Anda di halaman 1dari 48

CASE BASED DISCUSSION

BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA dan BATU BULI

Oleh :
Elsa Kusumawati
6120018011

Pembimbing:
dr. Dwimantoro, Sp.U

DEPARTEMEN / SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Case
Based Discussion dengan baik dan tepat waktu.
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Di samping itu, melalui
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dr.
Dwimantoro Iman P, Sp.U selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan SMF
Bedah serta berbagai pihak yang telah member dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Surabaya , 10 Oktober 2019

Penulis

SMF BEDAH
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M. J
Usia : 83 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Purworejo
Pekerjaan :-
Status Perkawinan : Menikah
MRS : 6 Oktober 2019
KRS : 11 Oktober 2019
No. RM : 330441

II. ANAMNESIS
II.I Keluhan Utama:
Tidak bisa BAK
II.2 Riwayat Penyakit Sekarang:
Tidak dapat BAK sejak 2 minggu SMRS, nyeri saat memulai BAK, BAK
terputus tidak lancar, mengeluhkan perut kembung dan membesar karena sulit
BAK dan BAB, nyeri perut +. Sering kencing pada malam hari kurang lebih
sekitar 3-5 kali setiap malam. BAK darah 1 hari SMRS, mual -,muntah -,
demam disangkal, nyeri pinggang disangkal, penurunan nafsu makan. Paien
datang sudah menggunakan kateter
II.3 Riwayat Penyakit Dahulu
DM disangkal
HT terkontrol (+)
Operasi disangkal
Alergi disangkal

SMF BEDAH
Keluhan yang sama sebelumnya disangkal
II.4 Riwayat Keluarga
DM disangkal
HT disangkal
Keluhan yang sama dengan pasien disangkal
II.5 Riwayat Kebiasaan
Pasien terbiasa minum teh 1 hari sekali
II.6 Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun saat sakit, untuk obat HT pasien lupa
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak cukup baik
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 129/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit reguler
RR : 20 x/menit
Temperatur : 36 °C axilar
Skala Nyeri :5
Status Gizi
Kepala/Leher : Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Cyanosis (-), Dyspneu (-), Pernafasan
cuping hidung (-), Pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), peningkatan vena jugularis (-),
faring hiperemis (-), mukosa mulut kering (-), mata cowong
(-/-), nyeri telan (-)
Thoraks
a. Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada retraksi, pergerakan dada simetris
Palpasi : Pengembangan paru simetris, fremitus raba hemithoraks
simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler/vesikuler, rhonki-/-, wheezing -/-

SMF BEDAH
b. Cor
Inspeksi : Normochest, ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan parasternal kanan ICS 4, batas jantung
kiri ICS 5 MCL kiri
Auskultasi : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Soepel, tidak ada bekas operasi, massa (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Soepel, nyeri tekan di epigastrium (-), hepar, renal, lien
tidak teraba, ascites (-), Murphy’s Sign (-), nyeri tekan
suprapubik (+)
Perkusi : Hipertimpani di seluruh lapang abdomen

Esktremitas
Akral hangat kering merah, oedema di semua ekstremitas (-), CRT < 2
detik.

Status Lokalis (Pemeriksaan setelah operasi 9/10/2019)


Status Urologis :
Regio Flank : Nyeri ketok costovertebrae -/-, flank mass -/-
Regio Suprapubik : Vesika Urinaria kosong, nyeri tekan (-)
Regio Inguinal : Hernia (-), pembesaran KGB -/-
Regio Genitalia eks : Penis sirkumsisi (+), testis +/+
Rectal Touche : tidak dilakukan

SMF BEDAH
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Leukosit 10,41 3,8-10,6 ribu/uL

Basofil 0,924 0-1 %

Neutrofil 77,10 39,3-73,7 %

Limfosit 12,360 25-40%

Eosinofil 1,462 2-4 %

Monosit 8,158 2-8 %

Eritrosit 5,04 4,4-5,9 juta/uL

Hemoglobin 13,94 13,2-17,3 g/dL

Hematokrit 45,0 40-50 %

Trombosit 232 150-440 ribu/uL

MCV 89,2 84,0 – 96,0 fL


MCH 27,6 28,0 – 34,0 pg
MCHC 31,0 26,0 – 34,0%

RDW CV 12,1 11,5 – 14,5%

SMF BEDAH
GDA : 111 mg/dl

HEMOSTASIS
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
PPT 13,6 11,8 – 15,1 detik
APTT 34,6 25 – 35 detik

IMUNOSEROLOGI
Hepatitis Marker
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HbsAg Rapid Non Reaktif Non Reaktif

Serum Elektrolit
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 140,20 135 – 147 mEq/L
Kalium 4,36 3,5 – 5,0 mEq/L
Klorida 109,60 95 – 105 mEq/L

IMUNOSEROLOGI
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HIV Rapid Non Reaktif Non Reaktif

FUNGSI GINJAL
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
BUN 15,8 10 – 20 mg/dL
Serum Kreatinin 1,04 0,62-1,10 mg/dL

SMF BEDAH
SMF BEDAH
USG UROLOGY:
Ginjal kanan : ukuran 42x80 mm, intensitas echo cortex tak mneingkat, Batas sinus-
cortex tampak jelas. Tidak tampak gambaran batu/obstruksi
Ginjal kiri : ukuran 48x90. Intensitas echo cortex normal. Batas sinus-cortex tampak
jelas. Tidak tampak gambaran batu/obstruksi.
Buli : ukuran normal, tak tampak penebalan dinding, dinding rata, tampak
batu diameter 8 mm. Balon Kateter +
Prostat : vol=55,8cc, echo parenkim normal, tak tampak massa/kalsifikasi
Tak tampak intensitas echo cairan bebas intraabdomen
Kesan:
-Batu Buli
-Benign Prostat Hyperplasia

SMF BEDAH
Foto Thorax:
 Cor : Ukuran dan bentuk normal. Aorta knob prominent
 Pulmo : Tak tampak infiltrat
 Kedua sinus phrenicocostalis tajam
 Tulang-tulang dan soft tissue normal
Kesimpulan :
Foto thorax tidak didapatkan kelainan

V. DIAGNOSIS
BPH + Retensi Urine + Batu buli + Hipertensi terkontrol

VI. Tatalaksana
Planning Diagnostik

SMF BEDAH
 DL, UL, Foto Thorax, Serum Elektrolit, Faal Hemostasis, HbsAg, HIV
Rapid, BUN SK
 Uroflowmetri
 IPSS
 PSA
 SE Pos Op

Planning Terapi :
 Terapi Non Farmakologis
 Konsumsi air putih min. 1500cc setiap hari
 Terapi Farmakologis
 Pro TURP Prostat
 Infus PZ 14 tpm/24 jam
 Inj. Ceftriaxone 2x1g profilaksis
 Inj. Ondancentron 3x4mg (prn)

KIE
 Mulai mencoba latihan duduk, namun jangan turun dari bed
 Bed rest yang cukup
 Menjaga personal hygiene pasien

SMF BEDAH
Tanggal Subjective Objective Assesmen Planning

10/10/2019 Pos op masih merasa GCS 456 Post Op P.Diagnosis:


sedikit nyeri pada KU baik BPH+Retensi -SE Pos Op
bekas operasi TTV Urine+ISK+
Nadi 80x/mnt Hipertensi
T 36 C P.Terapi:
TD 140/90 mmHg -Inf. PZ 14 tpm/24jam
RR 20x/mnt -Inj. Ceftriaxone 2x1g
-Inj.Ondancentron 3x4mg
(prn)
-Aff traksi
-Irigasi PZ
-Inj.Asam traneksamat
3x100mg
-Paracetamol tab
3x500mg (prn)

P.Edukasi
-Mencoba untuk latihan
duduk
-Minum air putih yang
banyak
-Hindari konsumsi teh,
kopi
-Konsumsi obat sesuai
petunjuk dokter
-Kontrol rutin

11/10/2019 Pos op tidak ada GCS 456 Post OP P.Terapi:


keluhan KU baik BPH+Retensi -Inf. PZ 14 tpm/24jam
Rencana KRS hari ini TTV Urine+ISK+ -Aff traksi
dengan kateter Nadi 67x/mnt Hipertensi -Irigasi PZ
T 36 C -Paracetamol tab
TD 130/90 mmHg 3x500mg (prn)
RR 20x/mnt -Cefixim tab 2x100mg
-Asam traneksamat tab
3x100mg
-Omeprazole 2x1 (prn)

P.Edukasi:

SMF BEDAH
-Mencoba untuk latihan
duduk
-Minum air putih yang
banyak
-Hindari konsumsi teh,
kopi
-Konsumsi obat sesuai
petunjuk dokter
-Kontrol rutin

SMF BEDAH
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, di depan
rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan
ukuran 4x3x2,5cm dan beratnya kurang lebih 20gram (Purnomo, 2012). Prostat
memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat prostat sebagai
bagian fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat berhubungan dengan
vesika urinaria, sedangkan bagian inferior bersandar pada diafragma urogenital.
Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis oleh lemak retroperitoneal dalam
spatium retropubicum dan permukaan dorsal berbatas pada ampulla recti (Moore&
Agur, 2002).
Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai
menonjol pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup.
Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, vas deferens,
dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma panggul sehingga uretra
terfiksasi pada diafragma tersebut, dapat terobek bersama diafragma bila terjadi cedera.
Prostat dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur (Sjamsuhidajat dkk., 2012). Selain
mengandung jaringan kelenjar, kelenjar prostat mengandung cukup banyak jaringan
fibrosa dan jaringan otot polos. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan kedua duktus
ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus vena. Kelenjar limfe regionalnya ialah
kelenjar limfe hipogastrik, sacral, obturator, dan iliaka eksterna (Sjamsuhidajat
dkk.,2012). Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteria vesicalis inferior dan
arteria rectalis media, cabang arteria iliaca interna. Vena-vena bergabung membentuk
plexus venosus prostaticus sekeliling sisi-sisi dan alas prostat. Plexus venosus
prostaticus yang terletak antara kapsula fibrosa dan sarung prostat, ditampung oleh vena
iliaka interna. Plexus venosus prostaticus juga berhubungan dengan plexus venosus
vesicalis dan plexus venosi vertebrales.

SMF BEDAH
B. DEFINISI
Benigna Prostatic hyperplasia adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. (Yuliana elin, 2011).
Benigna Prostatic hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat
nonkanker, (Corwin, 2009). Benigna Prostatic hyperplasia (BPH) adalah penyakit
yang disebabkan oleh penuaan. (Price&Wilson, 2005). Benigna Prostatic
hyperplasia (BPH) adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan
adalah hiperplasia (Sabiston, David C,2005).

C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain (Roger Kirby, 1994:229).
1.Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi. (Purnomo, 2012).
2.Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Telah
diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian
sel-sel prostat (apoptosis) (Purnomo, 2012).
3. Teori Interaksi Stroma dan Epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)
tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan

SMF BEDAH
estradiol, sel-sel stroma mensintesis growth factoryang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma (Purnomo, 2012).
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel
yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya
kemudian didegradasi oleh enzim lisosom (Purnomo, 2012). Pada jaringan
normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian
sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat
diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel
prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF-β berperan dalam proses
apoptosis (Purnomo, 2012).
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel
yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel
ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika
hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,
menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel kelenjar (Purnomo, 2012).

SMF BEDAH
D. KLASIFIKASI
World Health Organization (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan
berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom Score (PSS). Derajat
ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat: skor 20−35 (Sjamsuhidajat dkk,
2012). Selain itu, ada juga yang membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit
BPH. Derajat penyakit BPH, yakni:

E. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomibuli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-
buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus (Purnomo,
2012).Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

SMF BEDAH
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (Purnomo, 2012).

SMF BEDAH
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya
aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode
yang mungkin adalah prostatektomiparsial, Transurethral Resection of Prostate (TURP)
atau insisi prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral
hiperplasiainsisi transuretral melalui serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar
jalan keluar urin, dilatasi balon pada prostat untuk memperbesar lumen uretra, dan
terapi antiandrogen untuk membuat atrofi kelenjar prostat (Price&Wilson,2012).

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis berkembang lambat karena hipertrofi detrusor kandung kemih
mengkompensasi untuk kompresi uretra. Seiring dengan osbtruksi berkembang,
kekuatan pancaran urin menurun, dan terjadi keragu-raguan dalam memulai berkemih
dan menetes diakhir berkemih. Disuria dan urgensi merupakan tanda klinis iritasi
kandung kemih (mungkin sebagai akibat peradangan atau tumor) dan biasanya tidak
terlihat pada hiperplasia prostat. Ketika residual pasca-miksi bertambah, dapat timbul
nokturia dan overflow incontinence (Saputra, 2009).
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
di luar saluran kemih, yaitu:
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala
voiding, storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan
pada saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi urologi
membuat sistem penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri
oleh pasien. Sistem penilaian yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau International Prostatic
Symptom Score (IPSS) (Purnomo, 2012). Sistem penilaian IPSS terdiri atas tujuh
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi dan satu pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi diberi nilai 0−5, sedangkan keluhan yang menyangkut
kualitas hidup diberi nilai 1−7. Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala

SMF BEDAH
LUTS dalam 3 derajat, yaitu ringan (skor 0−7), sedang (skor 8−19), dan berat
(skor 20−35) (Purnomo, 2012).
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor
pencetus, seperti volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada saat
cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam
jumlah yang berlebihan, massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah
melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, setelah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau
dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau
adrenergik alfa (Purnomo, 2012).
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.
1. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi),
pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi
tidak puas (menetes setelah miksi)
2. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis (Purnomo, 2012).
c. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal
(Purnomo, 2012).

SMF BEDAH
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh
dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang-
kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu
merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur yang
diperhatikan adalah tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk
menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, dan
keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi
prostat, simetris antara lobus dan batas prostat (Purnomo, 2012). Colok dubur
pada pembesaran prostat jinak menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul,
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras atau teraba nodul
dan mungkin di antara prostat tidak simetri (Purnomo, 2012).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Endapan Urine
Untuk memeriksa unsur-unsur pada endapan urinini diperlukan
pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dari tiga
jenis pemeriksaan rutin urin yaitu pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan
miskroskopis (pemeriksaan sedimen) dan pemeriksaan kimia urin. Pada
pemeriksaan makroskopis yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan,
berat jenis, bau dan pH urin. Pemeriksaan kimia urin dipakai untuk pemeriksaan
pH, protein, glukosa, keton, bilirubin,darah, urobilinogen dan nitrit (Hapsari,
2010). Pada BPH sendiri, unsur sedimen yang paling banyak terdapat antara lain
adalah eritrosit, leukosit, dan bakteri. Keberadaan dari endapan urin ini
mengiritasi dan dapat menyebabkan luka pada dinding kandung kemih sehingga
menyebabkan terjadinya perdarahan mukosa. Hal ini lebih lanjut terlihat pada
terjadinya hematuria makros (darah pada urin). Terkumpulnya endapan urin
yang lebih banyak dapat menyebabkan obstruksi aliran kemih sehingga lama
kelamaan menjadi tidak dapat mengeluarkan urin sama sekali (Hapsari, 2010).

SMF BEDAH
b. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan
hematuria. Benign Prostate Hyperplasia yang sudah menimbulkan komplikasi
infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan
keluhan miksi, yaitu: karsinoma buli-buli insitu atau striktur uretra, pada
pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Untuk itu pada
kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur
urin, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan
pemeriksaan sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin
dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya
karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan
kateter (IAUI,2003).
c. Fungsi Ginjal
Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus
urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH
terjadi sebanyak 3−30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan
resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan
dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih
banyak. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem
pelvikalis 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika
terdapat kelainan kadar kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal
ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan
pada saluran kemih bagian atas (IAUI, 2003).
d. Prostate Specific Antigen (PSA)
Disintesis oleh sel epitel kelenjar prostat dan bersifat organ spesifik
tetapi bukan kanker spesifik. Serum PSA dapat dipakai untuk mengetahui
perjalanan penyakit dari BPH, dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti
pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat BPH atau laju pancaran
urin lebih buruk, dan lebih mudah terjadinya retensi urin akut. Pertumbuhan
volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Semakin

SMF BEDAH
tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan
volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2−1,3ng/dl laju adalah
0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4−3,2ng/dl sebesar 2,1mL/tahun,
dan kadar PSA 3,3−9,9 ng/dl adalah 3,3mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum
dapat mengalami peningkatan pada peradangan, setelah manipulasi pada
prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urin akut, kateterisasi,
keganasan prostat, dan usia yang makin tua (IAUI, 2003).
e. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses
miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala
obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat
diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax),
pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran
maksimum, dan lama pancaran. Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlah
urinyang dikemihkan, serta terdapat variasi individual yang cukup besar. Oleh
karena itu hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urin (>150mL) dan
diperiksa berulangkali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai
prediksi positif Qmax untuk menentukan Direct Bladder Outlet Obstruction
(BOO) harus diukur beberapa kali. Untuk menilai ada tidaknya BOO sebaiknya
dilakukan pengukuran pancaran urin 4 kali (IAUI, 2003).
f. Ultrasonografi (USG)
Merupakan penggunaan gelombang suara frekuensi sangat tinggi atau
ultrasonik (3,5−5MHz) yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik pada
transduser untuk membantu diagnosis. Yang digunakan dalam bidang
kedokteran antara 1−10MHz (Hapsari, 2010). Gelombang tersebut berjalan
melewati tubuh dan dipantulkan kembali secara bervariasi, tergantung pada jenis
jaringan yang terkena gelombang. Dengan transduser yang sama, selain
mengirimkan suara, juga menerima suara yang dipantulkan dan mengubah sinyal
menjadi arus listrik, yang kemudian diproses menjadi gambar skala abu-abu.
Citra yang bergerak didapatkan saat transduser digerakkan pada tubuh.

SMF BEDAH
Potongan-potongan dapat diperoleh pada setiap bidang dan kemudian
ditampilkan pada monitor. Tulang dan udara merupakan konduktor suara yang
buruk, sehingga tidak dapat divisualisasikan dengan baik, sedangkan cairan
memiliki kemampuan menghantarkan suara dengan sangat baik (Hapsari, 2010).
Pada pemeriksaan USG kelenjar prostat, zona sentral dan perifer prostat terlihat
abu-abu muda sampai gelap homogen. Sedangkan zona transisional yang
terletak lebih anterior terlihat hipoekogenik heterogen. Keheterogenan dan
kehipoekogenikan tergantung dari variasi jumlah sel stromal dan epitelial
kelenjar (Hapsari, 2010).
g. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
melihat perubahan metabolisme dari perubahan jaringan yang terjadi.
Pemeriksaan ini sangat penting dalam kaitan diagnosis penyakit karena salah
satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil
pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu (Purnomo, 2012).

f. Intravesica Prostatic Protusion

Perubahan morfologik dan fungsional yang terjadi pada pasien BPH bisa
disebabkan karena peningkatan volume prostat serta peningkatan aktivitas
reseptor alfa adrenergik pada stroma kelenjar prostat, kapsul kelenjar prostat,
dan bladder neck. Benign prostatic hyperplasia dapat menyebabkan gejala
LUTS, dan merupakan salah satu faktor penyebab retensi urin pada pembesaran
prostat yang dapat dilihat dari intravesical prostatic protrution (IPP) yaitu
penonjolan prostat ke dalam buli-buli. Intravesical prostatic protrution menye-
babkan obstruksi pada buli-buli melalui mekanisme valve ball, yaitu bagian
lateral dan medial dari kelenjar prostat menyebab-kan buli-buli tidak dapat
membuka sempurna saat berkemih. Pengukuran IPP tidak hanya memberikan
informasi tentang terjadinya obstruksi buli-buli, tetapi juga mengenai grading
yaitu grade I (<5 mm), grade II (5-10 mm), dan grade III (>10 mm).
Pengukuran IPP dilakukan berdasar-kan transabdominal ultrasonografi (USG)

SMF BEDAH
yang merupakan pemeriksaan relatif mudah dan non-invasif.4,5 Terdapatnya
IPP mempunyai hubungan erat dengan terjadinya LUTS pasien BPH (Jefri,
2017).

Gambar 1. IPP skor (Jefri, 2017)

I. DIAGNOSIS BANDING
Kondisi obstruksi saluran kemih bawah, yang menyebabkan resistensi
uretra meningkat disebabkan oleh penyakit seperti hyperplasia prostat jinak atau
ganas, atau kelainan yang menyumbatkan uretra seperti uretralitiasis, urethritis
akut atau kronik, striktur urethra, atau kekakuan leher kandung kemih yang
mengalami fibrosis, batu saluran kemih, prostatitis akut atau kronis dan
carcinoma prostat merupakan antara diagnosa banding apabila mendiagnosa
pasien BPH. Kandung kemih neuropati, yang disebabkan oleh kelainan
neurologik, neuropati perifer, diabetes mellitus, dan alkoholisme menjadi antara
diagnose banding BPH. Obstruksi fungsional seperti disenergi detrusor-sfingter
terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter juga
merupakan diagnosis banding BPH (Hapsari, 2010).

SMF BEDAH
J. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
Ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS <8 dan ≥8, tetapi gejala
LUTS tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuau hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya tidak boleh mengkonsumsi kopi atau
alkohol sebelum tidur malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), dan hindari penggunaan obat
dekongestan atau antihistamin (McVary&Roehrborn, 2010; Purnomo, 2012).
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya
yang mungkin menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri.
Jika keluhan miksi bertambah buruk daripada sebelumnya, mungkin dipikirkan
untuk memilih terapi yang lain.
b. Medikamentosa (Purnomo, 2012)
- α1-blocker
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi intravesika
dengan obat-obatan penghambat adrenergik-α (adrenergicα-blocker) dan
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron melalui
penghambat 5α-reduktase. Pengobatan dengan α1-blocker bertujuan
menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi
tonus leher kandung kemih dan uretra. Beberapa obat α1-blocker yang
tersedia, yaitu terazosin, doksazosin, alfuzosin, dan tamsulosin yang cukup
diberikan sekali sehari. Obat golongan ini dapat mengurangi keluhan storage
symptom dan voiding symptom dan mampu memperbaiki skor gejala
berkemih hingga 30-45% atau penurunan 4-6 skor IPSS dan Qmax hingga
15-30%. Tetapi obat α1-blocker tidak mengurangi volume prostat maupun
risiko retensi urine dalam jangka panjang. Masing-masing α1-blocker

SMF BEDAH
mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap sistem kardiovaskuler yang
berbeda (hipotensi postural, dizzines, dan asthenia) yang seringkali
menyebabkan pasien menghentikan pengobatan.
Penyulit lain yang dapat terjadi adalah ejakulasi retrograd. Salah satu
komplikasi yang harus diperhatikan adalah intraoperative floppy iris
syndrome (IFIS) pada operasi katarak dan hal ini harus diinformasikan
kepada pasien
- Penghambat 5α-reduktase (5-ARI)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel
prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi
sel prostat menurun. Preparat yang tersedia mula-mula adalah finasteride,
yang menghambat 5α-reduktase tipe 2. Dilaporkan bahwa pemberian obat ini
5mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan
penurunan prostat hingga 28%. Hal ini memperbaiki keluhan miksi dan
pancaran miksi. Saat ini telah tersedia preparat yang menghambat enzim 5α-
reduktase tipe 1 dan tipe 2 (dual inhibitor), yaitu Duodart (Purnomo, 2012).
- Phospodiesterase 5 inhibitor
Phospodiesterase 5 inhibitor (PDE 5 inhibitor) meningkatkan konsentrasi
dan memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine monophosphate (cGMP)
intraseluler, sehingga dapat mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat,
dan uretra. Di Indonesia, saat ini ada 3 jenis PDE5 Inhibitor yang tersedia,
yaitu sildenafil, vardenafil, dan tadalafil. Sampai saat ini, hanya tadalafil
dengan dosis 5 mg per hari yang direkomendasikan untuk pengobatan
LUTS.2 Tadalafil 5 mg per hari dapat menurunkan nilai IPSS sebesar 22-
37%. Penurunan yang bermakna ini dirasakan setelah pemakaian 1 minggu.3
Pada penelitian uji klinis acak tanpa meta-analisis, peningkatan Qmax
dibandingkan plasebo adalah 2,4 ml/s dan tidak didapatkan perbedaan yang
bermakna pada residu urine.1 Data meta-analisis menunjukkan PDE 5

SMF BEDAH
inhibitor memberikan efek lebih baik pada pria usia lebih muda dengan
indeks massa tubuh yang rendah dengan keluhan LUTS berat.
- Terapi kombinasi :
- α1-blocker + 5α-reductase inhibitor
Terapi kombinasi α1-blocker (alfuzosin, doksazosin, tamsulosin) dan 5α-
reductase inhibitor (dutasteride atau finasteride) bertujuan untuk
mendapatkan efek sinergis dengan menggabungkan manfaat yang berbeda
dari kedua golongan obat tersebut, sehingga meningkatkan efektivitas dalam
memperbaiki gejala dan mencegah perkembangan penyakit. Waktu yang
diperlukan oleh α1-blocker untuk memberikan efek klinis adalah beberapa
hari, sedangkan 5α-reductase inhibitor membutuhkan beberapa bulan untuk
menunjukkan perubahan klinis yang signifikan. Data saat ini menunjukkan
terapi kombinasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
monoterapi dalam risiko terjadinya retensi urine akut dan kemungkinan
diperlukan terapi bedah. Akan tetapi, terapi kombinasi juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya efek samping. Terapi kombinasi ini diberikan
kepada orang dengan keluhan LUTS sedang-berat dan mempunyai risiko
progresi (volume prostat besar, PSA yang tinggi (>1,3 ng/dL), dan usia
lanjut). Kombinasi ini hanya direkomendasikan apabila direncanakan
pengobatan jangka panjang (>1 tahun).
- α1-blocker + antagonis reseptor muskarinik
Terapi kombinasi α1-blocker dengan antagonis reseptor muskarinik
bertujuan untuk memblok α1-adrenoceptor dan cholinoreceptors muskarinik
(M2 dan M3) pada saluran kemih bawah. Terapi kombinasi ini dapat
mengurangi frekuensi berkemih, nokturia, urgensi, episode inkontinensia,
skor IPSS dan memperbaiki kualitas hidup dibandingkan dengan α1- blocker
atau plasebo saja. Pada pasien yang tetap mengalami LUTS setelah
pemberian monoterapi α1-blocker akan mengalami penurunan keluhan
LUTS secara bermakna dengan pemberian anti muskarinik, terutama bila
ditemui overaktivitas detrusor (detrusor overactivity). Efek samping dari

SMF BEDAH
kedua golongan obat kombinasi, yaitu α1-blocker dan antagonis reseptor
muskarinik telah dilaporkan lebih tinggi dibandingkan monoterapi.
Pemeriksaan residu urine harus dilakukan selama pemberian terapi ini.
- Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala, tetapi data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Di antara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah:
Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dan
masih banyak lainnya
c. Intervensi
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat
ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non-invasif
lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi
(Purnomo, 2012). Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala
obstruksi dan miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara
operasi TURP, atau Insisi Prostat Transurehtra (TUIP atau BNI). Pembedahan
direkomendasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
terapi medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih berulang,
hematuria, gagal ginjal, dan timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain
akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah (Purnomo, 2012).
- Transurethra Resection of The Prostate (TURP) adalah tatalaksana bedah
standar untuk pasien BPH. Cairan irigan (pembilas) non-konduktif
digunakan selama TURP untuk menjaga visibilitas yang baik dari lapangan
operasi selama tindakan berlangsung. Cairan ini tidak mengandung
elektrolit, dan penyerapan larutan hipotonik ini ke dalam aliran darah dapat
menyebabkan kelebihan cairan dan hiponatremia, sehingga dapat
menyebabkan efek kardiovaskular dan sistem saraf yang merugikan.
Sindrom TURP didefinisikan sebagai tingkat natrium serum
<125mmol/Lyang dikombinasikan dengan gejala klinis kardiovaskular atau

SMF BEDAH
manifestasi neurologis. Namun, manifestasi klinis juga dapat terjadi dengan
tingkat natrium serum>125 mmol/L (Fujiwaradkk., 2014). Menurut The
European Association of Urology Guidelines 2009, TURP adalah
pengobatan pilihan untuk prostat, namun memiliki angka morbiditas pasca
operasi yang signifikan. TURP dapat mengakibatkan komplikasi seperti
perdarahan pasca operasi, striktur uretra, inkontinensia urin, ejakulasi
retrograde, dan sindrom TURP. Komplikasi yang menyebabkan perdarahan
membutuhkan transfusi darah sesegera mungkin (Leedkk.,2011).
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi,
pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut, yakni:

DURANTE OP POST OP POS OP LATE


Perdarahan Perdarahan Inkontinensia
Sindroma TURP Infeksi lokal/sistemik Disfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograd
Striktur uretra

- Laser prostatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari
tahun ke tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang
dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat
dipancarkan melaui bare fibre, right angle fibre,atau interstitial fibre.
Kelenjar protat pada suhu 60−65C akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100°C akan mengalami evaporasi (Purnomo, 2012).Jika
dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit
menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan
lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini
membutuhkan terapi ulang sebesar 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah
tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada

SMF BEDAH
Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca-bedah yang dapat
berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi, dan peak flow rate yang lebih rendah dari pada pasca TURP
(Purnomo, 2012).
- Transurethral Needle Ablation of Prostate (TUNA) Teknik ini memakai
energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai mencapai
100°C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri
atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat
membangkitkan energi pada frekuensi radio 490kHz. Kateter dimasukkan ke
dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi topikal xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar
prostat. Pasien sering kali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang-
kadang retensi urin, dan epididimo-orkitis (Purnomo, 2012).
K. KOMPLIKASI

a. Retensi urin akut


Ketidakmampuan mendadak untuk buang air kecil. Kandung kemih menjadi
bengkak dan nyeri. Ini adalah keadaan darurat yang memerlukan perhatian
medis segera.
b. Hematuri
Terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan
dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat
pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan
pielonefritis.
c. Hidroureter dan hidronefrosis
Dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli
tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan
intravesika meningkat.
d. Infeksi saluran kemih

SMF BEDAH
Urin sisa yang disebabkan oleh BPH dapat menyebabkan infeksi saluran kemih
rekuren.
e. Komplikasi lain
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonephritis
(Purnomo, 2012)

SMF BEDAH
Algoritme pada BPH

SMF BEDAH
SMF BEDAH
SMF BEDAH
Vesikolitiasis
A. Definisi
1. Vesikolitiasis atau batu buli-buli adalah penyumbatan saluran kemih khususnya
pada vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu
kandung kemih. (Smeltzer and Bare, 2000).
2. Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih
yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika
urinari atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung
batu kalsium oksalat atau fosfat (Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr.
Hendra Utama, SPFK, 2001).
3. Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat
penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-
tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri (Sjamsuhidajat dan
Wim de Jong, 1998:1027).
4. Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih
yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung
komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
5. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang
terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran
kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak
pada saluran penampung terakhir. Pada orang dewasa batu saluran kencing
banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-anak
sering pada sistem bagian bawah (buli-buli).

B. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan
infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).

SMF BEDAH
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu
kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah

1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria
idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium
dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D
atau kelebihan kalsium.

2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap
atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.

3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan
batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.

4. Penurunan jumlah air kemih


Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.

5. Jenis cairan yang diminum


Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus
anggur.

6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit
usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam
empedu.

7. Ginjal Spongiosa Medula

SMF BEDAH
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).

8. Batu Asan Urat


Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).

9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme
yang memproduksi urease.

10. Dislipidemi
Hubungan antara sindrom metabolik (dislipidemia, hipertensi, obesitas, toleransi
glukosa terganggu) dan batu saluran kemih mungkin dapat menjadi penjelasan
parsial dari pengaruh dislipidemia terhadap kejadian BSK. Salah satu penjelasan
sindrom metabolik menyebabkan batu saluran kemih adalah adanya resistensi
insulin yang selanjutnya berkembang menjadi ammoniogenesis ginjal sehingga
terjadi asidosis metabolik. Asidosis metabolik yang terjadi dapat menyebabkan
demineralisasi tulang dan reabsorpsi sitrat di ginjal sehingga terjadi
hiperkalsiuria dan hipositraturia. Hipositraturia menjadi faktor risiko
pembentukan batu asam urat karena rendahnya pH urin

B. Fisiologi
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor
yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika
terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter
dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara
anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior dan (3)
permukaan posterior (Purnomo, 2012).

SMF BEDAH
Gambar 2. Anatomi Buli-buli

Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian


mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung
urin, buli-buli mempunyai kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang
dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak
menurut formula dari koff adalah: (Purnomo, 2012)

Kapasitas buli- buli = ( umur(tahun)+ 2 )x 30

Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat
penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi.
Buli-buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan
menyebabkan aktivasi miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan

SMF BEDAH
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi
spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

C. Patofisiologi
Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada
beberapa kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian
terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli yang
turun dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan
dapat dikeluarkan spontan melalui uretra (Purnomo, 2012).

Gambar 3. Batu Buli-buli

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas

SMF BEDAH
kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan
agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup
mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya
koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu
magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu
jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama,
tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu
itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam,
sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa
(Purnomo, 2012).

Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu
merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi di
vesika. Batu yang terdiri dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada batu
yang ditemukan pada anak umumnya ditemukan pada daerah yang endemik dan
terdiri dari asam ammonium material, calsium oksalat, atau campuran keduanya.
Hal itu disebabkan karena susu bayi yang berasal dari ibu yang banyak mengandung
zat tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor menunjang tingginya

SMF BEDAH
ekskresi amonia. Anak-anak yang sering makan makanan yang kaya oksalat seperti
sayur akan meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet rendah sitrat)
(Purnomo, 2012).

Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/ spinal
injury, adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu buli-buli
dapat bersifat single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel dari ventrikel
buli-buli dan biasanya berukuran besar atau kecil sehingga menggangu kerja dari
vesika. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika umumnya
mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu yang berasal
dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika (Purnomo, 2012).

C. Prognosis
Prognosis batu pada saluran kemih dan ginjal tergantung dari faktor-faktor
ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi. Makin besar ukuran
suatu batu, makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal,
sehingga prognosis menjadi jelek.(1) Maka itu diperlukan pencegahan terjadinya
pembentukan batu kembali dengan memperbaiki diet serta asupan cairan dan
mengedukasi pasien agar tidak menahan miksi sehingga tidak menimbulkan stasis
urine.
Pada pasien ini dikarenakan operasi telah berjalan lancar, ukuran batu belum
besar maka prognosisnya baik, namun kemungkinan pembetukan batu baru masih
ada, oleh karena itu perlu perubahan diet dan asupan cairan yang mencukupi untuk
mencegah terbentuknya batu kembali, baik pada buli maupun bagian saluran kemih
yang lain.
D. Terapi
1. Konservatif
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan

SMF BEDAH
disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik
mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan
pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur (Purnomo, 2012).

Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih,


karena itu diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat
dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman urin dan
pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat
bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin (Purnomo, 2012).

Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat
pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk
akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi
atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai
dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat
(polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian
digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan
sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan
batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan
produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha
ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik
diberikan setelah makan (Purnomo, 2012).

2. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi
dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung.
Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis
melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau
elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL =
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa

SMF BEDAH
perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh
dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-
keping dan keluar bersama kemih (Purnomo, 2012).

3. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut
atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus
memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan
pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran
3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau
sistolitotomi (Purnomo, 2012).

a. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu


ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat
nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat
sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik (pneumatic
jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser.
b. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk
dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan
endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu
dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama denagn
tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris
pada batu.
c. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan
ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan
diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika
beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih
mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang
melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu yang
besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien

SMF BEDAH
merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama
menggunakan kateter.

