“ARSITEKTUR DEKONTRUKSI”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
FAKULTAS TEKNIK
PROGAM STUDI ARSITEKUR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunianya dan kehendaknya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun
tema dari makalah ini yaitu “ARSITEKTUR DEKONTRUKSI”.
Akhir kata, penulis menyadari pada makalah ini juga tidak terlepas dari
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak penulis harapkan.
Terima kasih.
Palembang, 04/12/2019
[Agung Kurniawan]
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam dunia arsitektur sering kali terjadi perubahan yang selaras dengan perkembangan
teknologi, politik, sosial, ekonomi. Modernisasi timbul ketika revolusi industri pada tahun 1863 -
1960. Pada keadaan inilah yang membawa perubahan dalam mayarakat yang akan mempengaruhi
pula perubahan dalam arsitektur. Gagasan modernisme dalam arsitektur dan tumbuh semenjak
akhir abad ke19 di Eropa barat yang diakibatkan oleh berbagai kemajuan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Terjadinya spesialisasi dan terpisahnya dua keahlian, yaitu arsitek
dalam hal fungsi ruang dan bentuk disatu pihak dan akhli struktur dan konstruksi dalam hal
perhitungan dan pelaksanaan.
Arsitektur modern itu timbul karena adanya kemajuan dalam bidang teknologi yang membuat
manusia cenderung untuk sesuatu yang ekonomis, mudah dan bagus. Hal itu dapat dilihat dari
adanya penemuan – penemuan seperti dinamit yang memudahkan manusia untuk menggali lubang
atau penggunaan mesin yang dapat mempercepat produksi dan menghemat tenaga manusia. Tapi
itu semua tidak membuat manusia senang karena penggunaanya yang disalahgunakan, karena
dinamit yang mestinya membantu manusia malah mencelakakan manusia, Arsitektur Modern
sebelum Perang Dunia I dimulai dengan adanya pengaruh Art Nouveau yang banyak menampilkan
keindahan plastisitas alam, dilanjutkan dengan pengaruh Art Deco yang lebih mengekspresikan
kekaguman manusia terhadap kemajuan teknologi. Konsep tersebut kemudian dimanifestasikan ke
dalam media arsitektur dan seni, serta gaya hidup.
i
BAB II
PEMBAHASAN
ARSITEKTUR DEKONTRUKSI
Pada sebuah simposium di “Tate Gallery” di London dalam bulan Maret 1988 terjadi beda
pendapat antara pihak yang berpegangan pada hubungan Dekonstruksi dengan filsafat dan pihak
yang memandang Dekonstruksi sebagai perkembangan Sejarah Seni dan Konstruktivisme Rusia.
Sukses ini berkat kombinasi filsafat Dekonstruksi; Jacques Derrida dan Konstruktivisme Rusia.
Karena itu penting untuk meninjau pertalian antara teori dan praktek, antara renungan dan
rancangan. Pada bulan Oktober tahun 1985 pada Colloquium di Paris duapuluh orang Arsitek,
filsuf dan kritisi membicarakan peran teori dalam Arsitektur dari arti Arsitektur bagi filsafat.
Aliran Dekonstruksi tidak terdapat dalam Arsitektur saja, bahkan Jacques Derrida telah
menemukan logik yang bertentangan dalam akal dan implikasi, dengan tujuan untuk
menunjukkan bahwa sebuah teks tidak pernah setepatnya mengandung arti yang hendak
dikatakannya atau tidak mengatakan yang dimaksudkan. Derrida berpendapat bahwa kegiatan
Tschumi dan Eisenman dalam Arsitektur sama dengan perbuatannya dalam filsafat, yaitu kegiatan
Dekonstruksi.
Pengertian Arsitektur
Arsitek adalah perencana bangunan, sedangkan Arsitektur adalah hasil dari rancangan
Arsitek yang berbentuk bangunan dengan pemikiran yang matang dalam pembentukan ruang.
Pembaharuan arsitektur secara menerus adalah disebabkan perubahan konsep ruang.
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas,
arsitektur mencakup merancang dan membangun lingkungan, mulai dari level makro yaitu
perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur landscape, hingga ke level mikro yaitu desain
bangunan, desain perabot dan desain produk, arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses
perancangan tersebut.
Menurut Van Romondt : Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia dengan bahagia.
Ruang berarti menunjuk pada semua ruang yang terjadi karena dibuat oleh manusia atau
juga ruang yang terjadi karena proses alam seperti gua, naungan pohon dan lain-lain.
1
Dalam kamus Merriam Webster mendefinisikan arsitektur sebagai:
Seni atau praktek merancang dan membangun suatu bangunan dan terutama bangunan
yang layak ditempati.
Susunan atau konstruksi sebagai (atau seakan akan sebagai) hasil dari tindakan yang
dilestarikan.
Lahirnya Dekonstruksi
Menggunakan ide Michael Foucault dari new episteme yang memecahkan humanisme,
Eisenman mengedepankan bahwa modern arsitektur menjauhkan manusia dari pusat bumi ini,
memperkenalkan ide bahwa sesuatu kepemilikan dan fungsionalisme dapat diubah menjadi
atemporal dan mode dekomposisi. Suatu metode desain dengan bentukan yang diyakini
berasal dari seri bagian-bagian – tanda tanpa makna. Bila ini terdengar familiar, pastilah
karena dekonstruksi telah menjadi salah satu fakultas seni terkemuka di Ivy League, dan
sekarang telah menjadi suatu ortodoks/ paham.
