk kelompok ini: Macdonald + Salter, Toyo Ito, Morphosis
Architects, Holt, Hinshaw, PFAU, Jones.

III.2.11. Dekonstruksi Bentuk Arsitektural


Dekonstruksi bentuk arsitektur dapat dilakukan melalui
beberapa cara:40
 Secara intelektual melalui permainan sistem-sistem geometri
yang komplek dan canggih, seperti banyak dilakukan oleh Peter
Eisenman.
 Secara pragmatik atau mekanik melalui model trial-and-error,
sketsa dan eksperimen lapangan, seperti dilakukan oleh Frank
Gehry, Zaha Hadid dan Coop Himmelblau.
 Secara intuitif melalui pengembangan respons dan impuls
kreatif dalam diri arsitek, seperti terjadi pada Rem Koolhaas
dan OMA.

III.2.12. Dekonstruksi Struktur


Dekonstruksi struktur umumnya dilakukan melalui metoda
pragmatis trial-and-error, dan dibedakan sebagai berikut:41
 Dekonstruksi Konstruksi Massa, seperti pada “Choral Work”
karya Eisenman dan Derrida.

40
Ibid
41
Ibid

134
 Dekonstruksi Konstruksi Bidang, seperti pada “Best Products”
karya James Wines dan site atau “Berlin Museum” karya
Libeskind.
 Dekonstruksi Konstruksi Baja, seperti pada karya-karya Coop
Himmelblau.
 Dekonstruksi Konstruksi Kulit, yang masih jarang ditemukan.

III.3. Studi Kasus


III.3.1. Hysolar Institute Building

Gambar 3.1 Hysolar Building


Sumber: http://farm2.staticflickr.com/1046/1241406155_99dd173604.jpg pada
tanggal 14 Maret 2017

Arsitek : Gunther Benisch


A. Yang menandai obyek ini sebagai obyek postmodern adalah :
 Tidak ditemukannya bentukan-bentukan monoton dan
fungsional dari bangunan ini, yang ada justru bentukan-bentukan
baru yang sebelumnya belum ada dalam arsitektur modern.
 Bangunan ini cenderung memiliki komposisi yang bebas.
Tampak bukan merupakan proyeksi dari denah 2d-nya, akan
tetapi merupakan suatu bentukan yang didapat dari bentukan
geometri yang diolah.

135
 Tidak adanya ruang yang terjadi karena fungsional seperti pada
bangunan arsitektur modern. Pada tampak terlihat cocktail sticks
yang menopang bangunannya dengan ‘tidak pasti’.
 Bentuk bangunan miringnya diekstrimkan sebagai ciri utama
arsitektur dekonstruksi, sehingga nampak sekali massa
bangunan bukan didapat dari hasil proyeksi denah.
 Banyaknya sudut bangunan yang muncul tanpa adanya
penjelasan dari segi fungsinya. Hal itu semata-mata
dimunculkan untuk segi estetikanya.

B. Tingkat keterkaitannya dengan arsitektur modern :


Bangunan ini berawal dari bentuk geometris. Sama dengan
arsitektur modern yang menggunakan bentuk geometris sebagai
dasar perancangannya, di mana bentuk bangunan terjadi karena
fungsi bangunan dan besaran ruang yang membatasinya. Akan
halnya pada bangunan dekonstruksi ini, memang dari bentuk
geometris, tapi bentuk geometris tadi diolah lagi sedemikian rupa.
Bentuknya diurai-uraikan dan kemudian dihadirkan kembali. Tidak
hanya dalam bentuk sebuah bidang, namun juga
bentukan massa yang baru yang mengandung unsur sudut dan garis.
Sehingga bentukan yang terjadi pun jadi jauh lebih kompleks dari
bentukan awal geometri. Massanya sarat dengan unsur sudut yang
miring, baik itu dari dindingnya, jendela, atap, dan lain-lain.

Hal inilah yang membuatnya berbeda dengan bangunan


arsitektur modern. Pada arsitektur modern, setelah bentukan awal
denah geometris terjadi, maka akan langsung diproyeksikan menjadi
tampak dan potongan. Arsitektur dekonstruksi sebaliknya
sebagaimana telah diuraikan di atas.