Gambar. Suprapubic Cystostomy/Vesicolitothomi

SMF BEDAH
BAB III

RESUME

• Pasien laki laki umur 83 tahun dengan keluhan utama tidak bisa BAKTidak
dapat BAK sejak 2 minggu SMRS, nyeri saat memulai BAK, BAK terputus
tidak lancar, mengeluhkan perut kembung dan membesar karena sulit BAK dan
BAB, nyeri perut +. Sering kencing pada malam hari kurang lebih sekitar 3-5
kali setiap malam. BAK darah 1 hari SMRS, mual -,muntah -, demam disangkal,
nyeri pinggang disangkal, penurunan nafsu makan. Paien datang sudah
menggunakan kateter. Riwayat penyakit lain: DM disangkal, HT (+) terkontrol ,
keluhan yang sama seperti sekarang disangkal

• Dari pemeriksaan fisik didapatkan sebagai berikut, keadaan umum tampak sakit
berat, Kesadaran compos mentis kooperatif, Tekanan darah 129/80 mmHg, Nadi
86x/menit, Pernafasan 20x/menit, Suhu 36,0◦C.

• Pada pemeriksaan penunjang lain: Foto thoraks dbN, USG Urologi didaptkan
Benign Prostat Hyperplasia dan batu buli

• BPH adalah penyakit yang progresif, yang artinya semakin bertambah usia,
volume prostat semakin bertambah, laju pancaran urine makin menurun, keluhan
yang berhubungan dengan miksi semakin banyak, penyulit yang terjadi
semakmin banyak, seperti retensi urine sehingga dibutuhkan operasi
pembedahan.

• Planning diagnosis dilakukan pemeriksaan BUN, SK untuk mengetahui apakah


ada peningkatan yang dapat menandakan terjadi reflux vesikoureter, atau gagal
ginjal akut, Uroflowmetri untuk mengevaluasi pancaran urine sebelum
dilakukan operasi dan setelah dilakukan operasi. PSA untuk mengetahui
bagaimana pertumbuhan dari prostat, karna bila pertumbuhan prostat tinggi
(setelah disingkirkan tidak ada kanker prostat), semakin besar kemungkinan
BPH menimbulkan masalah.

SMF BEDAH
• Planning terapi diberikan: Inf. PZ 14 tpm/24jam untuk memberikan asupan
cairan, karna pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan SE stabil, pemasangan
kateter triway untuk melakukan traksi dan irigasi untuk membersihkan sisa
resection pasca pembedahan, Inj. Ceftriaxone untuk antibiotik profilaksis, dan
untuk melanjutkan di rumah diberikan cefixim tablet 2x100mg, Inj.
Ondancentron 3x4mg untuk mengatasi mual (bila perlu) dan diberi obat pulang
omeprazole 2x20mg, Analgetik paracetamol 3x500mg (bila demam, karna
pasien pada hari ke 2 pos op sempat subfebris), Inj. Asam traneksamat 3x100mg
diberikan pada pasien ini karena untuk memberhentikan komplikasi perdarahan
pasca operasi, dan untuk obat pulang dapat dilanjutkan asam traneksamat tablet
2x500mg (bila perlu)

• Planning Intervensi : Trans Urethra Resection of Prostat (TURP) dengan


menggunakan energi laser dan menggunakan cairan irigan (pembilas) agar
daerah yang akan di reseksi tidak tertutup olehn darah. Cairan irigan
menggunakan non ionic, yakni H20 (aquadest). Kekurangan aquades yaitu dapat
terjadi Sindroma TURP dengan gejala gelisah, kesadaran somnolen, hipertensi,
bradikardi, hiponatremia relatif, dan edema otak. Maka dari itu, pada pasien
kasus ini pos op dilakukan pemeriksaan SE kembali untuk mengevaluasi
elektrolit. Untuk mencegah terjadinya sindroma TURP, operator harus
melakukan reseksi tidak lebih dari 1 jam.

• Indikasi dilakukan operasi TURP pada pasien ini adalah karna pada pasien
terjadi retensi urine akut. Namun, based on literature ada beberapa indikasi
dilakukan operasi, jika: 1. Retensi urine akut; 2. BPH dengan penyulit (hernia,
hemorrhoid); 3. Terapi medikamentosa tidak berhasil; 4. Uroflowmetri
obstruktif

SMF BEDAH
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Corwin.(2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

HapsariCP.(2010).Hubungan antara pembesaran prostat jinak dengan gambaran


endapan urin di kandung kemih pada pemeriksaan ultrasonografi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Skripsi.

Jefri., Monoarfa, Alwin., Aschorijanto, Ainun,dkk. 2017. Hubungan antara intravesical


prostatic protrution, International prostatic symptom score, dan uroflowmetry pada
kasus benign prostatic hyperplasia di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Manado: Jurnal Biomedik (JBM) Vol 9.
Price, Sylvia Anderson, and Wilson, Lorraine Mc Carty, 2005 Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purnomo BB. 2012. Buku kuliah dasar–dasar urologi. Jakarta: CV Infomedika.

Saputra L. 2009. Harrison manual kedokteran. Tangerang: Karisma.

Sjamsulhidajat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2012. h. 872-9

SMF BEDAH

Anda mungkin juga menyukai