Ditekankan bahwa mereka bukan diibaratkan sebagai orang Ethuopia yang berharap
untuk mengubah lingkungan, melainkan lebih memainkan bentuk modern dengan
memasukkan unsur estetika; kesan esensial mereka bukanlah etik namun bergaya.
Goldbenger mengklaim bahwa bangunan yang dapat dikategorikan neo-modern saat itu
adalah Bernard Tschumi - parc de la Villette, karena rancangannya merupakan hasil fantasi
tanpa adanya ideologi yang pasti. Pendapat ini bisa benar dan salah; benar-karena Tschumi
membuat bentukan paviliun dengan memainkan bentuk konstruktivisme yang melayang;
one-for mannerism merupakan salah satu karakteristik dari purna dan post modern arsitektur.
Tschumi berkeras bahwa folies yang ada mengilustrasikan teori dari dekonstruksi.
Pada ideologi ini, dihubungkan dengan Eisenman, yang benar-benar memperbarui new
modernism dengan bentukannya yang ‘baru’ dalam arsitektur. Anti humanist, decentring,
penghilangan manusia dari dunia, menurut Eisenman akan eksis di filosofi modern, akan
tetapi dalam arsitektur hal itu tidak terjadi. Cukup beralasan sebab, arsitek hingga
sekarang harus menyesuaikan fungsi bangunan mereka dan menyocokkan dengan
lingkungan yang ada. Sekarang new modern tidak lagi mempercayai humanism; mereka lebih
memilih untuk mengerjakan rancangan mereka sebagai self-justifying, yang bermain dengan
ide metafisik. Arsitek-arsitek yang mempelopori aliran ini adalah Peter Eisenman, Bernard
Tschumi, Daniel Libeskind, Fujii, Frank Gehry, Rem Koolhas, Zaha Hadid, Morphosis/
2
Thom Mayne dan Hejduk, tapi bukan Foster, Rogers, Hopkins, Maki dan Pei. Merekalah
pembentuk dekonstruksi dengan melanjutkan gerakan modern dengan cara mengelaborasi
dan menggabungkan bentukan yang kompleks.
Pengertian Dekonstruksi
Hampir semua orang memiliki pemahaman yang berbeda-beda sejak konsep ini ada
pada tahun 1971 dan telah menjadi fokus utama teori literatur Amerika dan Perancis. Di luar
itu, kita harus mewaspadai central paradox yang mengatakan bahwa dekonstruksi telah
menjadi akademik ortodoks dalam beberapa universitas Amerika, kampus seni dan arsitektur,
dan lain-lain. Dekonstruksi adalah sekolah filsafat di Perancis pada akhir 1960 dan memiliki
pengaruh yang kuat terhadap kritisme di Amerika. Penciptanya adalah Jacques Derrida. Lahir
sebagai respon komplek terhadap teori dan pergerakan filosofi abad 20. Sedangkan dalam
arsitektur dekonstruksi adalah suatu pendekatan terhadap perancangan bangunan dengan
mencoba melihat arsitektur dari segi bagian dan potongan. Bentuk dasar arsitektur dirombak
semua. Bangunannya tidak memiliki unsur logis: bentuknya tidak berhubungan satu sama
lain, tidak harmoni, abstrak.
Dekonstruksi adalah post-strukturalism – yang merupakan reaksi pertama terhadap teori dan
praktek struktural dari Claude Levi Strauss, Noam Chomsky dan semua yang mendapatkan
pengertian dan pertentangan dalam struktur. Akan tetapi post strukturalisme tidak memiliki sifat
dekonstruksi di dalamnya sebagaimana dimaksudkan adalah adanya proses dislocation,
de-composing, dan de-coding. (Charles Jencks, 1980).
Untuk singkatnya, bila diturutkan dalam dunia dan hubungan etymological dari Nietzche dan
Derrida, kita dapat mendengar bahwa kata ‘de’ dan ‘di’ terangkum dalam kata dekonstruksi. Hal
ini memusatkan, mengkomposisikan, dan memisahkan keseluruhan struktur menjadi 3 bagian:
yakni debunk (menghilangkan); derides (mengejek); dan deprecates (mencela) semua nilai dan
norma yang mana telah ada dalam kehidupan.
Definisi dekonstruksi cenderung subjektif bila dilihat bagi tiap-tiap tokohnya. Hal ini tampak
jelas, di mana karya-karya arsitekturnya memiliki karakter yang berlainan satu sama lain, tetapi
seolah-olah memiliki persamaan pada bentuk ‘luarnya’ yang tidak beraturan, abstrak, hanya
berupa imajinasi namun kenyataannya dapat dibangun. Contoh perbedaan tersebut:
a. Wujud dari suatu bangunan tapi mencerminkan segi fungsional dari bangunan
tersebut, tetapi bukan sesuatu yang tematik. Misalnya : suatu dinding fungsinya
sebagai pembatas, tetapi bentuk atau penampilannya tidak selalu harus terbatas
seperti dinding umumnya (Post functional).
b. Dekonstruksi adalah suatu bangunan dengan ide-ide yang tidak dapat dibangun.
b. Mencakup hal-hal yang bersifat konflik dari pada menggambarkan suatu objek
dengan perbandingan ukuran yang sebenarnya, dalam arti setiap karyanya tidak
berskala dan tidak dapat diukur dengan tepat.
a. Setiap perancangan dari desain suatu karya Arsitektur adalah merupakan suatu
proyek percobaan yang harus menghasilkan sesuatu yang baru, belum pernah
diciptakan orang sebelumnya.
