Anda di halaman 1dari 17

ANATOMI

Toraks adalah daerah pada tubuh manusia (atau hewan) yang berada di antara leher dan perut (abdomen).
Toraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic
outlet; dengan batas luar adalah dinding toraks yang disusun oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan
jaringan ikat.

Sedangkan rongga toraks dibatasi oleh diafragma dengan rongga abdomen. Rongga Toraks dapat dibagi
kedalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam
3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan
daerah tempat organ-organ penting toraks selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena
cavae, esofagus, trakhea, dll.).

Thoracic inlet merupakan "pintu masuk" rongga toraks yang disusun oleh: permukaan ventral vertebra torakal
I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet
memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium
sterni terletak kira-kira setinggi vertebra torakal II.

Batas bawah rongga toraks atau thoracic outlet (pintu keluar toraks) adalah area yang dibatasi oleh sisi
ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh processus xiphoideus.

Diafragma sebagai pembatas rongga toraks dan rongga abdomen, memiliki bentuk seperti kubah dengan
puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen sebenarnya terletak di dalam "area" toraks.

SURFACE ANATOMY

Pada garis tengah dibagian anterior terletak sternum yang terdiri dari 3 bagian, manubrium, korpus, dan
prosesus xiphoideus. Titik paling atas sternum dikenal sebagai sternal notch atau insisura jugularis, yang
tampak berupa lekukan antara kedua kaput klavikula. Insisura ini setinggi batas bawah dari vertebra torakal ke-
2.

Angulus ludovici adalah tonjolan yang terjadi oleh karena pertemuan bagian korpus dan manubrium sterni
yang membentuk sudut. Sudut ini tampak nyata pada orang yang kurus. Angulus ludovici adalah penanda
anatomi permukaan oleh karena terletak setinggi iga ke-2 dan vertebra torakal 4-5. Setinggi angulus ini
terdapat organ-organ penting: arkus aorta dan karina.

Bagian terakhir sternum adalah processus xiphoideus yang dapat diraba sebagai ujung bawah yang lunak
dari sternum; kira-kira setinggi vertebra torakal 9.

Lateral terhadap sternal terdapat iga dan sela iga yang dapat dibedakan dan dihitung melalui palpasi. Hampir
seluruh iga tertutup oleh otot, tetapi hanya iga I yang tidak dapat teraba oleh karena tertutup oleh klavikula.

Batas bawah rongga iga di sebelah anterior dibentuk oleh processus xiphoideus, rawan kartilago dari iga VII-X,
dan ujung kartilago dari iga XI-XII.

Papilla mammae pada pria yang kurus berada di sekitar sela iga V kiri sedikit lateras garis mid-klavikula.

Triangulus auskultatorius adalah area segitiga yang dibentuk oleh skapula di lateral, superior oleh batas
inferior m.trapezius dan inferior oleh batas superior m. latissimus dorsi yang terjadi saat skapula tertarik ke
lateral-anterior pada posis lengan melipat ke depan dada dan ke depan. Area ini merupakan petunjuk klinis
penting karena sela-sela iga di tempat ini hanya tertutup oleh jaringan sub-kutan dan merupakan tempat yang
baik untuk pemeriksaan auskultasi toraks.

Klavikula dapat dengan mudah diraba atau dilihat karena hanya ditutupi oleh subkutis dan kulit.
Skapula dapat diraba dari permukaan dengan margo vertebralis, angulus inferior, dan spina.

Untuk vertebra, sebagai patokan hanya dapat diraba prosesus spinosus vertebra; pada bagian atas yang
terbesar dan paling menonjol adalah vertebra servikalis ke-7 dan dibawahnya adalah vertebra torakalis pertama.

Garis-garis (imajiner) yang penting adalah linea midsternalis (midline), linea parasternalis, dan
midklavikularis. Di toraks lateral ada garis aksilaris anterior (sesuai sisi lateral M.pektoralis mayor), linea
aksilaris medius (sesuai dengan puncak aksila) dan linea aksilaris posterior (sesuai dengan M.latissimus
dorsi)

Biasanya otot yang diinsisi pada waktu melakukan torakotomi posterolateral hanya otot latissimus dorsi. Bila
diinginkan lebih lebar: ke posterior dapat dipotong muskulus trapezius dan rhomboideus mayor dan minor; ke
anterior dapat dipotong muskulus seratus anterior di origonya (bagian depan otot) untuk menghidari kerusakan
nervus torakalis longus.

Untuk torakotomi anterior dilakukan pemotongan dari M.pektoralis

Area Pre-cordial adalah area proyeksi dari jantung ke dinding dada anterior, yaitu daerah dengan :

batas superior: iga II kiri


batas inferior : pinggir bawah toraks (iga) kiri
batas kanan : garis parasternal kanan
batas kiri : garis mid-klavikula kiri

DINDING TORAKS

Costae

Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis osseokartilaginosa. Memiliki
penampang berbentuk konus, dengan diameter penampang yang lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar
di iga sebelah bawah. Di bagian posterior lebih petak dan makin ke anterior penampang lebih memipih.

Terdapat 12 pasang iga : 7 iga pertama melekat pada vertebra yang bersesuaian, dan di sebelah anterior ke
sternum. Iga VIII-X merupakan iga palsu (false rib) yang melekat di anterior ke rawan kartilago iga diatasnya,
dan 2 iga terakhir merupakan iga yang melayang karena tidak berartikulasi di sebelah anterior.

Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan corpus (shaft). Dan memiliki 2 ujung : permukaan
artikulasi vertebral dan sternal.

Bagian posterior iga kasar dan terdapat foramen-foramen kecil. Sedangkan bagian anterior lebih rata dan halus.
Tepi superior iga terdapat krista kasar tempat melekatnya ligamentum costotransversus anterior, sedangkan
tepi inferior lebih bulat dan halus.

Pada daerah pertemuan collum dan corpus di bagian posterior iga terdapat tuberculum. Tuberculum terbagi
menjadi bagian artikulasi dan non artikulasi.

Penampang corpus costae adalah tipis dan rata dengan 2 permukaan (eksternal dan internal), serta 2 tepi
(superior dan inferior). Permukaan eksternal cembung (convex) dan halus; permukaan internal cekung
(concave) dengan sudut mengarah ke superior.

Diantara batas inferior dan permukaan internal terdapat costal groove, tempat berjalannya arteri-vena-nervus
interkostal.
Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi tempat melintasnya plexus brachialis, arteri dan
vena subklavia. M.scalenus anterior melekat di bagian anterior permukaan internal iga I (tuberculum scalenus),
dan merupakan pemisah antara plexus brachialis di sebelah lateral dan avn subklavia di sebelah medial dari otot
tersebut.

Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m. intercostalis externus dan internus. Lebih dalam
dari m. intercostalis internus terdapat fascia transversalis, dan kemudian pleura parietalis dan rongga pleura.
Pembuluh darah dan vena di bagian dorsal berjalan di tengah sela iga (lokasi untuk melakukan anesteri blok),
kemudian ke anterior makin tertutup oleh iga. Di cekungan iga ini berjalan berurutan dari atas ke bawah vena,
arteri dan syaraf (VAN). Mulai garis aksilaris anterior pembuluh darah dan syaraf bercabang dua dan berjalan di
bawah dan di atas iga. Di anterior garis ini kemungkinan cedera pembuluh interkostalis meningkat pada
tindakan pemasangan WSD.

Vertebra

Untuk bedah toraks sebetulnya tidak banyak yang harus diketahui mengenai vertebra kecuali bahwa
persendiannya dengan kosta. Vertebra torakalis pertama (T 1)mempunyai satu persendian yang lengkap
dengan iga I dan setengah persendian dengan iga II. Selanjutnya T2-T8 mempunyai dua persendian, di atas
dan di bawah korpus vertebra (untuk iga II sampai dengan VIII). Sedang dari T9-T12 hanya mempunyai satu
persendian dengan iga. Semua ini penting untuk melepaskan iga dari korpus vertebra pada waktu melakukan
torakotomi.

Yang perlu juga diketahui adalah ligamentum longitudinalis anterior; di depan ligamentum ini terdapat suatu
ruangan (space) dengan susunan jaringan ikat yang longgar dan merupakan "jalan" untuk descending infection
dari daerah leher menuju mediastinum.

Otot

Untuk mengerti komponen yang penting saat membuka atau menutup insisi, diperlukan pengetahuan yang
lengkap dari anatomi regional.

Latissimus dorsi
Otot terbesar di daerah punggung; origo pada prosessus spinosus vertebra torakal bawah dan vertebra lumbal
atas, sacrum, dan krista iliaka; insersi pada humerus atas. Dipersarafi oleh nerve, berfungsi untuk adduksi,
ekstensi, dan rotasi-medial dari lengan atas.

Serratus anterior
Origo pada bagian anterolateral iga I-IX dan berinsersi pada skapula. Serratus anterior saling bersilangan
dengan insersi otot oblique mayor di dinding abdomen. Otot serratus anterior di persyarafi oleh N. Torasikus
longus dan berfungsi untuk merotasi scapula ke anterior dan mengangkat iga.

Superior dari latissimus dorsi terdapat otot teres mayor, yang normalnya tidak dipotong pada insisi toraks.
Teres mayor berjalan dari skapula menuju humerus dan berfungsi untuk rotasi, ekstensi, dan abduksi dari
lengan atas. Otot trapezius sebagian menutupi otot teres mayor dan latissimus dorsi di sebelah posterior.
Sebuah celah segitiga diantara ketiga otot ini dikenal sebagai triangulus auskultatorius, sebagai tempat untuk
mengakses secara langsung dinding dada.

Otot serratus anterior juga terlibat pada approach anterior, walaupun demikian otot yang dominan adalah otot
pektoralis dan rektus abdominis. Pektoralis mayor ber-origo pada bagian medial klavikula, manubrium, sternum,
kartilago iga I-VI, dan pada aponeurosis obliquus eksternus. Berinsersi pada tuberkulum mayor humerus,
dipersyarafi oleh N. torasikus anterior, dan berfungsi untuk meng-adduksi dan merotasi-medial dari lengan.
Pektoralis minor berorigo pada costochondral junction di iga-iga atas dan berinsersi pada skapula. Dipersarafi
oleh N. Torasikus anterior dan berfunsi untuk merotasi skapula ke bawah dan/atau mengangkat (elevasi) iga.
Batas bawah rongga toraks diperkuat oleh otot obliquus abdominis eksternus, yang berorigo pada permukaan
lateral dan anterior dari iga V-XII dan berinsersi pada krista iliaka, ligamentum inguinalis, dan permukaan
anterior rectus sheath. Otot obliquus dipersyarafi oleh N. Torasikus inferior.

Otot paling penting pada bagian posterior dinding dada adalah: trapezius, rhomboideus, dan paraspinosus. Otot
trapezius berorigo pada oksiput (sepanjang nuchal ridge), menurun ke vertebra torakal dan ligamennya.
Berinsersi pada klavikula lateral, akromion, dan spina skapula. Dipersarafi oleh nervus aksesorius, dan
fungsinya untuk me-rotasi skapula dan menggerakan kepala.

Otot rhomboideus mayor dan minor berorigo pada vertebra torakal 1-4 dan vertebra servikal 6 & 7 secara
berurutan, dan berinsersi pada margin medial skapula, dibawah dan diatas spina. Keduanya dipersarafi oleh
nervus dorsalis dari skapula. Otot paraspinosus atau otot erektor spina terletak di sebelah dalam dari fascia
torakolumbalis, dan dipersarafi oleh cabang dorsal dari nervus torasikus dan lumbal.
KELAINAN DINDING DADA

