Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya

terjadi sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi

keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3%

dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak

dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian

orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa

laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien

yang dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan

dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari

20%.

Menurut Jameson L & Weetman A (2001) insidensi dari krisis

tiroid ini sendiri kurang dari 10%. Namun demikian, rerata mortalitas dari

krisis tiroid ini sendiri mencapai 20-30%. Misra et al (2012)

mengungkapkan bahwa rata-rata kematian pada orang dewasa sangat

tinggi mencapai 90%, jika pada awal pasien tidak terdiagnosa dan jika

pasien tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Di jepang kasus

definitif untuk krisis tiroid berjumlah 282 kasus dan suspected case

berjumlah 72 kasus. Rerata kematian dari kasus definitive sejumlah 11%,

sedangkan jumlah kasus yang suspected sejumlah 9.5% (Akamizu, 2012) .

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa insidensi mortalitas pada

krisis tiroid masih cukup tinggi.


Insidensi mortalitas yang cukup tinggi di atas semata-mata terjadi

tidak hanya karena penanganan yang lambat dan tidak adekuat. Hal ini

juga cukup dipersulit dengan penegakkan diagnosis klinis yang tidak bisa

berdasarkan hasil biokimiawi semata karena diagnosis klinis krisis tiroid

hanya bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pasien. Sehingga,

ketika melihat tanda dan gejala yang mengarah ke kejadian krisis tiroid

perlu sesegera mungkin untuk mengambil tindakan. Rebecca (2011)

menyatakan bahwa kecurigaan terhadap terjadinya krisis tiroid sudah

cukup untuk menjadi dasar tindakan agresif.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah tentang krisis tiroid ini disusun dengan tujuan :

1. Memahami definisi, etiologi, dan manifestasi klinis dari krisis tiroid

2. Memahami diagnosis dan patofisiologi dari krisis tiroid

3. Memahami manajemen farmakologis krisis tiroid

4. Memahami rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan krisis

tiroid

1.3 Tujuan

Makalah tentang krisis tiroid ini disusun dengan tujuan :

1. Memahami definisi, etiologi, dan manifestasi klinis dari krisis tiroid

2. Memahami diagnosis dan patofisiologi dari krisis tiroid

3. Memahami manajemen farmakologis krisis tiroid

4. Memahami rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan krisis

tiroid
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Krisis Tyroid

Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan

suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari kondisi hipertiroid dengan

karakteristik kegagalan organ pada satu atau lebih sistem organ. Senada

dengan pernyataan di atas, Hudak & Galo (2010) menyatakan bahwa krisis

tiroid merupakan keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan

kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera

tertangani. Dari pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa krisis

tiroid merupakan suatu bentuk kegawatdaruratan yang merupakan suatu

keadaan eksaserbasi lanjut dari tirotoksikosis dengan karakteristik

dekompensasi organ yang dapat dengan segera menimbulkan kematian

jika pasien tidak mendapatkan penangan segera dan adekuat.

2.2 Etiologi

Penyebab paling sering terjadinya krisis tiroid adalah penyakit

grave. Penyakit grave merupakan penyakit autoimun yang dimediasi oleh

antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi sintesis hormon tiroid

menjadi berlebihan dan tidak terkendali (Nayak, 2010). Selain itu

penyebab lainnya yang terjadi berupa hipertiroidisme eksogen, tiroiditis,

goiter nodular toksik, dan kanker tiroid. Obat-obat tertentu seperti

prosedur radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat


mencetuskan terjadinya statustirotoksik karena mengandung iodin yang

tinggi (Hudak & Galo, 2010).

Krisis tiroid juga dapat dicetuskan oleh suatu kondisi tertentu.

Menurut Hudak & Galo (2010) faktor pencetus terjadinya kritis tiroid

terbagi menjadi dua yaitu pertama, pasien yang beresiko terhadap

terjadinya krisis endokrin pada mereka yang telah mengetahui adanya

gangguan endokrin seperti infeksi, trauma, penyakit medical yang

bersamaan (infark miokard, penyakit paru), kehamilan, dan pengobatan

(terapi steroid, β-blocker, narkotik, alkohol, terapi glukokortikoid, terapi

insulin, diuretik tiasin, fenitoin, agen-agen kemoterapi, dan agen-agen

inflamasi nonsteroid). Faktor pencetus yang kedua yaitu pasien yang

beresiko terkena krisis endokrin, yang sebelumnya belum mengetahui

adanya gangguan endokrin. Faktor pencetus kedua ini meliputi tumor

pituitary, terapi radiasi pada leher dan kepala, penyakit autoimun, prosedur

pembahasan neurologi, metastasis malignasi, pembedahan, penyakit yang

berkepanjangan, syok, postpartum, dan trauma.

