Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecerdasan merupakan alat ukur belajar, menyelesaikan masalah dan

menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia, tidak memandang

kecerdasan manusia berdasarkan skor tes standar semata. Namun kecerdasan

adalah sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam

kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan baru untuk

diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau untuk menawarkan jasa

yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.

Suatu pemahaman dikatakan berbeda karena dipengaruhi oleh cara

penyampaian informasi dari pendidik dan modalitas gaya belajar pada tiap

individu. Setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda dan bisa belajar

dengan lebih baik menggunakan cara yang berbeda-beda.

Memahami gaya belajar, pada setiap orang merupakan cara terbaik untuk

memaksimalkan proses belajar. Didalam belajar tidak ada cara belajar yang

dianggap benar ataupun salah karena setiap orang mempunyai gaya belajar yang

berbeda-beda dan memberikan keuntungan serta kekurangan masing-masing.

Ketika kita memahami gaya belajar, maka proses belajar akan lebih efektif dan

efisien.
BAB II

TINJAUAN TEORI

Konsep Teori Kecerdasan

A. Kecerdasan Inteligensi
Kecerdasan/inteligensi berasal dari bahasa Latin “intelligence” yang

berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to

relate, to bind together). kecerdasan merupakan sebuah konsep yang bisa

diamati tetapi menjadi hal yang paling sulit untuk didefinisikan. Hal ini

terjadi karena inteligensi tergantung pada konteks atau lingkungannya.

Berikut ini beberapa ahli psikologi yang mencoba memberikan pengertian

tentang inteligensi.
Istilah IQ diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1912 oleh seorang

ahli psikologi berkebangsaan Jerman bernama William Stern (Gould 1981).

Kemudian ketika Lewis Madison Terman, seorang ahli psikologi

berkebangsaan Amerika di Universitas Stanford, menerbitkan revisi tes Binet

di tahun 1916, istilah IQ mulai digunakan secara resmi.


IQ adalah kemampuan berfikir secara abstrak, memecahkan masalah

dengan menggunakan simbol-simbol verbal dan kemampuan untuk belajar

dari dan menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-

hari.
Salah satu yang sering digunakan untuk menyatakan tinggi rendahnya

tingkat intelegensi adalah menterjemahkan hasil intelegensi ke dalam angka

yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan

seseorang bila dibandingkan secara relatif terhadap suatu norma.


Menurut Saifudin Azwar, diterangkan bahwa secara tradisional, angka

normatif dari hasil tes intelegensi dinyatakan dengan rasio (Quotient) dan

diberi nama Intelligence Quotient (IQ).


Dalam kemampuan intelegensi terdapat skala taraf, dari taraf intelegensi

yang tinggi sampai taraf intelegensi yang rendah. Banyak manfaatnya bila

taraf intelegensi para siswa diketahui, dengan demikian diketahui pula taraf

prestasi yang diharapkan dari siswa tertentu. Metode yang digunakan untuk

mengukur taraf intelegensi adalah metode tes yang disebut dengan tes

intelegensi.
Tes intelegensi yang diberikan di sekolah terbagi atas dua kelompok yaitu

tes intelegensi umum (General Ability test) dan tes intelegensi khusus

(Spesific Ability Test / Spesific Aptitude Test). Di dalam tes intelegensi umum

disajikan soal-soal berpikir di bidang penggunaan bahasa, manipulasi

bilangan dan pengamatan ruang. Sedangkan di dalam tes intelegensi khusus

menyajikan soal-soal yang terarah untuk menyelidiki apakah siswa

mempunyai bakat khusus di suatu bidang tertentu, misalnya di bidang

matematika, di bidang bahasa, di bidang ketajaman pengamatan dan lain

sebagainya.
Hasil testing dilaporkan dalam bentuk IQ sesuai yang dikemukakan oleh

W.S Winkel bahwa “Hasil testing intelegensi lazim dinyatakan dalam bentuk

Intelligence Quotient (IQ), yang berupa angka yang diperoleh setelah

seluruh jawaban pada tes intelegensi diolah. Angka itu mencerminkan taraf

intelegensi. Makin tinggi angka itu, diandaikan makin tinggi pula taraf

intelegensi siswa yang menempuh tes”.Dari pendapat di atas dapat diartikan


bahwa IQ merupakan bentuk dari hasil tes intelegensi yang berupa angka,

sehingga tes intelegensi sering disebut dengan tes IQ.


Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa yang

dimaksud IQ adalah hasil tes intelegensi yang berupa skor atau angka yang

telah diolah sesuai dengan aturannya. Selain itu IQ menyatakan suatu ukuran

dan mencerminkan tinggi rendahnya taraf intelegensi dari seseorang.


IQ dapat mengalami perubahan yang dapat berupa kenaikan atau

penurunan, sesuai dengan yang dikemukakan oleh W.S Winkel bahwa: “IQ

dapat mengalami kenaikan atau penurunan dalam batas-batas tertentu, seperti

batas kurun waktu dan umur anak. Akan tetapi perubahan tersebut tidak

bersifat mencolok, artinya hasil testing pada saat tertentu dan hasil testing

beberapa waktu kemudian memiliki variasi yang kecil”.


Dengan demikian penulis dapat menyatakan bahwa dalam kurun waktu

tertentu IQ dapat mengalami kenaikan atau penurunan yang bersifat tidak

mencolok, artinya hasil testing pada saat tertentu dan hasil testing beberapa

waktu kemudian memiliki variasi yang berkisar diantara batas tertinggi dan

batas terendah pada rentang tertentu dalam skala IQ.


1. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Taraf Intelegensi
faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu, yaitu:
a. Keturunan

Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua,

atau dengan kakek-neneknya menunjukkan adanya pengaruh faktor

keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada

tingkat tertentu.

b. Latar belakang sosial ekonomi

Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial


ekonomi lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf

kecerdasan individu mulai 3 tahun sampai dengan remaja.

c. Lingkungan hidup

Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan

intelektual yang kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling

buruk bagi perkembangan intelegensi adalah panti-panti asuhan serta

institusi lainnya, terutama bila anak ditempatkan disana sejak awal

kehidupannya.

d. Kondisi fisik

Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan

fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang

rendah.

e. Iklim emosi

Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan

mental individu yang bersangkutan.

Sebagaimana telah diuraikan diatas, terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi taraf intelegensi seseorang. Maka sebagai seorang guru,

salah satu tugas serta kewajiban yang harus dipenuhi adalah membantu

mempengaruhi kemampuan intelektual siswa agar dapat berfungsi

secara optimal dan mencoba melengkapi program pengajaran yang

ditujukan bagi mereka yang lambat dalam belajar. Adapun cara yang
dapat dilakukan oleh guru yaitu dengan memperhatikan kondisi

kesehatan fisik siswa, membantu pengembangan sifat-sifat positif pada

diri siswa, memperbaiki kondisi motivasi siswa, menciptakan

kesempatan belajar yang lebih baik bagi siswa.

Dalam membantu mengembangkan sifat-sifat positif pada diri siswa

seperti percaya diri, perasaan diri dihargai, guru dapat melakukan

dengan cara menaruh respect terhadap pertanyaan-pertanyaan serta

gagasan- gagasan yang diajukan siswa sehingga dapat membantu

meningkatkan keyakinan diri siswa serta perasaan bahwa dirinya

dihargai. Selain itu agar perasaan-perasaan cemas, rendah diri, tegang,

konflik atau salah dapat dihindari oleh siswa.

Sedangkan untuk memperbaiki kondisi motivasi siswa, guru dapat

melakukannya dengan memberikan insentif atas keberhasilan yang

diraih siswa yaitu dapat berupa pujian atau nilai yang baik. Selain itu

guru juga dapat memberikan kesempatan melaksanakan tugas-tugas

yang relevan, seperti di dalam kelompom diskusi, di muka kelas,

pembuatan karya tulis, dan lain-lain untuk menciptakan kesempatan

belajar yang lebih baik bagi siswa.

2. Faktor – faktor Kecerdasan yang di Ungkap Dalam Tes IQ


Sekolah tempat peneliti melakukan penelitian bekerjasama dengan

lembaga psikologi dalam melakukan psikotes atau tes psikologi. Lembaga

psikologi tersebut menggunakan tes intelegensi umum untuk anak yang

disebut Tintum anak dan sebagai alat ukur tes ini merupakan
pengembangan dari tes intelegensi untuk orang dewasa yang disebut

Tintum-69 sebagai alat ukur dalam evaluasi kecerdasan. Tintum anak dan

Tintum-69, disusun berdasarkan teori Thurston mengenai intelegensi yang

terkenal dalam teorinya Primary Mentel Ability yang mengatakan bahwa

intelegensi tersebut terdiri dari tujuh kemampuan mental yaitu Numeric,

Word Fluency, Verbal, Memory, Reasoning, Space, dan Perceptual Speed.


Faktor-faktor kecerdasan yang diungkap dalam tes psikologi tersebut

adalah sebagai berikut :


a. Kemampuan memahami masalah: kemampuan untuk menggunakan

pengalaman masa lalunya dalam menghadapi situasi praktis sehari-

hari.
b. Ruang lingkup pengetahuan: menunjukkan tingkat kepedulian siswa

terhadap situasi sosial dan masyarakat.


c. Kekayaan bahasa: petunjuk penguasaan perbendaharaan kata yang

dimiliki.
d. Kemampuan bekerja dengan angka: kemampuan menggunakan konsep

dasar numerik antara lain: menjumlahkan, mengurangi, membagi dan

mengalikan yang diperlukan dalam belajar hitung matematika.


e. Daya analisis dan sintesis: kemampuan sisiwa dalam memberikan

alasan yang logis dalam mengambil kesimpulan dan menerapkannya

dalam kehidupan praktis.


f. Daya abstraksi: kemampuan bekerja dengan simbol-simbol, angka dan

bahasa.
g. Kemampuan mengingat: kemampuan mereproduksi kembali terhadap

sesuatu yang dipelajari.


h. Kemampuan menangkap pendapat dengan bahasa: kemampuan ini

menyangkut pengertian terhadap ide-ide yang diekspresikan dalam

bentuk bahasa.
A. Kecerdasan Emosi
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan adalah kecakapan untuk menemui situasi-situasi baru atau

belajar melakukan dengan tanggapan menyesuaikan diri yang baru.

Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Golmen, 2000 :

50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang

penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada kecerdasan

dengan varietas utama yaitu interpersonal dan intrapersonal yang

dinamakan sebagai kecerdasan pribadi. Emosi secara bahasa berasal dari

kata movere, kata latin yang berarti bergerak atau menggerakkan,

ditambah awalan “e” untuk memberi arti bergerak menjauh sehingga

kecenderungan bertindak adalah hal yang mutlak dalam emosi.


Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan pada tahun 1990 oleh Peter

Salovey dari Harvard University dan Jack Mayer dari University of New

Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang

tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Meyer mendefinisikan

kecerdasan emosional (EQ) sebagai himpunan bagian dari kecerdasan

sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang

melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan

menggunakan informasi ini untuk membimbimng pikiran dan tindakan

(Shapiro, 1998: 8). Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh

lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk

itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa anak-anak sangat

mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.


Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri

dan orang lain, kemampuan mengendalikan dan mengatur

diri,menempatkan motivasi dan empati, dan mampu melakukan interaksi

sosial pada situasi dan kondisi tertentu serta mampu beradaptasi terhadap

reaksi serta perilaku. Diantara hal yang paling sulit tetapi baikk adalah

tiap individu memahami hakikat dirinya dan orang lain. Namun, banyak

individu yang belum mampu untuk memahami dirinya sendiri apalagi

memahami orang lain sehingga menimbulkan kesalah pahaman diantara

individu.
2. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
a. Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu

saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan

diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri

dan kepercayaan diri yang kuat.


b. Pengaturan diri, yaitu menangani emosi sehingga berdampak

positifterhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan

sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan

mampu pulih kembalidari tekanan emosi.


c. Motivasi, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam

untukmenggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu

kitamengambil inisiatif, bertindak efektif dan untuk bertahan

menghadapikegagalan dan frustrasi.


d. Empati, yaitu merasakan apa yang di rasakan oleh orang lain, mampu

memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling

percaya,dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang


e. Keterampilan sosial, yaitu menangani emosi dengan baik ketika

berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi

dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar.


3. Aspek Kecerdasan Emosional
Menurut Salovey (Golman, 2007: 58-59) ada lima aspek utama yang

terdapat dalam kecerdasan emosional, yaitu :


a. Mengenali emosi sendiri, yaitu : Mengenali emosi sendiri merupakan

suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu

terjadi.
b. Mengelola emosi, yaitu : Mengelola emosi merupakan kemampuan

individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan

tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.


c. Memotivasi diri sendiri, yaitu : Kendali diri emosional menahan diri

terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan

keberhasilan dalam berbagai bidang.


d. Mengenali emosi orang lain, yaitu : Mengenali emosi orang lain

disebut juga empati. Orang yang empatik lebih mampu menangkap

sinyal- sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang

dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.


e. Membina hubungan, yaitu : Kemampuan dalam membina hubungan

merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan

dan keberhasilan antar pribadi.


B. Kecerdasan Spritual
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan makna kehidupan, nilai-nilai, dan keutuhan diri

yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam

konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan

dengan yang lain. Seseorang dapat menemukan makna hidup dari

bekerja, belajar dan bertanya, bahkan saat menghadapi masalah atau

penderitaan. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa yang

membantu menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh.

Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk

memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan

kecerdasan tertinggi (Zohar & Marshall, 2001, hal 12-13) menyatakan

bahwa kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk mengenali

nilai sifat-sifat pada orang lain serta dalam dirinya sendiri.


Kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang

menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral,

serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk

hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga

membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif

dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.

Berbeda dari empat buku di atas, pada buku yang diteliti ini terdapat

keistimewaan. Ary Ginanjar Agustian dengan bukunya, (Rahasia Sukses

Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual ESQ melalui 6 Rukun

Iman dan 5 Rukun Islam) dijelaskan bahwa aspek fundamental Islam

melalui rukun Iman dan rukun Islam selama ini hanya sebatas hafalan

saja, tetapi belum mendapatkan maknanya yang mendalam dalam bentuk

praktis dan penghayatan. Berlatar belakangg fenomena tersebut Ary

Ginanjar Agustian melakukan terobosan membangun kecerdasan spiritual


dengan dasar 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Dengan demikian dapat

memerlukan aktualisasi praktis melalui pembiasaan, pelatihan, dan

pembelajaran yang terus menerus, sehingga mengantarkan manusia

mencapai pengalaman spiritual dan kecerdasan spiritual (SQ).


2. Ciri Kecerdasan Spiritual
a. Tawazzun (Kemampuan bersikap fleksibel).
b. Kaffah (Mencari jawaban yang mendasar dalam melihat berbagai

persoalan secara holistik).


c. Memiliki kesadaran tinggi dan istiqomah dalam hidup yang diilhami

oleh visi dan nilai.


d. Tawadhu‟ (Rendah hati).
e. Ikhlas dan tawakkal dalam menghadapi dan melampaui cobaan.
f. Memiliki integritas dalam membawakan visi dan nilai pada orang

lain.

Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung menjadi menjadi seorang

pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seorang yang bertanggung

jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang

lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain.

3. Aspek Kecerdasan Spiritual


a. Siddiq
Salah satu dimensi kecerdasan ruhaniah terletak pada nilai kejujuran

yang merupakan mahkota kepribadian orang-orang mulia yang telah

dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat dari-Nya.