3
b. Nilai dari setiap penciptaan harus abadi, dalam arti berlaku segala masa, terutama
masa akan datang.
a. Anti post modern; anti classicism-neoclassicism; anti denial; tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk mengembangkan post modern sebagai perbendaharaan abstrak.
b. Pemikiran suatu desain bukanlah merupakan pemikiran komplek, tapi hasil dari
pemikiran tidak serius. Hasil yang nampak akan memberi kesan terpecah-pecah.
Dari perbedaan-perbedaan karakter gaya dan aliran 4 tokoh dekonstruksi di atas akan
nampak bahwa makna dekonstruksi itu sendiri seolah-olah kabur karena tidak adanya
kesamaan, sedangkan adanya kesubjektifan yang nyata dari tiap karakter. Dekonstruksi
merupakan suatu kebangkitan kembali dan perkembangan lanjutan dari apa yang telah ada di
era-era tahun sebelumnya, suatu aliran yang popular dan berkembang pesat di Rusia, yaitu
supprematism dan constructivist. Dekonstruksi memiliki arti yang berbeda-beda bagi tiap
orang. Oleh karena itu untuk mengerti artinya, maka harus mengerti perbedaan dari tiap
tokoh dan karyanya masing-masing.
Ada beberapa perbedaan aliran dalam dekonstruksi, yang mana dipengaruhi oleh
pergerakan masing-masing arsitek. Pada dasarnya ada kecenderungan 4 bagian dekonstruksi
yang mana nantinya tiap arsitek akan memiliki cirri khas aliran sendiri yang akan dibahas
pada contoh kasus berikutnya. Bagian dekonstruksi :
Pecahan dan diskontinu. Aliran ini dianut oleh Frank Gehry – yang mana
memecahkan keseluruhan bentukan menjadi berbagai bagian pecahan dan menjajarkan
pecahan-pecahan tadi dengan filsafat seni.
Peter Eisenman menemukan bahwa representasi itu sendiri merupakan tujuan akhir
dari arsitektur. Adalah benar adanya bahwa Eisenman telah pasti dengan kehilangan
pusat, perbedaan yang tidak dapat dipisahkan dengan modernism, massa yang uprooted,
akhir dari identitas etnik – akan tetapi tema ini selalu menomor duakan figure retorisnya
4
dan disublimasi menjadi satu set perubahan : catachresis, arabesque, grotesques atau
pada masa lampau disebut : scaling, self similarity, dan transformation. Hampir seluruh
bagian arsitekturnya bersifat sangat abstrak (meskipun sekarang beberapa representasi
konvensional telah masuk), ia tetap konsisten. Kebanyakan orang sulit untuk memahami
karyanya, karena konsep yang ia terapkan sangat sulit dipahami. Satu-satunya cara agar
dapat menghargai karya Eisenman adalah dengan membaca dan melihat karyanya,
maka akan ditemukan estetika, keindahan dan sedikit pergerakan, namun tetap privat.
b) Bentuk asemantik.
f) Tidak adanya keterikatan antara bentuk dan ruang yang ada di dalamnya.
l) Kehancuran semu.
5
m) Simbolik pribadi.
b) Fungsi indeterminan.
a) Tidak ada yang absolut dalam arsitektur. Tidak ada satu cara atau gaya yang
terbaik. Gaya klasik, tradisional, modern, dan lainnya mempunyai posisi dan
kesempatan yang sama untuk berkembang.
b) Tidak ada antologi dan teologi dalam artsitektur. Tidak ada tokoh atau figur
yang perlu didewakan.
c) Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus segera diakhiri.
Perkembangan arsitektur selanjutnya harus mengarah pada keragaman
pandangan dan tata nilai.
Penulusuran Preseden
6
1. Frank Gehry
2. Peter Eisenman
3. Rem Koolhaas
4. Zaha Hadid
7
5. Bernard Tschumi
Paradigma Konseptual
1. Logo-Sentris
2. Anti-Sintesis
Karena intuisi lebih mewadahi otoritas dalam proses visualisasi, maka arsitektur
akan lebih merupakan sebuah hipotesis dari pada sintesis. Dalam konteks ini, hubungan
antara analisis dan sintesis merupakan hubungan yng bersifat “disjunctive” atau “or”
atau ekivalensi.
3. Anti-Fungsional
Dekonstruksi mendasarkan paham bahwa antara bentuk (form) dan fungsi (function)
bukan merupakan hubungan yang dependent melainkan lebih pada hubungan
independent. Hal ini sejalan pula dengan konsep disjunctive yang telah desibutkan
diatas.
Style yang lahir dari prinsip anti-fungsi ini akan membawa pertanyaan mengenai
metoda merancang yang dipakai. Metoda merancang merupakan suatu proses kegiatan
kreatif. Kecenderungan yang mungkin timbul dari apabila kegiatan kreatif ini
8
memuaskan, maka akan dijadikan suatu kegiatan rutin. Dalam beberapa hal, kegiatan
rutin ini akan membatasi kegiatan kreatif dan munculnya kegiatan kreatif dalam
kegiatan rutin merupakan prosedur yang alami.
Hubungan yang bersifat independent antara form dan function memberi peluang
bagi penggunaan metode kreatif seperti superposisi, fragmentasi, dan kombinasi yang
berdasar pada prinsip-prinsip matematis seperti hal nya yang dilakukan Tschumi pada
Parc de la Villette.
4. Anti-Order
Order akan menghasilkan ekspresi keutuhan dan kestabilan. Order dalam arsitektur
yang berakar pada arsitektur klasik seperti unity, balance, dan harmony, akan memberi
kecenderungan pada pembentukan ruang yang figuratif.
