Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN TB PARU

DI RUANG MELATI RSUD WIJAYA KUSUMA LUMAJANG

Di Susun Oleh :

Geta Rizqi Maufiroh

(14201.09.17020)

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI SISTEM PERNAFASAN

Gambar anatomi Sistem Pernafasan

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thorak (suatu bilik
udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan). Paru-paru ada dua sebagai alat
pernafasan utama,yang terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum.

Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua


bagian.Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut
pleura (untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma,
sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru).

Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan
bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus
lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan
perluasan pleura.

Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi divisi bronkus. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi
bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus
segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi
oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf. Bronkus subsegmental
membantu percabangan menjadi bronkiolus. Bronkiolus membantu kelenjar submukosa
yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian
dalam jalan nafas.

Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh
silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru
menuju laring.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis


yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi
saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus alveolar
kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli. Paru
terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli.

Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding
alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi
sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar
yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme
pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare, 2002).
B. FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN
Sebagai sarana untuk menghirup udara, memfasilitasi pertukaran gas dalam udara
dengan suatu cairan (darah), dan akhirnya mengembuskan keluar udara dengan
komposisi yang berbeda. Sebagaimana dilukiskan lewat hukum gas ideal dan hukum
Boyle, udara dan gas yang menjadi komponenya ditandai oleh kuantitas, volume dan
tekanannya.

Demikian pula, fisiologis pernapasan dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian


perubahan yang digerakkan oleh tekanan dalam volume gas di dalam paru-paru;
rangkaian perubahan ini memungkinkan regulasi oksigenasi, karbon dioksida dan pH di
dalam darah. Bagian ini memperkenalkan volume serta kapasitas paru dan kemudian
mendiskusikannya secara rinci (1) pergerakan gas kedalam dan ke luar paru (ventilasi),
dan (2) reagulasi transportasi O₂ dan CO₂ (gas darah).

C. DEFINISI
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil
yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
D. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif. Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus
meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

E. ETIOLOGI
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah
penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
F. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi
tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai
suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru
atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan,
leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh
organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia
akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis
kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis
menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk
jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan
mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler
materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen yang biasanya
sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ
tubuh (Price & Wilson, 2005)

G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi
redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi
luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi,
tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.
a. Gejala sistemik/umum
1. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
3. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
b. Gejala khusus
1. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006)
dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang
lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga
menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat
malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi sewaktu (SPS).
1. S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
2. P (pagi) : Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
3. S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari.
b. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat
menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan
memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

c. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk
Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini
dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita,
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosa TBC.

d. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS
positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif
perlu dilakukan foto toraks bila:
1. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
2. Hemoptisis berulang atau berat
3. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran


radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.
2. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi Pleura

Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:


1. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau segmen
superior lobus bawah.
2. Kalsifikasi.
3. Penebalan pleura.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin,
Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin,
Kuinolon.
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu:
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga
kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .

J. KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada
penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA

Smelzer,Suzanne.C,2001.buku ajar keperawatan medikal bedah brunner dan suddarth.Ed


8.Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai