Anda di halaman 1dari 16

STEP 1 :

1. Fluxus :
Cairan yang keluar terus menerus dari vagina.
2. Kompresi bimanual :
Kanan di atas simphyisis pubis, yang kiri di atas fundus uteri
Menekan rahim di antara kedua tangan, tujuannya untuk merasa rahimi berkontraksi dan
mengurangi perdaraahan. Ada 2 interna dan eksterna.
3. Post-Partum :
Setelah melahirkan.

STEP 2

1. Mengapa terjadi konjungtiva anemi ?


2. Apa hubungan bekas jahitan dengan gejala pada skenario ?
3. Interpretasi TTV dan PF pada skenario ?
4. Mengapa diberikan oksitosin dan efeknya bagaimana pada post-partum ?
5. Etiologi perdarahan pada skenario dan post partum?
6. Patofisiologi perdarahan pada skenario ?
7. Diagnosis dan Diagnosis Banding ?
8. Faktor Resiko pada Skenario ?
9. Klasifikasi perdarahan post-partum?
10. Tanda kegawatdaruratan perdarahan post-partum ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada skenario ?
12. TataLaksana dan Pertolongan Pertama pada skenario dari masing2 etiologi ?
13. Edukasi pada keluarga ?
STEP 3

1. Mengapa terjadi konjungtiva anemi ?

Konjungtiva anemiuntuk mengecek positiv dari anemia ( kekurangan darah sel darah merah ).
Curiga anemia karena sang ibu mengalami perdarahan. +/+ artinya kanan dan kiri mengalami
konjungtiva anemi.

Saat dilakukan pemeriksaan Lab Hbnya juga ikut menurun.(<11,5gr/dl)

Post-partum sebenaranya normal (100-150cc). Abnormal ketikadarahnya >500 cc (baikyang


keluar maupun yang tertahan di uterusnya) . Jadi setiap ibu melahirkanpasti mengeluarkan
darahyangmelahirkan secara pervaginam.

2. Apa hubungan bekas jahitan dengan gejala pada skenario ?

Curiga pada jalan lahirnya pernah ada robekan atau episiotomi danmelebar  salah satu faktor
risiko terjadinya perdarahan post-partum.

Derajat laserasi pada jalan lahir :

I. Dari mukosa vagina dan kulit perineum(I)


II. Mukosa vagina dan otot perineum (II)
III. + otot sphincter ani eksternal (III)
IV. + mukosa rektum (IV)

Laserasi jalan Lahir memiliki derajat tertentu:


1. Tingkat I : Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpisan perineum

2. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perineum aranseralis, tetapi tidak
mengenai otot sfingerani.

3. Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani

4. Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan

B. Etiologi

Faktor penyebab terjadiya laserasi jalan lahir:


1. Faktor Maternal
a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
b. Pasien tidak mampu berhenti mengejan
c. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
d. Edema dan kerapuhan pada perineum
e. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
f. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
g. Menekan kepala bayi ke arah posterior.
h. Peluasan episiotomi
2. Faktor-faktor janin :
a. Bayi yang besar
b. Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
c. Kelahiran bokong
d. Ekstrasksi forceps yang sukar
e. Dystocia bahu
f. Anomali congenital, seperti hydrocephalus.
C. Penyebab

Laserasi jalan lahir terjadi karena terjadi robekan jalan lahir yang di akibatkan karena faktor
maternal dan faktor janin, seperti partus presipatus dan bayi makrosomia, sehingga terjadi
perdarahan post partum (Saifudin, 2008).
Perdarahan yang terjadi karena adanya laserasi jalan lahir (perineum, vulva, vagina,
portio, atau uterus). Robekan pada perineum, vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada
persalinan pervaginam. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada
pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Oleh sebab itu bidan
diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan melalui polindes, sehingga peran
dukun berangsur-angsur berkurang. Dengan demikian komplikasi akibat robekan jalan
lahir yang dapat menimbulkan perdarahan akan dapat berkurang (Manauba, 2007).
3. Interpretasi TTV dan PF pada skenario ?