Arsitektur modern seringkali menyebut dirinya sebagai arsitektur yang paling rasional,
arsitektur yang paling memiliki teknologi tinggi, dan arsitektur yang memiliki sistem
fungional yang sempurna sehingga pada waktu itu tidak ada alternatif pemikiran lain di
dalam arsitektur selain ‘berpikir monoton’ seperti halnya paham fungsional yang dimiliki
oleh arsitektur modern. Pengaruh dari suatu fenomena dari fungsi-fungsi yang dijanjikan
dapat dirasakan pada bentukan yang terjadi, sehingga menghasilkan bentukan-bentukan yang
tidak berkembang, seperti desain yang penuh dengan ‘kotak-kotak’ sederhana. Makin lama
keadaan ini menimbulkan kejenuhan, sehingga mulai timbul konflik penyangkalan dan
usaha-usaha untuk keluar dari ‘jalur’ yang ada.
Dekonstruksi merupakan salah satu jalan keluar yang patut dipertimbangkan dari
permasalahan-permasalahan yang timbul dari kejenuhan akan arsitektur modern. Sehingga
dapat dihasilkan pemahaman dan perspektif baru tentang arsitektur.
Pada arsitektur dekonstruksi yang ditonjolkan adalah geometri 3-D bukan dari hasil
proyeksi 2-D sehingga muncul kesan miring dan semrawut yang menunjuk kepada kejujuran
yang sejujur-jujurnya. Penggunaan warna sebagai aksen juga ditonjolkan dalam komposisi
arsitektur dekonstruksi sedangkan penggunaan tekstur kurang berperan. Bangunan yang
menggunakan langgam arsitektur dekonstruksi memiliki tampilan yang terkesan ‘tidak masuk
akal’, dan memiliki bentukan abstrak yang kontras melalui permainan bidang dan garis yang
simpang siur. Pada arsitektur dekonstruksi yang dikomunikasikan adalah :
Arsitektur dekonstruksi tidak mengikatkan diri kedalam salah satu dimensi waktu
(timelessness). Pandangan seperti ini mengakibatkan timbulnya pandangan terhadap
dekonstruksi yang berbunyi "Ini merupakan kesombongan dekonstruksi."
Dekonstruksi dapat dilakukan terhadap program yang dominan dalam tradisi arsitektur
modern, seperti konsep estetika murni, kaitan bentuk dengan fungsi, dan
lain-lain. Dekonstruksi program berusaha mematahkan otonomi modernisme dan
9
kaidah-kaidahnya dengan menggunakan pembalikan konsep-konsep yang diturunkan dari
modernisme sendiri atau sumber-sumber lain. Bernard Tschumi melakukan dekonstruksi
program dengan beberapa pendekatan, yakni :
1. Cross Programming
Menggunakan konfigurasi spasial tertentu untuk program yang sama sekali berbeda;
misalnya bangunan gereja digunakan untuk tempat bowling. Menempatkan suatu
konfigurasi spasial pada lokasi yang tidak berkaitan; misalnya museum diletakkan
dalam bangunan struktur parkir, atau beauty parlour dalam sebuah gudang.
2. Transprogramming
3. Dispogramming
1. Menata arsitektur yang kompleks tanpa rujukan pada kaidah desain tradisional
seperti komposisi, hierarki, keteraturan, tetapi pada konsep
“disjunction”, disosiasi dan fragmentasi.
Tschumi menghendaki agar Parc de la Villette yang luasnya 35 ha menjadi pusat budaya
yang terbuka dengan susunan bangunan yang terfragmentasi, alih-alih struktur taman yang
tunggal dan terpadu. Setiap saat program terbuka pada perubahan, sesuai dengan perubahan
kebutuhan. Sebuah folies bisa beralih fungsi, dari restoran menjadi wartel, pusat informasi
atau galeri seni, namun identitas taman secara keseluruhan dijaga konstan. La Villette tidak
memiliki pusat dan hierarki. Bentuk keseluruhan bukanlah hasil karya Tschumi, tetapi hasil
sistem garis (jalur sirkulasi) dan sistem bidang (lahan). Dengan demikian la Villette terhindar
dari proses homogenisasi yang akan membentuknya menjadi totalitas yang utuh. Karena la
Villette senantiasa berada dalam proses perubahan, maknanya pun terus menerus berubah
(undecidable).
10
2. Penerapan proses “scaling”, melalui pengembangan tiga konsep destabilisasi:
“discontinuity”, “recursibility” dan “self-similarities”.
3. Penolakan terhadap “center” sebagai bagian paling pentingn dan memiliki hierarki
lebih tinggi.
6. Eisenman dalam proyek “Romeo and Juliet” untuk Venice Biennale 1986 mencoba
memperlakukan lahan sebagai “palimpsest” dan “quarry” yang memiliki jejak-jejak
memori dan potensi untuk digali lebih lanjut, sementara dalam proyek “House X”
ia mencoba menghindari adanya pusat di dalam rumah.
Pengaruh Derrida dalam Arsitektur seolah mengisi kehampaan makna yang dirasakan
para arsitek terhadap Arsitektur Modern maupun Post Modern yang muncul
sesudahnya. Pada dasarnya setiap manusia adalah filsuf yang ingin mendapatkan jawaban
atas hal-hal hakiki dari apa yang dilakukannya atau dihadapinya.
Derrida adalah seorang filsuf dan ahli linguistik Perancis yang mempertanyakan kembali
dan menggugat filsafat modern yang menjadi dasar bagi konsep-konsep pemikiran modern di
segala bidang. Dengan cara berfikir retrogresif, ia membongkar pemikiran pada filsuf dan
penulis besar dengan membaca karya tulisnya (text) dengan teliti dan tajam. Dalam text-text
itu ia menemukan konsep-konsep yang kontradiktif, sehingga dengan demikian ia
menunjukkan kekeliruan penulis yang bersangkutan.
Banyak buku yang ditulis oleh Derrida berisi pemikirannya yang menyangkut banyak
bidang meliputi filsafat, bahasa, dan seni. Ia juga menciptakan banyak istilah baru dengan
pengertian yang cukup rumit. Dalam tulisan ini dibahas beberapa pemikiran Derrida yang
mempunyai hubungan langsung dengan rancangan.
Menurut Derrida, kata atau tanda kini tidak mampu lagi menghadirkan makna
sesuatu yang dimaksud secara serta merta. Makna harus dicari dalam rangkaian tanda
yang lain yang mendahului tnada yang pertama. Derrida menciptakan konsep
“difference”, ada dua kata dalam bahasa Inggris yang mendekati kata ini yaitu “to
differ” yaitu membedakan dan “to differ” yaitu menunda.
Dalam sistim tanda, konsep difference ini melihat bahwa antara yang hadir dan
yang absen ada dalam kondisi saling tergantung bukannya saling
meniadakan. Kehadiran baru punya makna bila ada kemungkinan absen yang setara.
2. Pembalikan Hierarki
11
Levi-Strauss dalam Antropologi. Strukturalisme dalam memahami fenomena selalu
mengadakan pemilahan (differensiasi) ke dalam elemen-elemen yang merupakan hasil
abstraksi.
Arsitektur adalah suatu cabang seni yang paling materiil dibanding seni yang
lain. Karena itu Arsitektur menghadapi banyak sekali kondisi oposisional karena harus
mengakomodir banyak hal. Kondisi oposisional yang mencakup aspek non-materi ini
dalam berarsitektur akhirnya harus diwujudkan dalam materi. Transformasi dari aspek
non-materi ketingkat materi merupakan suatu proses metaforis.
Derrida mempertanyakan keabsahan posisi ini dalam konsep “parergon” (para : tepi,
ergon: karya), yaitu bingkai lukisan. Sebagai yang marjinal, parergon oleh Derrida
diberi peranan yang penting untuk menunjukkan sikap pembalikan hierarki.
Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses berulang (iteratif)
pada konteks yang berbeda. Dalam Arsitektur, penggunaan metaphor secara
berulang-ulang akan membuka pemahaman yang lebih baik tehadap makna yang
dimaksudkan.
Derivasi filsafat Dekonstruksi Derrida ke bidang Arsitektur ini juga dilakukan oleh
dua orang Arsitek secara intens yaitu Peter Eisenman dan Bernard Tschumi.
Dekonstruksi Non-Derridean
Aaron Betzky dalam bukunya “Violated Perfection” mengelompokkan 210 orang arsitek
yang tergolong garda depan ini kedalam lima kelompok yaitu:[ Ibid]
1. Revelatory Modernist
12
program prefabrikasi tersbeut dan hasilnya adalah kumpulan ruang dan obyek yang
terfragmentasi. Yang termasuk kelompok ini : Gunther Behnish & Partner, Jean Nouvel,
Helmut Jahn, Emilio Ambasz, Steven Hall, Eric Owen Moss
3. Textualist
Kelompok ini melihat bahwa arsitektur yang ada sebagai “built Language” yang
tidak mampu lagi mencerminkan struktur dan kebenaran yang ada, seperti halnya kata
sebagai tanda tidak mampu serta merta menyampaikan makna (kelompok ini sebenarnya
termasuk kelompok dekonstruksi Derridean). Denah dan tampak bangunan yang ada
hanyalah menampilkan bias yang pucat (topeng) dari struktur-struktur kenyataan yang
ada, terlalu banyak yang diredam (repressed). Untuk itu struktur-struktur yang diredam
(absence) perlu ditampilkan dengan mengangkat konflik-konflik internal yang
ada. Bernard Tschumi sebagai salah satu eksponen kelompok ini menyatakan :
4. New Mythologist
Utopia merupakan mitos yang selalu ada pada setiap kurun waktu, karena tiada
harapan tanpa utopia. Utopia Arsitektur Modern adalah dunia yang satu, utuh dan
nyaris sama (international style) yang telah gagal memenuhi misi kemanusiaannya.
Utopia kedua adalah kebalikannya: Dystopia atau vision of self-destruction yang tidak
berkembang karena kesadaran manusia untuk tetap mempertahankan kehidupan.
Kelompok ingin menciptakan suatu utopia sebagai suatu mitologi baru, suatu dunia yang
lain yang lokasi dan kaitannya dengan masa lalu, masa kini dan mendatang tidak
dikenali. Diilhami cerita dan film fiksion seperti Star Wars, Blader Runner dan Star
Trek kelompok ini menggagas proyek-proyek imajiner yang menerobos kungkungan
gravitasi, iklim, langgam dan semua tatanan yang ada. Yang termasuk kelompok ini:
Paulo Soleri, Lebbeus Woods, Hodgetts & Fung Design Associates.
5. Technomoprisme
13
Dekonstruksi Bentuk Arsitektural
3. Secara intuitif melalui pengembangan respons dan impuls kreatif dalam diri arsitek,
seperti terjadi pada Rem Koolhaas dan OMA.
