Anda di halaman 1dari 17

BAB II

ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung
eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah
eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel
yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.
(Ngastiyah.1997).
Catatan : Kadar Hb normal menurut WHO :
Kelompok Umur Hemoglobin
Anak 6 bulan – 6 tahun 11
6 tahun – 14 tahun 12
Dewasa Laki – laki 13
Wanita 12
Wanita hamil 11

B. Klasifikasi Menurut Etiologi Anemia


Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan,
kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya:
1. Anemia pasca perdarahan
Akibat perdarahan masif seperti kecelakaan, luka operasi dan
persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun.
2. Anemia defisiensi
Kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang,
absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
3. Anemia hemolitik
Terjadi akibat penghancuran hemolisis (eritrosit) yang berlebihan.
Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie, sferositisis
kongenital, dsfisiensi enzim erotrosit dll. Sedangkan faktor ekstrasel:
intoksikasi, infeksi–malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.

4. Anemia aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang
(kerusakan sumsum tulang).
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 1985)

C. Klasifikasi Menurut Morfologi Anemia


1. Anemia normositik normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemogloin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal
atau normal rendah). Penyebabnya adalah kehilangan darah akut,
hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan
ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang.
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV
meningkat, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat.
3. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV rendah; MCHC rendah).
Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti
pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah
kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit
hemoglobin abnormal congenital).

D. Etiologi
1. Perdarahan hebat
 Akut (mendadak)
- Kecelakaan
- Pembedahan
- Persalinan
- Pecah pembuluh darah
 Kronik (menahun)
- Perdarahan hidung
- Wasir (hemoroid)
- Ulkus peptikum
- Kanker atau polip di saluran pencernaan
- Tumor ginjal atau kandung kemih
- Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
2. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
 Kekurangan zat besi
 Kekurangan vitamin B12
 Kekurangan asam folat
 Kekurangan vitamin C
 Penyakit kronik
3. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
 Pembesaran limpa
 Kerusakan mekanik pada sel darah merah
 Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
 Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
 Sferositosis herediter
 Elliptositosis herediter
 Kekurangan G6PD
 Penyakit sel sabit
 Penyakit hemoglobin C
 Penyakit hemoglobin S-C
 Penyakit hemoglobin E
 Thalasemia
4. Kegagalan dan kerusakan sumsum tulang
 Anemia aplastik
 Keganasan
 Osteoporosis
 Myelo fibrosis (penyakit ginjal kronis dan defisiensi vitamin D)
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
(misal.berkuranganya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pejanan toksik, invasi tumor, atau kebnyakan penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui peradarahan atau hemolisis( destruksi).
Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahahan sel darah merah normal atau
akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam sistem retikuloendotelia, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai
hasil samping proses ini bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan
memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma ( konsentrasi normalanya
1 mg/ dl atau kurang ; kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sklera)
Apabila sel darah merah mengalami pengancuran dalam sirkulasi,
seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasma melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya (mis. Apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100
mg/dl ) hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria). Jika ada atau tidak adanya hemoglobinemia atau
hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran
sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisi dan dapat
merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.
(Suddart and Brunner, 2001)
F. Manifestasi Klinik
1. Tanda-tanda umum anemia:
a. Pucat
b. Tacicardi,
c. Bising sistolik anorganik,
d. Bising karotis,
e. Pembesaran jantung.
2. Manifestasi khusus pada anemia:
a. Anemia aplastik
Ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam,
anemis, pucat, lelah, takikardi.
b. Anemia defisiensi
Konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8
gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur
meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak
tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala,
anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak
tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising
sistolik yang fungsional.
c. Anemia aplastik
Ikterus, hepatosplenomegali.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 1985)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar Hb.
Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32%
(normal: 32-37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah,
iron binding capacity meningkat.
2. Indeks eritrosit
3. Jumlah leukosit dan trombosit
4. Hitung retikulosit
5. Sediaan apus darah
6. Pameriksaan sumsum tulang
7. Pemeriksaan penunjang lain
a. Rontgen foto tulang tengkorak, tulang panjang
b. EKG pada anemia gravis dan atau dekompensasi jantung
8. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
a. Anemia defisiensi :
makro/megalositosis
b. Anemia hemolitik : retikulosit
meninggi, bilirubin indirek dan total naik, urobilinuria.
c. Anemia aplastik : trombositopeni,
granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan pada
anemia aplastik karena keganasan.
(Petit, 1997)

H. Komplikasi
1. Cardiomegaly
2. Congestive heart failure
3. Gastritis
4. Paralysis
5. Paranoia
6. Hallucination and delusion
7. Infeksi genoturia

I. Penatalaksanaan
a. Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma
ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan
infus IV apa saja.
b. Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari.
Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
c. Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan
infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

J. Pengkajian
1. Sistem saraf pusat
Perlu dikaji adanya fatigue, weakness, paresthesia tangan dan kaki,
gangguan pergerakan jari manis, gangguan koordinasi dan posisi,
kehilangan perasaan bergetar, ataksia, tanda babinski dan romberg,
gangguan penglihatan, perasa dan pendengaran.
Gastrointestinal: Lidah beefy red, smooth, paintful, nausea dan
muntah, anoreksia, faltulence, diarhea, konstipasi dan kehilangan berat
badan.
Kardiovaskuler: Palpitasi, tachicardi, denyut nadi lemah, dyspnea,
othopnea
2. Integumen
Warna kulit seperti berlilin, pucat sampai kuning lemon terang.
3. Peningkatan kemungkinan infeksi
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Latar belakang etnik.
(Suddart and Brunner, 2001)

K. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten
seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya selera makan.
4. Potensial infeksi berhubungan dengan resiko meningkatnya susceptibilitas
sekunder terhadap penurunan WBC
5. Potensial injury berhubungan dengan resiko deficit sensori motor.

L. Tindakan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten
seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
Tujuan: Perfusi jaringan adekuat
Intervensi :
- Memonitor tanda-tanda vital,
pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
 Rasional: Memberikan informasi tentang derajat perfusi jaringan
dan mampu menentukan kebutuhan intervensi.
- Meninggikan posisi kepala di
tempat tidur
 Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
- Memeriksa dan
mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
 Rasional: Mempengaruhi jaringan miokardial atau potensial risiko
infark.
- Observasi adanya keterlambatan
respon verbal, kebingungan, atau gelisah
 Rasional: dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena
hipoksia.
- Mengobservasi dan
mendokumentasikan adanya rasa dingin.
 Rasional: Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer.
- Mempertahankan suhu
lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh.
 Rasional: vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer.
- Memberikan oksigen sesuai
kebutuhan.
 Rasional: memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen.
Tujuan: Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
Intervensi :
- Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai
dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
 Rasional: mempengaruhi pilihan intervensi/ bantuan.
- Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan
aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas
(peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas
cepat).
 Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
- Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk
berhenti melakukan aktivitas jika telah terjadi gejala-gejala
peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat,
pusing atau kelelahan).
 Rasional : rangsangan / stress kardiopulmonal berlebihan / stress
dapat menimbulkan dekompensasi / kegagalan.
- Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan
sehari hari sesuai dengan kemampuan anak.
 Rasional : membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien
melakukan sendiri.
- Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan
reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
 Rasional : membantu anak untuk percaya diri
- Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan
melibatkan tim kesehatan lain.
 Rasional : mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan
regangan pada sistem jantung dan pernafasan.
- Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah
tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor
kemampuan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan
kepada orang tua dan sekolah.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya selera makan.
Tujuan: Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
Intervensi :

- Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat


ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat
selera makan anak meningkat.
 Rasional : mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi
untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
 Rasional : dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
pemasukan juga mencegah distensi gaster.
- Berikan dan bantu higiene mulut yang baik sebelum dan
sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan.
 Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,
menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan
infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh / luka / perdarahan dan nyeri berat.
- Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.
 Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas
intervensi nutrisi.
4. Potensial infeksi berhubungan dengan resiko meningkatnya
susuceptibilitas sekunder terhadap penurunan WBC
Tujuan: pencegahan infeksi
Intervensi :
- Kaji tanda infeksi
 Rasional : meminimalkan risiko infeksi.
- Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur perawatan luka.
 Rasional : menurunkan risiko infeksi bakteri.
- Instruksikan pasien untuk melakukan cuci tangan yang benar
 Rasional : mencegah kontaminasi silang / kolonisasi bakterial.
- Ajarkan pasien untuk batuk dan napas dalam
 Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan
membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
- Pantau suhu, catat adanya menggigil dan tacikardi dengan atau tanpa
demam
 Rasional : adanya proses inflamasi / infeksi membutuhka evaluasi
atau pengobatan.
5. Potensial injury berhubungan dengan resiko deficit sensori motor
Tujuan : pencegahan injury
Intervensi :
- Jaga keamanan lingkungan
 Rasional : meminimalkan ketidaknyamanan
- Sediakan pengaman yang dibutuhkan
 Rasional : meminimalkan risiko cidera
- Pastikan tidak adanya deficit neurology sebelum ambulasi
- Ingatkan pasien untuk selalu memanggil perawat bila membutuhkan
bantuan
 Rasional : meminimalkan risiko cidera
- Sisihkan barang-barang yang bisa menyebabkan injury ketika pasien
mulai ambulasi
- Pastikan pasien menggunakan alat bantu saat berjalan atau alat bantu
lain
 Rasional : meminimalkan risiko injury
- Kaji integritas kulit
 Rasional : adanya eritema
- Hindari penggunaan baju dan sepatu sempit
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.


Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.

FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.

Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.

http://kustoro.wordpress.com/2007/08/29/hindari-anemia-jadikan-anak-lebih-
berprestasi/ Selasa, 13 November 2007

http://www.mediaindo.co.id/ Selasa, 13 November 2007

http://medlinux.blogspot.com/2007/09/anemia-pada-anak.html Selasa, 13
November 2007

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Cetakan I. Jakarta, EGC.

Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
ANEMIA
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Pediatric Nursing Yang Di
ampu Oleh Ibu Nur Hidajati

Disusun Oleh :
1. Ani Muayanah P 133.74.20.1.5595
2. Nimas Permata Sari P 133.74.20.1.5519

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG
2007

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat mengetahui penyakit anemia hanya
menyerang orang dewasa. Tetapi pada kenyataanya, penyakit anemia tidak
hanya menyerang orang dewasa melainkan menyerang anak-anak dan bayi
yang masih rentan sekali terhadap berbagai penyakit.
Fakta yang menunjukkan bahwa anemia tidak hanya menyerang orang
dewasa adalah berdasarkan hasil-hasil penelitian terpisah yang dilakukan
dibeberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada
wanita hamil 50-70 %, anak balita 30-40 %, anak sekolah 25-35 % dan
pekerjaan fisik berpenghasilan rendah 30-40 % (Husaini, 1989). Menurut
SKRT 1995, prevalensi rata-rata nasional pada ibu hamil 63,5 %, anak balita
40,1 % (Kodyat, 1993). Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah
membawa akibat negatif yaitu rndahnya kekebalan tubuh sehingga
menyebabkan tingginya angka kesakitan, dengan demikian tingginya angka
pada anak-anak balita harus lebih diperhatikan, agar angka presentasinya tidak
terus bertambah.
Hal ini terjadi karena biasanya pada anak balita, sering terjadi anemia
defisiensi zat gizi, ini secara perlahan – lahan akan menghambat pertumbuhan
dan perkembangan kecerdasan. Anak – anak akan lebih mudah terserang
penyakit karena penurunan daya tahan tubuh dan dalam hal ini tentu akan
melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus (Wijayanti, T, 1989).
Dengan adanya banyak fakta yang disebutkan diatas, maka mengenai
penyakit anemia pada anak, penulis mencoba untuk mengulas tentang
bagaimana cara perawatan terhadap anak yang menderita penyakit anemia
secara spesifik dan cara pencegahan terhadap penyakit anemia pada anak
secara dini. Hal ini bertujuan agar masyarakat lebih tahu tentang anemia pada
anak – anak, sehingga apabila terdapat tanda – tanda yang muncul mengenai
penyakit anemia dapat segera diatasi dan dirawat secara intensif.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:
1. Untuk memahami tentang penyakit anemia pada anak-anak.
2. Untuk mengetahui klasifikasi anemia.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala anemia.
4. Untuk mengetahui komplikasi dari anemia.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan perawatan pada pasien
anemia.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit anemia.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah metode
pustaka yaitu dengan membaca buku-buku yang relevan dan mencari sumber
dari internet.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini :
BAB I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, tujuan, metode, dan sistematika
penulisan.
BAB II Anemia
Berisi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang, pengkajian,
dan intervensi keperawatan.
BAB III Penutup
Berisi simpulan dan saran.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung
eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah
eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel
yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.
(Ngastiyah.1997).
Anak-anak berisiko tinggi untuk menderita anemia disebabkan karena
pertumbuhannya yang pesat dan kebutuhan akan zat besi yang meningkat.
Anemia ini dapat terjadi sebagai akibat kurangnya zat besi dalam makanan
sehari-hari.
Kurangnya zat besi ini dapat disebabkan karena kemiskinan,
pengetahuan yang kurang atau ketidak-pedulian akan kesehatan. Anemia
defisiensi besi ini paling sering ditemukan pada anak berusia 6 bulan hingga 3
tahun.
Risiko tertinggi juga ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir
rendah hingga berusia 2 bulan, bayi yang menggunakan ASI dan tidak
menerima makanan atau minuman yang telah difortifikasi dengan zat besi atau
suplemen zat besi, hingga usia 4 bulan dan bayi yang minum susu botol tapi
yang tidak difortifikasi zat besi. Bayi yang mulai mencoba makanan padat,
sebaiknya diberikan makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging, kuning
telur dan sayur-sayuran seperti bayam.

B. Saran
1. Untuk pasien dengan anemia defisiensi zat besi, berikan diet yang tepat
dan suplementasi besi. Misalnya ASI minimal 6 bulan, menghindari
minum susu sapi berlebihan, makan makanan yang mengandung kadar
besi tinggi, seperti daging sapi, daging kambing, hati, ikan, kacang-
kacangan, dan sayuran berwarna hijau. Menambahkan makanan yang
dapat meningkatkan penyerapan besi di usus, seperti buah-buahan segar
dan sayuran yang banyak mengandung vitamin C.
2. Berikan instruksi pada orang tua tentang cara-cara melindungi anak
dari infeksi.
3. Berikan instruksi pada orang tua tentang pemberian obat.
4. Anjurkan pasien untuk lebih banyak istirahat.
5. Anjurkan pasien untuk beraktivitas sering tetapi tidak berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai