Anda di halaman 1dari 32

ARSITEKTUR POST MODERN

DOSEN : Ir. PHILIPUS JERAMAN


,MT.

ARSITEKTUR PASCA MODERN


DAN
ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
OLEH : 1. SURYANDA M . TAKA
2. ANTONIUS V. M. SOLO
3. ERENTUS LATONG
4. DIONISIUS P. MUKI
5. JOURDI A. SERAN
6. GODELFRIDUS A. BERE
ARSITEKTUR PASCA MODERN
SEJARAH PASCA MODERN

Pasca modern atau Post-modernisme adalah istilah yang dipakai dalam


mengungkap gagasan, pemikiran, aliran, atau gerakan yang datang dari para
pemikir yang keberadaannya mempengaruhi perkembangan kebudayaan serta
kehidupan manusia pada abad ke 21. Aliran, pemikiran dan filsafat Post-
modernisme ini menjadi ciri utama dari kebudayaan manusia abad ke21 yang
ditandai dengan berkembangnya era informasi setelah berakhirnya era industrial
di penghujung abad ke-20. Tokoh-tokoh pemikirnya antara lain Jacques Derrida
(1970), Jean Francois Lyotard (1979), dan Jean Baudrillard (1981) untuk bidang
filsafat, serta Charles Jencks (1972) sebagai tokoh dari gerakan arsitektur
postmodern yang sangat berpengaruh. Pengaruh Post-modernisme ini merebak
hampir di segenap aspek kehidupan manusia seperti seni, arsitektur, sastra,
komunikasi, fashion, gaya hidup hingga teknologi. Awal lahir dan
berkembangnya Post-modernisme dalam bidang arsitektur dilatar-belakangi oleh
adanya ‘kegagalan’ dari arsitektur modern, di mana muncul kebosanan dalam
keseragaman, tiada identitas diri pada lokasi, belenggu efektivitas dan efisiensi
dari produk massal, serta pengaruh kuat dari proses industrialisasi komponen
bangunan.
PASCA MODERN DALAM BIDANG
ARSITEKTUR

Arsitektur Pasca Modern merupakan lanjutan dari Arsitektur


Modern, dimana nilai-nilai yang ada pada Arsitektur Post Modern
merupakan pengembangan dari Arsitektur Modern yang ada
sebelumnya. Oleh sebab itu, banyak nilai-nilai pada Arsitektur
Post-Modern yang sama dengan nilai-nilai Modernisme yang
muncul terlebih dahulu. Selain itu, Arsitektur Post-Modern juga
mengambil nilai-nilai yang terdapat pada Arsitektur pra-modern.
Hal ini untuk mengisi kekurangan yang terdapat pada Arsitektur
Modern.
Dalam bidang arsitektur, gerakan atau aliran atau pemikiran
apa yang disebut sebagai Postmodernisme dalam arsitektur
– dikenal luas sebagai aliran ‘Arsitektur Post-modern’.
Melihat sejarah lahirnya aliran Arsitektur Post-modern,
pada tahun 1958 tokoh awal arsitektur post-modern, Charles
Jencks, menerbitkan buku yang cukup terkenal di USA
yaitu buku berjudul: The Failure of Modern Architecture
[4]. Dalam bukunya, Jencks mengemukakan berbagai
alasan dan bukti-bukti bahwa terjadi ‘kegagalan-kegagalan’
dalam gerakan arsitektur modern. Beberapa alasan dan
bukti-bukti tentang adanya kegagalan dalam aliran
arsitektur modern ini antara lain:
a) Kebosanan akibat tampilan-tampilan bentuk yang cenderung
seragam/serupa.
b) Kebosanan akibat tampilan/ekspresi bentuk yang terkungkung oleh
prinsip efisiensi dan efektivitas bentuk dalam arsitektur.
c) ) Kebosanan akibat munculnya keseragaman/kemiripan tampilan bentuk
dengan alasan mengangkat ciri kesederhanaan.
d) Tiada atau hilangnya identitas tempat atau lokasi – akibat penekanan
bentuk-bentuk kubisme dan geometrik.
e) Tiada atau hilangnya identitas tempat atau lokasi – akibat
penetapan/pemilihan bentuk-bentuk yang rasional-goemetris tanpa
melihat pada aspek sejarah atau lokalitas.
f) Terkungkungnya tampilan bentuk yang cenderung dikuasai oleh produk-
produk massal akibat proses industrialisasi.
Ciri-ciri Arsitektur Pasca Modern
Aliran atau paham dari arsitektur post modern adalah aliran atau paham
atau gerakan bidang arsitektur yang menyangkut perancangan arsitektur,
di mana di dalamnya ditekankan adanya ciri-ciri khas (karakteristik)
post modern seperti :

