Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia,
sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik
penderitanya secara serius dan merupakan pembunuh nomor satu di antara
penyakit menular. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan
paru yang bersifat permanen. Selain proses destruksi terjadi pula secara
simultan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi
perubahan struktural yang bersifat menetap secara bervariasi yang
menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru (Didik Supardi, 2006).
Tuberkulosis Paru sudah lama ada dan menyebar di dunia. Di
temukan bahwa Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di dunia
setelah India dan Cina. Diketahui pula bahwa di Indonesia setiap tahunnya
bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB Paru dan sekitar
140.000 kematian terjadi setiap tahunnya.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri,
2008). Dalam mengurangi penyebaran dan masalah TB Paru, diperlukan
tindakan atau penanganan secara awal yaitu penanganan dalam lingkup
keluarga. Mengingat keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat
yang tertdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (DEPKES RI, 1998), maka penyakit TB Paru ini akan
mudah atau rentan pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
terkena TB Paru.
Tuberkulosis Paru menyerang tidak memandang usia produktif,
kelompok ekonomi rendah, dan berpendidikan rendah. Namun TB Paru
lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Hal tersebut dikarenakan faktor
lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB Paru.
Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil
tuberkulosis yaitu antara lain jumlah basil yang cukup banyak dan terus
menerus (memapar) calon penderita, adanya sumber penularan,
mikrobakteri tuberculosis keganasan basil serta daya tahan tubuh dimana
daya tahan tubuh ini erat kaitannya dengan faktor lingkungan misalnya
perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis, dan juga keadaan penyakit
yang memudahkan infeksi seperti campak dan diabetes melitus.
Penderita TB Paru yang tidak mendapatkan penanganan secara
baik atau tidak mengkonsumsi obat secara teratur maka akan mengalami
komplikasi perdarahan dari saluran pernapasan bagian bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas, penyebaran infeksi, ke organ lain misalnya otak, tulang,
persendian, ginjal dan sebagainya.
Untuk menanggulangi masalah peningkatan penderita tuberklosis
paru ini telah dilakukan berbagai macam usaha antara lain strategi DOTS
dimulai pada tahun 2001 dengan melakukan pelatihan tenaga pelaksana
secara bertahap dan pembentukan forum kemitraan TBC nasional, adanya
tim manajemen di tingkat propinsi, akurasi penegakan diagnosa menjadi
lebih baik dengan adanya pelatihan untuk petugas laboraturium,
pengadaan mikroskop dan reagen dengan kualitas yang lebih baik, serta
pengelolaan obat anti tuberculosis (fixed Dose Combination). Selain itu
untuk tim kesehatan seperti perawat juga harus lebih peka dan peduli
dalam masalah peningkatan penderita TB Paru dengan melaksanakan
berbagai macam usaha seperti pendidikan atau pemberian penyuluhan
tentang TB Paru dan cara pencegahannya. Serta pengetahuan pada
keluarga yang anggota keluarganya menderita TB Paru agar tidak sampai
menularkan pada anggota keluarga yang lain.

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit tropis TBC?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk lebih memahami dan mengerti tentang askep pada penyakit
tropis TBC.
2. Tujuan Khusus
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
(Mansjoer, 2009). Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten
maupun progresif. (Elin, 2009).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther,
2010). Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya
mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di
tubuh. (Robins, 2007).
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,
tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI). Tuberculosis
paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
basilMycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk
batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah,
2012).
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
TBC batuk dan percikan ludah yang mngandung bakteri tersebut terhirup
oleh orang lain saat bernafas. (Widoyono, 2008).
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung
disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar
kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
2. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0,5–4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus
atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat).Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering
disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.
Kuman Tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
dorman dan aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10
menit atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-
95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara
terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2008).

3. PENULARAN
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosisditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
tuberculosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut
terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau
berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur
dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6
bulan.
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan
dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan
faktor pejamu lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu
pada anak berusia dibawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak,
dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut.
Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan
bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh
limfe, atau langsung ke organ terdekatnya. Setiap satu BTA positif akan
menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap
kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil studi lainnya melaporkan
bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)akan 2 kali lebih
berisiko dibandingkan kontak biasa(tidak serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi
berpotensi menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-)
dianggap tidak menularkan. Angka risiko penularan infeksi TBC di
Amerika Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka
ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga
yang akan terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif
(0,5%). (Widoyono, 2008).

4. MANIFESTASI KLINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinis TB paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik (
Djojodibroto, 2009):
a. Gejala respiratorik
1) Batuk. Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah.
3) Sesak napas. Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperi efusi
pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada. Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
1) Demam. Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip demam ifluenza, hilang timbul
dan makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan
makin pendek.
2) Gejala sistemik lain. Keringat malam, aoreksia, penurunan berat
badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan
batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyertai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe :


Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan
cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Batuk darah
1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2) Darah berbuih bercampur udara
3) Darah segar berwarna merah muda
4) Darah bersifat alkalis
5) Anemia kadang-kadang terjadi
6) Benzidine test negatif
b. Muntah darah
1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2) Darah berampur sisa makanan
3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
4) Darah bersifat asam
5) Anemia sering terjadi
6) Benzidin test positif
c. Epistaksis
1) Darah menetes dari hidung.
2) Batuk pelan kadang keluar.
3) Darah berwrna merah segar.
4) Darah bersifat alkalis.
5) Anemia jarang terjadi.

5. PATOFISIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis.
Kuman adalah kuman berbentuk batang aerobik dan tahan asam yang yang
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Organisme ini berukuran
0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari ukuran sel darah
merah (Sylvia & Marry, 2006). Sebagian besar komponen M.
Tuberkulosis adalah berupa lemak/ lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan factor
fisik.Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah
yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di
daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis(Somantri, 2008).
Port de’entri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi. Basil
tuberkel yang mencapai alveolus dan di inhalasi biasanya terdiri atas satu
sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai
mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
memfagosit bakteri di tempat ini, namun tidak membunuh organisme
tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu,
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang dikelilingi oleh fosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 jam. ( Ardiansyah, 2012).

6. KLASIFIKASI
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinis, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifiksi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi
terapi. Klasifikasi TB paru di bagi sebagai berikut :
a. TB Paru BTA positif dengan kriteria :
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA negatif dengan kriteria :
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru aktif
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif
c. Bekas TB Paru dengan kriteria :
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (mendukung).
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen
apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdinding tipis. lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat
menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.
Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang
luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu
lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberculosis millier
terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata
pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis
paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah
paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir
paru/pleura (pnemothorax).
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti
infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non
sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini
sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed
Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior
dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan
terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )


Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat
mengevalusai proses-proses dekat apek paru, tulang belakang,
perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan
koronal.

d. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik.
Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah
leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.

e. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

f. Tes tuberculin/ tes mantoux


Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita).
Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc
tuberculin P.P.D (purified protein derivative).
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative =
golongan non sensitivity.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibody normal masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity disini peran antibody selular paling menonjol.

8. KOMPLIKASI
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut:

Komplikasi dini

a. Pleuritis
b. Efusi pleura
c. Empiema
d. Laringitis
Menjalar ke organ lain : Usus

Komplikasi lanjut

a. Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis).


b. Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal.
c. Amiloidosis.
d. Karsinoma paru.
e. Sindrom gagal napas dewasa (ARDS).
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat
terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa. Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau
melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya
perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura,
iga atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura. Keluarnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh
limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya
penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung
bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat
pleura yang kaya akan protein.
c. Empisema. Penumpukan cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada
cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya
pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis
tuberculosis).
d. Laryngitis. Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian
menyebabkan laryngitis tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe). Bakteri mycobacterium
tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan
akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya
lemah, dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar
getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis
dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan
saluran pencernaan.
f. Keruskan parenkim paru berat. Mycobacterium tuberculosis dapat
menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak
ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim
yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS). Disebabkan oleh kerusakan jaringan
dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak
mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan
tubuh.
9. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga


mnecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2
fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada
tabel berikut:

Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)


Obat Anti TB Esensial Aksi Potensi Per Hari Per
Minggu
3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu


berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam


penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi


mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :

a) Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
b) Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
c) Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi,
sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.
d) Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan
kotor (polusi).
e) Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

2.2 KONSEP KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian

A. PENGUMPULAN DATA

1. Identitas

Identitas Px meliputi : nama, jenis kelamin, umur (TBC dapat menyerang semua
usia), pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat,
tipe rumah (permanen/ tidak), tanggal dan jam masuk RS, No. Reg, ruangan,
serta identitas yang bertanggung jawab.