Kesamaan lain yang mungkin dapat ditemukan adalah


penggunaan bahan bangunan yang bersifat modern, seperti baja,
kaca, aluminium, dll. Pada bangunan modern, kebanyakan dapat kita

136
temui di Amerika, Chicago, penggunaan baja dan kaca dengan
denah tipikal dianggap sebagai bentukan arsitektur yang sangat
menarik. Sedangkan bagi para arsitek dekonstruksi khususnya dan
post modern pada umumnya, penggunaan material modern tidak
hanya sekedar menerapkannya pada bangunan sebagai hasil dari
kemajuan teknologi yang ada. Akan tetapi, mereka menerapkannya
ke bangunan berdasarkan imajinasi mereka, berdasarkan kebutuhan
mereka akan estetika yang kerap dilupakan dalam arsitektur modern.
Sehingga dapat terlihat berbagai alternatif pengaplikasian material
ke bangunan dalam berbagai bentuk yang baru. Kaca tidak lagi
terbatas persegi, namun bila diolah sesuai tampak bangunan,
dimungkinkan saja untuk menggunakannya dalam bentuk
trapezium. Kolom-kolom baja yang awalnya lurus dari lantai dasar
sampai atas, dapat dibuat lain dengan memiringkannya. Sistem
strukturnya pun masih kuat.

Jadi, arsitektur dekonstruksi sebenarnya merupakan bentuk


pengembangan dari arsitektur modern. Berawal dari bentuk
geometri dan penggunaan bahan modern. Arsitektur dekonstruksi
melanjutkan pengembangannya dengan menghadirkan alternatif
desain baru di mana di dalamnya menghadirkan unsur estetika dan
filsafat baru tentang bangunan.

Dengan adanya unsur estetika, bangunan post modern


menjadi lebih dinamis dan lugas dalam penyampainnya ke
masyarakat. Bangunannya seakan-akan hidup dan tidak hanya
sekedar bangunan yang mati dan hadir sebagai suatu produk hasil
produksi.

C. Arsitek obyek ini melakukan olahan hingga menjadi obyek post


modern:
 Gunther tidak memulai perancangan bangunannya dengan
denah, melainkan massa geometri yang diolah, diuraikan, dan

137
dikomposisi ulang hingga mendapatkan bentukan baru yang
kiranya sesuai dengan filosofisnya.
 Gunther memiringkan dengan ekstrim dinding bangunannya
sebagai salah satu bentuk ‘protes/ menentang’ arsitektur modern
yang mengenal dinding itu haruslah tegak lurus bentuknya.
 Dari tampak terlihat bentukan-bentukan baru bernuansa abstrak
dengan garis-garis miring dan bentuk bangunan yang seakan-
akan mau runtuh.
 Gunther menggunakan banyak bentuk abstrak yang tidak
beraturan dan tidak beralasan. Ia dijuluki arsitek dekonstruksi
dengan aliran abstracting the open-end.

Gambar 3.2 Hysolar Building Plans


Sumber: Andreas Papadakis, Deconstruction II, New York, 1994, hlm. 83.

Gambar 3.3 Hysolar Building Elevation

138
Sumber: Andreas Papadakis, Deconstruction II, New York, 1994, hlm. 86.

Gambar 3.4 Hysolar Building Section


Sumber: Andreas Papadakis, Deconstruction II, New York, 1994, hlm. 87.

III.3.2. Peak Club Hongkong

Gambar 3.5 Peak Club


Sumber: http://www.zaha-hadid.com/architecture/the-peak-leisure-club/, pada
tanggal 12 Maret 2017

Arsitek: Zaha Hadid

Kompetisi ini dimenangkan oleh Zaha Hadid dengan


kekhususan desainnya yang terdiri dari ‘balok-balok’ memanjang yang
disusun bertumpangan, seperti lapisan-lapisan horizontal. Konsep
perancangan tersebut terutama karena bentuk dari situasi geologi
Hongkong, yang terdiri dari lapisan-lapisan yang tersusun dengan tidak
teratur sampai ke puncak pegunungannya. Karena itulah, maka bentuk
keseluruhan dari Peak Club Building ini seolah seperti susunan
pegunungan buatan manusia, yang tersusun seperti suatu “kesatuan”
yang tidak merata.