Dekonstruksi Struktur
1. Dekonstruksi Konstruksi Massa, seperti pada “Choral Work” karya Eisenman dan
Derrida.
2. Dekonstruksi Konstruksi Bidang, seperti pada “Best Products” karya James Wines
dan site atau “Berlin Museum” karya Libeskind.
Studi Kasus
Hysolar Building
14
3) Tidak adanya ruang yang terjadi karena fungsional seperti pada bangunan
arsitektur modern. Pada tampak terlihat cocktail sticks yang menopang
bangunannya dengan ‘tidak pasti’.
5) Banyaknya sudut bangunan yang muncul tanpa adanya penjelasan dari segi
fungsinya. Hal itu semata-mata dimunculkan untuk segi estetikanya.
Bangunan ini berawal dari bentuk geometris. Sama dengan arsitektur modern yang
menggunakan bentuk geometris sebagai dasar perancangannya, di mana bentuk
bangunan terjadi karena fungsi bangunan dan besaran ruang yang membatasinya. Akan
halnya pada bangunan dekonstruksi ini, memang dari bentuk geometris, tapi bentuk
geometris tadi diolah lagi sedemikian rupa. Bentuknya diurai-uraikan dan kemudian
dihadirkan kembali. Tidak hanya dalam bentuk sebuah bidang, namun juga
bentukan massa yang baru yang mengandung unsur sudut dan garis. Sehingga bentukan
yang terjadi pun jadi jauh lebih kompleks dari bentukan awal geometri. Massanya sarat
dengan unsur sudut yang miring, baik itu dari dindingnya, jendela, atap, dan lain-lain.
Hal inilah yang membuatnya berbeda dengan bangunan arsitektur modern. Pada
arsitektur modern, setelah bentukan awal denah geometris terjadi, maka akan langsung
diproyeksikan menjadi tampak dan potongan. Arsitektur dekonstruksi sebaliknya
sebagaimana telah diuraikan di atas.
Kesamaan lain yang mungkin dapat ditemukan adalah penggunaan bahan bangunan
yang bersifat modern, seperti baja, kaca, aluminium, dll. Pada bangunan modern,
kebanyakan dapat kita temui di Amerika, Chicago, penggunaan baja dan kaca dengan
denah tipikal dianggap sebagai bentukan arsitektur yang sangat menarik. Sedangkan
bagi para arsitek dekonstruksi khususnya dan post modern pada umumnya, penggunaan
material modern tidak hanya sekedar menerapkannya pada bangunan sebagai hasil dari
kemajuan teknologi yang ada. Akan tetapi, mereka menerapkannya ke bangunan
berdasarkan imajinasi mereka, berdasarkan kebutuhan mereka akan estetika yang kerap
dilupakan dalam arsitektur modern. Sehingga dapat terlihat berbagai alternatif
pengaplikasian material ke bangunan dalam berbagai bentuk yang baru. Kaca tidak lagi
terbatas persegi, namun bila diolah sesuai tampak bangunan, dimungkinkan saja untuk
menggunakannya dalam bentuk trapezium. Kolom-kolom baja yang awalnya lurus dari
lantai dasar sampai atas, dapat dibuat lain dengan memiringkannya. Sistem strukturnya
pun masih kuat.
Dengan adanya unsur estetika, bangunan post modern menjadi lebih dinamis dan
lugas dalam penyampainnya ke masyarakat. Bangunannya seakan-akan hidup dan tidak
hanya sekedar bangunan yang mati dan hadir sebagai suatu produk hasil produksi.
C. Arsitek obyek ini melakukan olahan hingga menjadi obyek post modern:
15
2) Gunther memiringkan dengan ekstrim dinding bangunannya sebagai salah satu
bentuk ‘protes/ menentang’ arsitektur modern yang mengenal dinding itu
haruslah tegak lurus bentuknya.
4) Gunther menggunakan banyak bentuk abstrak yang tidak beraturan dan tidak
beralasan. Ia dijuluki arsitek dekonstruksi dengan aliran abstracting the
open-end.
16
Peak Club Hongkong
Peak Club
Kompetisi ini dimenangkan oleh Zaha Hadid dengan kekhususan desainnya yang terdiri
dari ‘balok-balok’ memanjang yang disusun bertumpangan, seperti lapisan-lapisan horizontal.
Konsep perancangan tersebut terutama karena bentuk dari situasi geologi Hongkong, yang
terdiri dari lapisan-lapisan yang tersusun dengan tidak teratur sampai ke puncak
pegunungannya. Karena itulah, maka bentuk keseluruhan dari Peak Club Building ini seolah
seperti susunan pegunungan buatan manusia, yang tersusun seperti suatu “kesatuan” yang
tidak merata.
Hal inilah yang kemudian menjadikan bangunan ini termasuk sebagai objek post
modern, karena bangunan ini seolah-olah hidup dan berirama.Tidak ada kesan kaku dan
terikat. Semuanya terlihat sangat lugas. Berbeda dengan arsitektur modern yang kaku dan
tidak ‘hidup’ sama sekali. Akan tetapi kesinambungannya dengan arsitektur modern terlihat
dari pemakaian material modern dan ide bentukan massa asal yang berasal dari bentuk
geometri. Bentuk yang tersusun horizontal namun brutal dan dinamis, sesuai dengan situasi
Hongkong sendiri. Peak Club Building direncanakan sebagai suatu fasilitas untuk
bersenang-senang semata. Penampilannya mewah, dan digunakan untuk masyarakat kelas
atas. Sistem struktur yang unik merupakan bentuk keseluruhan dari bangunan ini, yang terdiri
dari 3 balok berbentuk linear, yang disusun secara tidak beraturan, membentuk sudut yang
berbeda. Dan disatukan dengan permainan ruang-ruang kosong yang bervariasi dan terletak
di antara balok-balok tersebut.