Pectus Excavatum

Pectus excavatum adalah kelainan sternum kongenital yang paling sering, dengan insidens 1:400 kelahiran.
Manifestasi klinis bervariasi mulai dari yang ringan sampai ke depresi sternum yang nyata.
Etiologi tidak diketahui dan tidak terkait dengan keturunan atau riwayat paparan zat kimia atau radiasi. Pectus
excavatum terlihat sejak kelahiran atau muncul kemudian pada tahun pertama usia anak. Adanya Sindrom
Marfan harus disingkirkan pada setiap anak dengan pectus excavatum terutama bila disertai pula dengan
skoliosis.
Defek terjadi karena deformitas pada kartilago kosta sehingga berbentuk cekung (konkaf) dan mengakibatkan
depresi sternum. Derajat depresi sternum bertambah mulai dari sendi sternomanubrium ke arah prosesus
xiphoideus. Seringkali sisi kanan lebih terdepresi dibanding sisi kiri dan sternum ikut terpuntir ke kanan.
Jantung dapat berpindah posisi ke kiri pada kasus yang berat. Kadangkala terdapat indentasi pada permukaan
anterior ventrikel kanan akibat tekanan sternum. Adanya murmur sistolik yang terdengar disebabkan oleh
adanya penekanan arteri pulmonalis oleh sternum yang menimbulkan aliran turbulensi. Defek pada sternum ini
umumnya telah terlihat sejak lahir dan makin bertambah derajatnya sesuai dengan penambahan usia.
Indikasi operasi biasanya adalah karena faktor kosmetik. Pasien anak sebenarnya sangat jarang mengalami
kelainan fisiologis pada sistem kardiovaskular atau respirasi karena adanya pectus excavatum. Keluhan yang
sering dialami pada pasien dewasa adalah keluhan sesak, dan keluhan jantung seperti berdebar, yang terjadi
pada aktivitas berat seperti olahraga. Sebagian pasien mengalami perbaikan gejala (terutama bila beraktivitas)
setelah tindakan bedah pada pectus excavatum.
Masalah utama dalam penanganan bedah untuk pectus excavatum adalah timing operasi. Idealnya operasi
dikerjakan sebelum usia 5 tahun (pra-sekolah), bila mempunyai manifestasi sejak kecil atau pada masa remaja.
Prinsip terjadinya kelainan adalah deformasi kartilago kosta dan adanya overgrowth dari kartilago kosta
tersebut. Tindakan bedah bertujuan untuk melakukan koreksi kelainan bentuk dan mempertahankan alignment
sternum di posisi yang normal. Beberapa teknik yang ada untuk koreksi pectus excavatum, misalnya: reseksi
pada kartilago kosta dan mempergunakan marlex mesh untuk stabilisasi posisi sternum. Teknik Ravitch adalah :
reseksi transversal sternum di bawah batas papila mamae dan menggunakan steel bar untuk memperkuat
sternum. Prosedur Nuss : mempergunakan teknik minimally invasive untuk menempatkan conves steel bar
dibawah sternum melalui insisi kecil di lateral toraks.
Komplikasi yang sering terjadi : rekurens dari pectus excavatum, pneumotoraks, infeksi sekunder.

Pectus Carinatum

Dikenal juga sebagai dada burung (pigeon’s breast). Pectus carinatum adalah kelainan kongenital kedua
tersering pada dinding dada. Adalah kelainan dimana adanya penonjolan (protrusi) stenum oleh karena
malformasi bentuk “outward curve) di daerah kartilago kosta iga-iga inferior (iga IV-VIII). Insidens pada pria 3x
lebih banyak dibanding wanita.
Seperti pada pectus excavatum, etiologi dan patogenesis terjadinya pectus carinatum tidak diketahui. Berbagai
macam teori dikemukakan seperti displacement sternum terjadi karena hipoplasi pada center attachment di
diafragma. Teori lainnya mengatakan kelainan ini disebabkan oleh karena pemanjangan berlebihan dari
kartilago kosta.
Pectus carinatum ada sejak lahir akan tetapi baru bermanifestasi setelah usia pubertas. Defek ini akan terlihat
walau memakai pakaian. Timbul manifestasi klinis seperti aritmia, dan exertional dyspneu. Gejala klinis terjadi
karena dada sulit untuk mengembang saat inspirasi oleh karena berkurangnya fleksibilitas dinding dada akibat
anterior-displaced dari sternum dan defek kartilago. Skoliosis adalah kelainan penyerta yang sering pada pectus
carinatum.
Efek psikologis cukup nyata, pasien sejak kecil akan malu dan menghindar dari keramaian oleh karena defek ini
tidak dapat ditutupi pakaian (berbeda dengan pectus excavatum).
Tindakan bedah adalah melakukan koreksi deformitas dengan manipulasi pada sternum dan melakukan
stabilisasi sternum. Teknik hampir sama dengan tindakan koreksi pada pectus excavatum akan tetapi dengan
arah koreksi yang berlawanan.

Sindrom Poland

Sindrom Poland adalah kelainan defek kongenital yang berupa: absen nya payudara atau papila mammae,
hipoplasi dari jaringan subkutan, hipoplasi otot-otot pektoralis mayor dan minor, dan kadangkala disertai
dengan absennya kartilago kosta atau iga 2,3, dan 4; atau iga 3,4, dan 5. Insidens penyakit 1:30000, dengan
kecenderungan terjadi pada wanita.
Sindrom Polland ini seringkali merupakan kelainan yang melibatkan dinding dada serta payudara secara
bersamaan. Derajat kelainan pada dinding dada bervariasi mulai dari hipoplasi kaput sternalis dari otot
pektoralis mayor dan minor dengan iga yang normal, sampai absennya secara komplit seluruh komponen
dinding dada dari iga II sampai iga V. Kelainan payudara bervariasi mulai dari hipoplasia ringan sampai
absennya jaringan payudara secara komplit. Defek pada dinding dada biasanya disertai oleh herniasi paru.
Kelainan penyerta yang sering terjadi adalah kelainan tangan dan syndactyly.
Sindrom Poland terjadi unilateral; sisi kanan lebih sering terkena daripada sisi kiri. Diagnosis mudah ditegakkan
hanya dari pemeriksaan fisik.
Penanganan bedah dengan rekonstruksi satu tahap sekarang menjadi pilihan untuk menangani kelainan ini.
Langkah-langkah operasi adalah: menutup defek dengan marlex mesh, insersi dari prostesis payudara, dan
melakukan flap myocutaneus latissimus dorsi untuk menutup prostesis.

Tumor Dinding Dada

Tumor primer dinding dada merupakan 5% dari seluruh insidens neoplasma toraks, dan 1-2 % dari keseluruhan
insidens tumor primer. Akan tetapi tindakan reseksi dinding sebagian besar disebabkan oleh adanya tumor
metastasis atau karena invasi langsung tumor paru ke dinding dada.
Mayoritas (85%) tumor primer dinding dada terjadi di kosta. Sedangkan 50% tumor primer dinding dada
merupakan tumor jinak (benigna), dengan jenis histologis tersering: osteokondroma, kondroma, dan fibrous
displasia. Angka kejadian ketiga jenis tumor tersebut berkisar antara 60-70% dari keseluruhan tumor jinak
dinding dada.
Osteokondroma merupakan jenis tersering tumor jinak (50%), yang biasanya asimtomatik dan seringkali
ditemukan tanpa sengaja pada pemeriksaan foto Rontgen. Kondroma berasal dari jaringan kartilaginosa di
daerah sendi sternokosta. Banyak ahli menyebutkan bahwa fibrous displasia sebenarnya adalah kelanjutan dari
hamartoma, dan biasanya tumor ini terletak pada sisi lateral atau posterior iga.
Tumor desmoid dianggap oleh sebagian ahli adalah tumor jinak fibromatosis sedangkan lainnya menganggap
sebagai low-grade fibrosarkoma. Dalam perspektif bedah, tumor desmoid lebih baik digolongkan sebagai tumor
primer maligna sehingga diperlukan reseksi dengan margin yang adekuat untuk mencegah adanya rekurens.
Lebih dari setengah tumor maligna pada dinding toraks adalah tumor metastasis dari organ lain atau invasi
langsung dari struktur didekatnya seperti payudara, paru, pleura atau mediastinum. Termasuk ke dalam tumor
primer maligna adalah tumor yang berasal dari jaringan lunak, jaringan kartilago dan tulang. Sarkoma adalah
jenis tumor primer maligna tersering pada dinding dada. Sedangkan multipel mieloma dan plasmasitoma adalah
jenis tersering tumor primer tulang maligna.
Kondrosarkoma adalah jenis sarkoma tulang dada terbanyak, biasanya berasal dari bagian anterior iga dan
dalam jumlah sedikit dapat berasal dari sternum, skapula, atau klavikula. Grading tumor sesuai dengan
prognosis pasien. Penampakan klinis dan radiologis dari well-differentiated kondrosarkoma sering menyerupai
kondroma; oleh sebab itu diagnosis histologis sangat penting untuk memastikan adanya keganasan sehingga
dapat mencegah timbulnya lokal rekurens oleh karena tindakan bedah yang tidak adekuat.
Secara umum, tumor jaringan lunak dinding dada biasanya asimtomatik dan muncul sebagai suatu massa
benjolan. Pasien biasanya tidak mempunyai keluhan, akan tetapi jika tumor menyebar secara lokal ke jaringan
sekitar, mulai timbul keluhan nyeri. Adanya demam digolongkan sebagai gejala sistemik. Berbeda dengan tumor
pada jaringan kartilago dan tulang, adanya nyeri merupakan gejala awal tumor, dan tumor dapat segera
dikenali dari pemeriksaan foto Ro dada.
Pemeriksaan MRI memungkinkan informasi yang akurat mengenai lokasi tumor, adanya invasi ke organ/struktur
didekatnya, penentuan adanya penyebaran langsung dari kanker payudara atau paru ke dinding dada, dan
deteksi adanya metastasis. MRI saat ini menjadi procedure of choice untuk penentuan ada atau tidaknya invasi
ke korpus vertebara dan medula spinalis. Demikian pula dengan pemeriksaan radionukleotida yang berguna
untuk menilai invasi atau metastasis jauh.’
Beberapa jenis tumor maligna memiliki karakteristik radiologis tertentu. Kondrosoma berasal dari tulang
sehingga pemeriksaan radiologis sering memperlihatkan tanda kalsifikasi. Plasmasitoma tulang dinding dada
seringkali merupakan bagian dari plasmasitoma sistemik dan memiliki gambaran lesi litik “well-defined” yang
disertai adanya massa jaringan lunak ekstrapleura.
Untuk menentukan penatalaksanaan terbaik, sangat penting untuk memilih prosedur diagnostik pada tiap
pasien, yaitu: fine-needle aspiration, biopsi insisional atau eksisional, atau reseksi langsung dinding dada.
Secara umum, tindakan eksisional bernilai lebih baik daripada fine-needle aspiration atau biopsi insisional.
Eksisional biopsi sebaiknya diindikasi untuk lesi dengan diameter 2 cmm atau kurang, dan untuk massa yang
sulit didiagnosis secara radiologis dan patologis seperti tumor pada tulang. Insisional biopsi diindikasikan untuk
massa tumor diatas 2 cm dan pemeriksaan needle biopsy inkonklusif.
Biopsi harus dikerjakan dengan insisi transversal sehingga mudah ditutup dengan skin-flap pada operasi
lanjutan. Pada tindakan biopsi dihindarkan untuk menciptakan flap (deep sampling) oleh karena ditakutkan
terjadinya seeding.
Tindakan untuk tumor jinak adalah simple-excision. Sedangkan untuk tumor ganas adalah wide excision.
Pengecualian adalah untuk plasmasitoma yang di terapi dengan radioterapi, dan sarkoma Ewing yang di terapi
dengan kemoterapi dilanjutkan dengan radiasi dan reseksi bedah.

Untuk wide-excision direkomendasikan untuk melakukan full-thickness resection dengan mengangkat tumor
beserta 2-4 cm jaringan normal disekitarnya (termasuk tulang).
Indikasi terapi kemo pada tumor ganas dinding dada belum ada. Sehingga sampai saat ini terapi pilihan untuk
tumor ganas dinding dada adalah terapi bedah, kecuali untuk plasmasitoma.

Sedangkan manajemen untuk tumor ganas dinding dada adalah : wide resection dan rekonstruksi untuk
menutup defek yang terjadi, serta penatalaksanaan peri operative. Reseksi dengan total diameter kurang dari 5
cm umunya tidak memerlukan tindakan stabilisasi selain penutupan dengan flap. Apabila defek cukup besar,
rekonstruksi dilakukan dengan menambah material stabilisasi seperti marlex mesh, vicryl mesh,
polytetrafluoroethylene (PTFE) patch, dan Prolene mesh.
THORACIC OUTLET SYNDROME

Thoracic Outlet Syndrome adalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh kompresi dari plexus brakhialis
dan/atau pembuluh2 subklavia di daerah thoracic outlet. Thoracic outlet sydrom dapat dibagi 2 kelompok yaitu
kompresi neurogenik (95% kasus) dan kompresi pembuluh darah (5% kasus).

Penyebab dari TOS adalah:


Kompresi akibat low shoulder girdle atau kelemahan tonus otot
Congenital fibromuscular bands yang menyilang area thoracic outlet
Hipertrofi otot skalenus.
Kelainan tulang (iga I lebar, fraktur atau exostosis klavikula/iga I)

Area scalenus triangle merupakan tempat tersering ditemukannya jepitan dari neurovascular bundle.