2. Keluhan Utama
Biasanya Px TB Paru ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan
menurun.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang.

Pada umumnya Px TB Paru sering mengalami panas lebih dari 2 minggu sering
terjadi bentuk berulang-ulang, anorexia, lemah, berkeringat banyak pada malam
hari dan kadang disertai dengan hemaptoe.

b. Riwayat kesehatan lalu.

Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
berhubungan dengan TBC antara lain ISPA, Efusi pleura, dan TB paru yang
kembal aktif.

c. Riwayat kesehtan keluarga.

Px keluarganya tidak mempunyai penyakit menular atau mempunyai penyakit


menular

d. Riwayat psikososial.

Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis Px dimana status


ekonomi menengah ke bawah serta sanitasi yang kurang dengan padatnya
penduduk mengakibatkan klien merasa diasingkan dengan penyakitnya yang
dianggap menular.

4. Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan sistem tubuh:

1. B1 (Breathing)

Pada sistem pernafasan didapatkan pemeriksaan fisik:

- Inspeksi : adanya tanda-tanda retraksi dada, diafragma, pergerakan nafas yang


tertinggal, suara nafas melemah, adanya penggunaan otot bantu nafas,
takipneu.
- Palpasi: fremitus vokal meningkat
- Perkusi : redup
- Auskultasi : suara nafas bronkhial dengan atau tanpa ronchi basah dan kasar

2. B2 (Blood)

Takikardi, cyanosis.

3. B3 (Brain)

Kesadaran pasien Composmentis dengan GCS 456.

4. B4 (Blader)

Biasanya klien jarang mengalami gangguan pada sistem ini kecuali ada
komplikasi lebih lanjut.

5. B5 (Bowel)

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, BB turun.

6. B6 (Bone)

Adanya keterbatasan aktivitas akibat adanya kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari-hari yang kurang menyenangkan. Pada kulit terjadi cyanosis, dingin dan
lembab, turgor kuli menurun.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan penunjang

1) LED meningkat.
2) Leukosit meningkat.
3) Hb menurun.
4) Blood gas (PaCo2, PaCo3, PaO2)

b. X-foto

- Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal atau hiler dengan atau tanpa
adanya infiltrat.
- Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.

c. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis


- Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB Paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 % Px TB yang dapat di
diagnoisis berdasarkan pemeriksaan ini.
- Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung
dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu
(SPS).

d. Pemeriksaan mantoox test / uji tuberkulis

- Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.


a) Indurasi 10 mm atau lebih : reaksi positif.
b) Indurasi 5 mm – 9 mm : reaksi meragukan.
c) Indurasi 0-5 mm : reaksi negatif.
- Tes Tuberkulin dapat negatif pada Px HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB
milier, morbili meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis.

B. ANALISA DATA

a. Data Subyektif

- Px batuk kurang lebih 3 minggu.


- Px batuk disertai darah.
- Px sesak nafas dan rasa nyeri dada.
- Anoreksia.
- Demam meriang.

b. Data Obyektif

- Px tampak panas yang naik turun.


- Berat badan menurun, mual, muntah.
- Batuk, ada darah, batuk ada sputum.
- Px biasanya lemah dan lesu.
- TTV :
1. Suhu terjadi peningkatan.
2. RR biasa terjadi peningkatan.
3. TD : tidak ada peningkatan TD.
4. Nadi : pada Px TBC bisa terjadi takikardi.

c. Kemungkinan Penyebab

Infiltrasi bakteri mycobacterium tuberkulosa keseluruh tubuh.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang kental


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum atau batuk, dyspnea atau anoreksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer/ sistem imun, penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan informasi kurang atau tidak akurat.

2.2.3 Intervensi

DX 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang


kental

Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif.

Kriteria Hasil :

1). Sesak nafas pasien berkurang dalam waktu 1 x 24 jam.

2). Batuk berkurang dalam waktu 2 x 24 jam.

3). Mampu melakukan batuk efektif

4). Suara nafas vesikuler

5). RR dalam batas normal (16-20 x/menit)

Rencana Tindakan :
1) Jelaskan kx tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran pernafasan.
R / : pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan kx terhadap rencana teraupetik.
2) Ajarkan kx tentang metode yang tepat pengontrolan batuk efektif.
R / : batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
3) Nafas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R / : memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4) Lakukan pernafasan diafraqma.
R / : pernafasan diafraqma menurunkan frekuensi nafas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
5) Tahan nafas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan nafas kedua, tahan dan batukan
dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R / : meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekret.
6) Auskultasi paru sebelum dan sesudah kx batuk.
R / : pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk kx
7) Ajarkan kx tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : memperthankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 samapi 1500 cc /
hari bila tidak kontraindikasi.
R / : sekresi kental sulit untuk encerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8) Lakukan fisio Tx dada clapping / vibrasi.
R / : dengan gaya gravitasi sekret akan keluar ke alveoli besar dan
memudahkan pengeluaran sekret.
9) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisiologi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R / : expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
perbaikan kondisi kx atas pengembangan parunya.

DX 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

Tujuan : pertukaran gas efektif Blood gas (pH, pCO2, pO2)

Kriteria Hasil :

1). BGA dalam batas normal (pH : 7.35- 7.45, pCO2 : 35-45, pO2 : 80-100)

2). Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif.

3). Tidak ada gejala distress nafas

Rencana Tindakan :

1.Kaji dyspnea, tachypnea, bunyi pernafasan abnormal, peningkatan upaya


respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.

R/ : Tubercolusis paru dapat menyebaban meluasnya jangkauan dalam paru-paru


yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis,
pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan Perubahan


warna kulit, membran mukosa dan warna kuku.

R/ : Akumulasi secret dapat menganggu oksigenasi di organ vital dan Jaringan.

3.Demonstrasikan / anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir di


Disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan Parenkim.

4.Anjurkan untuk tirah baring, batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien Sesuai
kebutuhan.

R/ : Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

5. Kolaborasi - Monitor pemeriksaan BGA dan oxymeter

R/ : menurunnya saturasi oksigen (pO2) atau meningkatnya pCO2 Menunjukkan


perlunya penanganan yang lebih adekwat atau perubahan Terapi.

6. Berikan oksigen tambahan yang sesuai


R/ : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi terhadap Penurunan
ventilasi/menurunnya permukaan alveolar.

DX 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kelemahan, sering batuk/produksi secret, dispnea, anoreksia dan
ketidakcukupan sumber keuangan.

Tujuan : kebutuhan nutrisi adekuat.

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan berat badan meningkat dan bebas dari malnutrisi,


2) Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan
berat yang tepat.

Rencana Tindakan :

1) Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.


R / : dengan membantu kx memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan
dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupeutik
Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafan
R/ : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
Anjurkan dan berikan periode istirahat sering
R/ : Menghemat energy khususnya bila kebutuhan metabolic meningkat saat
demam.
2) Pastikan pola diet pasien, yang disukai dan tidak disukai
R / : Membantu identifikasi kebutuhan, pertimbangan keinginan individu
dapat memperbaiki masukan diet.
3) Observasi anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan
obat.
R / : Dapat mempengaruhi diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan pemasukan nutrisi.
4) Anjurkan pasien makan makanan sedikit dan sering dengan makanan tinggi
protein dan karbohidrat (TKTP).
R / : Memaksimalkan masukan nutrisi dan menurunkan iritasi daripada
lambung.
Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut :
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamiru (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayur hijau, kacang segar).
R / : masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jaringan hepar.
Kolaboratif - kosultasikan ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
R/: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolic dan diet.
Konsul untuk pemberian terapi 1-2 jam sebelum / sesudah makan.
R/: Dapat memebantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan
dengan obat atau efek pengobatan pada perut yang penuh.
Konsul untuk pemeriksaan laboratorium seperti BUN, protein serum dan
albumin.
R/: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan
intervensi/perubahan program terapi.
5) Konsul untuk pemberian antipiretik.
R/: Demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan juga konsumsi kalori.

Dx 4 : Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak


adekwat, penurunan kerja silia/stasis secret.

Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi selama dalam perawatan

Kriteria hasil :

1. Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut ketika batuk


atau bersin).
2. Tidak muncul tanda-tanda infeksi lanjutan.
3. Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit seperti
penderita.

Rencana tindakan :

1) Kaji patologi penyakit (fase aktif/inaktif) dan potensial penyebaran infeksi


melalui udara selama pasien batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa, dll.
R/ : Untuk mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak
berarti tubuh pasien sudah terbebas dari kuman tubercolusis.
2) Mengidentifikasi resiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit
yang sama dengan pasien.
R/ : Mengurangi resiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit
yang sama dengan pasien.
3) Menganjurkan pasien untuk membuang sputum dengan wadah tertutup yang
berisi clorin, mereview pentingnya mengontrol infeksi, misalnya dengan
menggunakan masker.
R/ : Penyimpanan sputum pada wadah yang terdesinfeksi dan penggunaan
masker dapat meminimalkan penyebaran infeksi melalui droplet.
4) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
R/ : Periode singkat terakhir 2-3 hari setelah terapi awal tetapi pada adanya
penyakit luas-sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3
bulan.
Anjurkan pentingnya mengikuti kultur ulang secara periodic terhadap sputum
untuk lamanya terapi.
R/: Untuk pengawasan efek dan keefektifan obat dan respons pasien terhadap
terapi.
Kolaborasi & Konsultasi dengan dokter untuk pemberian OAT
R/: Untuk mempercepat proses kesembuhan pasien

DX. 5: Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan


berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat.

Tujuan : Pasien mendapatkan informasi yang akurat tentang kondisi, terapi dan
dapat mencegah penularan kepada orang lain.
Kriteria hasil :

1) Mampu menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi, kebutuhan


pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
2) Mampu mengidentifikasi/melakukan pola hidup yang perlu atau perubahan
perilaku untuk mencegah terulangnya/terjadinya komplikasi.

Rencana tindakan :

1) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,


lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
R/ Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada
tahapan individu
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat. Contoh: hemoptisis,
nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
R/ Dapat menunjukkan kemajuan dalam pengetahuan pengaktifan penyakit
atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut,
3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama, kaji potensial interaksi dengan obat lain.
R/ Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai dengan kondisi klien
4) Kaji efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
R/ Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi
dan meningkatkan kerjasama dalam program
5) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada klien ntuk rujukan.
Contohnya jadwal obat
R/ Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah
besar informasi. Pengulangan dapat menguatkan ingatan klien.

2.2.4 Implementasi

Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana


tindakan, meliputi beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data (Lismidar, 1990).
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun dengan
melihat situsi dan kondisi klien.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari


masalah kesehatan px dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan px dan tim kesehatan lainnya (Efendi,
1995).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru


yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008). Gejala yang
biasa ditunjukkan antara lain batuk,batuk darah, sesak napas, demam, nyeri dada,
muntah darah dan kadang epitaksis.

Diagnosa keperawatan yang bisa diambil untuk pasien TB Paru ini


yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang
kental, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
oiveolar-kapiler, perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum atau batuk, dyspnea atau anoreksia, resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. Serta kurang pengetahuan tentang
kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan informasi kurang atau tidak
akurat.

3.2 Saran

Pentingnya pengetahuan tentang penyakit TBC harus selalu


disosialisasikan kepada masyarakat. Sebagai perawat atau calon perawat, tidak
cukup hanya dengan melakukan tindakan tetapi harus disertai pengetahuan yang
bermanfaat untuk memberikan penyuluhan bagi pasien atau masyarakat
sekitarnya. Dengan begitu perawat dapat menjalankan asuhan keperawatan yang
baik dan meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta. Buku Kedokteran EGC

Doengoes Marilynn E ,Rencana Asuhan Keperawatan ,EGC, Jakarta , 2000.

Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 ,


EGC, Jakarta ,1999.

Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999.

M.Ardiansyah.2012.medikal bedah untuk mahasiswa. Diva press. Yogyakarta

Price, Sylvia A dan Mary P. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit . Edisi 6. Jakarta. Buku Kedokteran ECG

Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit ,


alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999.

Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika

Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta , 1998

Wibisono, M. Yusuf, dkk. 2010. Buku Ajar Penyakit Paru. Surabaya. Departemen
Ilmu Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo

Widoyono.2008.penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan dan


pemberantasannya. Erlangga. Jakarta

http://arizhandhy.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-tbc.html

http://dianrina89.blogspot.com/2013/02/contoh-askep-tbc-tuberculosis-
terbaru.html

http://perawathati.blogspot.com/2012/04/askep-tbc.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17277/5/Chapter%20I.pdf

http://taufanarif1990.blogspot.com/2013/02/askep-tbc.html
http://www.scribd.com/doc/20358065/TUBERKULOSIS-PARU

http://www.scribd.com/doc/28060863/tuberkulosis-atau-TBC

Anda mungkin juga menyukai