Balok pertama terdiri dari ruang-ruang kosong yang terletak di antara balok-balok massa,
difungsikan sebagai ‘club’ itu sendiri yang terdiri dari kolam renang, perpustakaan dan
fasilitas olah raga. Bagian massa-massa balok itu sendiri berfungsi sebagai apartemen dan
studio (2 lantai). Sedangkan bagian paling atas berfungsi sebagai penthouse. Fasilitas club
yang terletak pada ruang-ruang kosong di antara massa-massa tersebut benar-benar terbuka
dan disituasikan sebagai suatu “pegunungan“, dengan cara membedakan ketinggian lantai.
Seolah-olah seperti lapisan-lapisan, mulai dari kolam renang sampai bagian paling bawah.
Mengalir datar dan melalui sesuatu ramp sebagai area sirkulasi, bar-bar, perpustakaan, dan
tempat-tempat latihan. Konsep Zaha mengenai “penyatuan“ antara bangunan dan
lingkungannya telah tampak jelas di sini. Demikian juga dengan penghubung elemen-elemen
bangunan yang berbeda-beda sesuai aktivitasnya melalui sistem sirkulasi yang ada.
Dari bentuk bangunannya tersebut, maka tak heran bila Zaha dimasukkan ke dalam
dekonstruksi aliran neo constructivist, di mana system konstruksi bangunan dibuat seefisien
mungkin sebagai dasar perancangannya. Dapat berarti menciptakan suatu system struktur
yang tidak pernah terpikir sebelumnya, dan ternyata mampu mendukung seluruh bangunan
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan, menurut Zaha, suatu bangunan haruslah dirancang
dengan bertolak dari pemikiran-pemikiran sebagai berikut :
17
1) Bangunan adalah suatu proyek/percobaan yang tidak pernah selesai, sehingga akan
selalu menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru yang belum pernah ada.
Bahkan dimungkinkan suatu bentuk dari masa yang akan datang (future). Zaha
Hadid menganut aliran Russian Suprematism, suatu aliran yang mengawali
dekonstruksi pada umumnya.
4) Bangunan harus dapat memancing emosi dan imajinasi dari tiap-tiap orang yang
melihatnya. Untuk memancing emosi dan imajinasi, pada bangunan ini, Zaha
menggunakan warna-warna ‘berani’, terutama pada bagian penyajiannya.
5) Bangunan menggambarkan sesuatu yang abstrak dan liar, bahkan mungkin menjadi
brutal.
6) Bangunan adalah pemersatu ruang dalam dan ruang luar. Antara bangunan dan
lingkungan sekitar, merupakan kesatuan yang utuh dan saling melengkapi.
18
Peak Club Drawings
A. Konsep Desain
Desain Heydar Aliyev Pusat memiliki kesan yang terus menerus, hubungan fluida
antara plaza sekitarnya dan interior bangunan sebagai satu kesatuan yang dapat diakses
oleh semua warga sebagai bagian dari kain perkotaan Baku, yang didedikasikan untuk
perayaan kolektif budaya Azeri kontemporer dan tradisional. Formasi yang rumit seperti
undulations, bifurcations, lipatan, dan infleksi memodifikasi permukaan plaza ini ke
lanskap arsitektur yang melakukan banyak fungsi: ‘menyambut’, ‘memeluk’, dan
mengarahkan pengunjung melalui berbagai tingkat interior. Dengan sikap ini, bangunan
mengaburkan perbedaan konvensional antara objek arsitektur dan lansekap kota,
selubung bangunan dan plaza perkotaan, bentuk dan tanah, interior dan eksterior.
19
Bentuk Lipatan pada Heydar Aliyev Center
Fluiditas dalam arsitektur tidak baru untuk wilayah ini. Dalam arsitektur Islam,
baris, grid, atau urutan kolom mengalir tanpa batas, seperti pohon di hutan, membangun
ruang non-hirarkis. Pola kaligrafi dan hiasan terus menerus mengalir dari karpet ke
dinding, dinding untuk langit-langit, langit-langit untuk kubah, membangun hubungan
mulus dan mengaburkan perbedaan antara unsur-unsur arsitektur dan tanah yang mereka
huni. Tujuannya adalah untuk berhubungan dengan pemahaman sejarah arsitektur, tidak
melalui penggunaan mimikri atau suatu nilai tetap (norma) membatasi untuk ikonografi
masa lalu, melainkan dengan mengembangkan interpretasi tegas kontemporer,
mencerminkan pemahaman yang lebih bernuansa. Menanggapi penurunan tipis
topografi yang mebuat lahan terbagi menjadi dua bagian, proyek ini membuat lanskap
bertingkat yang mebiarkan koneksi alternatif dan rute antara plaza publik, bangunan,
dan parkir bawah tanah. Solusi ini menghindari penggalian tambahan dan TPA, dan
berhasil mengubah sebuah kelemahan menjadi fitur desain utama.
Salah satu elemen menantang yang paling penting dari proyek ini adalah
pengembangan arsitektur kulit bangunan. Ambisinya adalah untuk mebuat suatu bentuk
terus menerus yang berkesan homogen, namun mewadahi berbagai fungsi yang berbeda.