2.3 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari kritis tiroid merupakan suatu kondisi ekstrem dari

keadaan tirotoksikosis. Semakin parahnya, gejala dari tirotoksikosis patut

diwaspadai, karena kondisi seperti ini akan jatuh pada tahap krisis tiroid.

Nayak (2010) menyatakan bahwa manifestasi klinis dari krisis tiroid

meliputi :
1. Gangguan Konstitusional

Salah satu kondisi yang dapat ditemukan pada pasien dengan krisis

tiroid adalah kehilangan berat badan. Hal ini dapat disebabkan kondisi

hipermetabolik yang terjadi, dimana sejumlah energi dihasilkan namun

pada kondisi ini penggunaan energi terjadi secara berlebihan.

selanjutnya, hal ini akan menyebabkan peningkatan produksi panas dan

pembuangan panas secara berlebihan. gejala konstitusional lain yang

dapat ditemukan adalah kelelahan dan kelemahan otot.

2. Gangguan Neuropsikiatri

Gangguan neuropsikiatri pada pasien dengan krisis trioid dapat

ditemukan kondisi seperti labilitas, gelisah, cemas, agitasi, bingung,

psikosis, bahkan koma. Sebuah studi perilaku menunjukkan bahwa

kinerja memori dan konsentrasi yang buruk berbanding dengan derajat

keparahan tirotoksikosis itu sendiri.

3. Gangguan Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal meliputi peningkatan frekuensi motilitas

usus yang disebabkan peningkatan kontraksi motorik usus kecil. Hal ini

akan menyebabkan pembuangan isi usus lebih cepat.

4. Gangguan Kardiorespiratori

Gejala kardiorespiratori pada pasien tirotoksikosis meliputi

palpitasi dan dispnea. Sesak nafas dapat disebabkan multifaktorial

dikarenakan penurunan komplians paru dan gagal jantung kiri. Selain

itu, nyeri dapat ditemukan pada pasien dengan tirotoksikosis seperti


halnya nyeri pada angina pectoris. Nyeri ini dapat disebabkan oleh

peningkatan kebutuhan penggunaan oksigen dan spasme arteri koroner.

Gejala lainnya pada pasien dengan krisis tiroid dapat ditemukan kondisi

seperti takikardi, peningkatan nadi, pleuropericardial, dan takiaritmia.

2.4 Patofisiologi

Patogenesis kriris tiroid pada dasarnya belum diketahui secara

pasti. Namun,dapat dipastikanbahwa kadar hormon tiroid yang beredar

dalam darahmenjadijauh lebih tinggi. Menurut Hudak & Galo (2010)

terdapat tiga mekanisme fisiologis yang dapat meningkatkan krisis tiroid:

1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah yang besar

Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid dalam jumlah besar diduga

menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama krisis

tiroid. Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid ini dapat disebabkan

pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebihan

pemberian hormontiroid.

2. Hiperaktivitas adrenergik

Hiperaktivitas adrenergik dapat dipandang sebagai kemungkinan

penghubung pada krisis tiroid. Hormon tiroid dan katekolamin saling

mempengaruhi satu sama lain. Namun, masih belum pasti apakah efek

hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin

menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor,

Interaksi tiroid katekolamin menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi

kimia, meningkatkan konsumsi nutrient dan oksigen, meningkatkan


produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit dan

status katabolik.

3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan

Dengan lipolisis yang berlebihan terjadipeningkatan jumlah asam

lemakbebas. Okisdasi dan asam lemak bebas ini menyebabkan

meningkatnya kebutuhan oksigen, kalori, dan hipertermi dengan

menghasilkan produksi panas yang berlimpah yang sulit untuk

dihilangkan melalui proses vasodilatasi.