a. Adanya penggabungan atau pencampur-bauran berbagai unsur


(bentuk) sehinggah bersifat eklektisme.
b. Adanya sifat penyimpangan dalam bentuk
c. Adanya sifat irony
d. Adanya memori atau kembali pada ragam hias atau ornamen
e. Adanya memori atau kembali pada referensi sejarah
f. Adanya komposisi bentuk-bentuk yang rumit dan bukan lagi
kesederhanaan.
g. Adanya penghormatan kepada keragaman bentuk.
ALIRAN-ALIRAN ARSITEKTUR POST
MODERN

• ALIRAN HISTORICISM
Menggunakan dekorasi berupa elemen-
elemen klasik (misalnya ionic, Doric, dan
Corinthian) yang digabungkan dan
disesuaikan dengan pola-pola modern pada
bangunan.

Robert Venturi Allen “ Memorial Art


Museum “ USA

Tokoh Arsitek : Aero Saarinen, Philip Johnson, Robert Venturi, Kisho


Kurokawa, Kyonori Kikutake.
• ALIRAN STRAIGHT REVIVALISM

Terdapat penggunaan langgam neo-klasik ke dalam bangunan yang memiliki


irama komposisi berulang dan simetris.

Aldo Rossi “ Blok 10 Berlin “ German

Tokoh Arsitek: Aldo Rossi, Monta Mozuna, Ricardo Bofil, Mario Botta
• ALIRAN NEO-VERNACULARISM
Menerapkan elemen tradisional dalam perancangan bangunan. Hal ini
berfungsi untuk menghidupkan kembali suasana tradisional setempat dengan
membuat bentuk dan pola-pola bangunan sesuai dengan arsitektur lokal.

Tokoh Arsitek: Darbourne & Darke, Joseph Esherick, Aldo van Eyck
• Aliran Contextualism (Urban)
Pada aliran arsitektur post modern contextualism, semua konsep desain mengarah dan
terpusat pada lokasi penempatan bangunan, di mana desain harus memperhatikan
lingkungan sekitar agar bisa tercipta komposisi yang selaras dengan lingkungan
sekitar. Aliran ini juga terkenal dengan nama aliran urbanist. Kalau dalam bangunan
rumah, bisa dibilang ini adalah filosofi menciptakan rumah ramah lingkungan.

Tokoh arsitek yang mengikuti aliran contextualism ini adalah Lucien Kroll, Leon
Krier, dan James Stirling.
• ALIRAN METAFORA

Mengekspresikan secara eksplisit dan implisit ungkapan metafora dan


metafisika(spiritual) ke dalam bentuk bangunan.

Contoh arsitek: Stanley Tigerman, Antonio Gaudi, Takeyama.


• ALIRAN POST-MODERN SPACE
Memperlihatkan pembentukan ruang dengan mengkomposisikan komponen
bangunan itu sendiri.

Contoh arsitek: Peter Eisenman, Robert Stern, Charles Moore, Kohn,


Pederson-Fox.
Kesimpulan
Aliran, pemikiran, dan filsafat post-modernisme ini menjadi ciri utama dari
kebudayaan abad ke-21 yang ditandai dengan berkembangnya era informasi
setelah berakhirnya era industrial di penghujung abad 20. Aliran, pemikiran,
dan filsafat post-modernisme ini terus berkembang mencari bentuk-bentuk
yang mapan seiring dengan perubahan dan perkembangan kebudayaan yang
tengah terjadi. Pengaruh post-modernisme ini merebak hampir di segenap
aspek kehidupan manusia yang penting serta merupakan bagian kebudayaan
masyarakat, seperti: seni, arsitektur, literatur/sastra, komunikasi, fashion, dan
gaya hidup hingga teknologi.
Post-modernisme berpengaruh juga di bidang arsitektur. Awal lahir dan
berkembangnya Postmodernisme dalam bidang arsitektur dilatar-belakangi
oleh adanya ‘kegagalan’ dari arsitektur modern, dimana muncul: kebosanan
dalam keseragaman/kemiripan bentuk, tiada identitas pada lokasi/tempat,
belenggu efektivitas dan efisiensi dari produk massal, pengaruh kuat dari
proses industrialisasi komponen bangunan, dsb.
ARSITEKTUR
DEKONSTRUKSI
Dekonstruktivisme dalam arsitektur
yang lazim disebut sebagai
dekonstruksi, atau arsitektur
dekonstruksi merupakan
pengembangan dari langgam
arsitektur postmodern yang dimulai
pada akhir dekade 1980-an. Arsitektur
dekonstruksi dikarakterisasikan
menurut konsep-konsep seperti
fragmentasi (pemecahan),

(pemecahan), ketertarikan dalam memanipulasi permukaan suatu struktur atau façade,


serta bentuk-bentuk non-rectilinear yang menciptakan distorsi dan dislokasi terhadap
elemen-elemen arsitektur tertentu, seperti struktur dan selubung bangunan. Kehadiran
dekonstruksi pada hakikatnya bertujuan untuk membebaskan arsitektur dari
pemahaman sempit para praktisi yang hanya berdasarkan pada prinsip-prinsip
arsitektur modern seperti “form follows function”, “purity of form”, “truth to
materials”, dan lain sebagainya.
Dekonstruktivisme dalam arsitektur menggariskan prinsip-prinsip penting sebagai berikut,
bahwa:

• Tidak ada yang absolut dalam arsitektur. Tidak


ada satu cara atau gaya yang terbaik, atau
landasan hakiki dimana seluruh arsitektur harus
berkembang. Gaya klasik, tradisional, modern
dan lainnya mempunyai posisi dan kesempatan
yang sama untuk berkembang.

• Tidak ada ontologi dan teologi dalam arsitektur. Tidak ada tokoh atau figure yang perlu
didewakan atau disanjung.
• Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus segera diakhiri.
Perkembangan arsitektur selanjutnya harus mengarah pada keragaman pandangan dan tata
nilai.
• Visiocentrism atau pengutamaan indera penglihatan dalam arsitektur harus diakhiri.
Potensi indera lain harus dimanfaatkan pula secara seimbang.
• Arsitektur tidak lagi identik dengan produk bangunan. Arsitektur terkandung dalam ide
gambar, model dan fisik bangunan, dengan jangkauan dan aksentuasi yang berbeda.
Sejarah Dekonstruksi
Paham dekonstruksi berasal dari filsuf Jacques
Derrida, dekonstruksi adalah pendekatan
untuk memahami hubungan antara teks dan
makna. Pendekatan Derrida terdiri dari
melakukan pembacaan teks mencari hal-hal
yang bertentangan dengan makna yang
dimaksudkan atau kesatuan struktural dari
teks tertentu.