139
Hal inilah yang kemudian menjadikan bangunan ini termasuk
sebagai objek post modern, karena bangunan ini seolah-olah hidup dan
berirama.Tidak ada kesan kaku dan terikat. Semuanya terlihat sangat
lugas. Berbeda dengan arsitektur modern yang kaku dan tidak ‘hidup’
sama sekali. Akan tetapi kesinambungannya dengan arsitektur modern
terlihat dari pemakaian material modern dan ide bentukan massa asal
yang berasal dari bentuk geometri. Bentuk yang tersusun horizontal
namun brutal dan dinamis, sesuai dengan situasi Hongkong sendiri.
Peak Club Building direncanakan sebagai suatu fasilitas untuk
bersenang-senang semata. Penampilannya mewah, dan digunakan untuk
masyarakat kelas atas. Sistem struktur yang unik merupakan bentuk
keseluruhan dari bangunan ini, yang terdiri dari 3 balok berbentuk
linear, yang disusun secara tidak beraturan, membentuk sudut yang
berbeda. Dan disatukan dengan permainan ruang-ruang kosong yang
bervariasi dan terletak di antara balok-balok tersebut.

Balok pertama terdiri dari ruang-ruang kosong yang terletak di


antara balok-balok massa, difungsikan sebagai ‘club’ itu sendiri yang
terdiri dari kolam renang, perpustakaan dan fasilitas olah raga. Bagian
massa-massa balok itu sendiri berfungsi sebagai apartemen dan studio
(2 lantai). Sedangkan bagian paling atas berfungsi sebagai penthouse.
Fasilitas club yang terletak pada ruang-ruang kosong di antara massa-
massa tersebut benar-benar terbuka dan disituasikan sebagai suatu
“pegunungan“, dengan cara membedakan ketinggian lantai. Seolah-olah
seperti lapisan-lapisan, mulai dari kolam renang sampai bagian paling
bawah. Mengalir datar dan melalui sesuatu ramp sebagai area sirkulasi,
bar-bar, perpustakaan, dan tempat-tempat latihan. Konsep Zaha
mengenai “penyatuan“ antara bangunan dan lingkungannya telah
tampak jelas di sini. Demikian juga dengan penghubung elemen-elemen
bangunan yang berbeda-beda sesuai aktivitasnya melalui sistem
sirkulasi yang ada.

140
Dari bentuk bangunannya tersebut, maka tak heran bila Zaha
dimasukkan ke dalam dekonstruksi aliran neo constructivist, di mana
system konstruksi bangunan dibuat seefisien mungkin sebagai dasar
perancangannya. Dapat berarti menciptakan suatu system struktur yang
tidak pernah terpikir sebelumnya, dan ternyata mampu mendukung
seluruh bangunan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan, menurut Zaha,
suatu bangunan haruslah dirancang dengan bertolak dari pemikiran-
pemikiran sebagai berikut :

 Bangunan adalah suatu proyek/percobaan yang tidak pernah selesai,


sehingga akan selalu menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru
yang belum pernah ada. Bahkan dimungkinkan suatu bentuk dari
masa yang akan datang (future). Zaha Hadid menganut aliran
Russian Suprematism, suatu aliran yang mengawali dekonstruksi
pada umumnya.
 Supprematism menggambarkan “sesuatu yang melawan masa
lampau”, seperti seorang seniman yang melawan hal-hal yang
natural. Bagi Zaha Hadid, berarsitektur adalah bereksperimen
tentang seni arsitektur yang bebas dengan ide-ide yang baru sama
sekali.
 Dari bentuk bangunannya, dapat dilihat bahwa Zaha termasuk
seorang ‘Constructivist’. Bangunannya harus dapat menampilkan
ide/cerita yang masih berupa fantasi/ seuatu bentuk abstrak dari
pengarangnya, ke dalam suatu bentuk nyata atau model dari cerita
itu sendiri yaitu bentuk bangunan itu sendiri. Pada bangunan ini
terlihat bahwa bentukannya merupakan suatu bentuk abstrak dari
pegunungan.
 Bangunan harus dapat memancing emosi dan imajinasi dari tiap-
tiap orang yang melihatnya. Untuk memancing emosi dan imajinasi,
pada bangunan ini, Zaha menggunakan warna-warna ‘berani’,
terutama pada bagian penyajiannya.