Sedangakan menurut Urden (2010), proses patofisiologis pada

krisis tiroid dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada hipertiroidisme hormon tiroid yang berlebih menyebabkan

peningkatan aktiivitas metabolik dan merangsang reseptor β-adrenegic,

yang akan menyebabkan peningkatan respon SNS. Terdapat

hiperaktivitas dari jaringan syaraf, jaringan cardiac, jaringan otot polos,

dan produksi panas yang berlebih. Peningkatan hormon tiroid juga akan

menyebabkan pemakaian oksigen seluler di hampir seluruh proses

metabolik sel di dalam tubuh. Metabolisme yang berlebih akan

menghasilkan panas, dan suhu tubuh dapat mencapai 41o C. Respon

dari cardiac adalah dengan cara meningkatkan CO dan memompa darah

lebih banyak untuk mengirimkan oksigen secara cepat dan membawa

karbondioksida. Sehingga akan mengakibatkan takikardi dan hipertensi.

Pada akhirnya, permintaan oksigen dalam keadaan hipermetabolik yang

begitu besar mengakibatkan jantung tidak dapat berkompensasi secara


adekuat. Peningkatan aktivitas metabolik berhubungan dengan

meningkatnya transport aktif ion-ion melalui mebran sel. Salah satu

enzim yang meningkat sebagai respon hormon tiroid adalah Na, K-

ATPase. Na, K-ATPase ini selanjutnya meningkatkan kecepatan

transport baik natrium maupun kalium melalui membran-membran sel

dari berbagai jaringan. Proses ini menggunakan energi dan

meningkatkan jumlah panas yang dibentuk dalam tubuh. Pada akhirnya

proses ini diduga sebagai salah satu mekanisme peningkatan kecepatan

metabolik dalm tubuh. Peningkatan aktivitas metabolik yang terjadi

menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan sumber energi. Hal

ini berpotensi terjadinya asidosis metabolik. Peningkatan peristaltik

usus akan menyebabkan terjadinya diare, mual, dan muntah. Gejala ini

akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dan malnutrisiserta kehilangan

BB pada pasien (Urder, 2010). Kontraksi dan relaksasi otot dapat

meningkat secara cepat. Keadaan ini disebut juga dengan hiperrefleksia

hipertiroidisme. Kelemahan otot terjadi disebabkan oleh katabolisme

protein yang berlebihan. Hiperaktivitas adrenergic akan menyebabkan

respon kardiovaskuler dan respon sistem syaraf terhadap kondisi

hipermetabolik. Atrial fibrilasi atau atrial flutter dilaporkan terjadi 8.3%

pada pasien dengan keadaan hipertiroidisme (Frost L et al, 2004: Urden

et al, 2010). Edema pulmoner dan gagal jantung akut juga dapat terjadi

pada krisis tiroid. Selain itu, peningkatan βadrenegic juga akan


menyebabkan keadaan labilitas emosional, tremor, agitasi, bahkan

delirium.

Berdasarkan teori-teori di atas, jika digambarkan secara skematik

patofisiologi dari krisis tiroid seperti di bawah ini :


Berbagai faktor pencetus

Hiperaktivitas
Peningkatan kadar T3 dan T4
Adrenergik

Meningkatkan Peningkatan
Vasodilatasi
Na, K-ATP ase aliran darah

Peningkatan transpor Peningakatan CO


natrium dan kalium di Hipermetabolik pemakaian O2 meningkat
dalam membran sel selular
Peningkatan
S.saraf Ketokolamin
Asidosis
Metabolik
Peningkatan jumlah Takikardi,
Ansetas, gelisah
panas dalam tubuh aritmia
Defisit Volume
cairan
Peningkatan
Hipertermi Penurunan
motilitas usus
curah jantung

Diare

Takikardi Peningkatan
TD

Peningkatan
Kontraktilitas

Pola nafas
Penurunan
tidakefektif
CO
2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Seperti yang telah dijelaskan di atas penegakkan diagnosa krisis

tiroid berdasarkan temuan temuan klinis, bukan berdasarkan hasil

laboratorium. Hasil laboratorium dapat berguna untuk mengidentifikasi

faktor pencetus. Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan seperti

peningkatan kadar serum total dan konsentrasi T3 bebas, peningkatan

T4, dan penekan level TSH. Gambaran laboratorium lain berupa

leukositosis, abnormalitas enzim liver, hiperglikemia, hiperkalsemia,

dan peningkatan glikogenolisis. Hiperkalsemia dapat ditemukan karena

hormon tiroid dapat menstimulasi resorpsi tulang (Misra; 2012, Nayak;

2010).

