Refarat Fraktur Basis Cranii
Refarat Fraktur Basis Cranii
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Gambar 1
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis Craniii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu: Os frontal, Os Ethmoidal, Os
sphenoidal, Os occipital dan Os temporal, pada regio temporal strukturnya lebih
tipis, namun pada bagian ini dilindungi oleh otot-otot temporalis.2,3,4
Basis cranii memiliki bentuk yang tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rogga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa cranii anterior, Fossa cranii
media, fossa cranii posterior.1,2
Gambar 2
Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun
kalvaria tengah adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya 20%
fraktur yang ditemukan dan sekitar 5% fraktur pada daerah posterior.2,4
Terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os sphenoidalis dan
bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang menampung
lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis dan
terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica, sementara
bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral
terdapat pars squamous pars os temporal.2,3
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan
minor os sphenoidalis dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis,
n.occulomotorius dan n.abducens.2,3
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini
merupakan tempat yang paling lemah dari basis Cranii. Secara anatomi
kelemahan ini disebabkan oleh banyaknya foramen dan canalis di daerah ini.
Cavum timpani dan sinus sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering
terkena cedera. Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus
sering terjadi (otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi
cedera pada pars perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera
bila dinding lateral sinus cavernosus robek.1,4
2.2. Definisi
Fraktur berarti bahwa telah ada kerusakan baik satu atau lebih tulang pada
tengkorak. Meskipun dalam hal ini sangat menyakitkan, ancaman yang lebih besar
adalah bahwa membran, pembuluh darah, dan bahkan otak, yang berada di dalam
tengkorak dapat terlindungi. Fragmen kecil dari tengkorak juga bisa pecah dan
menyebabkan kerusakan tambahan pada otak.Selain itu, energi yang dipakai
dalam benturan tengkorak bisa melukai jaringan otak.2
Fraktur tulang tengkorak dapat diklasifikasikan dalam salah satu dari dua
cara, baik dengan jenis cedera yang diderita atau lokasi dari cederanya. Sebuah
fraktur tengkorak basilar terjadi di dasar tengkorak. Ini adalah cedera yang sangat
jarang terjadi hanya dalam 4% dari semua kasus fraktur. Fraktur ini pada dasarnya
adalah fraktur linear, atau retak garis lurus di dasar tengkorak. Patah tulang
tengkorak basilar bisa sangat berbahaya karena batang otak dapat terluka, yang
antara lain mengirimkan pesan dari otak ke sumsum tulang belakang. Jika otak
atau batang otak terluka maka kematian seringkali sangat mungkin terjadi.1,4
2.3. Epidemiologi
Fraktur basis Cranii merupakan salah satu fraktur pada area kepala dan
leher yang sulit untuk dievaluasi dan diobatai. Fraktur ini didefinisikan sebagai
fraktur linear dasar tengkorak, dan biasanya frakturnya banyak pada wajah dan
meluas kedasar tengkorak. Sinus sphenoid, foramen magnum, os temporal dan
sphenoidal adalah daerah yang paling umum terjadi patahan. 1,2
Sekitar 2 juta cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat. Kasus ini
adalah salah satu penyebeb utama kecacatan dan kematian pada anak. Kecelakaan
kendaraan bermotor adalah penyebab utama dari trauma ini yang ada dinegara-
negara industri. Persentase cedera kepala dan leher yang terjadi adalah 1/3 dari
kecelakaan kendaraan bermotor, dengan 28% kasus fraktur ada pada kepala dan
leher.1
Fraktur basis Cranii terjadi sekitar 20-24% dari semua kasus cedera
kepala. Pada studi retrospective yang dilakukan oleh Behbahani dkk pada tahun
2013, mengatakan bahwa Dalam hal ini kejadian fraktur basis cranii hanya
terdapat 2% dari seluruh kasus kejadian trauma. Dalam sebuah studi dari
Behbahani et al in 2013, sebuah studi retrospektif tentang trauma kepala. Mereka
menemukan bahwa dari 1060 pasien dengan trauma kepala. 965 pasien
mengalami fraktur tulang kepala dengan 220 diantaranya frakturnya berada pada
dasar tengkorak. Dari 220 fraktur ini diantaranya 78 fraktur os temporal, 47
orbital superior, 44 sphenoid, 30 os occipitalis, 21 ethmoidal, dan 2 clivus.2,4
2.4. Patofisiologi
Tipe dari fraktur basis cranii yang parah adalah jenis ring fracture, karena
area ini mengelilingi foramen magnum, apertura di dasar tengkorak di mana
spinal cord lewat. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat
cedera batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering dijumpai (Hooper et al.
1994). Kematian biasanya terjadi seketika karena cedera batang otak disertai
dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar tengkorak. 1
Pada studi awal, cedera yang dapat ditoleransi oleh mandibula ketika
mengalami ruda paksa adalah pada area pertengahan simfisis atau area mentalis
(dagu). Enam dampak yang dinamis dengan jalur vertikal pada satu tes dilakukan
dengan menggunakan uji quasi-static. Pada setiap tes, dijumpai fraktur mandibula
secara klinis namun tidak menghasilkan fraktur basis Cranii.2
Studi kedua menilai toleransi fraktur basis Cranii ketika beban langsung
diberikan kearah Temporo-mandibula joint yang secara tidak langsung
menghasilkan pembebanan secara lokal sekitar foramen magnum. Kekuatan
puncak dan energi untuk setiap kegagalan ditentukan dalam setiap pengujian.
Cedera dihasilkan dengan cara ini konsisten dengan pengamatan klinis fraktur
basis cranii.2
Fraktur Temporal
Dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis Cranii. Terdapat 3 subtipe
dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Tipe transversal
dari fraktur temporal dan type longitudinal fraktur temporal ditunjukkan di bawah
ini.4
A B
(A) Transverse temporal bone fracture and (B) Longitudinal temporal bone fracture (courtesy of
Adam Flanders, MD, Thomas Jefferson University, Philadelphia, Pennsylvania)
Di fossa media, saraf okulomotor (CN III) juga dapat terganggu dari
fraktur basis kranii, dengan tanda-tanda seperti diplopia dan gangguan pergerakan
extraoccular. Etiologi kerusakan biasanya disebabkan dari benturan langsung ke
frontal. Penangan berupa terapi konservatif dan dapat mengenakan penutup mata
pada mata yang terkena sampai sembuh, dimana penyembuhan dapat terjadi
dalam waktu 4-6 minggu jika saraf tidak di transeksi. Pada saraf trochlear (CN
IV), cedera jarang terjadi tetapi bisa terjadi jika saraf tertarik dari bagian dorsal
otak tengah. Oleh karena itu, pengobatan konservatif digunakan dengan penutup
mata dan biasanya sembuh secara spontan. 6
Facial palsy, nystagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari
keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII. Pada CN VII (Nervus facial), paralisis
wajah terjadi dari kerusakan pada tulang temporal, dengan 50% dari kerusakan
nervus facial yang melintang dan 25% dari fraktur longitudinal. Pada saraf
trigeminal (CN V), defisit biasanya terjadi berupa defisit sensasi pada wajah.
Tempat yang paling umum adalah bagian nervus V cabang 1 pada wajah wajah
dengan trauma didekat supraorbital. Pada saraf abdusen jarang terganggu akibat
dari fraktur basis kranii dengan kerusakan dari clivus atau dari avulsi setelah
meninggalkan pons. Namun, jika fraktur tulang fisura orbital superior terjadi,
kerusakan dapat terjadi pada CN III, IV, VI dan V1. Hal ini dikenal sebagai
sindrom fisura orbital superior, dan jika hal itu juga melibatkan foramen optik,
maka disebut sindrom apeks orbital. 1,6
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang
pendengaran dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung
lebih dari 6-7 minggu. Tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu
kurang dari 3 minggu disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa di
fossa tympany. Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan
labirin, sehingga menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran
permanen (permanent neural hearing loss). Saraf vestibulocochlear (CN VIII),
dapat kehilangan pendengaran dan kerusakan vestibular. Degenerasi total dengan
ketulian dan disfungsi labirin dapat terjadi. Sebuah Audiogram, ABR, dan ENG
diperlukan untuk menilai fungsi saraf setelah kerusakan.2,4,6
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius.
Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe
III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang servikalis.
Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau
guadriplegia. 2
Secara konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi kepala
lebih tinggi. Kebocoran cairan dari ruang subarachnoid ke ruang extraarachnoid,
duramater, atau jaringan epitel yang terlihat sebagai rinore dan otore. Sebagian
besar rinore dan otore baru terlihat satu minggu setelah terjadinya trauma.
Kebocoran cairan ini membaik satu minggu setelah dilakukan terapi konservatif.
Penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi
kepala lebih tinggi. Hindari batuk, bersin, dan melakukan aktivitas berat.
Disamping itu diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi. 1,2,4
Bedah
• Cedera penetrasi
2.8. Komplikasi
Infeksi
Adanya udara pada cranial cavity setelah trauma yang melalui menings.
Meningkatnya tekanan di nasofaring menyebabkan udara masuk melalui cranial
cavity melalui defek pada duramater dan menjadi terperangkap. Tik yang
meningkat dapat memperbesar defek yang ada dan menekan otak dan udara yang
terperangkap. Terapi dapat berupa kombinasi dari operasi untuk membedakan
udara intracranial. Serta memperbaiki defek yang ada, dan tredelegburg positif.2
2.9. Prognosis
Pada frakur basis Cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama
tanda tanda vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan
tindakan sedini mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan
profilaksis antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada
fraktur basis Cranii posterior, prognosis buruk dikarenakan fraktur pada fossa
posterior dapat mengakibatkan kompresi batang otak.2
BAB III
KESIMPULAN