Seseorang yang cerdas secara ruhaniah, senantiasa memotivasi

dirinya dan berada dalam lingkungan orang-orang yang memberikan

makna kejujuran, sebagai mana firma-Nya dalam surat At Taubah :

119.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar jujur.


b. Istiqomah
Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang

melahirkan sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk

menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan

atau kondisi yang lebih baik, sebagai mana kata taqwin merujuk pula

pada bentuk yang sempurna(qiwam).


Abu Ali ad-Daqqaq (Tasmara, 2001, hal. 189), berkata ada tiga

derajat pengertian istiqamah, yaitu menegakkan atau membentuk

sesuatu (taqwim), menyehatkan dan meluruskan (iqamah), dan

berlaku lurus (istiqamah), takwim menyangkut disiplin jiwa, Iqamah

berkaitan dengan penyempurnaan, dan istiqamah berhubungan

dengan tindakan pendekatan diri kepada Allah. Sikap istiqamah

menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh jiwanya,

sehingga dia tidak mudah goncang atau cepat menyerah pada

tantangan atau tekanan, mereka yang memiliki jiwa istiqamah itu

adalah tipe manusia yang merasakan ketenanggan luar biasa (iman,

aman, muthmainah) walau penampakannya diluar bagai yang gelisah.

Dia meresa tenteram karena apa yang dia lakukan merupakan

rangkaian ibadah sebagai bukti “yakin” kepada ALLAH SWT dan

Rasul-Nya.
c. Fathanah
Fathanah diartikan sebagai kemahiran, atau penguasaan terhadap

bidang tertentu, pada hal makna fathanah merujuk pada dimensi

mental yang sangat mendasar dan menyeluruh. Seorang yang


memilki sikap fathanah, tidak hanya menguasai bidangnya saja

begitu juga dengan bidang-bidang yang lain, Keputusan-keputusanya

menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang didasarkan

pada sikap moral atau akhlak yang luhur, memilki kebijaksanaan,

atau kearifan dalam berpikir dan bertindak.


d. Amanah
Amanah menjadi salah satu dari aspek dari ruhaniah bagi kehidupan

manusia, seperti halnya agama dan amanah yang dipikulkan Allah

menjadi titik awal dalam perjalanan manusia menuju sebuah janji.

Janji untuk dipertemukan dengan Allah SWT, dalam hal ini manusia

dipertemukan dengan dua dinding yang harus dihadapi secara sama

dan seimbang antara dinding jama‟ah didunia dan dinding kewajiban

insane diakhirat nanti. Sebagai mahluk yang paling sempurna dari

ciptaan Allah SWT dibandingkan dengan mahluk yang lain, maka

amanah salah satu sifat yang dimilki oleh manusia sebagai khalifah

dimuka bumi. Di dalam nilai diri yang amanah itu ada beberapa nilai

yang melekat, menurut (Tasmara, 2001)


1) Rasa ingin menunjukkan hasil yang optimal
2) Mereka merasakan bahwa hidupnya memiliki nilai, ada sesuatu

yang penting. Mereka merasa dikejar dan mengejar sesuatu agar

dapat menyelesaikan amanahnya dengan sebaik-baiknya.


3) Hidup adalah sebuah proses untuk saling mempercayai dan

dipercayai.
e. Tablig
Fitrah manusia sejak kelahirannya adalah kebutuhan dirinya kepada

orang lain. Kita tidak mungkin dapat berkembang dan survive kecuali

ada kehadiran orang lain. Seorang muslim tidak mungkin bersikap


selfish, egois, atau ananiyah‟ hanya mementingkan dirinya sendiri‟.

Bahkan tidak mungkin mensucikan dirinya tanpa berupaya untuk

menyucikan orang lain. Kehadirannya di tengah-tengah pergaulan

harus memberikan makna bagi orang lain bagaikan pelita yang

berbinar memberi cahaya terang bagi mereka yang kegelapan.

