LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. T
Umur : 6 bulan
Alamat : Kp.siluman Rt/Rw 001/01 Ds. Manggung jaya Kec. Tambun selatan
Suku : Jawa
Agama : Islam
No. RM : 162727
Usia : 30 Tahun
Pekerjaan : Pedagang
Usia : 29 Tahun
1
III. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien pada tanggal 19 september 2019
diruang sakura kamar 3 RSUD Kabupaten Bekasi.
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten bekasi diantar dengan kedua orang tuanya, dengan
keluhan kejang sebanyak 3 kali dengan durasi 5 menit, pasien kejang dengan kedua tangan
mengepal, kelojotan dan mata mendelik keatas, kejang disertai dengan demam selama 5 hari
SMRS . Keluhan tersebut disertai dengan batuk kering (+), pilek (+) .
Sejak kurang lebih 1 bulan SMRS, pasien mengalami demam, tidak terlalu tinggi, hilang
timbul disertai batuk (-) dan pilek (-). Pasien dibawa berobat ke klinik dan diobati oleh bidan
keluhan berkurang namun timbul lagi.
Sejak kurang lebih 2 hari SMRS pasien kejang tidak disertai demam (+), batuk (+), pilek
(+). Pasien dibawa ke bidan, diberi obat paracetamol dan obat batuk dan pilek.
Sejak 1 hari SMRS pasien masih mengalami demam (+), kejang (+), frekuensi 3x/24 jam,
klojotan (+) (pada tangan) , dan mata mendelik keatas, durasi 5 menit.
2
E. RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengkonsumsi obat paracetamol, obat pilek dan batuk.
H. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 6 bulan
I. RIWAYAT IMUNISASI
0 I II III
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan
3
bekerja sebagai ibu ruah tangga. Secara ekonomi keluarga pasien tergolong tingkat
ekonomi menengah kebawah.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Tanggal pemeriksan 19 september 2019
Keadaan umum: sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 154
Pernapasan : 28
Suhu : 37,6
Berat Badan : 7 kg
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Dipsnea : tidak ada
Edema : tidak ada
Keadaan spesifik:
Kepala
Bentuk : Normosefali,
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : cekung (-), pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+ normal,
konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), edema palpebra -/-
Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
Tenggorokan : T1-T1 hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
4
Thorak
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia: pembesaran KGB (-)
Ektermitas : akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibial (-), spastic (+), CRT
2 detik.
B. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Kekuatan 5 5 5 5
5
Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus - - - -
Kaku kuduk :-
Bruzinsky I :-
Bruzinsky II : -
Kernig :-
Laseque :-
Motorik : Normal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 19 september 2019
Darah rutin:
Hemoglobin : 10.5
Hematokrit : 31
Eritrosit : 4,03
Trombosit : 317
Leukosit : 11,0
6
D. RESUME
Pasien anak balita 6 usia bulan datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
kejang 2 kali selama 5 menit, keluhan disertai denang demam 5 hari SMRS, batuk kering
(+), pilek (+). Pada pemeriksaan fisik semua dalam batas normal, pada pemeriksaan
laboratorium terdapat peningkatan pada Hematokrit 31 dan Leukosit 11,0 .
E. DIAGNOSIS
Susp Meningitis
F. PENATALAKSANAAN
KAEN 3A 7 tpm makro IV
Ceftriaxone 350 mg 1x IV
Phenitoin 35 mg 2x IV
PCT drip 100 mg 3x K/P
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonan
Qou ad funtionam : dubia ad bonam
Qou ad sanationam : dubia ad bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MENINGITIS
I. PENDAHULUAN
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal
maupun selaput otak yang membungkus jaringan otak dan medula spinalis. Kuman-
kuman masuk ke setiap bagian ruang subarakhnoidal dan dengan cepat menyebar ke
bagian lain sehingga medula spinalis terkena, yang akhirnya menimbulkan eksudasi
berupa pus atau serosa yang disebabkan oleh bakteri maupun virus. 6,12
Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh
dunia setiap tahun. Lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia
tenggara da Pasifik barat. Pada satu penelitian di Amerika, tercatat 55% dari kasus
meningitis terjadi pada anak laki-laki. Meningococcal meningitis umumnya terjadi antara
umur 3 tahun sampai masa pubertas.3
III. ETIOLOGI
IV. PATOFISIOLOGI
Mekanisme invasi bakteri ke selaput otak dan ruang arakhnoid belum diketahui
secara pasti, namun banyak kasus meningitis diawali oleh infeksi primer seperti
8
nasofaringitis, otitis media dan miokarditis yang menunjukakn bahwa meningitis adalah
infeksi sekunder yang terjadi secara hematogen ataupun perkontinuitatum.12
Mula-mula pembulu darah meningeal yang kecil dan seang mengalami hiperemi
akibat inflaasi yang disebabkan oleh bakterimia, dan dalam waktu yang sangat singkat
terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimormonuklear ke dalam ruang subarakhnoid,
kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di
lapisan dalam terdapat makrofag.12
a. MENINGITIS BAKTERI
Meningitis bakteri adalah peradangan pada selaput otak (menings), yang disebabkan
oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah H influenza, Diplocooccus pneumoniae,
Streptokokus grup A, Sthapilococcus Aureus, E coli, Kliebsella dan Pseudomonas. Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dengan terjadinya peradangan yang
disebabkan oleh neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri,
fibrin dan leukosit terbentuk di ruangan subarakhnoid akan terkumpul di dalam cairan
serebrospinal sehingga dapat menyebabkan peningkatan intracranial. Hal ini akan
9
mengakibatkan jaringan otak akan menjadi infark. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis meningkat pada penderita infeksi primer seperti infeksi telinga, infeksi
tenggorokan, miokarditis dan pasien pasca bedah.7
b. MENINGITIS TUBERKULOSA
c. MENINGITIS VIRUS
Suatu sindrom infeksi virus SSP yang akut dengan gejala rangsang meningeal,
pleiositosis dalam cairan serebrospinal, perjalanan penyakit tidak lama dan self limiting
disease tanpa didahului dengan demam untuk beberapa hari. Gejala yang ditemukan
pada anak ialah demam dan nyeri kepala yang mendadak, nausea, vomiting, kesadaran
menurun, kaku kuduk, fotoofobia, parastesia serta mialgia. Gejala pada bayi tidak khas,
bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah, mual dan muntah sering terjadi tapi kejang
jarang terjadi.2
d. MENINGITIS KRONIK
Meningitis kronik adalah suatu infeksi selaput otak (menings) yang berlangsung
selama satu bulan atau lebih. Beberapa organisme infeksius bisa menyerang otak dan
tumbuh didalam otak, kemudian secara bertahap menyebabkan gejala-gejala klinis pada
pasien. Penyebab yang paling sering adalah jamur crypococcus, cytomegalo virus, dan
M. Tuberkulosa. Gejalanya menyerupai meningitis bakterial namun perkembangan
penyakitnya berlangsung lambat, biasanya lebih dari beberapa minggu. Demam timbul
10
tidak sehebat meningitis bakterial. Sering terjadi nyeri kepala, linglug dan bahkan sakit
punggung.11
e. MENINGITIS NEONATUS
Meningitis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh bakteri, virus jamur, atau
protozoa. Meningitis dapat dikaitkan dengan sepsis atau muncul sebagai infeksi lokal.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen. Dapat juga melalui
defek neural tube, saluran sinus kongenital atau luka tembus waktu pengambilan sampel
kulit kepala janin. Radang otak dan infark septik sering terjadi pada meningitis bakteri.
Pembentukan abses, ventrikulitis, hydrocephalus.10
V. GEJALA KLINIS
Pada neonatus gejala klinis berbeda dengan anak yang lebih besar dan dewasa.
Umumnya meningitis terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare,
biiasanya disertai dengan septikemia dan pneumonitis. Kejang terjadi lebih kurang 44%
anak dengan penyebab H. Influenza, 25% oleh streptokokus pneumoniae, 78%
sterptokokus, dan 10% oleh meningokokus.
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, brudzinki dan fontanela
menonjol untuk waktu awal belum muncul. Pada anak yang lebih besar, permulaan
penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise
umum, kelemahan, nyeri otot, nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan
pernafasan bagian atas. 10
Gejala klinis jika dibagi menurut mur tercantum seperti dibawah ini.
Pada neonatus :
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak yang tidak diketahui etiologinya
, letargi, muntah, kejang dan gejala lainnya harus dipikirkan kemungkinan meningitis.
Diagnosis pasti untuk meningitis mutlak harus dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
dengan pungsi lumbal. Namun jika terdapat tanda peningkatan intra kranial berupa
kesadaran menurun, sakit kepala, papil edem dan muntah maka harus penggunaan pungsi
lumbal harus dengan hati-hati atau tidak sama sekali, karena akan menyebabkan herniasi
serebelum dan batang otak akibat dekompresi dibawa foramen magnum.11
12
Jumlah sel antara 10-500/ml. Tes tuberkulin dilakukan pada bayi dan anak untuk
memastikan meningitis tuberkulosa.11
VII. BANDING
VIII. PENATALAKSANAAN
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap di
rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif.
Penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat maka penderita perlu
dirawat diruang isolasi. Penderita dengan demam dan renjatan atau koma harus dirawat
intensif. Fungsi respirasi dan kebutuhan gizi dan cairan harus dipantau dengan ketat.
Apabila telah ditegakkan diagnosis melalui biakan atau kultur CSF yang telah
diambil, maka terapi dengan antibiotik harus segera diberikan. Tetapi untuk terapi
permulaan diberikan ampicilin dengan gentamicin atau aminoglikosida lainnya melalui
inra vena atau intra muscular. Pemilihan terhadap aminoglikosida dipengaruhi oleh
13
tempat infeksi didapat dan tempat asal kuman enterik gram negatif ditemukan, yaitu
apakah di ruang rawat neonatus atau di ruang rawat neonatus intensif.infeksi gram negatif
yang didapat dari ibu atau masyarakat sekitarnya sensitif terhadap kinamicin, sedangkan
infeksi yang didapat di ruang rawat intensif lebih sensitif terhadap gentamicin.
Pengobatan lesi kulit yang nekrotik dan diduga disebabkan oleh pseudomonas adalah
dengan tikarsilin dan gentamicin.10
Sesudah diketahui bakteri penyebab dari meningitis dengan uji sensitifitas maka
pengobatan harus segera diberikan. Sebagan besar kuman gram negatif dan enterokokus
harus diberikan terapi kombinasi penisilin dengan aminoglikosida, karena kedua obat ini
bekerja secara sinergis.10
Terapi sepsis harus diberikan selama 10-14 hari atau 5-7 hari sesudah tampak tanda
perbaikan kelinik dan tidak disertai oleh adanya abses atau kerusakan jaringan yang luas.
Biakan darah yang dilakukan 24-48 jam sesudah pengobatan harus negatif. Apabila
biakan positif atau ada abses yang tersembunyi, maka terapi harus diganti. Terapi
meningitis diberikan selama tiga minggu. Pengobatan yang lebih lama mungkin
diperlukan apabila perbaikan klinis lambat atau hasil lab yang tidak membaik.10
IX. KOMPLIKASI
14
X. PROGNOSIS
Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi tergantung daerah
endemik, biasanya berkisar antara 50-90%. Dengan terapai saat ini, angka mortalitas
sekitar 10% dan insiden dari kompikasi dan sequelle rendah. Faktor yang mempengaruhi
prognosis adalah usia pasien, bakterimia, kecepatanterapi, komplikasi dan keadaan umum
dari pasien sendiri. Kejjadian fatal rendah terjadi pada kelompok usia antara 3-10 tahun.