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan

ultratiroid scan. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan keadaan dari

hipertiroidisme yang ditunjukkan dengan gambaran khas dari

basedow’s disease atau nodular goiter dengan karakteristik warna-pola

Doppler dari hiperaktivitas kelenjar tiroid. Sehingga, hal ini dapat

membedakan kelenjar normal dengan mudah (Migneco et al, 2005).

Studi pencitraan lain yang dapat dilakukan adalah radiografi dada.

Radiografi dada berguna untuk menunjukkan adanya pembesaran

jantung dan menunjukkan adanya oedema paru yang disebabkan karena

adanya pembesaran jatung ataupun infeksi paru. Selain itu, dapat


dilakukan CT scan untuk menilai fungsi neurologis pasien (Misra,

2010).

3. Pemeriksaan lainnya

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ECG. Pemeriksaan

ini bertujuan untuk memonitor cardiac aritmia, dimana kasus atrial

fibrilasi paling banyak ditemukan pada pasien dengan krisis tiroid.

Aritmia yang lain seperti halnya flutter, ventrikular takikardi juga dapat

terjadi pada kasus ini (Misra, 2010).

2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan harus segera diberikan,jangan tunda pengobatan jika

dicurigai terjadinya krisis tiroid. Kalau mungkin dirawat di Intensiv Care

Unit untuk mempermudah pemantauan tanda vital, untuk pemasangan

monitoring invasive, pemberian obat-obat inotropik jika diperlukan.

Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat, dengan cara:

 Memblok sintesis hormone baru : PTU dosis besar (loading dose 600-

1000mg) diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total

1000-1500 mg atau dengan metimazol dosis 20 mg tiap 4 jam bisa tanpa

atau dengan dosis inisial 60-100mg.

 Memblok keluarnya cikal bakal hormone dengan solusio lugol ( 10 tetes

tiap 6-8 jam) atau SSKI ( Larutan Iodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam),

diberikan 2 jam setelah pemberian PTU. Apabila ada, berikan endoyodin

(NaI) IV, kalau tidak solusio lugol/SSKI tidak memadai 23


 Menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan propanolol,

ipodat, penghambat beta dan/atau kortikosteroid. propanolol dapat

digunakan, sebab disamping mengurangi takikardi juga menghambat

konversi T4 menjadi T3 di perifer. Pemberian propanolol 60-80mg tiap 6

jam per oral atau 1-3 mg IV. Pemberian hidrokortison dosis stress

(100mg tiap 8 jam atau deksametason 2mg tiap 6 jam). Rasional

pemberiannnya adalah karena defisiensi steroid relative akibat

hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4.

Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin ( aspirin

akan melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free hormone

meningkat). Mengobati factor pencetus (misalnya infeksi) dengan

pemberian antibiotic bila diperlukan. Respon pasien (klinis dan

membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun ada

yang berlanjut hingga seminggu.

Pasien dengan krisis tiroid harus cepat dilarikan ke ICU, diberi

cairan infuse untuk mengatasi dehidrasi. Obat anti-tiroid yang diberikan

dalam dosis tinggi, propylthiouracil (PTU) 900-1200 mg sebagai dosis

awal, juga larutan lugol (kalium yodida), propanolol untuk menekan

denyut jantung, kadang ditambah dengan kortikosteroid. Obat antipiretik

dan penenang juga diberikan. (Tandra, 2011).


BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breathing)

Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan

oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang

ditandai dengan takipnea.

2. B2 (Blood)

Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang

mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan

cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan

nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah

sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan

tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada

area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan

atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan

gagal jantung.

3. B3 (Brain)

Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi

iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat

mengalami delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa

menyebabkan koma.
4. B4 (Bladder)

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).

5. B5 (Bowel)

Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan

kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan

peningkatan motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare,

nyeri perut, mual, dan muntah.

6. B6 (Bone)

Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,

kelemahan, dan kehilangan berat badan.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik

2. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung, status

hipermetabolik

4. Pola nafas tidakefektif berhubungan dengan hiperventilasi

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Hipermetabolisme.

6. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus

3.3 Analisa data

No. Analisa Data Etiologi Problem


1.
2.
3.
3.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1.
2.
3.
BAB 4

ASKEP KASUS PADA KRISIS TIROID

4.1 Contoh Kasus Krisis Tyroid

Ny. M (45 tahun) datang ke IGD pada tanggal 20 Februari 2018 dengan

keluhan lemas, panas dan dada berdebar. Ny. M juga mengeluh sering

berkeringat, sebelumnya pasien pernah masuk rumah sakit dengan

diagnosa hipertiroid. Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat pembesaran

di leher depan dan dengan hasil TTV yaitu TD : 150/90, Nadi :

145x/menit, Suhu : 39°C, RR: 24x/menit, BB 55 Kg, turgor kulit

menurun.. Dokter mendiagnosa Krisis Tyroid.

A. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : Ny. M

No. Reg : 3241212

Umur : 45 tahun

Tgl. MRS : 20 Februari 2018

Jenis Kelamin :P

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Diagnosis medis : Krisis Tiroid

Tgl Pengkajian : 21 Februari 2018

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga


Pendidikan : SMA

Alamat : Melagi, Mojokerto

1. Keluhan Utama

Ny. M mengatakan badannya lemas, panas, sering berkeringat

dan dadanya berdebar

2. Riwayat Kesehatan :

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. M datang ke IGD kemarin dengan keluhan lemas,

badannya panas, sering berkeringat dan dadanya berdebar. Pada

pemeriksaan di dapatkan pembesaran pada leher depan, TD : 150/90,

Nadi : 145x/menit, Suhu : 39°C, RR: 24x/menit, BB 55 Kg

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Ny. M pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa medis
Hipertiroid
c. Riwayat penyakit keluarga
Ny. M mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita
Hipertiroid

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum :

Ny. M terlihat lemas dan berkeringat

1. B1 (Breathing)

Bentuk simetris, tidak ditemukan darah/cairan keluar dari hidung.

Tidak ada nyeri tekan pada hidung. Mulut pucat , terdapat


pembesaran kelenjar thyroid di leher. Bentuk dada simetris, sesak

napas, Tidak ada nyeri tekan, Sonor, Vesikuler, ronkhi (-), weezing

(-).

2. B2 (Blood)

Wajah Pucat, Mata Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-),

Leher terdapat benjolan di leher depan, terdapat nyeri tekan pada

leher, Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris, Takikardia,

Redup, murmur.

3. B3 (Brain)

Kesadaran : Composmetis, GCS: 4,5,6, konjugtiva pucat, sklera

putih, refleks pupil terhadap rangsangan cahaya baik, pendengaran

baik, penciuman baik

4. B4 (Bladder)

Tidak terpasang kateter, warna urine kuning jernih, bau khas urine,

tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih.

5. B5 (Bowel)

Abdomen tidak ada Pembesaran, Suara peristaltik usus 10x/menit,

terdapat nyeri tekan pada perut.

6. B6 (Bone)
Ekstremitas Atas Tidak ada odem, turgor kulit menurun, CRT < 2
detik, akral hangat, ekstrimitas bawah Tidak ada oedem, turgor kulit
menurun, CRT < 2 detik, akral hangat, Turgor kulit menurun.

B. Analisa Data

No. Analisa Data Etiologi Problem


1. DO : Hipermetabolik Defisit volume
Suhu : 39°C cairan
Asidosis Metabolik
TD : 150/90 mmHg
Nadi : 145x/menit
Turgor kulit menurun Defisit volume cairan
Klien tampak lemas
DS:
Pasien mengatakan
sering berkeringat

2. DO: Hipermetabolik Hipertermi


Suhu : 39°C Peningkatan jumlah panas
Nadi : 145x/menit dalam tubuh

RR : 24x/menit
Hipertermi
Klien teraba panas
DS:
Klien mengatakan
badannya terasa panas
3. DO: Hiperaktivitas Adrenergik Penurunan Curah
Nadi : 145x/menit Jantung
TD : 150/90 mmHg
RR : 24x/menit Peningkatan Ketokolamin
DS :
Klien mengatakan dada
berdebar-debar Takikardi, aritmia

