Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. T

Umur : 6 bulan

Alamat : Kp.siluman Rt/Rw 001/01 Ds. Manggung jaya Kec. Tambun selatan

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Jawa

Agama : Islam

No. RM : 162727

Tanggal Masuk : 18 September 2019

Tanggal Pemeriksaan : 19 September 219

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. Edi

Usia : 30 Tahun

Pekerjaan : Pedagang

Nama Ibu : Ny. Risna

Usia : 29 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1
III. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien pada tanggal 19 september 2019
diruang sakura kamar 3 RSUD Kabupaten Bekasi.

A. KELUHAN UTAMA

Kejang selama 5 menit disertai demam

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten bekasi diantar dengan kedua orang tuanya, dengan
keluhan kejang sebanyak 3 kali dengan durasi 5 menit, pasien kejang dengan kedua tangan
mengepal, kelojotan dan mata mendelik keatas, kejang disertai dengan demam selama 5 hari
SMRS . Keluhan tersebut disertai dengan batuk kering (+), pilek (+) .

Sejak kurang lebih 1 bulan SMRS, pasien mengalami demam, tidak terlalu tinggi, hilang
timbul disertai batuk (-) dan pilek (-). Pasien dibawa berobat ke klinik dan diobati oleh bidan
keluhan berkurang namun timbul lagi.

Sejak kurang lebih 2 hari SMRS pasien kejang tidak disertai demam (+), batuk (+), pilek
(+). Pasien dibawa ke bidan, diberi obat paracetamol dan obat batuk dan pilek.

Sejak 1 hari SMRS pasien masih mengalami demam (+), kejang (+), frekuensi 3x/24 jam,
klojotan (+) (pada tangan) , dan mata mendelik keatas, durasi 5 menit.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


 Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
 Riwayat alergi tidak ada
 Riwayat trauma tidak ada

D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


 Ibu pasien mengalami hal yang sama
 Riwayat alegi di sangkal
 Riwayat asma, DM, hipertensi disangkal

2
E. RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengkonsumsi obat paracetamol, obat pilek dan batuk.

F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Kehamilan : pasien saat mengandung pasien G1P0A0, hamil 9 bulan periksa rutin
kebidan, mengkonsumsi secara rutin vitamin yang diberikan selama kehamilan.
Kelahiran : pasien lahir spontan di klinik dengan berat lahir 3000 gram, dan panjang
badan lahir 50 cm, neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan.

G. RIWAYAT NUTRISI / MAKAN


0-6 bulan : ASI eksklusif

H. RIWAYAT PERKEMBANGAN
 Berbalik : 3 bulan
 Tengkurap : 4 bulan
 Merangkak : 6 bulan

I. RIWAYAT IMUNISASI
0 I II III

Hepatitis B Lahir 2 bulan

Polio Lahir 2bulan

BCG 1 bulan

DPT 2 bulan

J. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien merupakan anak pertama, ayah pasien berusia 30 tahun, pendidikan SMP dan
bekerja sebagai pedagang bakso. Ibu pasien berusia 29 tahun, pendidikan SMP dan

3
bekerja sebagai ibu ruah tangga. Secara ekonomi keluarga pasien tergolong tingkat
ekonomi menengah kebawah.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Tanggal pemeriksan 19 september 2019
Keadaan umum: sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 154
Pernapasan : 28
Suhu : 37,6
Berat Badan : 7 kg
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Dipsnea : tidak ada
Edema : tidak ada

Keadaan spesifik:

Kepala

 Bentuk : Normosefali,
 Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
 Mata : cekung (-), pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+ normal,
konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), edema palpebra -/-
 Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)
 Telinga : sekret (-)
 Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
 Tenggorokan : T1-T1 hiperemis (-)
 Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat

4
Thorak

Paru-paru

 Inspeksi : statis, dinamis simetris, retraksi subcostal (-)


 Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-), stridor (-).

Jantung

 Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat


 Palpasi : thrill tidak terlihat, iktus tidak teraba
 Perkusi : dalam batas normal
 Auskultasi : irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

 Inspeksi : datar
 Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Lipat paha dan genitalia: pembesaran KGB (-)
 Ektermitas : akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibial (-), spastic (+), CRT
2 detik.

B. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan Tungkai kanan Tungkai kiri Lengan kanan Lengan kiri

Gerakan Normal normal normal normal

Kekuatan 5 5 5 5

5
Tonus Normal Normal Normal Normal

Klonus - - - -

Reflek fisiologis meningkat meningkat meningkat meningkat

Reflex patologis Babinsky (-) Babinsky (-) - -

Tanda rangsang meningeal:

Kaku kuduk :-

Bruzinsky I :-

Bruzinsky II : -

Kernig :-

Laseque :-

Motorik : Normal

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 19 september 2019

Darah rutin:
Hemoglobin : 10.5
Hematokrit : 31
Eritrosit : 4,03
Trombosit : 317
Leukosit : 11,0

6
D. RESUME
Pasien anak balita 6 usia bulan datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
kejang 2 kali selama 5 menit, keluhan disertai denang demam 5 hari SMRS, batuk kering
(+), pilek (+). Pada pemeriksaan fisik semua dalam batas normal, pada pemeriksaan
laboratorium terdapat peningkatan pada Hematokrit 31 dan Leukosit 11,0 .

E. DIAGNOSIS
Susp Meningitis

F. PENATALAKSANAAN
KAEN 3A 7 tpm makro IV
Ceftriaxone 350 mg 1x IV
Phenitoin 35 mg 2x IV
PCT drip 100 mg 3x K/P

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonan
Qou ad funtionam : dubia ad bonam
Qou ad sanationam : dubia ad bonam

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGITIS

I. PENDAHULUAN

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal
maupun selaput otak yang membungkus jaringan otak dan medula spinalis. Kuman-
kuman masuk ke setiap bagian ruang subarakhnoidal dan dengan cepat menyebar ke
bagian lain sehingga medula spinalis terkena, yang akhirnya menimbulkan eksudasi
berupa pus atau serosa yang disebabkan oleh bakteri maupun virus. 6,12

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh
dunia setiap tahun. Lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia
tenggara da Pasifik barat. Pada satu penelitian di Amerika, tercatat 55% dari kasus
meningitis terjadi pada anak laki-laki. Meningococcal meningitis umumnya terjadi antara
umur 3 tahun sampai masa pubertas.3

III. ETIOLOGI

Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus,


bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Meningitis
disebabkan oleh berbagai macam organisme tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis
mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau
sumsum tulang belakang.5

IV. PATOFISIOLOGI

Mekanisme invasi bakteri ke selaput otak dan ruang arakhnoid belum diketahui
secara pasti, namun banyak kasus meningitis diawali oleh infeksi primer seperti

8
nasofaringitis, otitis media dan miokarditis yang menunjukakn bahwa meningitis adalah
infeksi sekunder yang terjadi secara hematogen ataupun perkontinuitatum.12

Invasi kuman-kuman (meningokokus, pneumokokus, hemofilus influenza,


streptokokus) ke dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan
arakhnoid, CSS dan sistem ventrikulus.12

Jika bakteri patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, berarti mekanisme


pertahanan tubuh yang menurun. Pada umumnya didalam cairan serebrospinal yang
normal tidak ditemukan bakteri dan komplemen lainnya. Namun paba meningitis atau
peradangan pada selaput otak ditemukan bakteri dan peningkatan komplemen dalam
cairan serebrospinal. Konsenterasi komplemen ini memegang peranan penting dalam
opsoniasi dari Encapsuled Meningeal Patogen, suatu proses yang penting untuk
terjadinya fagositosis.1

Mula-mula pembulu darah meningeal yang kecil dan seang mengalami hiperemi
akibat inflaasi yang disebabkan oleh bakterimia, dan dalam waktu yang sangat singkat
terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimormonuklear ke dalam ruang subarakhnoid,
kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di
lapisan dalam terdapat makrofag.12

a. MENINGITIS BAKTERI

Meningitis bakteri adalah peradangan pada selaput otak (menings), yang disebabkan
oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah H influenza, Diplocooccus pneumoniae,
Streptokokus grup A, Sthapilococcus Aureus, E coli, Kliebsella dan Pseudomonas. Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dengan terjadinya peradangan yang
disebabkan oleh neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri,
fibrin dan leukosit terbentuk di ruangan subarakhnoid akan terkumpul di dalam cairan
serebrospinal sehingga dapat menyebabkan peningkatan intracranial. Hal ini akan

9
mengakibatkan jaringan otak akan menjadi infark. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis meningkat pada penderita infeksi primer seperti infeksi telinga, infeksi
tenggorokan, miokarditis dan pasien pasca bedah.7

b. MENINGITIS TUBERKULOSA

Meningitis Tuberkulosa adalah peradangan selaput otak akibat komplikasi dari


infeksi tuberkulosa primer. Terjadinya meningitis bukanlah karna terinfeksinya selaput
otak okle M. Tuberkulosis secara langsung oleh pnyebaran hematogen tetapi biasanya
sekunder melalui pembentukan tuberkel-tuberkel pada permukaan otak, sum-sum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian peceh ke dalam rongga subarakhniod yang
akhirnya akan memberikan gejala klinis terhadap penderita. 2

c. MENINGITIS VIRUS

Suatu sindrom infeksi virus SSP yang akut dengan gejala rangsang meningeal,
pleiositosis dalam cairan serebrospinal, perjalanan penyakit tidak lama dan self limiting
disease tanpa didahului dengan demam untuk beberapa hari. Gejala yang ditemukan
pada anak ialah demam dan nyeri kepala yang mendadak, nausea, vomiting, kesadaran
menurun, kaku kuduk, fotoofobia, parastesia serta mialgia. Gejala pada bayi tidak khas,
bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah, mual dan muntah sering terjadi tapi kejang
jarang terjadi.2

d. MENINGITIS KRONIK

Meningitis kronik adalah suatu infeksi selaput otak (menings) yang berlangsung
selama satu bulan atau lebih. Beberapa organisme infeksius bisa menyerang otak dan
tumbuh didalam otak, kemudian secara bertahap menyebabkan gejala-gejala klinis pada
pasien. Penyebab yang paling sering adalah jamur crypococcus, cytomegalo virus, dan
M. Tuberkulosa. Gejalanya menyerupai meningitis bakterial namun perkembangan
penyakitnya berlangsung lambat, biasanya lebih dari beberapa minggu. Demam timbul

10
tidak sehebat meningitis bakterial. Sering terjadi nyeri kepala, linglug dan bahkan sakit
punggung.11

e. MENINGITIS NEONATUS

Meningitis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh bakteri, virus jamur, atau
protozoa. Meningitis dapat dikaitkan dengan sepsis atau muncul sebagai infeksi lokal.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen. Dapat juga melalui
defek neural tube, saluran sinus kongenital atau luka tembus waktu pengambilan sampel
kulit kepala janin. Radang otak dan infark septik sering terjadi pada meningitis bakteri.
Pembentukan abses, ventrikulitis, hydrocephalus.10

V. GEJALA KLINIS

Pada neonatus gejala klinis berbeda dengan anak yang lebih besar dan dewasa.
Umumnya meningitis terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare,
biiasanya disertai dengan septikemia dan pneumonitis. Kejang terjadi lebih kurang 44%
anak dengan penyebab H. Influenza, 25% oleh streptokokus pneumoniae, 78%
sterptokokus, dan 10% oleh meningokokus.

Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, brudzinki dan fontanela
menonjol untuk waktu awal belum muncul. Pada anak yang lebih besar, permulaan
penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise
umum, kelemahan, nyeri otot, nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan
pernafasan bagian atas. 10

Gejala klinis jika dibagi menurut mur tercantum seperti dibawah ini.

Pada neonatus :

 Gejala tidak khas


 Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun
11
 Ubun-ubun besar kadang cembung
 Pernapasan tidak teratur

Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun


 Gambaran klasik tidak tampak
 Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
 Kadang “high pitched cry”

Pada anak > 2 tahun

 Demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala


 Kejang
 Gangguan kesadaran
 Tanda-tanda rangsang meningeal ada
VI. DIAGNOSIS

Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak yang tidak diketahui etiologinya
, letargi, muntah, kejang dan gejala lainnya harus dipikirkan kemungkinan meningitis.
Diagnosis pasti untuk meningitis mutlak harus dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
dengan pungsi lumbal. Namun jika terdapat tanda peningkatan intra kranial berupa
kesadaran menurun, sakit kepala, papil edem dan muntah maka harus penggunaan pungsi
lumbal harus dengan hati-hati atau tidak sama sekali, karena akan menyebabkan herniasi
serebelum dan batang otak akibat dekompresi dibawa foramen magnum.11

Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat leukosit polimorfonuklear. Jumlah


sel berkisar antara 1.000-10.000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000/mm3,
dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel di atas 50.000 mm3 maka kemungkinan
abses otak yang pecah dan masuk ke dalam sistem ventrikulus. Pada meningitis
tuberkulosa didapatkan CSF yang jernih kadang-kadang sedikit keruh. Bila CSF
didiamkan maka akan terjadi pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba.