141
 Bangunan menggambarkan sesuatu yang abstrak dan liar, bahkan
mungkin menjadi brutal.
 Bangunan adalah pemersatu ruang dalam dan ruang luar. Antara
bangunan dan lingkungan sekitar, merupakan kesatuan yang utuh
dan saling melengkapi.
 Bangunan adalah tempat untuk melaksanakan aktifitas yang
berbeda-beda. Karena itu, maka bangunan juga terdiri dari elemen-
elemen atau bentuk yang berbeda dan disatukan oleh sistem sirkulasi
dengan penonjolan sistem konstruksi.
 Pembedaan aktifitas dilakukan dengan pembedaan elemen-elemen
bangunannya. Selain itu, juga berfungsi untuk menghindari kesan
monoton. Sebagaimana banyak ditemui pada arsitektur modern.
 Banyaknya bangunan Zaha yang menggunakan flying beam
membuatnya dijuluki sebagai arsitek dekonstruksi aliran anti-
gravitational space. Banyaknya balok yang melayang menciptakan
bangunan seolah-olah tidak ada yang menopang semakin menambah
cirri khas dekonstruksi bangunannya.

142
Gambar 3.6 Peak Club Drawings
Sumber: http://www.zaha-hadid.com/architecture/the-peak-leisure-club/, pada
tanggal 12 Maret 2017

III.3.3. Heydar Aliyev Center

Gambar 3.7 Heydar Aliyev Center


Sumber: http://www.archdaily.com/448774/heydar-aliyev-center-zaha-hadid-architects
pada tanggal 1 Maret 2017
Arsitek : Zaha Hadid Architects.
Lokasi : Baku, Azerbaijan.
Desain : Zaha Hadid, Patrik Schumacher.
Project Designer and Architect : Saffet Kaya Bekiroglu.
Klien : The Republic of Azerbaijan.
Luas Total Bangunan : 101.801 m2.
Luas Lahan : 111.292 m2.
Tahun Proyek Selesai : 2013.

A. Konsep Desain
Desain Heydar Aliyev Pusat memiliki kesan yang terus
menerus, hubungan fluida antara plaza sekitarnya dan interior
bangunan sebagai satu kesatuan yang dapat diakses oleh semua

143
warga sebagai bagian dari kain perkotaan Baku, yang didedikasikan
untuk perayaan kolektif budaya Azeri kontemporer dan tradisional.
Formasi yang rumit seperti undulations, bifurcations, lipatan, dan
infleksi memodifikasi permukaan plaza ini ke lanskap arsitektur
yang melakukan banyak fungsi: ‘menyambut’, ‘memeluk’, dan
mengarahkan pengunjung melalui berbagai tingkat interior. Dengan
sikap ini, bangunan mengaburkan perbedaan konvensional antara
objek arsitektur dan lansekap kota, selubung bangunan dan plaza
perkotaan, bentuk dan tanah, interior dan eksterior.