Neurogenic Thoracic Outlet Compression Syndrome (N-TOCS)

Etiologi dari N-TOCS diantaranya akibat stress repetitif yang dikarenakan pekerjaan (tukang ketik), atau
olahraga (perenang)
Dari pemeriksaan dapat ditemukan
nyeri supraklavikula dan paraestesia bila otot skalenus ditekan.
Nyeri sebar pada lengan atas karena memutar kepala menjauhi daerah yang terkena.
Roos test positif : timbul nyeri bila mengabduksi lengan 900 pada posisi eksorotasi dan saat jari
dikepalkan berkali-kali dalam posisi tersebut

Pemeriksaan diagnostik : tes neurofisiologis melalui EMG akan menunjukkan peningkatan konduksi,
pemeriksaan hanya duplex scanning bermanfaat bila arteri ikut terjepit, foto radiologis servikal berguna bila
terdapat kelainan pada tulang tetapi tidak dapat mengetahui kompresi akibat struktur non-tulang. MRI hanya
berguna untuk mendeteksi adanya lesi pada medula spinalis dibanding mengetahui adanya kelainan N-TOCS.

Penatalaksanaan N-TOCS harus dimulai dengan konservatif, seperti: latihan fisik dan postural, menghindari
mengangkat barang berat, dan melatih bekerja tanpa mengangkat tangan sampai di atas bahu. Indikasi operasi
adalah apabila terapi konservatif gagal atau tidak ada perbaikan gejala yang akhirnya mengganggu aktivitas
sehari-hari. Operasi untuk dekompresi plexus brakhialis ini adalah reseksi iga I melalui insisi trans-aksila
dengan teknik yang diperkenalkan oleh Ross. Dapat dilihat gambar2 dibawah:
Arterial Thoracic Outlet Compression Syndrome (A-TOCS)

Faktor etiologi penekanan arteri pada TOCS umumnya diakibatkan kelainan pada tulang. Arteri yang terkena
biasanya mengalami penebalan fibrotik dinding pembuluh pada area kompresi serta dilatasi post-stenotik, yang
akhirnya membentuk aneurisma yang berisi trombus mural. Trombus yang terlepas akan menyebabkan emboli
pada arteri-arteri distal dan dapat mengakibatkan gejala-gejala yang menyerupai sindrom Raynaud.
Pemeriksaan diagnostik dapat menggunakan angiografi yang seringkali menggambarkan aneurisma (post-
stenotic dilatation).

Penatalaksanaan A-TOCS adalah tindakan bedah dengan mengangkat iga I dan rekonstruksi vaskular (graft).
Tindakan bedah untuk A-TOCS dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah:
INSISI

ANATOMI

Organ toraks berada di dalam penutup yang rigid yang dibentuk dari tulang-tulang vertebra, sternum dan iga.
Tidak seperti abdomen, insisi tunggal pada toraks tidak akan dapat menghasilkan akses yang adekuat ke
seluruh organ yang berada di dalam rongga toraks. Sebagai tambahan, organ-organ toraks berada dalam posisi
yang stabil (fixed) dalam rongga toraks (berbeda dengan organ intra abdomen); sehingga pengetahuan yang
detil terhadap anatomi dinding dada amat diperlukan dalam pemilihan lokasi dan panjang insisi yang tepat.

Approach lateral biasanya umum digunakan untuk exposure dari paru dan mediastinum, tetapi dapat pula
digunakan insisi posterior, anterior, subkostal, dan supraklavikular.
Insisi yang adekuat adalah insisi yang dapat menghasilkan exposure optimal pada daerah operatif yang
diperkirakan memerlukan teknik/tindakan operasi yang sulit; misalnya exposure pada daerah hilus paru
diperlukan untuk setiap tindakan untuk me-reseksi paru
Jenis insisi juga mempertimbangkan untuk memperkecil nyeri dan komplikasi pasca operasi.
Insisi mempertimbangkan pula aspek kosmetik; sebaiknya tidak melewati jaringan payudara (pada wanita), dan
sebaiknya tidak terlihat bila pasien memakai baju casual.

Karakteristik insisi ditentukan oleh lokasi, orientasi, dan otot-otot yang harus dibelah saat mengerjakan insisi.
Penamaan insisi kadangkala rancu antara satu dan lain ahli bedah.
Untuk mengerti komponen yang penting saat membuka atau menutup insisi, diperlukan pengetahuan yang
lengkap dari anatomi regional.
Untuk pasien dengan posisi lateral sempurna; otot yang perlu diperhatikan adalah latissimus dorsi dan serratus
anterior.
Latissimus dorsi
Otot terbesar di daerah punggung; origo pada prosessus spinosus vertebra torakal bawah dan vertebra lumbal
atas, sacrum, dan krista iliaka; insersi pada humerus atas. Dipersarafi oleh nerve, berfungsi untuk adduksi,
ekstensi, dan rotasi-medial dari lengan atas.
Serratus anterior
Origo pada bagian anterolateral iga I-IX dan berinsersi pada skapula. Serratus anterior saling bersilangan
dengan insersi otot oblique mayor di dinding abdomen. Otot serratus anterior di persyarafi oleh N. Torasikus
longus dan berfungsi untuk merotasi scapula ke anterior dan mengangkat iga.
Superior dari latissimus dorsi terdapat otot teres mayor, yang normalnya tidak dipotong pada insisi toraks.
Teres mayor berjalan dari skapula menuju humerus dan berfungsi untuk rotasi, ekstensi, dan abduksi dari
lengan atas. Otot trapezius sebagian menutupi otot teres mayor dan latissimus dorsi di sebelah posterior.
Sebuah celah segitiga diantara ketiga otot ini dikenal sebagai triangulus auskultatorius, sebagai tempat untuk
mengakses secara langsung dinding dada.

Otot serratus anterior juga terlibat pada approach anterior, walaupun demikian otot yang dominan adalah otot
pektoralis dan rektus abdominis. Pektoralis mayor ber-origo pada bagian medial klavikula, manubrium, sternum,
kartilago iga I-VI, dan pada aponeurosis obliquus eksternus. Berinsersi pada tuberkulum mayor humerus,
dipersyarafi oleh N. torasikus anterior, dan berfungsi untuk meng-adduksi dan merotasi-medial dari lengan.
Pektoralis minor berorigo pada costochondral junction di iga-iga atas dan berinsersi pada skapula. Dipersarafi
oleh N. Torasikus anterior dan berfunsi untuk merotasi skapula ke bawah dan/atau mengangkat (elevasi) iga.
Batas bawah rongga toraks diperkuat oleh otot obliquus abdominis eksternus, yang berorigo pada permukaan
lateral dan anterior dari iga V-XII dan berinsersi pada krista iliaka, ligamentum inguinalis, dan permukaan
anterior rectus sheath. Otot obliquus dipersyarafi oleh N. Torasikus inferior.

Otot paling penting pada bagian posterior dinding dada adalah: trapezius, rhomboideus, dan paraspinosus. Otot
trapezius berorigo pada oksiput (sepanjang nuchal ridge), menurun ke vertebra torakal dan ligamennya.
Berinsersi pada klavikula lateral, akromion, dan spina skapula. Dipersarafi oleh nervus aksesorius, dan
fungsinya untuk me-rotasi skapula dan menggerakan kepala.

Otot rhomboideus mayor dan minor berorigo pada vertebra torakal 1-4 dan vertebra servikal 6 & 7 secara
berurutan, dan berinsersi pada margin medial skapula, dibawah dan diatas spina. Keduanya dipersarafi oleh
nervus dorsalis dari skapula. Otot paraspinosus atau otot erektor spina terletak di sebelah dalam dari fascia
torakolumbalis, dan dipersarafi oleh cabang dorsal dari nervus torasikus dan lumbal.

Beberapa teknik khusus membutuhkan pengetahuan mengenai anatomi tulang dari thoracic inlet; seperti
tindakan insisi “trapdoor”, reseksi iga I, sternotomi parsial, reseksi parsial sternum, dan klavikulektomi parsial.
Klavikula dipisahkan dari manubrium oleh diskus artikularis, yang kemudian melekat pada iga I melalui ligamen
kostoklavikularis, dan kemudian bersatu di bagian superior manubrium melalui ligamentum interklavikularis.
Tindakan reseksi dinding dada meliputi: reseksi sebagian korpus vertebrae untuk tumor dumb bell yang
menyebar ke foramen. Operasi tersebut membutuhkan pengetahuan mendalam mengenai anatomi vertebra dan
spinal. Vertebra saling berhubungan satu sama lainnya melalui ligamentum intertranversus yang mengikat
prosesus transversus, dan oleh ligamentum longitudinalis anterior. Kaput kosta saling berhubungan dengan dua
vertebrae (diatas dan bawahnya). Kosta melekat ke prosesus transversus dengan bantuan ligamentum
kostotransversus superior, lateral, dan medial. Melekat ke korpus vertebrae ligamentum radikulata, dan ke
diskus melalui ligamentum interartikularis. Iga dapat dengan mudah di disartikulasi dari vertebra.
TORAKOTOMI LATERAL

Torakotomi lateral dan beberapa variasinya merupakan insisi yang paling digunakan dalam bedah toraks,
karena menghasilkan akses ke seluruh struktur di hemi toraks dan juga ke mediastinum. Variasi insisi
tergantung pada panjang insisi dan otot apa yang akan dipotong. Umumnya otot latissimus dorsi dipotong,
sedangkan otot serratus anterior dapat dipreservasi atau dipotong.

Posisi pasien lateral sempurna; lengan atas sedikit dirotasikan ke arah sefalad dan sedikit ekstensi ke anterior.
Ini akan menyebabkan skapula terputar ke depan, sehingga tersedia akses ke daerah paraspinal. Tungkai yang
berada disebelah bawah di fleksikan sedangkan tungkai sebelah atas dalam posisi ekstensi (lurus). Bantal kecil
di letakkan dibawah dada tepat di inferior aksila untuk mencegah peregangan pada plexus brakhialis. Kepala
disangga sehingga vertebra servikal dalam posisi normal.

Insisi mulai dari lengkungan iga di posterior sampai batas anterior latissimus dorsi. Latissimus dorsi kemudian
dipotong tanpa memisahkan otot dari jaringan ikat di sekitarnya, sehingga menghindari terjadinya “dead space”.
Setiap jaras neurovaskular yang terpotong sebaiknya di ligasi atau di kauter.

Otot serratus anterior terletak tepat dibawah latissimus dorsi. Sisi posterior otot akan terlihat menyilang insisi
pada latissimu dorsi. Otot dapat dipreservasi dengan melakukan mobilisasi yang cukup; jaringan ikat/fasia pada
sisi posterior di potong sepanjang sisi tersebut. Otot kemudian diangkat dengan jadi atau hak, dan mobilisasi
dilanjutkan dengan memotong jaringan ikat dibawahnya. Origo otot serratus anterior pada iga dipotong dan
cabang-cabang arteri di kauterisasi.

Skapula di elevasi dengan retraktor dan fasia di sebelah posterior serratur anterior dibelah. Lakukan
penghitungan iga mulai dari iga teratas (biasanya iga II) dan level insisi interkostal dapat ditentukan. Umumnya
rongga toraks dapat dimasuki tanpa harus memotong iga. Otot interkostal dipotong dari arah posterior ke
anterior pada permukaan superior sehingga dapat dihindari pemotongan pada jaras neurovaskular. Panjang
insisi pada otot interkostal disesuaikan, sehingga tercapai kebutuhan lapangan operasi. Retraktor iga kemudian
ditempatkan tegak lurus terhadap iga sehingga pembukaanya tidak melukai pinggir iga.

Untuk mendapatkan akses yang lebih luas dapat dilakukan :


Memanjangkan insisi pada otot interkostal sampai sebatas saraf simpatis di lateral pembuluh torakalis lateralis.
Tindakan ini memungkinkan retraktor dilebarkan tanpa mengakibatkan patahnya iga.
Akses yang maksimal dapat dicapai dengan memotong 1 cm-segmen iga tepat diatas dan dibawah insisi, atau
dengan cara melepaskan 1 iga secara periosteal.

Penutupan luka insisi dikerjakan setelah pemasangan chest drain. Iga di reaproksimasi dengan menggunakan 2
atau 3 yang jahitan ditempatkan pada daerah interkostal superior terhadap iga sebelah atas dan inferior
terhadap iga sebelah bawah. Adanya iga yang fraktur seringkali memerlukan tambahan jahitan sehingga
segmen fraktur dapat teraproksimasi. Nyeri pasca torakotomi dapat dikurangi dengan menggunakan benang
absorbable dan penghindaran jepitan pada syaraf interkostalis akibat terjerat jahitan.

Serratus anterior diletakkan kembali ke posisi semula dan pinggir bebasnya dijahit kembali ke jaringan ikat
sekitarnya. Otot latissimus dorsi sebaiknya dijahit secara dua lapis pada fasia inferior dan superior nya untuk
mengurangi nekrosis otot akibat jahitan full thicness. Bila diyakini operasi adalah bersih tidak tercemar, kulit
dapat dijahit secara kontinyu, sedangkan bila operasi tidak bersih atau tercemar makan kulit dijahitkan secara
interrupted.

TORAKOTOMI POSTEROLATERAL

Insisi torakotomi posterolateral merupakan tindakan standar untuk mayoritas prosedur bedah toraks. Walaupun
demikian sekarang penggunaannya mulai berkurang oleh karena terdapat trend menggunakan insisi yang lebih
minimal sehingga nyeri dan disabilitas pasca operasi lebih sedikit dibanding insisi torakotomi posterolateral yang
standar. Insisi torakotomi posterolateral memiliki keuntungan:
Tercapainya exposure maksimal untuk hampir semua prosedur tindakan bedah toraks
Memiliki kuntungan bila digunakan pada tindakan reoperasi dan tindakan kompleks

Langkah-langkah:
Pasien di tempatkan pada posisi lateral sempurna, atau sedikit rotasi ke anterior. Lapangan operasi diberikan
tindakan asepsis harus meliputi area vertebra, demikian pula area lateral-anterior. Insisi kulit serupa pada insisi
torakotomi lateral hanya di bagian posterior insisi diteruskan ke arah superior di sebelah medial dari skapula,
untuk memfasilitasi pemotongan otot rhomboideus mayor dan mungkin sebagian kecil dari trapezius.
Setelah pemotongan latissimus dorsi, serratus anterior di singkirkan ke anterior atau dipotong tergantung
sejauh mana insisi anterior di perpanjang. Setelah dipisahkan secara tumpul, otot rhomboideus dipotong dan
bila perlu sebagian trapezius uga dipotong. Disebelah ujung posterior, perlu untuk mendorong otot paraspinosus
ke arah medial sebelum melakukan diseksi jaringan dan pemotongan otot interkostalis. Lebih baik
menggunakan kauter dalam melakukan diseksi sehingga arteri-arteri kecil yang terpotong dapat segera di
koagulasi. Untuk manambah akses seringkali diperlukan tindakan mengangkat 1 iga atau memotong iga di
sebelah atas dan dibawah (1 vm) luka insisi. Tujuan mengeksis 1 cm jaringan tulang dengan maksud
menghilangkan adanya kemungkinan gesekan pada segmen segmen setelah penutupan luka operasi.
Pengangkatan iga dilakukan secara periosteal, artinya tulang diangkat dengan meninggalkan jaringan
periosteum, sehingga bundel neurovaskular dapat siselamatkan.

Retraktor ditempatkan secara tegak lurus terhadap iga.


Setelah chest drain dipasang; iga-iga kembali di reaproksimasi, diperhatikan agar tidak menjerat bundle
neurovaskular. Otot trapezius dan rhomboideus dijahit kembali dengan menggunakan jahitan kontinyu.
Dilanjutkan dengan menjahit serratus anterior dengan jahitan kontinyu. Latissimus dorsi dijahitkan pada kedua
fasia-nya saja dengan jahitan kontinyu.

TORAKOTOMI ANTEROLATERAL

Torakotomi anterolateral digunakan sebagian ahli bedah sebagai insisi pilihan untuk berbagai prosedur bedah
toraks. Keuntungan insisi ini adalah akses yang lebih baik terhadap hilus anterior dan ruang interkostal yang
lebih lebar. Dan juga tidak diperlukan untuk memutar posisi pasien ke lateral. yang membutuhkan persiapan
waktu yang cukup lama. Faktor-faktor diatas inilah yang merupakan kelebihan penggunaan insisi anterolateral
pada pasien-pasien trauma. Menempatkan pasien dalam posisi lateral membutuhkan waktu persiapan yang
cukup lama dan dapat pula mengganggu kestabilan hemodinamika. Selain itu insisi anterolateral memiliki
kelemahan, yaitu: visualisasi area mediastinum posterior yang buruk, dan tidak dapat melakukan tindakan
reseksi dinding dada posterior bila dibutuhkan.
Langkah-langkah:

Pasien di baringkan dengan posisi supine atau sedikit miring dengan bantalan di bawah sisi dada yang akan
dilakukan insisi. Lengan ipsilateral dapat diletakkan di sisi badan atau disilang diatas wajah atau diekstensikan
di sebelah lateral kepala.
Insisi dilakukan pada atau sekitar lipatan infra-mamaria. Pemotongan jaringan payudara terutama pada pasien
wanita sebaiknya dihindarkan untuk mencegah komplikasi estetis jangka panjang seperti terjadinya jaringan
skar.
Setelah insisi kulit, jaringan payudara diangkat, sehingga fasia pektoralis terlihat. Dilakukan penghitungan sela
iga yang akan dibuka. Sela iga V biasanya dibuka untuk kasus trauma paru dan prosedur toraks lainnya. Sela
iga IV dipilih khusus untuk prosedur pada mediastinum atau trauma jantung. Perlu diperhatikan untuk
mengurangi terbentuknya flap sehingga tidak terjadi komplikasi dead-space dan penumpukan seroma
didalamnya.
Untuk memperluas lapangan operasi diperlukan minimal 10-15 cm insisi yang berjalan melingkar mengikuti
bentuk lipatan payudara ke arah aksila dan pemasangan rib-spreader.
Otot pektoralis kemudian diinsisi, dengan arah melengkung ke lateral mengikuti serat otot pektoralis; dan
kemudian dipisahkan sesuai seratnya (daripada memotong).
Otot interkostalis dipotong pada sela iga yang telah dipilih.
Jika dibutuhkan, salah satu iga dapat dipotong pada daerah rawan-iganya, setelah sebelumnya meligasi arteri
mamaria interna.
Pada akhir operasi dilakukan pemasangan chest drain sebelum penutupan luka insisi.
Iga diaproksimasi dengan 2 atau 3 jahitan/ikatan dengan menghindari terjadinya jepitan pada neurovascular
bundle.
Otot pektoralis dijahit kontinyu dengan benang absorbable. Perhatikan faktor estetika saat penjahitan sehingga
tidak terjadi kelainan bentuk.
Drain suction dapat dipasang bila terjadi dead space sehingga tidak terbentuk seroma pada rongga tersebut.
Fasia scarpa ditutup dengan jahitan kontinyu
Kulit ditutup dengan jahitan standar.
STERNOTOMI

Insisi sternotomi merupakan insisi utama untuk tindakan operasi pada perikardium, jantung, dan pembuluh
darah besar. Insisi sternotomi klasik menghasilkan exposure yang baik untuk prosedur operasi jantung, timus,
trakhea intra torakal, dan kadangkala operasi elektif pada paru. Oleh karena letak dan struktur yang ada pada
daerah midline, maka pada umumnya sternotomi menghasilkan lebih sedikit nyeri pasca operasi dibandingkan
insisi torakotomi. Salah satu halangan penggunaan insisi sternotomi adalah adanya komplikasi sternal malunion
yang biasanya didahului oleh infeksi pascaoperasi. Pada akhir ini dikembangkan trend minimally-invasive
surgery pada bedah toraks kardio dengan mengembangkan beberapa variasi sternotomi parsial yang
menghasilkan panjang luka insisi yang lebih pendek. Sebagai tambahan keuntungan selain efek kosmetik yang
lebih baik, sternotomi parsial menyebabkan sternum lebih stabil yang diharapkan mengurangi insidens infeksi
sternum pasca operasi.

Langkah-langkah:
Pasien dibaringkan dalam posisi supine. Ditambahkan bantalan pada area tulang belakang sehingga dada
menjadi lebih membusung.
Lengan biasanya diletakkan di sisi badan.
Panjang insisi tergantung dengan kebutuhan tindakan operasi. Insisi dimulai pada sedikit dibawah titik tengah
sternal notch, sampai setinggi prosesuss xiphoideus mengikuti garis midline. Pada situasi tertentu, khususnya
pada wanita muda, dapat dilakukan insisi sub-mamaria bilateral, membuat dan mengangkat flap ke superior
sehingga sternum dapat terekspose dan sternotomi dapat dikerjakan.
Setelah memotong jaringan sub kutis, dilakukan pembelahan fasia pectoralis yang membungkus sternum
dengan menggunakan kauter.
Dilakukan pembebasan jaringan di superior sternal notch dan ligamentum interklavikula dengan menggunakan
kauter. Area retrosternal kemudian diraba dengan jari dan dilakukan diseksi secara tumpul.
Dilakukan penandaan garis midline di periosteum sternal dengan diatermi.
Ventilasi dihentikan dan dilakukan pemotongan sternum menggunakan sternal saw mulai dari sternal notch
sampai processus xiphoideus dengan berpatokan pada tanda garis yang dibuat.
Perdarahan yang terjadi pada periosteum superficial dan profunda sternum dihentikan dengan elektrokauter.
Perdarahan yang berasal dari medulla dihentikan dengan pemberian bone-wax.
Retraktor sternum dipasang se inferior mungkin untuk menghindari terjadinya perlukaan pada iga I/II dan
peregangan berlebihan pada pleksus brakhialis.
Adanya tahanan dalam manuver peregangan retraktor biasanya karena adanya jaringan ikat di anterior vena
innominata. Dilakukan pembebasan dengan diseksi jaringan ikat dan hindari penceraaan vena innominata.
Pada akhir operasi, dipasang drain mediastinal, atau drain pleura bila rongga pleura terbuka.
Terdapat beberapa variasi penutupan sternum; yang paling umum adalah dengan menggunakan jahitan pada
sternum dengan sternal wire. Jenis jahitan dapat dengan figure of eight atau simple-suture (through and
through); jahitan figure of eight lebih baik digunakan bila terdapat fraktur transversal pada sternum. Bila masih
terdapat instabilitas, dapat pula digunakan plate and screw. Dimana kerugian plate and screw adalah sulit
dilakukan tindakan re-operasi emergency oleh karena membutuhkan waktu yang lama untuk membuka plate.
Jumlah wire yang dibutuhkan adalah minimal 2 pada manubrium dan 4 pada korpus sternum.
Bila sternum kecil, wire dapat ditempatkan pada sekeliling sternum, dengan menghindarkan perlukaan pada
arteri mamaria interna.
Fasia pectoralis kemudian dijahit kembali dengan jahitan kontinyu, sehingga wire tertutup seluruhnya.
Dilanjutkan dengan penjahitan sub kutis, dan kulit dengan jahitan kontinyu.

STERNOTOMI PARSIAL

Sternotomi parsial digunakan secara terbatas untuk tindakan operasi terhadap struktur yang berada di
mediastinum anterosuperior.

Insisi kulit memanjang dari sternal notch sampai sedikit dibawah manubrium-sternal junction. Seringkali insisi
ini dikombinasi dengan insisi kolar.
Jaringan subkutis dan fasia kemudian di diseksi.
Sternal saw digunakan untuk memotong manubrium sterni mulai dari sternal notch sampai ke manubrium-
sternal junction.
Perdarahan pada periosteum di kauterisasi dan bone wax dilekatkan pada bagian medulla.
Rib-spreader kecil (Tuffier) dipasang, dan dikembangkan. Dengan memanipulasi salah satu sisi arah bukaan
spreader ke anterior, tulang dapat membuka seperti “clamshell”, sehingga diperoleh tambahan eksposur.
Bila diperlukan untuk menghasilkan lapangan operasi yang lebih luas, salah satu sisi sternum di potong secara
transversal, dengan mengarahkan sternal saw ke lateral saat mencapai manubrium-sternal junction. Memotong
sternum secara sengaja ini juga menghilangkan kejadian adanya fraktur sternum saat pengembangan rib
spreader. Umumnya arteri mamaria interna tidak terluka pada variasi insisi ini oleh karena terletak cukup jauh,
kecuali bila terjadi peregangan berlebihan saat membuka insisi dengan spreader.
Pada akhir operasi, dapat dipasang drain mediastinum (atau tidak) sesuai dengan keadaan. Penutupan sternum
dengan menggunakan wire. Penjahitan fasia, jaringan subkutis, dan kulit mengikuti prosedur standar.

Anda mungkin juga menyukai