Tujuan dekonstruksi adalah untuk


menunjukkan bahwa penggunaan bahasa
dalam teks yang diberikan, dan bahasa secara
keseluruhan, sangat rumit, tidak stabil, atau
tidak mungkin tereduksi. Sepanjang
bacaannya, Derrida berharap dapat
Jacques Derrida
menunjukkan dekonstruksi di tempat kerja.
Dekonstruktivisme dalam
arsitektur mulai dikenal publik
sebagai hasil dari entri desain
untuk kompetisi arsitektur Parc
de la Villette 1982, yang diajukan
oleh Jacques Derrida, Peter
Eisenman dan Bernard Tschumi
(yang menang). Kemudian, pada
tahun 1988 sebuah Museum Seni
Modern menggelar pertunjukan
di New York yang berjudul
"Deconstructivist Architecture",
yang dikuratori oleh Philip Parc de la Villette 1982
Johnson dan Mark Wigley.
Klasifikasi Dekonstruksi
Terdapat beberapa jenis arsitektur dekonstruksi
yaitu:

1.Dekonstruksi Derridean
2.Dekonstruksi Non-Derridean
3.Dekonstruksi Bentuk Arsitektural
4.Dekonstruksi Struktur
Ciri Dan Karakter Arsitektur
Dekonstruksi
Arsitektur dekonstruktivis
dicirikan oleh manipulasi
tampilan, fragmentasi, dan
bentuk-bentuk non-
bujursangkar yang distorsi
dan melanggar norma
arsitektur konvensional,
terutama pada struktur dan
tampilan bangunan.

Gaya ini dengan sengaja menyandingkan elemen-elemen yang tampaknya saling


bertentangan untuk menantang gagasan tradisional tentang harmoni dan kontinuitas
bahkan stabilitas.
Misalnya material atap yang digunakan di bawah, bentuk lekukan yang seakan tidak
seimbang dll. Singkatnya, dekonstruktivisme menantang hampir semua gaya desain
bangunan tradisional. Namun, semua itu sebenarnya tidak lebih dari serangkaian
lonjakan postmodernis dan tidak menjadi gaya desain yang konsisten.
Penelusuran Preseden
Membahas dekonstruksi dalam arsitektur tidak bisa dilepaskan dari preseden-preseden
yang dihasilkan oleh arsitek-arsitek yang dikelompokkan dalam arsitek dekonstruksi
seperti : FrankGehry, Peter Eisenman, Zaha Hadid, Benard Tschumi, dan Rem
Koolhas. Penelusuran preseden sangat diperlukan untuk menemukan arah
kecenderungan dari paradigma (pola) suatu model sebagai produk dan obyek yang
kongkrit dalam mempresentasikan image.
1. FRANK O. GEHRY
Frank Gehry memulai dari
beberapa rumah tinggal di
California, kemudian
museum Aerospace di Santa
Monica, dan Restoran ikan di
Kobe. Kesemuanya tampak
sebagai suatu ekspresi
scluptural (barang seni) dari
pada wadah suatu fungsi.
Sosok solid masif
mengesankan kenihilan atau
suatu the presence of absence.
museum Aerospace di Santa Monica

Di dalam mengkomposisikan ruang dan bidang tidak nampak prinsip-prinsip order


dari arsitektur klasik yang digunakan seperti : unity, harmony, dan balance. Secara
keseluruhan bangunan meninggalkan citra sebagai suatu komposisi yang retak,
terpuntir, dan berkesan belum selesai.
2. Peter Eisenman
Peter Eisenman yang melambung oleh
karya-karyanya yang dekonstruktif
seperti House I sampai dengan House X,
mendasarkan komposisi ruang-ruangnya
pada komposisi yang memutarbalikkan
order-order dalam arsitektur klasik.
Ruang-ruang ciptaannya diwarnai oleh
berbagai patahan, ruang-ruang melayang,
dan balok-balok yang berkesan
berterbangan.
Peter Eisenman HOUSE III