Gambar 3.8 Bentuk Lipatan pada Heydar Aliyev Center


Sumber: https://en.wikiarquitectura.com/heyda_center_hb205-2/?id=91133,
pada tanggal 1 Maret 2017

Gambar 3.9 Kulit Bangunan pada Heydar Aliyev Center


Sumber: https://en.wikiarquitectura.com/wp-
content/uploads/2017/01/Heyda_Center_hc110-150x150.jpg, pada tanggal 1 Maret 2017

144
Fluiditas dalam arsitektur tidak baru untuk wilayah ini.
Dalam arsitektur Islam, baris, grid, atau urutan kolom mengalir
tanpa batas, seperti pohon di hutan, membangun ruang non-hirarkis.
Pola kaligrafi dan hiasan terus menerus mengalir dari karpet ke
dinding, dinding untuk langit-langit, langit-langit untuk kubah,
membangun hubungan mulus dan mengaburkan perbedaan antara
unsur-unsur arsitektur dan tanah yang mereka huni. Tujuannya
adalah untuk berhubungan dengan pemahaman sejarah arsitektur,
tidak melalui penggunaan mimikri atau suatu nilai tetap (norma)
membatasi untuk ikonografi masa lalu, melainkan dengan
mengembangkan interpretasi tegas kontemporer, mencerminkan
pemahaman yang lebih bernuansa. Menanggapi penurunan tipis
topografi yang mebuat lahan terbagi menjadi dua bagian, proyek ini
membuat lanskap bertingkat yang mebiarkan koneksi alternatif dan
rute antara plaza publik, bangunan, dan parkir bawah tanah. Solusi
ini menghindari penggalian tambahan dan TPA, dan berhasil
mengubah sebuah kelemahan menjadi fitur desain utama.

B. Geometri, Struktur, dan Materialitas


Salah satu elemen menantang yang paling penting dari
proyek ini adalah pengembangan arsitektur kulit bangunan.
Ambisinya adalah untuk mebuat suatu bentuk terus menerus yang
berkesan homogen, namun mewadahi berbagai fungsi yang berbeda.
Logika konstruksi, dan sistem teknis harus dibawa bersama-sama
dan terintegrasi ke dalam selubung bangunan. Komputasi canggih
digunakan, sebagai kontrol dan komunikasi dari berbagai macam
kompleksitas, antara banyak peserta proyek.

Heydar Aliyev Center prinsipnya terdiri dari dua sistem yang


berkolaborasi: Struktur beton dikombinasikan dengan sistem space

145
frame. Untuk mencapai skala besar ruang bebas kolom yang
memungkinkan pengunjung untuk mengalami fluiditas interior,
elemen struktur vertikal diserap oleh selubung bangunan dan sistem
dinding tirai (curtain). Geometri permukaan tertentu mendorong
solusi struktural yang tidak konvensional, seperti pendekatan
melengkung 'booting column' untuk membentuk lengkungan dari
permukaan tanah ke Barat bangunan, dan 'pas' meruncing dari balok
kantilever yang mendukung selubung bangunan ke timur site.

Sistem space frame memungkinkan pembangunan struktur


bebas-bentuk dan menghemat waktu yang signifikan selama proses
pembangunan, sementara substruktur dikembangkan untuk
menggabungkan hubungan yang fleksibel antara grid kaku dari
rangka ruang dan sistem cladding eksterior bebas terbentuk.
Sambungan tersebut berasal dari proses rasionalisasi kompleks
geometri, penggunaan, dan estetika proyek. Kaca beton serat
(GFRC) dan Fiber Glass Reinforced Polyester (GFRP) dipilih
sebagai bahan cladding ideal, karena bahan-bahan tersebut
memungkinkan untuk plastisitas kuat dari desain bangunan
sementara menanggapi tuntutan fungsional yang sangat berbeda
terkait dengan berbagai situasi.

146
Gambar 3.10 Pembangunan Heydar Aliyev Center
Sumber: https://en.wikiarquitectura.com/building/Heydar-Aliyev-Cultural-Center/,
pada tanggal 1 Maret 2017
Dalam komposisi arsitektur ini, jika permukaan adalah
musik, maka bagian sambungan antara panel adalah irama. Sejumlah
penelitian dilakukan pada geometri permukaan untuk
merasionalisasi panel tetap menjaga kelangsungan seluruh
bangunan dan lanskap. Sambungannya mempromosikan
pemahaman yang lebih besar dari skala proyek yang menekankan
transformasi menerus dan gerak tersirat dari geometri fluida,
menawarkan solusi pragmatis untuk masalah konstruksi praktis
seperti manufaktur, penanganan, transportasi dan perakitan; dan
menjawab permasalahan teknis seperti menahan gerakan karena
defleksi, beban eksternal, perubahan suhu, aktivitas seismik dan
beban angin.