Penurunan curah jantung


C. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik

2. Hipertermi berhubungan dengan status hipermetabolik

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Hipermetabolisme.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Defisit volume Tujuan : 1. Monitor vital
cairan berhubungan Setelah dilakukan tindakan sign
dengan status keperawatan selama 1x24 2. Monitor status
hipermetabolik jam diharapkan masalah hidrasi
dapat teratasi dengan (kelembapan
Kriteria hasil : membran
1. Membaran mukosa mukosa, nadi,
lembab tekanan darah )
2. Demam tidak ditemukan 3. Monitor
3. Tekanan darah dalam intake dan
batas normal Output
4. Dorong
masukkan oral
5. Kolaborsi
dengan tim
medis lain dalam
pemberian terapi

2. Hipertermi Tujuan : 1. Monitor suhu


berhubngan dengan Setelah dilakukan tindakan sesering
status keperawatan selama 1x24 mungkin
hipermetabolik jam diharapkan masalah 2. Monitor
dapat teratasi dengan tekanan darah,
Kriteria hasil : nadi dan RR
1. Suhu tubuh dalam 3. Monitor
rentang normal intake dan
2. Nadi dan RR dalam output
rentang normal 4. Berikan
antipiretik
5. Selimuti
pasien
6. Kolaborasi
dengan tim
medis lain dalam
pemberian terapi
3. Penurunan Curah Tujuan : 1. Monitor
Jantung Setelah dilakukan tindakan adanya
berhubungan keperawatan selama 1x24 perubahan
dengan jam diharapkan masalah tekanan darah
hipermetabolisme dapat teratasi dengan 2. Monitor
Kriteria hasil : toleransi
1. Tanda vital dalam rentang aktivitas pasien
normal (tekanan darah, nadi, 3. Monitor
respirasi) adanaya
2. Dapat mentoleransi dyspneu, fatigue,
aktivitas, tidak ada takipnue, dan
kelelahan ortopneu
4. Monitor status
kardiovaskular
5. Monitor
balance cairan
6. Kolaborasi
dengan tim
medis lain dalam
pemberian terapi
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Krisis tiroid merupakan salah satu kegawatdaruratan endokrin yang

merupakan eksaserbasi lanjut dari keadaan tirotoksikosis. Penegakkan

diagnosis krisis tiroid berdasarkan gambaran klinis. Untuk memudahkan

penegakkan krisis tirod Butcher & Watorfskimenyusun sebuah skoring.

Skoring tersebut merupakan penilaian terhadap termoregulasi,

kardiovaskuler, gastrointestinal, dan sistem syaraf. Penanganan dari krisis

tiroid sendiri memerlukan penaganan yang cepat, karena meskipun krisis

tiroid jarang terjadi, namun morbiditas krisis tiroid cukup tinggi yaitu 20-30%

jika tidak mendapat penanganan secara cepat. Adapun tujuan utama dari

penanganan krisis tiroid yaitu Memblok sintesis dan pengeluaran hormone

tiroid, memblok dan menghambat konversi dari T4 menjadi T3, serta

menurunkan sensiitivitas seluler peripheral terhadap katekolamin. Peran

perawat sangat dibutuhkan khususnya dalam pemberian dan pengawasan efek

samping obat, penanganan supprtif seperti penurunan suhu tubuh pasien, dan

koreksi cairan dan elektrolit pasien.

5.2 Saran
Penulis berharap dengan makalah ini, semoga mahasiswa dapat

mengerti bagaimana asuhan keperawatan krisis tyroid, dan paham bagaimana

patofiologi yang terjadi klien krisis tyroid. sehingga bisa berpikir kritis dalam

melakukan tindakan keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

GuytonA, J., Hall J, E.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Hudak & Galo.2010.Keperawatan Kritis : Pendekatan HolistikVol.2Ed. 6. Jakarta


: EGC

Nurarrif A,H.2015.APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN


DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC.Jogjakarta : MediAction

Tandra, Hans. 2011. Mencegah dan Mengatasi Penyakit Tiroid. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama

Nayak, Bindu. MD & Burman, Kenneth. MD. 2006. Thyrotoxicosis and Thyroid
Storm. Journal from Endocrinology and Metabolism Clinics of North Ameerica.

Anda mungkin juga menyukai