Secara keseluruhan komposisi ruangnya sangat naratif dan mampu mengungkapkan


komposisi superposisi dari sebuah perjalanan sejarah masa silam, merasakan masa
kini, dan sekaligus melayangkan lamunan ke masa datang.
3. Rem Koolhaas

Rem Koolhaas mendasarkan karya-karyanya


pada konsep kombinasi tipologi. Beberapa
karya besarnya seperti Apartemen di
Belanda, Berlin, dan Florida membuktikan
bahwa tipologi akan menjadi acuan utama
dalam menampilkan blok-blok maupun
façade yang sangat diwarnai oleh sosok-
sosok abstrak yang terdiri dari kotak-kotak
kaca yang sangat repetitif dan tiba-tiba
dipecahkan oleh beraneka macam motif
grafis seperti segitiga merah, balkon-balkon
kuning, dan kotak-kotak biru. Baik dari
penggunaan bahan maupun pemilihan
warnanya nampak jelas tidak lebih hanya
merupakan unsur komersial dari pada artistik.
4. Zaha Hadid

Zaha Hadid menjulangkan struktur berlapis


yang berkesan lentur pada karya-karyanya.
Denah bersusun dengan dimensi yang
berbeda akan menciptakan komposisi void
dan solid yang sangat kaya dan sekaligus
tidak efektif. Filosofi “anti” tercermin dalam
berbagai konsep “dis-“ dan “de-“ pada semua
karyanya yang anti pusat, anti as, anti simetri,
anti seimbang, anti selaras, dan anti fungsi.
Berbagai hal tersebut diatas telah
menempatkan dirinya sulit dikelompokkan
dalam arsitektur pasca-fungsionalis karena
bukan termasuk pasca-modern maupun neo-
klasik. Karyanya sebenarnya cenderung
kepada pasca-strukturalis atau sejalan dengan
dekonstruksi.
5. Bernard Tschumi
Bernard Tschumi dalam pendekatan
perancangannya menggunakan Teori
Manhattan Transcript yaitu
transgresi dan regresi. Teori ini
mendasarkan studi gerak manusia
sebagai dasar untuk menggerakkan
titik, garis, dan bidang dalam
membentuk ruang. Hasilnya bisa
dilihat pada Parc La-Villette yang
merupakan gambaran nyata dari
ideologi dekonstruksi.

Dari ideologi ini style bangunan dapat terbaca. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa dekonstruksi bukan style (gaya) melainkan suatu proses yang bisa menghasilkan
banyak style.
PARADIGMA KONSEPTUAL

Dari ilustrasi di atas, dapat dipelajari suatu paradigma konseptual untuk


menelusuri pemahaman istilah Dekonstruksi dalam arsitektur. Pemahaman
tersebut tertuang dalam kerangka prescription (ketentuan) dibawah ini.
Ketentuan tersebut meliputi :

1.Logo-Sentris
2.Anti-Sintesis
3.Anti-Fungsional
4.Anti-Order
1. Logo-Sentris
Konsep arsitektur yang merupakan gabungan antara pemahaman arsitektural dan
pemahaman filosofis mendasari doktrin Logo-Sentris. Dari pemahaman filosofis,
arsitektur akan mengalami proses artikulasi metafisik secara multivalensi.
Konsep ini membuka peluang bagi Dekonstruksi untuk berkembang dalam
arsitektur. Visualisasi Dekonstruksi akan mempunyai kecenderungan pada
refleksi otoritas Logosentris. Sejalan dengan faham Derridean , pemahaman
filosofis dari arsitektur akan meluaskan batasan bahwa prinsip order adalah
bukan absolut. Paradigma ini sebenarnya sejalan pula dengan berbagai
perkembangan yang terjadi pada seni, sastra, filsafat, sosial, dan fisika. Bernard
Tschumi merupakan arsitek yang sangat berhasil mengungkapkan proses
artikulasi metafisik ke dalam bentuk-bentuk “folies” dalam Parc La Villete-nya.
Tidak adanya metaphora titik awal dan titik akhir dari konfigurasi denah
menyebabkan karya tersebut berkesan “tidak selesai”. Konfigurasi ini mampu
memberi peluang bagi penikmat untuk melengkapi imajinasinya.
2. Anti-Sintesis