Logika konstruksi, dan sistem teknis harus dibawa bersama-sama dan terintegrasi ke
dalam selubung bangunan. Komputasi canggih digunakan, sebagai kontrol dan
komunikasi dari berbagai macam kompleksitas, antara banyak peserta proyek.
Heydar Aliyev Center prinsipnya terdiri dari dua sistem yang berkolaborasi:
Struktur beton dikombinasikan dengan sistem space frame. Untuk mencapai skala besar
ruang bebas kolom yang memungkinkan pengunjung untuk mengalami fluiditas interior,
elemen struktur vertikal diserap oleh selubung bangunan dan sistem dinding tirai
(curtain). Geometri permukaan tertentu mendorong solusi struktural yang tidak
konvensional, seperti pendekatan melengkung 'booting column' untuk membentuk
20
lengkungan dari permukaan tanah ke Barat bangunan, dan 'pas' meruncing dari balok
kantilever yang mendukung selubung bangunan ke timur site.
Dalam komposisi arsitektur ini, jika permukaan adalah musik, maka bagian
sambungan antara panel adalah irama. Sejumlah penelitian dilakukan pada geometri
permukaan untuk merasionalisasi panel tetap menjaga kelangsungan seluruh bangunan
dan lanskap. Sambungannya mempromosikan pemahaman yang lebih besar dari skala
proyek yang menekankan transformasi menerus dan gerak tersirat dari geometri fluida,
menawarkan solusi pragmatis untuk masalah konstruksi praktis seperti manufaktur,
penanganan, transportasi dan perakitan; dan menjawab permasalahan teknis seperti
menahan gerakan karena defleksi, beban eksternal, perubahan suhu, aktivitas seismik
dan beban angin.
21
Extension Totte Denver Art Museum The Eye and The Wing
Daniel Libeskind merupakan salah satu penganut gaya anti modern yang selalu dapat
terlihat dalam setiap proyek yang ditanganinya. Ia menyebut bangunannya sebagai “bukan
teori”, dan “bukan arsitektur”. Seperti Leon Krier yang mempengaruhi lewat membangun
tidak berdaar visinya. Libeskind memiliki pengaruh yang mana proyeknya benar-benar
murni dan tidak terkontaminasi dengan kenyataan. Model rancangannya kebanyakan
mengambil bentuk estetika neo modern ke arah ekstrim dengan menampilkan frenzied
cacophony dari ‘cocktail sticks’, ‘flying beams’, ‘excavations/ penggalian’, ‘tilted floor and
walls/ lantai dan dinding yang miring’, dan ‘self contradictory inscription/inskripsi diri yang
kontradiksi’. Semuanya ini dipusatkan pada akhir yang apokalipstik. Hasilnya, Libeskind
memperkenalkan bentukan gaya baru dari bangunan, di mana menghapuskan pendominasian
arsitektur modern setelah sekian lama.
Pada salah satu bangunan hasil rancangannya ini terlihat pemakaian flying beams,
karena dari tampak bangunannya sendiri sudah miring dan tidak beraturan. Dasar bentuk
bangunannya tidak jelas, seakan-akan berasal dari persegi untuk bentuk dua dimensinya,
namun kemudian digabungkan dengan bentuk segitiga dalam bentuk tiga dimensinya. Tilted
floors and walls/ lantai dan dinding yang miring jelas terlihat dari tampak. Terlebih karena
bangunan memang seakan-akan segera rubuh dengan adanya kemiringan-kemiringan tersebut.
Namun Libeskind berhasil menggabungkan semuanya itu dan menghasilkan bentukan yang
memang dinamis dan sebelumnya tidak dapat ditemukan dalam aliran arsitektur modern.
Daniel kerap dijuluki sebagai arsitek dekonstruksi yang beraliran between the lines, karena ia
berada di antara modern dan neo modern serta berupaya menggabungkan keduanya hingga
mendapatkan suatu desain baru.
22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam merancang dengan berpegang pada kaidah kaidah dekonstruksi, suatu objek akan
mengalami dua proses utama secara garis besar, yang pertama adalah objek objek itu akan
diuraikan (deconstructing), ataupun dihancurkan (destroy) ke dalam potongan-potongan
(fragment). Yang kedua adalah potongan potongan tersebut dirangkaikan kembali
(reconstructing)menjadi suatu bentuk baru yangidentitasnya sama sekali berbeda dengan
sebelumnya
Dekonstruktivisme dalam arsitektur telah menjadi suatu fenomena yang berpengaruh dalam
perkembangan perancangan sejak awal kemunculannya. prinsip dekonstruksi telah melahirkan
bangunan-bangunan luar biasa dengan bentukan dan gubahan massa yang tidak teratur, terdistorsi,
abstrak dan bahkan antigravaitasi. Arsitektur dekontruksi memberikan kesempatan untuk
menampilkan realisasi dari model atau ide apapun menjadi bangunan yang dapat digunakan untuk
menambah nilai estetika dan menyampaikan pesan.
Daftar Isi
https://www.scribd.com/document/327995689/SEJARAH-ARSITEKTUR-DEKONSTRUKS
I
https://www.academia.edu/33445909/Arsitektur_dekonstruksi_derridean_dan_non_derridean
http://perkembanganarsitekturdunia.blogspot.com/2013/01/sejarah-dan-perkembangan-arsite
ktur.html
https://www.academia.edu/6755840/ARSITEKTUR_DEKONTRUKSI_KESAN_MANIPUL
ASI_PADA_FASAD
https://www.academia.edu/3822309/DEKONSTRUKSI
23