- Kesadaran: composmentisMasih bisa diajak bciara, masih sadar, KU : lemah tampak pucat -
> anemia jd tampak pucat dn Hb nya turun

- Tanda vital T : 90/60 mmHg ->Rendah/Hipotensi karena adanya perdarahan jadi mekanisme
kompensasi dari berkurangnya darah di tubuh, N : 120x/mnt ->TINGGI, karena kompensasi dari
perdarahannya isi kurang ->Volume dalam tubuh kurang, RR : 24x/mnt ->Normal , t : 37,20C
aksiler.Normal

- Konjungtiva anemis (+/+) anemia

- Palpasi abdomen : uterus teraba lembek Kemungkinan uterus tidak bisa berkontraksi lagi,
akibatnya terjadi suatu perdarahan (kelemahan pada myometrium)

- Inspeksi genitalia : tampak bekas jahitan di jalan lahir, fluxus (+++)Adanya darah yang keluar
dari vagina/jalan lahir. +++ darahnya banyak

4. Mengapa diberikan oksitosin dan efeknya bagaimana pada post-partum ?

Karenaibu mengalami uteus yang lembek  oksitosin merupakan utero tonika yaitu membuat
kontraksi pada uterusnya. Ada 2 oksitosin dan ergometrin, tetapi yang menjadi lini pertama yang

 Oksitosin  Targetnya di myometrium, bekerja spesifik untuk memberikan kontraksi


uterus. Diberikan secara IM, dan memerlukan waktu 2-3 menit untuk mengakibatkan
efek kontraksi pada uterus. Keuntungan ? kontraksi yang adekuat dan cepat, efek
samping minimal. Kerugian ? harus dikombinasikan dengan ergometrin untuk
menghasilkan kontraks yang kuat dan lama. Oksitosin dimetabolisme di hati shg
waktunya 2 menit dan harganya lbeih mahal.) Kontraksinya secara ritmik ( kontraksi –
relaksasi – kntraksi –relaksasi ). Dipakai pada serviks yang terbuka.

 Ergometrin -> kontraksinya tetanik atau spastiik / kuat banget (kontraksi terus ).
Diberikan oral/IM/IV. Reaksinya hanya 45 detiksaja. Keuntungan ? sediaan banyak,
murah, kerjanya cukup lama. Efek samping ? peningkatan tekanan darah, pusing,
cephalgia, mual muntah, dan menurunkan produksi asi ibu.Dipakai pada serviks yang
tertutup.