Konsep anti-sintesis mengandung konsep penolakan terhadap


sementara pandangan bahwa arsitektur adalah sintesis. Suatu hasil
yang berasal dari rangkaian proses analisis dari elemen yang
programatis. Merasa tidak puas dengan apa yang dihasilkan melalui
program yang sistematis, Dekonstruksi berpaling pada nilai yang
lebih hakiki yang akan menurunkan aturan yang seirama dengan
hukum alam yaitu nilai intuisi. Karena nilai intuisi lebih membawahi
otoritas dalam proses visualisasi, maka arsitektur akan lebih
merupakan sebuah hipotesis dari pada sintesis. Dalam konteks ini
hubungan antara analisis dan sintesis merupakan hubungan yang
bersifat “disjunctive” atau “or” atau ekivalensi.
3. Anti-Fungsional

Dekonstruksi mendasarkan faham bahwa antara bentuk (form) dan fungsi


(function) bukan merupakan hubungan yang dependent melainkan lebih pada
hubungan independent. Hal ini sejalan pula dengan konsep “disjunctive” yang
telah disebutkan diatas. Style yang lahir dari prinsip anti-fungsi ini akan membawa
pertanyaan mengenai metoda merancang yang dipakai. Metoda merancang
merupakan suatu proses kegiatan kreatif. Kecenderungan yang mungkin timbul
dari apabila kegiatan kreatif ini memuaskan maka akan dijadikan suatu kegiatan
rutin. Dalam beberapa hal kegiatan rutin ini akan membatasi kegiatan kreatif dan
munculnya kegiatan kreatif dalam kegiatan rutin merupakan prosedur yang alami.
Hubungan yang bersifat independent antara form dan function memberi peluang
bagi penggunaan metode kreatif seperti superposisi, fragmentasi, dan kombinasi
yang berdasar pada prinsip-prinsip matematis seperti halnya yang dilakukan
Tschumi pada Parc La Villette.
4. Anti-Order

Order akan menghasilkan ekspresi keutuhan dan kestabilan. Order


dalam arsitektur yang berakar pada arsitektur klasik seperti unity,
balance, & harmony, akan memberi kecenderungan pada
pembentukan space yang figuratif. Arsitektur Dekonstruksi bukan
mengarah pada kecenderungan ruang dan obyek yang figuratif karena
arsitektur yang figuratif akan memperkuat keabsolutan order.
Disamping itu, order melahirkan bentuk-bentuk geometri yang
programatis yang akan berlawanan dengan konsep visualisasi
simbol/makna yang retorikal, tidak fixed, dan multivalen. Karena
makna adalah sesuatu yang kontekstual, tergantung atas nilai
masyarakat sesaat.
Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan mengenai dekonstruksi dalam


arsitektur beserta preseden-preseden yang berhubungan dengannya,
kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting sebagai substansi
dalam studi tematik mengenai dekonstruksi. Dekonstruktivisme dalam
arsitektur bukanlah suatu langgam seperti para pendahulunya.
Meskipun terdapat kemiripan pada desain karya-karya yang
mengisyaratkan kehadirannya, dekonstruksi tetap tinggal sebagai
sebuah metode dalam melahirkan strategi transformasi yang dapat
menghasilkan berbagai macam ide dalam desain, berdasarkan konsep
dan pola pemikiran arsitek sebagai perancang. Dekonstruksi tetap tak
dapat didefinisikan secara pasti, sebab berdasarkan pada konsep hakiki
yang mendasarinya, saat dekonstruksi telah dapat terdefinisikan, ia
tidak lagi dapat disebut sebagai dekonstruksi.

Anda mungkin juga menyukai