Untuk menekankan hubungan yang berkelanjutan antara


eksterior bangunan dan interior, pencahayaan dari Heydar Aliyev
Center sangat hati-hati. Strategi desain pencahayaan dibedakan
antara siang dan malam pada bangunan. Pada siang hari, volume
bangunan memantulkan cahaya, terus-menerus mengubah
penampilan bangunan menurut waktu, dari segi perspektif.
Penggunaan kaca semi-reflektif memberikan kilasan yang
menggoda, membangkitkan rasa ingin tahu tanpa mengungkapkan
bentuk fluida dari dalam. Pada malam hari, karakter ini secara
bertahap berubah dengan cara pencahayaan yang menyorot dari
interior ke area eksterior, berlangsung komposisi formal untuk
mengungkapkan isi dan mempertahankan fluiditas antara interior
dan eksterior.

III.3.4. Extension Totte Denver Art Museum The Eye and The Wing

147
Gambar 3.11 Denver Art Museum
Sumber:
http://images.adsttc.com/media/images/571d/68c0/e58e/cea1/2000/000a/slidesho
w/DAM_D_2156B(c)BitterBredt.jpg?1461545144,
pada tanggal 3 Maret 2017

Arsitek: Daniel Libeskind

Daniel Libeskind merupakan salah satu penganut gaya anti


modern yang selalu dapat terlihat dalam setiap proyek yang
ditanganinya. Ia menyebut bangunannya sebagai “bukan teori”, dan
“bukan arsitektur”. Seperti Leon Krier yang mempengaruhi lewat
membangun tidak berdaar visinya. Libeskind memiliki
pengaruh yang mana proyeknya benar-benar murni dan tidak
terkontaminasi dengan kenyataan. Model rancangannya kebanyakan
mengambil bentuk estetika neo modern ke arah ekstrim dengan
menampilkan frenzied cacophony dari ‘cocktail sticks’, ‘flying
beams’, ‘excavations/ penggalian’, ‘tilted floor and walls/ lantai dan
dinding yang miring’, dan ‘self contradictory inscription/inskripsi
diri yang kontradiksi’. Semuanya ini dipusatkan pada akhir yang
apokalipstik. Hasilnya, Libeskind
memperkenalkan bentukan gaya baru dari bangunan, di mana
menghapuskan pendominasian arsitektur modern setelah sekian
lama.

148
Gambar 3.10 Bentuk Tajam Denver Art Museum
Sumber:
http://images.adsttc.com/media/images/571d/6901/e58e/cea1/2000/000c/slidesho
w/Detail_with_Denver_Public_Library_(right)(c)BitterBredt.jpg?1461545209,
pada tanggal 3 Maret 2017
Pada salah satu bangunan hasil rancangannya ini terlihat
pemakaian flying beams, karena dari tampak bangunannya sendiri
sudah miring dan tidak beraturan. Dasar bentuk bangunannya tidak
jelas, seakan-akan berasal dari persegi untuk bentuk dua
dimensinya, namun kemudian digabungkan dengan bentuk segitiga
dalam bentuk tiga dimensinya. Tilted floors and walls/ lantai dan
dinding yang miring jelas terlihat dari tampak. Terlebih karena
bangunan memang seakan-akan segera rubuh dengan adanya
kemiringan-kemiringan tersebut. Namun Libeskind berhasil
menggabungkan semuanya itu dan menghasilkan bentukan yang
memang dinamis dan sebelumnya tidak dapat ditemukan dalam
aliran arsitektur modern. Daniel kerap dijuluki sebagai arsitek
dekonstruksi yang beraliran between the lines, karena ia berada di
antara modern dan neo modern serta berupaya menggabungkan
keduanya hingga mendapatkan suatu desain baru

149

Anda mungkin juga menyukai