12
Jumlah sel antara 10-500/ml. Tes tuberkulin dilakukan pada bayi dan anak untuk
memastikan meningitis tuberkulosa.11

VII. BANDING

Meningitis meningokokus harus dibedakan dengan penyebab utama lainya pada


anak, yaitu haemophilus influenza dan streptokokus dapat ditegakkan. Bila rash pada
anak tidak didapatkan, diagnosis harus didasarkan pada pewarnaan gram dari CSF dan
pemeriksaan laboratorium lainnya. Pada keaadaan non epidemic, beberapa infeksi viral
dan rickketsia harus dipertimbangkan dalam defferensial diagnosis. Rash dan arthralgia
didapatkan pada infeksi rubella, pada infeksi picona virus (terutama coxsackie dan echo
virus) dapat timbul rash dan sering menyebabkan meningitis aseptik. Leptospirosis
mempunyai kemiripin dengan gambaran klinis dari infeksi meningokokus.5

Terdapat infeksi bakteri yang menyerupai infeksi meningokokus. Infeksi genokokus


bakterimia pada umumnya lebih ringan dibandingkan dengan meningokokus.
Karakteristik dari infeksi genokokus barupa erupsi makulopapular dan demam, namun
gambaran purpura dan kolaps tidak ditemukan. Infeksi moraella urethralis dapat
menyebabkan febris, erupsi kulit dan meningitis.5

VIII. PENATALAKSANAAN

Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap di
rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif.

Penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat maka penderita perlu
dirawat diruang isolasi. Penderita dengan demam dan renjatan atau koma harus dirawat
intensif. Fungsi respirasi dan kebutuhan gizi dan cairan harus dipantau dengan ketat.

Apabila telah ditegakkan diagnosis melalui biakan atau kultur CSF yang telah
diambil, maka terapi dengan antibiotik harus segera diberikan. Tetapi untuk terapi
permulaan diberikan ampicilin dengan gentamicin atau aminoglikosida lainnya melalui
inra vena atau intra muscular. Pemilihan terhadap aminoglikosida dipengaruhi oleh

13
tempat infeksi didapat dan tempat asal kuman enterik gram negatif ditemukan, yaitu
apakah di ruang rawat neonatus atau di ruang rawat neonatus intensif.infeksi gram negatif
yang didapat dari ibu atau masyarakat sekitarnya sensitif terhadap kinamicin, sedangkan
infeksi yang didapat di ruang rawat intensif lebih sensitif terhadap gentamicin.
Pengobatan lesi kulit yang nekrotik dan diduga disebabkan oleh pseudomonas adalah
dengan tikarsilin dan gentamicin.10

Sesudah diketahui bakteri penyebab dari meningitis dengan uji sensitifitas maka
pengobatan harus segera diberikan. Sebagan besar kuman gram negatif dan enterokokus
harus diberikan terapi kombinasi penisilin dengan aminoglikosida, karena kedua obat ini
bekerja secara sinergis.10

Terapi sepsis harus diberikan selama 10-14 hari atau 5-7 hari sesudah tampak tanda
perbaikan kelinik dan tidak disertai oleh adanya abses atau kerusakan jaringan yang luas.
Biakan darah yang dilakukan 24-48 jam sesudah pengobatan harus negatif. Apabila
biakan positif atau ada abses yang tersembunyi, maka terapi harus diganti. Terapi
meningitis diberikan selama tiga minggu. Pengobatan yang lebih lama mungkin
diperlukan apabila perbaikan klinis lambat atau hasil lab yang tidak membaik.10

Disamping pengobatan dengan antibiotik, diperlukan juga terapi penunjang seperti


pemberian cairan dan elektrolit, dan bantuan ventilasi.10

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi yang biasanya timbul berhubungan dengan proses inflamasi pada


menings dan pembulu dara serebral berupa kejang, parese nervus kranialis, lesi serebri
fokal, dan hidrosefalus. Dan komplikasi yang disebabkan oleh bakteri meningokokus
pada organ tubuh lainnya seperti infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis,
endicarditis, myocarditis, orchitis, eepydidimiti, albuminuria atau hematuria dan
perdarahan adrenal. DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi
dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran napas bagian atas, telinga tengah dan paru-
paru.5

14
X. PROGNOSIS

Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi tergantung daerah
endemik, biasanya berkisar antara 50-90%. Dengan terapai saat ini, angka mortalitas
sekitar 10% dan insiden dari kompikasi dan sequelle rendah. Faktor yang mempengaruhi
prognosis adalah usia pasien, bakterimia, kecepatanterapi, komplikasi dan keadaan umum
dari pasien sendiri. Kejjadian fatal rendah terjadi pada kelompok usia antara 3-10 tahun.
Angka mortalitas tiggi didapatkan pada infant, pasien dewasa dengan keadaan umum
yang buruk dan pasien dengan perdarahan adrenal yang ekstensif.5