Sesudah persalinan kelahiran bayi dan lepasnya plasenta diikuti dengan kontraksi
uterus. Bila kontraksi uterus gagal akan terjadi perdarahan massif dan berakibat atonia
uteri. Wanita dengan multigravida/multipara apabila manajemen yang kurang benar
pada stadium ketiga persalinan dapat menimbulkan perdarahan postpartum. Pada
stadium ini seharusnya kelahiran plasenta dilakukan dengan cepat secara manual.
Pelepasan plasenta yang tidak komplit akan meningkatkan jumlah perdarahan.
Pemberian oxytocin dengan infus yang cepat tidak efektif. Beberapa ahli klinik
memberikan methylergonovine intra muskular (0,2 mg). Pemberian derivat ergot
intravena dapat menyebabkan hipertensi, ini berbahaya pada pasien dengan
preeclampsi.
Prostaglandins
Derivat 15 methyl prostaglandin F2x (carboprost tromethamine) dapat digunakan
untuk terapi atonia uteri. Dosis initial 250/ g (=0,25 mg) diberikan intra muskuler dan
diulang dengan interval 15-90 menit sampai dosis maximal 8 kali dosis.
Efek samping pemberian carboprost:
 Diarrnea
 Hipertensi
 Vomiting
 Fever
 Flushing
 Takikardi
Hal ini dihubungkan dengan adanya pulmonary airway kontriksi dan vaso kontriksi.
Beberapa peneliti menggunakan prostaglandine sintetik dapat lebih efektif bila oxytocin
tidak ada perbaikan. Misoprostal dapat digunakan untuk mencegah perdarahan post
partum. Tetapi pemberian oxytocin dan preparat ergot selama stadium ke tiga dari
persalinan lebih efektif dibanding misoprostol untuk mencegah perdarahan post partum
1. Bagaimana
penatalaksanaan
medis dan
nonmedis?
 Non Farmako
a. Masase UterusMasase uterus dilakukan dengan mengusap atau merangsang
fundus uteri. Dihipotesiskan bahwa masase melepaskan prostaglandin lokal
yang mempromosikan kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan.
Tinjauan sistematis menunjukkan bahwa masase uterus efektif dalam
mencegah PPH. Wanita yang menerima masase uterus memiliki jumlah
perdarahan dan kebutuhan akan agen uterotonika tambahan yang lebih kecil.
b. Kompresi aortaKompresi aorta dapat membantu dalam mengendalikan
jumlah kehilangan darah dengan mengurangi aliran darah pada ujung distal
termasuk arteri uterina. Kompresi aorta dicapai dengan menerapkan tekanan
dengan permukaan datar dari buku-buku jari di atas uterus yang berkontraksi
dan sedikit ke kiri. Tidak adanya denyut femoralis menunjukkan oklusi aorta
yang benar dan lengkap. Sangat penting untuk melepaskan dan kembali
menerapkan tekanan setiap 30 menit untuk memungkinkan aliran darah
intermiten ke anggota tubuh bagian bawah. Kompresi aorta adalah intervensi
sederhana yang dapat digunakan sambil mempersiapkan manajemen definitif
atau selama transfer pasien dari rumah sakit kabupaten ke rumah sakit tersier
lain
c. Kompresi BimanualKompresi bimanual dilakukan dengan memasukkan
tangan kanan ke dalam vagina pada permukaan anterior uterus dan tangan kiri
di abdomen pada fundus ke arah posterior dari permukaan uterus. Uterus
dikompresi di antara dua tangan untuk meminimalkan pendarahan. Teknik ini
dapat digunakan sebagai tindakan sementara sementara pasien distabilisasi
untuk pengobatan definitive