Mereka yang memilki sifat tabliq mampu membaca suasana hati

orang lain dan berbicara dengan kerangka pengalaman serta lebih

banyak belajar dari pengalaman dalam menghadapi persoalan-

persoalan hidup.

4. Fungsi Kecerdasan Spiritual


(Zohar & Marshall, 2007) menyebutkan dalam bukunya bahwa kita

menggunakan SQ untuk:
a. Menjadikan kita untuk menjadi manusia apa adanya sekarang dan

member potensi lagi untuk terus berkembang.


b. Menjadi lebih kreatif. Kita menghadirkannya ketika kita inginkan agar

kita menjadi lues, berwawasan luas, dan spontan dengan cara yang

kreatif.
c. Menghadapi masalah ekstensial yaitu pada waktu kita secara pribadi

terpuruk terjebak oleh kebiasaan dan kekhawatiran, dan masa lalu kita

akibat kesedihan. Karena dengan SQ akan kita sadar bahwa kita

mempunyai masalah ekstensial dan membuat kita mengatasinya atau

paling tidak kita bisa berdamai dengan masalah tersebut.


d. SQ dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat membuat kita

seakan kehilangan keteraturan diri. Dengan SQ suara hati kita akan

menuntun kejalan yang lebih benar.


e. Kita juga akan lebih mempunyai kemampuan beragama yang benar,

tanpa harus fanatik dan tertutup terhadap kehidupan yang sebenarnya

sangat beragam.
f. SQ memungkinkan kita menjembatani atau menyatukan hal yang

bersifat personal dan interpersonal, antara diri dan orang lain

karenanya kita akan sadar akan ingritas orang lain dan integritas kita.
g. SQ juga kita gunakan untuk mencapai kematangan pribadi yang lebih

utuh karena kita memang mempunyai potensi untuk itu. Juga karena

SQ akan membuat kita sadar mengenai makna dan prinsip sehingga

ego akan di nomor duakan, dan kita hidup berdasarkan prinsip yang

abadi.
h. Kita akan menggunakan SQ dalam menghadapi pilihan dan realitas

yang pasti akan datang dan harus kita hadapi apapun bentuknya. Baik

atau buruk jahat atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba datang

tanpa kita duga.


5. Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual
a. Inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam

diri, (suara hati) transparency, responsibilities, accountabilities,

fairness dan social wareness.


b. Drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan

kebahagiaan.

Ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara

spiritual, (Tasmara, 2001) yaitu :

1) Tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama

sekali.
2) Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional.
3) Bertentangannya atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.
Kecerdasan ruhaniah sangat erat kaitannya dengan cara dirinya

mempertahankan prinsip lalu bertangung jawab untuk melaksankan

prinsipprinsipnya itu dengan tetap menjaga keseimbangan dan

melahirkan nilai manfaat yang berkesesuaian. Prinsip merupakan fitrah

paling mendasar bagi harga diri manusia. Nilai takwa atau tanggung

jawab merupakan ciri seorang profesional. Mereka melangar prinsip dan

menodai hati nurani merupakan dosa kemanusiaan yang paling ironis.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Gandhi, Tasmara, 2001), yang

membuat daftar tujuh dosa orang-orang yang menodai prinsip atau

nuraninya sebagai berikut:

a) Kekayaan tanpa kerja (wealth Without work).


b) Kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience).
c) Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without caracter).
d) Perdagangan tanpa etika (moral) (commerce without morality).
e) Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity).
f) Agama tanpa pengorbanan (religion without sacrifice).
g) Politik tanpa prinsip (politic without principle).
Konsep Teori Karakter Pembelajaran Personal

Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil

interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

adanya interaksi, antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan

bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah

laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi, stimulus dan respon

(Budiningsih, 2005)

Belajar menurut teori belajar kognitif merupakan suatu aktivitas yang

melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain

mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan

struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk didalam pikiran seseorang

berdasarkan pemahama dan pengalaman sebelumnya.