Angka mortalitas tiggi didapatkan pada infant, pasien dewasa dengan keadaan umum
yang buruk dan pasien dengan perdarahan adrenal yang ekstensif.5
XI. PENCEGAHAN
1. Imunisasi
Vaksin meningokokus sangat penting untuk epidemis controling di negara yang
selalu terdapat infeksi meningokokus grup A, dengan epidemic setiap beberapa tahun.
Imunitas yang didapat tidak bertahan selamanya dan akan berkurang dalam 3-5 tahun
setelah vaksinasi. Polisakarida grup C menghasilkan respon imun yang lebih rendah pada
anak dibawah usia 2 tahun. Imunoprofilaksis terhadap infeksi meningokokus
menggunakan vaksin polisakarida kuadrivalent (serogrup A, C, Y dan W 135). Pada bayi,
hanya komponen vaksin meningokokus grup A yang menghasilkan pritektif antibodi.
Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk individu dengan resiko tinggi, termasuk
pengunjung negara dengan penyakit endemik atau epidemik.5
Pada negara berkembang, penyebab infeksi meningokokus adalah grup B. Kapsul
polisakarida dari organisme ini mempunyai imunogenisitas yang sangat rendah, sebab
antibodi anti-B polisakarida tidak bersifat bakterisidal didalam komplemen manusia.
Untuk meningkatkan imunogenisitas dari polisakarida serogrup B, telah dikembangkan
suatu polisakarida protein konyugat vaksin yang serupa dengan protein konyugat vaksin
H. Influenza tipe B.5
15
2. Kemoprofilaksis
Resiko dari meningitis pada kontak keluarga sekitar 4 : 100, kurang lebih 500-1000
kali lipat dibandingkan dengan populasi secara umum dan resiko akan meningkat pada
anak-anak. Resiko untuk terkena meningitis menjadi tinggi segera setelah kontak dengan
penderita, diman kebanyakan kasus timbul pada minggu pertama setelah kontak, paling
lambat dua bulan. Pada kasus degan penderita, secepatnya harus diberikan
kemoprofilaksis. Kontak didefinisikan sebagai keluarga, perawat yang kontak dengan
sekret oral dari pasien dan petugas kesehatan yang melakukan tindakan resusitasi mouth
to mouth secara langsung.5
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, meningitis bakterialis (online) 2010. Available from URL
http://www.medicastore.com diakses tanggal 27 januari 2012.
2. Anonim, meningitis kronis (online) 2010. Available from URL
http//www.medicastore.com diakses tanggal 27 januari 2012.
3. Assis Aquino Gondim de F, Meningoccocal Meningitis (agustus 2009). Available
from URL http//www.madscape.com diakses tanggal 29 januari 2012.
4. Horn J, Pediatrics, Meningitis and Encephalitis (mei 2010). Available from URL
http//www.medscape.com diakses tanggal 29 januari 2012.
5. Japardi j, Meningitis Meningoccocal. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara : 2002. Available from URL http//ww w.
Bedahiskandarjapari23.com diakses tanggal 27 januari 2012.
6. Saharso Darto, Diktat Kuliah Neurologi Anak, Makassar. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin : 2003. Hal. 134-136.
7. Staf pengajat Ilmu Kesahatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 558-9.
8. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UH, Meningitis Purulenta. Diktat Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak Universitas Hasanuddin. Makassar. 2004. Hal. 78.
9. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2. Editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. Hal 562, 628-9
10. Markum A. H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : Balai penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 327-3
11. Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal 655
12. Harsono. Buku Ajae Neurologi Klinis cetakan ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 2008. Hal 161-168, 181-187
17