d. Tamponade uterusSaat ini, perangkat balon telah diakui sebagai strategi


pembantu yang efektif untuk mencapai hemostasis dalam PPH masif dalam
atonia uteri. Dihipotesiskan bahwa balon intrauterin memberikan tekanan
hidrostatik pada arteri uterina sehingga mengurangi kehilangan darah.
e. Ligasi/Oklusi Pembuluh darah Saat ini tidak ada bukti atau konsensus
mengenai keunggulan satu pengobatan dibandingkan dengan lainnya dalam
PPH masif. Keterbatasan tergantung pada ketersediaan dan pengalaman ahli
bedah, fasilitas, dan kebijakan lokal. Di masa lalu, laparotomi telah dianjurkan
untuk memfasilitasi devaskularisasi. Ligasi pembuluh darah dianjurkan setelah
kegagalan jahitan kompresi sebelum beralih ke histerektomi, terutama ketika
kesuburan menjadi keprihatinan.
f. Histerektomi Histerektomi peri-partum untuk PPH adalah keputusan yang
sulit untuk dibuat tapi merupakan prosedur definitif yang dapat
menyelamatkan nyawa. Meskipun ini biasanya pilihan terakhir namun
pertimbangan di awal harus diberikan pada kasus tertentu terutama ketika
kesuburan kurang menjadi perhatian dan plasenta yang tidak melekat dengan
baik.
 Farmako
a. Oksitosinterapi lini pertama untuk atonia uteri. Kerjanya yaitu dengan
menstimulasi kontraksi uterus ritmis khususnya pada segmen atas. Ia diberikan
secara intramuskular atau intravena; Namun timbulnya aksi terlambat jika
diberikan secara intramuskuler (3-7 menit) dibandingkan dengan onset segera
jika diberikan dengan rute intravena. Selanjutnya, karena paruh plasma yang
singkat yaitu 3 menit, infus intravena secara kontinu lebih disukai
b. Ergometrinemenghasilkan kontraksi miometrium berkelanjutan. Karena ia
juga bekerja pada otot polos pembuluh darah, ia tidak cocok untuk wanita
dengan hipertensi, migrain, penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah
perifer seperti sindrom Raynaud. Ia diberikan 0,25 mg secara intramuskular
atau intravena dengan efek klinis yang cepat dalam waktu 2 sampai 5 menit
yang dapat bertahan hingga 3 jam. Ergometrine dimetabolisme di hati dan
memiliki paruh plasma 30 menit. Dosis ulangan ergometrine dapat diberikan
setelah 5 menit jika uterus masih tidak berkontraksi dengan baik. Mual, muntah
dan pusing adalah efek samping yang biasanya dilaporkan
c. Carbetocinanalog oksitosin sintetik long-acting yang diberikan secara
intramuskular atau intravena. Dosis yang dianjurkan adalah 100 mg. Carbetocin
memiliki keuntungan yaitu onset aksi yang cepat, dalam waktu 2 menit, mirip
dengan oksitosin dengan manfaat tambahan durasi aksi yang lebih lama. Aksi
ini tidak berbeda menurut rute administrasi. Namun, Carbetocin intramuskular
(120 menit) telah dilaporkan dapat memberikan kontraksi uterus dengan lebih
lama dibandingkan dengan rute intravena (60 menit)
d. Misoprostolanalog sintetik dari prostaglandin E1 yang memiliki sifat
uterotonika. Meskipun telah digunakan secara luas sebagai agen uterotonika di
negara maju misoprostol hanya terdaftar untuk digunakan sebagai terapi dalam
ulkus gastro-duodenum refrakter, dan secara hukum belum dibuat untuk
kehamilan mengingat masalah keamanannya pada kehamilan
e. Carboprostdapat digunakan sebagai terapi lini kedua untuk PPH terkait
atonia uteri yang telah gagal untuk merespon oksitosin atau syntometrine. Ini
adalah analog dari PG F2α dan bekerja pada otot polos sehingga menghasilkan
kontraksi miometrium. Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg dan dapat
diberikan sebagai injeksi intramuskular atau intramiometrial. Pemberian
intramiometrial dapat dilakukan secara trans-abdomen atau di bawah
penglihatan langsung selama persalinan caesar
2. Komplikasi dari kasus tersebut?
 Syok hipovolemik
 Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal dari trauma
jalan lahir.
 Sindroma Sheehan:
 Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis dengan
berbagai tingkatannya. Gambaran gejala penuh yaitu amenorea, gagal
memberikan laktasi karena payudara atropi, hilangnya bulu sebagai tanda
seksual sekunder pada pubis, ketiak, gangguan kelenjar lainnya seperti
hipotiroidisme, insufisiensi kelenjar adrenal.
 Patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi terjadi gangguan dalam
sekresi hormon tropik pada kelenjar sehingga mengalami gangguan.
 Gangguan klinik sesuai dengan fungsi hormonalnya
Sindroma Sheehan dapat terjadi pada perdarahan antepartum dan
postpartum, terjadi atropi dan nekrosis sel tertentu pada master of gland Hipophise
sehingga pengeluaran hormon tropik terganggu. Anemia berkepanjangan terjadi
gangguan untuk dapat pulih kembali, memerluka waktu yang panjang
5. Etiologi perdarahan pada skenario dan post partum?

4T :

a. Tonus
Kontraksi otot.Ketika melahirkan, otot uterus tetap kontraksi untuk menekan pembuluh
darah yang terbuka.
Bisa karena :
- Anestesi (jadi lemah )
- Distensi berlebihan :gemeli/bayi kembar, Bb bayi terlalu berat
- Partus lama
- Multiparitas
- Pernah atoni
- korioamnionitis
b. Tissue / Jaringan
Plasenta bulat, kalau tissuenya keluar tetepada perdarahan tapi sedikit. Masalahnya kalau
misal ada yang tertingggal di pertama ibu, mengganggu kontraksi dan pembuluhnyatetap
tervbuka.
c. Trauma
Adanya laserasi, bayi yang besar/pinggul sempit -> memaksakan jalan lahir sehingga terjadi
robekan.
d. Trombin
Faktor pembekuan dari si ibu sendiri. Kalau faktor pembekuan2 nya sedikit jadi memperlama
dari perdarahan.
Sehingga dari ibu hamildiperlukan dilakukannya ANC secara rutin untuk mencegah
terjadinya perdarahn post-partum.
1. Atonia uteri  umur, parietas, partus lama
2. Uterus erlalu regang dan besar ( mioma uteri)
3. Sisa plasenta dan selaput ketuban
4. Jalan lahir ada robekan peritoneum, serviks, dan rahim
5. Penyakit darah ( kelainan pemb. Darah)solusio plasenta, septik shock,
1. Persalinan yang terlalu cepat ( partus presipitatus)  kontraksi uterus terlalu kuat
 mengurangi kemampuan uterus untuk beretraksi
2. Umur yang tua/ muda

Etiologi dari skenario adalah yang atoni uterus


6. Faktor Resiko pada Skenario ?
∞ Persalinan yang terlalu cepat ( partus presipitatus)  kontraksi uterus terlalu kuat 
mengurangi kemampuan uterus untuk beretraksi. Persalinan dalam waktu 3 jam
∞ Riwayat perdarahan post partum sebelumnya
∞ Riawayat persalinan >5x atau multiparitas >5
∞ Umur yang terlalu tua/ muda (<20/ >35)
7. Patofisiologi perdarahan pada skenario ?

Skenaro usia 40th(terlalu tua) -> penurunan kontraksi uteri

P6 -> Multiaparitas -> distenis uteri terlalu besar, dan terdapat adanya robekan

Sehingga myometrium tidak bisa kontraksi secara kuat, fungsi myometrium untuk mejempit arteri
spiralis di uterus Kalau tidak terjepit jadinya perdarahan post partum.

Laserasi -> menambah volume perdarahan yang keluar.

Dari PF : Nadi yang meningkat, TD yang turun -> di kala 4 diwaspadai adanya perdarahan post-
partum.

8. Diagnosis dan Diagnosis Banding ?

Diagnosa Keperawatan

- Kekurangan volume cairan berhbungan dengan cairan aktif (perdarahan)


- Diagnosa risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
- Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringannya, penuurunan HB, stasis cairan
tubuh.

Diagnosa Kedokteran

DD dan Diagnosis

- Atonia uteri.Gejala :uterus yang tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan setelah
lahir, bisa menimbulkan syok.
Perdarahan aktif dan banyak -> darah bergumpal -> palpasi : fundus uteri setinggi pusat
atau lebih / tidak balikke bawah -> harus berhati2, karena darahnya bisa saja ada yang
terjebak kdi uterus ( perhitungan untuk transfusi darah)
- Laserasi jalan lahir : perdaeahan post-partum, darah segar yang mengalir setelah bayi
lahir, kontraksi uterus baik dan plasenta lengkap, disertai pucatlemah dan menggigil.
- Retensio plasenta : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan post paprtum,
uterus berkontraksi baik, kadang2 tali pusat puutus akibat traksi/penarikan paksa yang
berlebihan, inversio uteri.
- Inversio uteri : uterus tidak teraba, vagina teraba massa, tampak tali pusat, perdarahan
segera setelah lahirdan nyeri.
9. Klasifikasi perdarahan post-partum?

Waktu :

- PRIMER :Terjadi setelah 24 jam bayi lahir


Penyebab nya : 4T
- SEKUNDER : Terjaid hari ke 5 sampai 15post partum (2 minggu)
Penyebabnya : infeksi, penyusutann rahim yang tidak baik, dan sisa plasentayang masih
tertinggal.

VOLUME DARAH ( Berdasarkan B-Lynch)

Volume darah yang hilang TD SISTOLE Tanda dan Gejala Derajat SYOK
500- 1000 ml Normal - -
1000-1500 ml 80-100 mmHg Takikardi (<100x.mnt), RINGAN
berkeringat dan lemah
1500-2000 ml 70-80 mmHg Takikardi (100-120x.mnt) SEDANG
oliguria dangelisah
2000-3000 ml 50-70mmHg Takikardi (>120.mnt), BERAT
anuria

10. Tanda kegawatdaruratan perdarahan post-partum ?LI !!

Penatalaksanaan
SYOK
Tanda dan gejala :
• Nadi cepat dan lemah (110 x/mnt atau lebih)
• Tekanan darah yang rendah (sistolik < 90 mmHg)
• Tanda lain : pernafasan cepat, pucat, akral dingin,
gelisah, urin sedikit
• Prinsip dasar penanganan : tujuan utama menstabilkan
kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi
darah, mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.