A. Visual (belajar dengan cara melihat)

Gaya belajar dengan cara melihat sehingga mata memegang peranan


penting. Gaya belajar visual dilakukan seseorang untuk memeroleh informasi
seperti melihat gambar, diagram, peta, poster, grafik, dan sebagainya. Bisa
juga dengan melihat data teks seperti tulisan dan huruf.

Setiap orang yang memiliki gaya belajar visual memiliki kebutuhan yang
tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum mereka
memahaminya. Mereka lebih mudah menangkap lewat materi bergambar.
Selain itu, mereka memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna dan
pemahaman yang cukup terhadap artistik. Dalam hal ini tekhnik visualisasi
melatih otak untuk bisa memvisualisasikan sesuatu hal, mulai dari
mendeskripsikan suatu pemandangan, benda (baik benda nyata maupun
imajinasi), hingga akhirnya mendapatkan yang diinginkan.

Kelebihan Gaya Belajar Visual :

1) Rapi dan teratur

2) Mempunyai sifat yang teliti dan detail ketika mengerjakan sesuatu

3) Biasanya tidak terganggu jika harus belajar didalam keributan atau

keramain, anak tetap akan berkonsentrasi ketika harus belajar di tempat

ramai

4) Tulisan tangan relative rapi dan bagus

5) Cenderung suka membaca

Kekurangan Gaya Belajar Visual

1) Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai

dalam memilih kata-kata

2) Mengingat dalam instruksi verbal

3) Kurang menyukai berbicara

4) Biasanya sukar mengingat suatu informasi yang diberikan secara lisan.

Ciri-ciri Gaya Belajar Visual :


1) Bicara agak cepat

2) Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi

3) Tidak mudah terganggu oleh keributan

4) Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar

5) Lebih suka membaca dari pada dibacakan

6) Pembaca cepat dan tekun

7) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai

memilih kata-kata

8) Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato

9) Lebih suka musik dari pada seni

10) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis,

dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

1) Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.

2) Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.

3) Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.

4) Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).

5) Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.


B. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Gaya belajar ini biasanya disebut juga sebagai gaya belajar pendengar.

Orang-orang yang memiliki gaya belajar pendengar mengandalkan proses

belajarnya melalui pendengaran (telinga). Mereka memperhatikan sangat baik

pada hal-hal yang didengar. Mereka juga mengingat sesuatu dengan cara

“melihat” dari yang tersimpan ditelinganya. Pada umumnya, seorang anak yang

memiliki gaya belajar auditori ini senang mendengarkan ceramah, diskusi, berita

di radio, dan juga kaset pembelajaran. Mereka senang belajar dengan cara

mendengarkan dan berinteraksi dengan orang lain.

Kelebihan Gaya Belajar Auditory

1) Ketika harus mempresentasikan hasil pekerjaannya maka dapat

melaksanakannya dengan baik

2) Mudah menirukan ucapan orang lain dengan waktu yang relatif cepat

3) Mempunyai tata bahasa yang baik

4) Mudah mengingat nama orang

5) Suka berbicara

6) Tidak takut ketika harus berbicara didepan kelas, akan menonjol ketika

terjadi diskusi dikelas

7) Berbicara dalam irama yang berpola


Kelemahan Gaya Bicara Auditory

1) Kurang baik ketika berbicara (membaca relatif pelan)

2) Kurang bisa mengingat ketika dibicarakan tidak dengan disuarakan

3) Kurang baik ketika menulis karangan

4) Sulit diam untuk waktu yang relatif lama

5) Mudah terganggu oleh keributan

Ciri-ciri Gaya Belajar Auditory

1) Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri

2) Penampilan rapi

3) Mudah terganggu oleh keributan

4) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari

pada yang dilihat

5) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

6) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika

membaca

7) Biasanya ia pembicara yang fasih

8) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya


9) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

10) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual

11) Berbicara dalam irama yang terpola

12) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk Mempermudah Proses Belajar Anak Auditory

1) Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas

maupun di dalam keluarga.

2) Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.

3) Gunakan musik untuk mengajarkan anak.

4) Diskusikan ide dengan anak secara verbal.

5) Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia

untuk mendengarkannya sebelum tidur.

C. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Gaya belajar ini biasanya disebut juga sebagai gaya belajar penggerak. Hal

ini disebabkan karena anak-anak dengan gaya belajar ini senantiasa menggunakan

dan memanfaatkan anggota gerak tubuhnya dalam proses pembelajaran atau

dalam usaha memahami sesuatu. Bagi pembelajar kinestetik, kadang-kadang


membaca dan mendengarkan merupakan kegiatan yang membosankan. Instruksi-

instruksi yang diberikan secara tertulis maupun lisan seringkali mudah

dilupakannya. Mereka memiliki kecenderungan lebih memahami tugas-tugasnya

bila mereka mencobanya.

Kelebihan Gaya Belajar Kinestetik

1) Biasanya anak berpenampilan rapi

2) Mempunyai kelebihan dalam bidang olahraga

3) Menyukai pekerjaan di laboratorium

4) Koordinasi antara mata dan tangan bagus

Kekurangan Gaya Belajar Kinestetik

1) Cenderung frustasi dan gelisah bila harus duduk mendengarkan kuliah

dalam jangka waktu yang relatif lama, oleh karena itu mereka break

(istirahat) dalam waktu kuliah berlangsung

2) Kemampuan kurang dalam mengeja atau spealling

3) Menggunakan jari telunjuk ketika membaca

4) Tidak dapat mengerti geografi , kecuali sudah berkali-kali datang ketempat

tersebut

Ciri-ciri Gaya Belajar Kinestetik


1) Berbicara perlahan

2) Penampilan rapi

3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan

4) Belajar melalui memanipulasi dan praktek

5) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

6) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca

7) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita

8) Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan

tubuh saat membaca

9) Menyukai permainan yang menyibukkan

10) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah

berada di tempat itu

11) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan

kata-kata yang mengandung aksi.

Strategi untuk Mempermudah Proses Belajar Anak Kinestetik

1) Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.


2) Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya

(contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya

untuk belajar konsep baru).

3) Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.

4) Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.

5) Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

Manfaat Mengetahui Gaya Belajar Visual, Auditory dan Kinestetik

Manfaat memahami gaya belajar individu itu sangat penting karena siswa

ataupun guru akan lebih mudah untuk menentukan strategi belajar yang sesuai

dengan kemampuan siswa. Ada banyak keuntungan untuk memahami gaya belajar

agar dalam belajar kita bisa memproses informasi dengan lebih efisien. Beberapa

manfaat tersebut meliputi :

Manfaat Akademik

1) Memaksimalkan potensi belajar anda

2) Sukses pada semua tingkat pendidikan

3) Memahami cara belajar terbaik dan bisa mendapatkan nilai lebih baik pada

ujian tes

4) Mengatasi keterbatasan di dalam kelas

5) Mengurangi frustasi dan tingkat stress


6) Mengembangkan strategi belajar

Keuntungan Pribadi

1) Meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri

2) Mempelajari cara terbaik menggunakan otak yang dimiliki oleh setiap

individu

3) Mendapatkan wawasan kekuatan serta kelemahan diri sendiri

4) Mempelajari bagaimana menikmati belajar dengan lebih dalam

5) Mengembangkan motivasi untuk belajar

6) Mempelajari bagaimana memaksimalkan kemampuan serta keterampilan

alami yang kita miliki

7) Unggul dalam kompetisi atau persaingan

8) Mengelola tim dengan cara yang lebih efektif

9) Mempelajari bagaimana cara memberikan presentasi dengan lebih efektif

10) Meningkatkan ketrampilan diri sendiri

11) Meningkatkan produktivitas kita sendiri


DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta

Bahri, Saiful. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta

De Porter, Bobbi. 2008. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan

Menyenangkan. Bandung : Kaifa

http://edukasi.kompasiana.com/2019/02/25mengingat-dan-mengenal-kembali-

gaya-belajar-anak/

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/GAYA%20BELAJAR_0.pdf

Anda mungkin juga menyukai