DENGAN HIPOGLIKEMI
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya (Ernawati,2012). Hipoglikemia merupakan
salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari
menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.
Di Indonesia penyakit Diabetes Mellitus kini juga menjadi masalah
kesehatan yang sangat perlu diperhatikan karena pada tahun 2012 terdapat
12,7 juta jiwa penderita sehingga apabila tidak ditangani secara serius
diperkirakan akan menyebabkan ledakan penyandang Diabetes Mellitus pada
tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa penderita Diabetes Mellitus. (Kemenkes,
2013). Diabetes Care memperhatikan dengan adanya peningkatan jumlah
penderita Diabetes Mellitus menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030 maka
kondisi ini membuat Indonesia menduduki peringkat ke empat setelah
Amerika Serikat, China, dan India. (PDPERSI, 2014). Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI (2013) menunjukkan dari
176.689.340 jiwa jumlah penduduk Indonesia yang berusia < 14 tahun
diperkirakan sebanyak 2.650.340 jiwa (2,1 %) telah di diagnosis menderita
Diabetes Mellitus dan sebanyak 1.060.136 jiwa (1,5 %) diperkirakan telah
mengalami tanda dan gejala Diabetes Mellitus. Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Batam (2013) jumlah penderita Diabetes Mellitus terus
mengalami peningkatan dari tahun 2011 jumlah penderita Diabetes Mellitus di
Kota Batam sebesar 1.100 jiwa, tahun 2012 meningkat menjadi 1203 jiwa,
tahun 2013 angka kejadian Diabetes Mellitus juga mengalami peningkatan
menjadi 1706 jiwa.
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling sering muncul pada
penderita diabetes mellitus. Hipoglikemia berdampak serius pada morbiditas,
mortalitas dan kualitas hidup. The diabetes Control and Complication Trial
(DCCT) melaporkan diperkirakan 2-4% kematian orang dengan diabetes tipe
1 berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia juga umum terjadi pada
penderita diabetes tipe 2, dengan tingkat prevalensi 70-80% (Setyohadi,
2011). Hipoglikemia merupakan penyakit kegawatdaruratan yang
membutuhkan pertolongan segera, karena hipoglikemia yang berlangsung
lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga
dapat menyebabkan koma sampai dengan kematian (Kedia, 2011). Maka dari
itu kelompok tertarik untuk mengambil asuhan keperawatan dengan
kegawatdaruratan pada diabetes melitus dengan hipoglikemia.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien diabetes melitus dengan hipoglikemia.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami konsep hipoglikemia
b. Dapat mengetahui pengkajian pada pasien gawat darurat dengan
hipoglikemia
c. Dapat menentukan diagnosa keperawatan sesuai kegawatdaruratan
yang dialami pasien.
d. Dapat melakukan perencanaan dan tindakan keperawatan pada
pasien dengan hipoglikemia.
e. Dapat mengevaluasi tindakan yang telah diberikan pada klien
hipoglikemia
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetik yang
mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60
mg/dl. Hipoglikemia adalah menurunnya kadar glukosa darah yang
menyebakan kebutuhan metabolik yang diperlukan oleh sistem saraf tidak
cukup sehingga timbul berbagai keluhan dan gejala klinik (Admin, 2012).
Adapun batasan hipoglikemia adalah:
a. Hipoglikemia murni : ada gejala hipoglikemi , glukosa darah < 60
mg/dl.
b. Reaksi hipoglikemia : gejala hipoglikemi bila gula darah turun
mendadak, misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
c. Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
d. Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3-5 jam
sesudah makan.
Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala
hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan
pengendalian gula darah ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat
mentoleransi kadar gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala
hipoglikemia.
American Diabetes Association workgroup on Hypoglycemia
mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia menjadi 5 tingkatan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi hipoglikemia menurut American Diabetes
Association workgroup on Hypoglycemia
Severe Hypoglycemia Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan
bantuan dari orang lain.
Documented symptomatic Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl disertai
hypoglicemia gejala klinis hipoglikemia
Asymptomatic hypoglicemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl tanpa
disertai gejala klinis hipoglikemia
Probable symptomatic Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai
hypoglycemia pengukuran kadar gula darah plasma.
Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran
kadar gula darah plasma ≥ 70 mg/dl dan
terjadi penurunan kadar gula darah.
2. Etiologi
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh :
a. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
b. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan
kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.
c. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.
d. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa
di hati.
Adapun penyebab lain hipoglikemia yaitu:
a. Dosis suntikan insulin terlalu banyak. Saat menyuntikan obat
insulin, harus sesuai dosis obat dengan kondisi gula darah saat itu.
b. Lupa makan atau makan terlalu sedikit. Penderita diabetes
sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua kali
sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar
insulin dalam darah harus seimbang dengan makanan yang
dikonsumsi. Jika makanan yang di konsumsi kurang maka
keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.
c. Aktivitas terlalu berat. Olahraga atau aktivitas berat lainnya
memilki efek yang mirip dengan insulin. Saat berolahraga tubuh
akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga kadar
glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olahraga merupakan
cara terbaik untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa
menggunakan insulin.
d. Minum alkohol tanpa disertai makan. Alkohol mengganggu
pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah akan
menurun.
e. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan. Tiap-tiap obat
insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan.
f. Riwayat hipoglikemia sebelumnya. Hipoglikemia yang terjadi
sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa beberapa waktu.
Meskipun saat ini sudah merasa baikan tetapi belum menjamin
tidak akan mengalami hipoglikemia.
Pada hipoglikemi ;
a. Neuroglikopeni :
Pusing perubahan perilaku, dan
Bingung koma
bicara tidak
jelas,
b. Neurogenic :
- Adrenergic
tremor halus
jantung berdebar
cemas
bingung
- Kolinergik
Berkeringat
lapar terus
c. Penurunan Berat Badan
4. Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada
glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat
memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam
beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung
pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam
system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah
dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar
glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron
menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.
Pathway
5. Pemerikasan penunjang
a. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa
75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2
jam
c. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar
gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes
dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi
yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan
bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
d. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
e. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi.
6. Komplikasi
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah
selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dpat
mengakibatkan kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat
menyebabkan gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan
neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia berkaitan dengan sistem saraf pusat yang
biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010) dan
menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan
kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai
kematian.
7. Penatalaksanaan
a. Glukosa Oral
Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa
darah kapiler, 10- 20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam
bentuk tablet, jelly atau 150- 200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti
jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena
lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan
dalam 1- 2 jam perlu diberikan tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks.Bila
pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian
gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat
dicoba.
b. Glukosa Intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak
dalam 10 menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas,
yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat
di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya
mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan kerja glucagon
tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar
pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram (4
sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam
bentuk tepung seperti crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan,
mengingat kerja 1 mg glucagon yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit
dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt
pulih dalam waktu5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau
hipoglikemi yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif.
Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.
c. Glukosa Intravena
Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa
dengan konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien
sadar disertai infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen
Posisikan semi Flower
c. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
Cek capillary refill
Auskultasi adanya suara nafas tambahan
Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
Cek Frekuensi Pernafasan
Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil.
d. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.
Posisikan pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan
ventilasi. Segera berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau instruksi dokter.
e. Eksposure/Environment/Event
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan
dengan pencegahan hipotermi. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
Event/penyebab kejadian
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin
memerlukan bantuan dalam pengaturan diit, pengobatan, perawatan diri, pemantauan
terhadap glukosa darah.
NO DIAGNOSA EVALUASI
KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman S : Pasien Mengatakan Ketakutannya Berkurang
O : Klien Tampak Tenang
A : Masalah Teratasi
P : Intervensi Di Hentikan
Bersihan jalan napas S : Klien Mengatakan Pernafasannya Mulai Membaik
tidak efektif b.d obs- O : Klien Tampak Nyaman, Secret Keluar Lewat Suction Dan Batuk
truksi jalan nafas / A : Masalah Teratasi
peningkatan sekresi P : Intervensi Di Hentikan
trakhe-obronkheal.
Intoleransi aktivitas b.d S : Klien Mengatakan Mengerti Dan Membatasi Gerakan-Gerakan Yang Berlebih
ketidakseimbangan O : Pasien Melakukan Aktifitas Sesuai Dengan Yang Di Anjurkan Perawat
suplai dan kebutuhan O2, A : Masalah Teratasi
ke-lemahan P : Intervensi Di Hentikan
DAFTAR PUSTAKA
- Amin Huda Nurarif dan Kusuma Hardhi (2016). Asuhan Keperawatan Praktis.edisi
revisi, Jilid 1. Yogjakarta : MediAction.
- Mardalena Ida (2015).Asuhan Keperawatan Gawat darurat. Yogjakarta ; PB
- McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department: Acute Care of
Diabetes Patients. Clinical Diabetes Moeloeng. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung : PT. Rosdakarya.
- Emergency Medical Journal Morton, Patricia Gonce. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistic. Jakarta: EGC Price, S. 2001.
- Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit. Jakarta : EGC. Setyohadi, Bambang. 2011.
- Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Smeltzer. 2002.
- Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta :
EGC