11. Bagaimana asuhan keperawatan pada skenario ?

Risiko syok hipovolemik ->


 DS nya keluar perdarahan post partum
 DO, KU lemah tampak pucat, TD 90.60 mmHg, nadi 120x menit, konjungtiva anemis
 NIC (tindakannya bagaimana) : observasi TTV pasien -> lakukan tirah baring ->
kolaborasi pemberian infus melallui Vena
 NOC (hasildari tindakan) : TTV menjadi stabil, sirkulasi darah menjadi adekuat
12. TataLaksana dan Pertolongan Pertama pada skenario dari masing2 etiologi ?

Hamil 6x -> ibunya pada persalinan ke 5nya itu perdaraahan atau tidak -> untuk cari tahu akan
perdarahan lagi/engga,-> jaga2nyadengan dipasang infus untuk mengurangi syok hipovolemik

Diberikan oksitosin -> untukmembantu kontraksi dari uterus -> membantu menangani perdarahan
uterus

Perdarahan paling banyak saat terlepasnya uterus.

Sebelum melahirkan :

Tanya2 sudah ada atonia uteri, lakukan upaya pencegahan : pemberian oksitosin -> persalinannya
perlahan2.

Saat lahir: bayinya di klemnya sedekat mungkin dengan vulva

Teknik Brandi –Andrew : beberapa menit setelah melahirkan plasenta akan llepas, jika sudah tampak
lepas -> tangan kiri dii atas simphysys dan fundus uterus, tangan kanan menarik dan dorong ke arah
fundus.

Evaluasi perlukaandari uterus dan jalan lahir -> Pelan2 -> perlukaan serviks berkurang -> mengurangi
perdarahan post partum

Dilakukan kompresi bimanual.

Secara umum :

a. Dilkaukan pijat pada fundus uteri


b. Kontraksi -> evaluasi. Tidak kontraksi selaama 15 detk dilakuka pembersihan serviks dan
dilakukan komresi bimanual selama 1-2 menit
c. Lanjutkan 5 menit kalo gaada kontraksi, kita mintabantuan keluarganya untuk melakukan
kompresi secara eksternal ( dengan memberikan methergin 0,2 mg secara IM + infus RL dan
diberikan 20iu Oksitoksin danlepas klem untuk 500 mm pertama sampai terjadi kontraksi
secara 10 menit. Kalau ga ada kontraksi diulang, kalau masih ga ada kita lakukan rujukan ke
RS.
 palpasi uterus : menilai kontraksi uterus, tfu (menurun / pusat)

 plasenta dan ketuban sudah lengkap atau belum

 eksplorasi cavum uteri : untuk mencari sisa plasenta/ saelput ketuban, plasenta
suksenturiata

 inspekulo : untuk melihat robekan pada servix, dan vagia, dan juga varises.

px labHb,clot observation test/ untuk faktor pembekuan darah


Terapi Atonia Uterus

 Bimanual uterine massage

 Pemberian oxytocin atau derivat ergot

 Jika uterus tidak ada respons terhadap terapi physical dan farmakologis, bisa diberikan
injeksi intra muskular 15 ² methyl prostaglandin F 2 dengan interval 15-90 menit

 Jika dicuragai ada sisa plasenta dilakukan explorasi dan pelepasan plasenta secara
manual Mungkin perlu dilakukan curettage. Genetalia diperiksa dengan teliti bila ada
laserasi perlu dilakukan repair

 Perlu sampel darah untuk pemeriksaan clotting time maupun pemeriksaan yang lain:
hemoglobin/hematokrit, jumlah thrombosit, prothrombin time, partial prothrombin
time dan fibrinogen.

Bila terapi konvensional gagal, dicurigai adanya plasenta akreta maka ada indikasi dilakukan
laparatomy untuk ligasi arteri hipogastrika bilateral atau dilakukan histerektomi

13. Edukasi pada keluarga ?


Kompresi bimanual yang eksterna, jngan terlalu banyak aktivitas untuk ibunya.

Anda mungkin juga menyukai