XI. PENCEGAHAN
1. Imunisasi
Vaksin meningokokus sangat penting untuk epidemis controling di negara yang
selalu terdapat infeksi meningokokus grup A, dengan epidemic setiap beberapa tahun.
Imunitas yang didapat tidak bertahan selamanya dan akan berkurang dalam 3-5 tahun
setelah vaksinasi. Polisakarida grup C menghasilkan respon imun yang lebih rendah pada
anak dibawah usia 2 tahun. Imunoprofilaksis terhadap infeksi meningokokus
menggunakan vaksin polisakarida kuadrivalent (serogrup A, C, Y dan W 135). Pada bayi,
hanya komponen vaksin meningokokus grup A yang menghasilkan pritektif antibodi.
Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk individu dengan resiko tinggi, termasuk
pengunjung negara dengan penyakit endemik atau epidemik.5
Pada negara berkembang, penyebab infeksi meningokokus adalah grup B. Kapsul
polisakarida dari organisme ini mempunyai imunogenisitas yang sangat rendah, sebab
antibodi anti-B polisakarida tidak bersifat bakterisidal didalam komplemen manusia.
Untuk meningkatkan imunogenisitas dari polisakarida serogrup B, telah dikembangkan
suatu polisakarida protein konyugat vaksin yang serupa dengan protein konyugat vaksin
H. Influenza tipe B.5

15
2. Kemoprofilaksis
Resiko dari meningitis pada kontak keluarga sekitar 4 : 100, kurang lebih 500-1000
kali lipat dibandingkan dengan populasi secara umum dan resiko akan meningkat pada
anak-anak. Resiko untuk terkena meningitis menjadi tinggi segera setelah kontak dengan
penderita, diman kebanyakan kasus timbul pada minggu pertama setelah kontak, paling
lambat dua bulan. Pada kasus degan penderita, secepatnya harus diberikan
kemoprofilaksis. Kontak didefinisikan sebagai keluarga, perawat yang kontak dengan
sekret oral dari pasien dan petugas kesehatan yang melakukan tindakan resusitasi mouth
to mouth secara langsung.5

Kemoprofilaksis meningitis meningokokus


ANTIBIOTIK DOSIS

Rifampin (oral) Dewasa: 600 mg setiap 12 jam selama 2 hari


Anak > 1 tahun : 10 mg/kgBB setiap 12 jam selama 2 hari
Anak < 1 tahun : 5 mg/kgBB setiap 12 jam selama 2 hari

Ceftriaxone (IM) Dewasa : 250 mg


Anak : 125 mg

Ciprofloxasin (oral) 750 mg

Sulfisoxazole (oral) Dewasa : 1 g setiap 12 jam selama 2 hari


Anak 1-12 tahun : 500 mg setiap 12 jam selama 2 hari
Anak < 1 tahun : 500 mg selama 2 hari

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, meningitis bakterialis (online) 2010. Available from URL
http://www.medicastore.com diakses tanggal 27 januari 2012.
2. Anonim, meningitis kronis (online) 2010. Available from URL
http//www.medicastore.com diakses tanggal 27 januari 2012.
3. Assis Aquino Gondim de F, Meningoccocal Meningitis (agustus 2009). Available
from URL http//www.madscape.com diakses tanggal 29 januari 2012.
4. Horn J, Pediatrics, Meningitis and Encephalitis (mei 2010). Available from URL
http//www.medscape.com diakses tanggal 29 januari 2012.
5. Japardi j, Meningitis Meningoccocal. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara : 2002. Available from URL http//ww w.
Bedahiskandarjapari23.com diakses tanggal 27 januari 2012.
6. Saharso Darto, Diktat Kuliah Neurologi Anak, Makassar. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin : 2003. Hal. 134-136.
7. Staf pengajat Ilmu Kesahatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 558-9.
8. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UH, Meningitis Purulenta. Diktat Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak Universitas Hasanuddin. Makassar. 2004. Hal. 78.
9. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2. Editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. Hal 562, 628-9
10. Markum A. H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : Balai penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 327-3
11. Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal 655
12. Harsono. Buku Ajae Neurologi Klinis cetakan ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 2008. Hal 161-168, 181-187

17

Anda mungkin juga menyukai